Вы находитесь на странице: 1из 6

VERIFIKASI DAN KALIBRASI INSTRUMEN AAS

ABSTRAK

Kalibrasi, verifikasi dan pemeliharaan instrumen alat ukur atau alat uji merupakan
bagian dari standard system mutu mengacu pada SNI 17025-2008. Hal ini kemudian
mengimplikasikan setiap peralatan yang dijadikan instrumen pengukuran dalam suatu
laboratorium harus dikalibrasi atau diverifikasi terhadap pembanding yang memiliki
ketelusuran. Sehingga hasil uji dari suatu laboratorium terakreditasi tidak akan berbeda dengan
hasil uji laboratorium lainnya.

PENDAHULUAN

Definisi kalibrasi dan verifikasi menurut beberapa sumber yaitu :

 Sumardi, 2003 “Kalibrasi adalah salah satu proses pengukuran alat ukur yang
berkaitan dengan suatu garis tanda / garis pembagian (graduation line) dari suatu
peralatan. Sedangkan verifikasi adalah proses dimana ditentukan persesuaian antara
suatu peralatan laboratorium dengan spesifikasi yang tertera untuk peralatan tersebut,
termasuk penentuan kesalahan pada suatu titik atau lebih.”
 Australian standard, 2415 : 1980 “ Kalibrasi adalah semua operasi untuk tujuan
menentukan nilai kesalahan pegukuran alat, pengukuran bahan dan pengukuran
standar.”
 BBIA, 2002 “ Kalibrasi adalah memastikan kebenaran nilai-nilai yang ditunjukkan
oleh instrumen ukur atau system pengukuran nilai-nilai yang diabadikan pada suatu
bahan ukur dengan cara membandingkan dengan nilai kebenaran konvensional yang
diwakili oleh standard ukur, yang memiliki kemampuan telusur ke standard Nasional
atau Internasional.”

Tujuan utama dari kalibrasi atau verifikasi instrumen adalah menentukan simpangan
kebenaran nilai konvensional yang ditunjukkan oleh suatu instrumen sehingga menjamin hasil
pengukuran yang diperoleh sesuai dengan standard an memiliki kemampuan telusur terhadap
standar nasional atau internasional melalui suatu rantai yang tidak terputus.
Terdapat beberapa persyaratan umum yang harus dipenuhi bagi suatu laboratorium untuk
melakukan kalibrasi :
1. Memiliki standar acuan yang mampu telusur ke Standar Nasional dan Internasional
2. Memiliki metoda kalibrasi yang diakui secara Nasional maupun Internasional
3. Personil kalibrasi yang terlatih, yang dibuktikan dengan sertifikat dari laboratorium kalibrasi
yang terakreditasi
4. Ruangan atau tempat kalibrasi yang terkondisi, seperti suhu, kelembaman, tekanan udara,
aliran udara dan kedap getaran
5. Alat yang dikalibrasi dalam keadaan berfungsi baik atau tidak rusak.
Analisis yang menggunakan AAS dikelompokkan kedalam metode analisis
instrumental karena metode ini membutuhkan sebuah instrumen sehingga sebelum digunakan
kondisi instrumen ini harus dioptimalkan terlebih dahulu.
Metode AAS termasuk dalam kategori metode komparatif, sehingga skala absorbans
dari AAS tersebut harus dikalibrasi dengan suatu deret standar yang diketahui konsentrasinya
dengan akurat (atau menggunakan CRM – Certified Reference Materials).
METODE KALIBRASI DAN VERIFIKASI

KALIBRASI

Metode kalibrasi secara umum dibagi menjadi 2 yaitu :


1. Metode telusur ke Standar Acuan, dengan melakukan kalibrasi alat ukur menggunakan
pembanding yang mengacu kepada Standar Nasional atau Internasional.
2. Metode Perbandingan, melakukan kalibrasi alat ukur dengan membandingkan hasil
pembacaan alat ukur yang sedang dikalibrasi terhadap alat ukur terkalibrasi yang bersertifikat.

VERIFIKASI

Secara garis besar verifikasi pada instrumen AAS dapat dibagi menjadi 4 yaitu:

1. Verifikasi EHT, pada system arus kuat merupakan akronim dari Extra High Tension,
merupakan tegangan terendah yang diperlukan untuk mengakselerasi electron dari katoda
menuju anoda, sehingga lampu katoda bisa menghasilkan cahaya emisi atomic. Batasan EHT
maksimal adalah 350 V. Jika nilai EHT terlampaui maka harus dipastikan noise blanko tidak
lebih besar dari 0,0050 absorban.

2. Verifikasi Panjang Gelombang, ketepatan panjang gelombang pengeksitasi menentukan


keberhasilan analisis secara AAS. Lebar garis spektrum atomik yang hanya berkisar 2-5 pm
menyebabkan sedikit pergeseran pada monokromator akan mengakibatkan perubahan
pembacaan yang signifikan. Verifikasi dilakukan dengan melakukan pemindaian terhadap
lampu katoda Cu kemudian membandingkan hasilnya dengan standar panