Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
leprae yang pertama kali menyerang saraf perifer selanjutnya menyerang kulit, mukosa
(mulut) saluran pernafasan bagian atas, dan dapat ke organ lain kecuali sistem saraf pusat.
Penyakit kusta dikenal juga dengan nama Morbus Hansen atau lepra. Istilah kusta berasal
dari bahasa sansekerta, yakni kushtha yang berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara
umum.1,2
1.2 Etiologi
Penyakit kusta disebabkan oleh M.leprae yang merupakan basil tahan asam dan
alkohol, gram positif, bentuk pleomorf lurus, batang ramping, dan sisanya berbentuk paralel
dengan kedua ujung-ujungnya bulat dengan ukuran 3 – 8 um x 0,5 um. Dengan pewarnaan
Ziehl-Nielsen basil yang hidup dapat berbentuk batang yang utuh, berwarna merah terang,
dengan ujung bulat (solid), sedang basil yang mati bentuknya terpecah-pecah (fragmented)
atau granular. Basil ini hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu rendah dan tidak
dapat dikultur dalam media buatan (in vitro).1,3
1.3 Epidemiologi
Kusta bukanlah penyakit keturunan. Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel rambut,
kelenjar keringat dan air susu ibu, jarang ditemukan di dalam urin. Sputum dapat banyak
mengandung M. Leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas. Tempat implantasi tidak
selalu menjadi tempat lesi yang petama. 1
Secara global, insiden kusta adalah 0,2 kejadian dari 10.000 masyarakat, dimana
prevalensi di Indonesia hampir lima kali lebih tinggi, berkisar antara 0,91 kejadian dari
10.000 masyarakat pada tahun 2008. WHO melaporkan pada tahun 2008 bahwa terdapat
17.441 kasus baru yang ditemukan di Indonesia yang merupakan negara ketiga dengan
insiden kusta di dunia. Kusta dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan
dibandingkan dewasa. Di Indonesia penderita anak-anak di bawah umur 14 tahun didapatkan
sekitar 11,39%, namun kusta jarang ditemukan pada anak usia kurang dari satu tahun.
Frekuensi tertinggi di dapatkan pada kelompok umur 25-35 tahun. 1,2
1
1.4 Klasifikasi
Jenis-jenis klasifikasi yang umum adalah1 :
a. Klasifikasi Internasional ( Madrid,1953 ) :
(1) Interdeterminate ( I )
(2) Tuberkuloid ( T )
(3) Bordeline ( B )
(4) Lepromatosa ( L )
b. Klasifikasi Ridley-Jopling ( 1962 ) :
(1) Tuberkuloid –tuberkuloid ( TT )
(2) Bordeline – tuberkuloid ( BT )
(3) Bordeline – bordeline ( BB )
(4) Bordeline – lepromatosa ( BL )
(5) Lepramatosa – lepramatosa ( LL)
c. Klasifikasi WHO (1982) yang kemudian disempurnakan pada tahun 1997 : Dalam
klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi dalam 2 tipe yaitu tipe Paucibacillary
(PB) dan Multibacillary (MB). Dasar klasifikasi ini adalah negatif dan positifnya basil tahan
asam (BT) dalam skin smear. Pedoman utama untuk menentukan klasifikasi/tipe penyakit
kusta menurut WHO adalah sebagai berikut :
Tanda Utama Pausibasiller Multibassiler
Bercak Kusta Jumlah 1 sampai dengan 5 Jumlah lebih dari 5
Penebalan saraf tepi yang Hanya satu saraf Lebih dari satu saraf
disertai dengan gangguan
fungsi (gangguan fungsi bisa
berupa kurang/mati rasa atau
kelemahan otot yang
dipersarafi oleh saraf yang
bersangkutan).
Pemeriksaan Bakteriologi Tidak dijumpai basil tahan Dijumpai basil tahan asam
asam (BTA negatif) (BTA positif)
1.5 Patogenesis
2
Mekanisme penularan kusta yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah
dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Terdapat bukti bahwa
tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman Mycobacterium leprae menderita kusta, Iklim
(cuaca panas dan lembab) diet, status gizi, status sosial ekonomi dan genetik Juga ikut
berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta di
keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada
setiap individu. Faktor ketidak cukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab.3
Penyakit kusta dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara orang
yang terinfeksi dengan orang sehat. Dalam penelitian terhadap insiden, tingkat infeksi untuk
kontak lepra lepramatosa beragam dari 6.2 per 1000 per tahun di Cebu, Philipina hingga 55,8
per 1000 per tahun di India Selatan. Dua pintu keluar dari Micobacterium leprae dari tubuh
manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung.3
Telah dibuktikan bahwa kasus lepramatosa menunjukan adanya sejumlah organisme
di dermis kulit. Bagaimana masih belum dapat dibuktikan bahwa organism tersebut dapat
berpindah ke permukaan kulit. Hal ini menbentuk sebuah pendugaan bahwa organisme
tersebut dapat keluar melalui kelenjar keringat. Pintu masuk dari Mycobacterium leprae ke
tubuh manusia masih menjadi tanda tanya. Saat ini diperkirakan kulit dan pernafasan atas
menjadi gerbang masuknya bakteri.3
Masa inkubasi kusta belum dapat dikemukakan. beberapa peneliti berusaha mengukur
masa inkubasi kusta, masa inkubasi kusta minimum dilaporkan beberapa minggu,
berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi. Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30
tahun. Hal ini dilaporkan berdasarkan pengamatan pada veteran perang yang pernah
terekspos di daerah endemik dan kemudian berpindah ke daerah non endemik. Secara umum
telah ditetapkan masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.3
3
1. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa.
Kelainan kulit atau lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan (hypopigmentasi) atau
kemerah-merahan (Eritematosus ) yang mati rasa (anestesi ).
2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Ganggguan fungsi saraf
ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis perifer). Gangguan fungsi
saraf ini bisa berupa :
a.Gangguan fungsi saraf sensoris : mati rasa.
b.Gangguan fungsi motoris :kelemahan(parese) atau kelumpuhan (paralise).
c.Gangguan fungsi saraf otonom: kulit kering dan retak-retak.
3. Adanya kuman tahan asam didalam kerokan jaringan kulit (BTA+), pemeriksaan ini hanya
dilakukan pada kasus yang meragukan.5
1.6.1 Anamnesis.
Pada anemnesis hal yang perlu diketahui oleh sang pemeriksa adalah sebagai berikut.
1). Keluhan yang ada/kapan timbul bercak .
2). Apakah ada riwayat kontak .
3). Riwayat pengobatan sebelumnya.
4
1. Nervus Ulnaris.
Anestesi pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis
Clawing kelinking dan jari manis
Atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis medial
2. Nervus Medianus
Anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah.
Tidak mampu adduksi ibu jari
Clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah
Ibu jari kontraktur
Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral
3. Nervus Radialis
Anestesia dorsum manus, serta ujung proksimal telunjuk
Wrist drop
Tidak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan.
4. Nervus Poplitea Lateralis
Anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis
Foot drop
Kelemahan otot peroneus
5. Nervus Tibialis Posterior
Anestesia telapak kaki
Claw toes
Paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis
Kepadatan M. leprae tanpa membedakan solid atau nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan
dengan Indek Bakteri (IB) dengan nilai dari 0 sampai 6+ menurut Ridley.
5
1+ bila 1-10 BTA dalam 100 LP
Gambaran histopatologik tipe TT adalah tuberkel, dan kerusakan syaraf yang lebih
nyata, tidak ada basil atau hanya sedikit, dan non solid. Tipe LL terdapat kelim sunyi
subepidermal (subepidermal clear zone), yaitu suatu daerah langsung di bawah epidermis
yang jaringannnya tidak patologik. Didapati sel Virchow dengan banyak kuman. Pada tipe
borderline, terdapat campuran unsur-unsur tersebut.1
Didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi M leprae.
Antibodi yang terbentuk dapat bersifat spesifik terhadap M. leprae yaitu antibodi anti
phenolic glycolipid (PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD.Sedangkan antibodi
yang tidak spesifik antara lain antibodi anti-lipoarabinomanan (LAM) yang juga dihasilkan
oleh kuman M. Tuberculosis.1
Kegunaan pemeriksaan serologik ini ialah dapat membantu diagnosis kusta yang
meragukan karena tanda klinis dan bakteriologik tidak jelas. Disamping itu dapat membantu
menentukan kusta subklinis, karena tidak didapati lesi kulit misalnya pada kontak serumah.
Macam-macam pemeriksaan serologik kusta lainnya adalah:
6
- ML flow test (Mycobacterium leprae flow test)
1.9 Pengobatan
Obat anti kusta yang dipakai saat ini adalah Diaminodifenil sulfon (DDS) kemudian
klofazimin, dan rifampisin. Pada tahun 1998 WHO menambahkan obat alternatif yang dapat
digunakan dalam terapi kusta antara lain adalah ofloksasin, minosiklin, dan klaritromisin.
Tujuan Pengobatan adalah memutus mata rantai penularan, menyembuhkan penyakit
penderita dan mencegah terjadinya cacat. Pada saat ini Multi Drug Therapy (MDT)
digunakan untuk mencegah resistensi, memperpendek masa pengobatan, dan mempercepat
pemutusan mata rantai penularan.1,4
Setelah pengobatan dihentikan (Release from Treatment/RFT) penderita masuk dalam
masa pengamatan (control) yaitu: penderita dikontrol secara klinik dan bakterioskopik
minimal sekali setahun selama 5 tahun untuk penderita kusta multibasilerdan dikontrol secara
klinik sekali setahun selama 2 tahun untuk penderita kusta pausibasiler. Bila pada masa
tersebut tidak ada keaktifan, maka penderita dinyatakan bebas dari pengamatan (Release from
Control /RFC).4
Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan regimen pengobatan yang
direkomendasikan oleh WHO Regimen tersebut adalah sebagai berikut.1
1.9.1 Tipe PB
Untuk kusta tipe PB, terdiri atas kombisnasi rifampisin dan dapson.
a. Jenis dan obat untuk orang dewasa:
Rifampicin 600 mg/bulan dan DDS 100 mg / hari dalam pengawasan
7
DDS 100 mg / hari diminum di rumah.
b. Jenis dan dosis obat untuk anak-anak :
DDS 1-2 mg / kg berat badan
Rifampisin 10-15 mg / kg barat badan
c. Lama pengobatan
Lama pengobatan untuk penderita tipe PB adalah selama 6-9 bulan.
1.9.2 Tipe MB
Untuk kusta tipe MB, terdiri atas kombinasi rifampisin, dapson, klofazimin(lamprene).
a. Jenis dan dosis obat untuk orang dewasa:
Lamprene 300 mg / bulan
Rifampisin 600 mg / bulan
DDS 100 mg / bulan
b. Dosis Lamprene untuk anak-anak:
Umur dibawah 10 tahun : Bulanan : 100 mg / bulan
Harian : 50 mg / 2 kali / minggu
Umur 11 – 14 tahun : Bulanan : 200 mg / bulan
Harian : 50 mg / 3 kali / minggu
Lama pengobatan 2 tahun
1.10 Prognosis
Tergantung pada luas lesi dan tingkat stadium penyakit. Kesembuhan bergantung pula
pada kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Terkadang pasien dapat mengalami
kelumpuhan, bahkan kematian, serta kualitas hidup pasien menurun.1,9
8
BAB 2
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. SAI
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Samudra No. 48, RT IV, RW I, Olo, Padang.
Bangsa : Indonesia
Suku : Minang
Agama : Islam
Pekerjaan : Tukang Parkir
Status : Belum Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 6 September 2016
9
ANAMNESIS
Seorang pasien Laki-laki berusia 28 tahun datang ke Poli Klinik Kulit dan Kelamin
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 6 September 2016 dengan:
Keluhan Utama:
Bercak-bercak kemerahan yang mati rasa di wajah, kedua lengan atas dan bawah, kedua
tangan, kedua tungkai atas dan bawah dan kedua kaki sejak 1 tahun yang lalu, pasien datang
untuk kontrol obat bulan ke 8.
10
Riwayat Penyakit Keluarga/Atopi :
Nenek pasien menderita penyakit dengan kelainan kulit yang sama hingga jari kaki dan
tangan puntung dan meninggal tahun 2006, tidak diobati. Pasien tinggal serumah dengan
neneknya.
Riwayat bersin-bersin pagi hari tidak ada.
Riwayat alergi makanan tidak ada.
Riwayat alergi obat tidak ada.
Riwayat mata merah, berair, dan gatal tidak ada.
Riwayat asma tidak ada.
PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign :
Keadaan umum : Tidak tampak sakit
Kesadaran : Composmentis cooperatif
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 87 x/i
Nafas : 20 x/i
Status Generalisata
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 168 cm
IMT : 21
Status gizi : Gizi baik
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklerat tidak ikterik
Tertutup sempurna. Madarosis (-), ektropion (-), Entropion (-)
Pemeriksaan Thorak : Diharapkan dalam batas normal
Pemeriksaan Abdomen : Diharapkan dalam batas normal
Status Dermatologikus 1
Lokasi : wajah, kedua lengan atas dan bawah, kedua tungkai atas dan bawah, kedua
kaki.
Distribusi : Regional
Bentuk : Bulat - Tidak khas
Susunan : Tidak khas
Batas : Tegas – tidak tegas
11
Ukuran : Numular-Plakat
Effloresensi : makula eritema, nodul eritema, makula hiperpigmentasi, ekskoriasi
Jumlah lesi : > 5 lesi
Status Dermatologikus 2
Lokasi : leher kiri dan kanan
Distribusi : Regional
Bentuk : Lonjong
Susunan : Tidak khas
Batas : Tegas – tidak tegas
Ukuran : Plakat
Effloresensi : Ulkus ukuran 3 x 2 x 0,5 cm dan 2,5 x 1 x 0,25 cm dasar jaringan granulasi,
isi pus, tepi tidak rata, dinding tidak bergaung, jaringan sekitar berupa krusta
kehitaman
Jumlah lesi : > 5 lesi
Gambar
Gangguan Sensibilitas :
Rasa tusuk : hipoestesi pada lesi di kedua tangan dan kaki
Rasa raba : hipoestesi pada lesi di kedua tangan dan kaki
Rasa suhu : tidak dilakukan
12
Tes Kekuatan Otot :
M. Orbiculais oculi : Kuat.
M. Abductor digiti minimi : Kuat.
M. Interoseous dorsalis : Kuat.
M. Abductor pollicis brevis : Kuat.
M. Tibialis anterior : Kuat.
Kelainan lain-lain :
Kontraktur pada seluruh jari kaki, jari ke 4, 5 tangan kanan
Status Venerologikus
13
Diharapkan dalam batas normal.
Kelainan Selaput
Diharapkan dalam batas normal.
Kelainan Kuku
Tidak ditemukan kelainan.
Kelainan Rambut
Tidak ditemukan kelainan.
RESUME
Telah diperiksa seorang laki-laki berusia 28 tahun dengan keluhan utama bercak-
bercak putih yang berasa baal di tangan dan kaki serta wajah sejak 1 bulan yang lalu, pasien
datang untuk kontrol obat bulan ke 8. Awalnya terdapat bercak putih banyak yang timbul
pada tangan sejak 1 tahun yang lalu yang tidak nyeri dan tidak gatal.Namun pasien tidak
berobat. Bercak putih makin banyak mengenai muka, seluruh tangan dan kaki sejak 9 bulan
yang lalu yang tidak nyeri namun tidak gatal. Pasien sudah berobat ke Puskesmas Mata Air
padang 9 bulan yang lalu diberikan obat MDT setelah meminum obat lima kali muncul
bercak baru kemerahan, dengan demam, malaesse, dan nyeri kemudian dirujuk ke RSUP Dr.
M. Djamil. Pasien sudah berobat ke Poliklinik DR. M. Djamil Padang sejak 8 bulan yang lalu
diberikan obat 1 bulan teratur selama 8 bulan. Tidak ada lesi baru, keluhan berkurang. Nenek
pasien menderita penyakit dengan kelainan kulit yang sama hingga jari kaki dan tangan
puntung dan meninggal tahun 2006, tidak diobati. Pasien tinggal serumah dengan neneknya.
Jari kaki ke lima kiri pasien memendek sejak 8 bulan yang lalu. Kelima jari kaki kanan dan
kiri pasien kaku dan tidak berasa sejak 8 bulan yang lalu, pasien masih bisa berjalan tanpa
gangguan. Jari tangan pasien kaku dan tidak berasa sejak 8 bulan yang lalu. Hidung pasien
menjadi mendatar kurang lebih sejak 1,5 tahun yang lalu.
Dari pemeriksaan fisik diperoleh status generalis dalam batas normal, status
dermtologikus tampak lesi pada wajah, kedua lengan atas dan bawah, kedua tungkai atas
dan bawah, kedua kaki, leher kiri dan kanan, distribusi regional, bentuk bulat -tidak khas,
lonjong, susunan tidak khas, batas tegas – tidak tegas, ukuran: numular-plakat, effloresensi
makula eritema, nodul eritema, makula hiperpigmentasi, ekskoriasi,ulkus ukuran 3 x 2 x 0,5
cm dan 2,5 x 1 x 0,25 cm dasar jaringan granulasi, isi pus, tepi tidak rata, dinding tidak
bergaung, jaringan sekitar berupa krusta kehitaman, dan jumlah lesi > 5 lesi. Terdapat
14
gangguan sensibilitas raba, dan nyeri berupa hipoestesi pada kedua tangan dan kaki, kekuatan
otot kuat, dan terdapat pembesaran saraf pada auricularis magnus, ulnaris dextra sinistra,
poplitea lateral dextra dan sinistra. Terdapat kelainan berupa absorbsi pada jari ke lima kaki
kiri,kontraktur di jari ke 4, 5 tangan kanan, xerosis kutis di seluruh tingkai dan lengan, dan
facies leonina.
Diagnosis Kerja
Morbus Hansen Tipe Multibasiler dalam terapi MDT MB bulan ke 8 dengan reaksi
tipe ENL
Susp Skrofuloderma
Diagnosis Banding
Tidak ada
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Rutin
Pemeriksaan BTA sputum hasil negatif
PemeriksaanAnjuran
Pemeriksaan BTA cuping telinga
Pemeriksaan Histopatologik.
Pemeriksaan Serologik.
Kultur pus pada tukak
Biopsi Kulit
Diagnosis
Morbus Hansen Tipe Multibasiler Morbus Hansen Tipe Multibasiler dalam terapi
MDT MB bulan ke 8 dengan reaksi tipe ENL
Susp. Skrofuloderma
PENATALAKSANAAN
15
Umum :
Penjelasan mengenai penyakit pengobatan pada pasien dan keluarga, serta kontrol rutin
tiap bulan ke poliklinik Kulit dan Kelamin, berobat teratur sampai dinyatakan sembuh.
Menjelaskan pada pasien bahwa daerah yang mati rasa merupakan tempat yang berisiko
terjadinya luka, dan luka merupakan tempat masuknya kuman sehingga hindari luka
untuk mencegah timbulnya kecacatan.
Menjelaskan pada pasien bahwa penggunaan Rifampisin menyebabkan warna buang air
kecil berwarna merah sehingga pasien tidak perlu khawatir.
Menjelaskan pada pasien bahwa penggunaan obat MDT dapat menyebabkan kulit lebih
gelap, namun setelah pengobatan selesai maka kulit pasien akan kembali seperti semula.
Menerangkan kepada pasien, jika ada keluarga yang menderita keluhan yang sama segera
dibawa berobat.
Menjelaskan pada pasien bahwa obat DDS menyebabkan anemia sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan darah secara rutin dan pasien perlu mengkonsumsi makanan
bergizi.
Menjelaskan kepada pasien bahwa obat hari 1 dimakan 5 kapsul 1 tablet, yang ada paling
atas MDT MB, kemudian seterusnya 1 kapsul dan 1 tablet per hari.
Khusus :
Paket MDT multibasiler :
Rifampisin 600 mg/bulan
DDS 100 mg/hari
Klofazimin 200 mg/bulan diteruskan 50 mg/3 kali seminggu/bulan
Neurodex 3 x 1 Tab (Vit B1 100mg, B6 200 mg, B12 200mcg)
Zink 1 x 20 mg
Kompres larutan PK 1/5000 pada ulkus
Prognosis
Quo ad sanam : dubia et bonam
Quo ad vitam : bonam
Quo ad kosmetikum : dubia et malam
Quo ad functionam : dubia et malam
16
Resep
Dr.Rahnadi
Praktek Umum
SIP : 34/16/2016
Hari praktek : Senin-Rabu
Jam praktek : 14.00-17.00 WIB
Alamat : Jl. Perintis kemerdekaan no. 64, Padang
17
6 September 2016
BAB 3
DISKUSI
Diagnosis kusta dapat ditegakkan berdasarkan tiga tanda kardinal. Lesi kulit yang mati
rasa, penebalan saraf tepi disertai gangguan fungsi saraf, dan BTA positif. Pada anamnesis
didapatkan keluhan utama bercak-bercak putih yang berasa baal di tangan dan kaki serta
wajah sejak 1 bulan yang lalu, pasien datang untuk kontrol obat bulan ke 8. Awalnya terdapat
18
bercak putih banyak yang timbul pada tangan sejak 1 tahun yang lalu yang tidak nyeri dan
tidak gatal.Namun pasien tidak berobat. Bercak putih makin banyak mengenai muka, seluruh
tangan dan kaki sejak 9 bulan yang lalu yang tidak nyeri namun tidak gatal. Pasien sudah
berobat ke Puskesmas Mata Air padang 9 bulan yang lalu diberikan obat MDT setelah
meminum obat lima kali muncul bercak baru kemerahan, dengan demam, malaesse, dan nyeri
kemudian dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil. Pasien sudah berobat ke Poliklinik DR. M. Djamil
Padang sejak 8 bulan yang lalu diberikan obat 1 bulan teratur selama 8 bulan. Tidak ada lesi
baru, keluhan berkurang. Nenek pasien menderita penyakit dengan kelainan kulit yang sama
hingga jari kaki dan tangan puntung dan meninggal tahun 2006, tidak diobati. Pasien tinggal
serumah dengan neneknya. Jari kaki ke lima kiri pasien memendek sejak 8 bulan yang lalu.
Kelima jari kaki kanan dan kiri pasien kaku dan tidak berasa sejak 8 bulan yang lalu, pasien
masih bisa berjalan tanpa gangguan. Jari tangan pasien kaku dan tidak berasa sejak 8 bulan
yang lalu. Hidung pasien menjadi mendatar kurang lebih sejak 1,5 tahun yang lalu.
Dari pemeriksaan fisik diperoleh status generalis dalam batas normal, status
dermtologikus tampak lesi pada wajah, kedua lengan atas dan bawah, kedua tungkai atas
dan bawah, kedua kaki, leher kiri dan kanan, distribusi regional, bentuk bulat -tidak khas,
lonjong, susunan tidak khas, batas tegas – tidak tegas, ukuran: numular-plakat, effloresensi
makula eritema, nodul eritema, makula hiperpigmentasi, ekskoriasi,ulkus ukuran 3 x 2 x 0,5
cm dan 2,5 x 1 x 0,25 cm dasar jaringan granulasi, isi pus, tepi tidak rata, dinding tidak
bergaung, jaringan sekitar berupa krusta kehitaman, dan jumlah lesi > 5 lesi. Terdapat
gangguan sensibilitas raba, dan nyeri berupa hipoestesi pada kedua tangan dan kaki, kekuatan
otot kuat, dan terdapat pembesaran saraf pada auricularis magnus, ulnaris dextra sinistra,
poplitea lateral dextra dan sinistra. Terdapat kelainan berupa absorbsi pada jari ke lima kaki
kiri,kontraktur di jari ke 4, 5 tangan kanan, xerosis kutis di seluruh tingkai dan lengan, dan
facies leonina. Pemeriksaan BTA 8 bulan yang lalu ditemukan BTA positif. Berdasarkan data
diatas, pasien didiagnosis Morbus hansen tipe multibasiler dalam pengobatan MDT MB
bulan ke 8 dengan reaksi tipe ENL derajat II.
Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi penjelasan mengenai penyakit, pengobatan
pada pasien dan keluarga, serta kontrol rutin tiap bulan ke poliklinik Kulit dan Kelamin,
berobat teratur sampai dinyatakan sembuh.Menjelaskan pada pasien bahwa daerah yang mati
rasa merupakan tempat yang berisiko terjadinya luka, dan luka merupakan tempat masuknya
kuman sehingga hindari luka untuk mencegah timbulnya kecacatan, menjelaskan pada pasien
bahwa penggunaan Rifampisin menyebabkan warna buang air kecil berwarna merah sehingga
pasien tidak perlu khawatir. Menjelaskan pada pasien bahwa penggunaan obat MDT dapat
19
menyebabkan kulit lebih gelap, namun setelah pengobatan selesai maka kulit pasien akan
kembali seperti semula. Menerangkan kepada pasien, jika ada keluarga yang menderita
keluhan yang sama segera dibawa berobat. Terapi khusus yang diberikan berupa MDT untuk
kusta tipe multibasiler. Prognosis pada pasien ini adalah dubia at bonam.
20
DAFTAR PUSTAKA
21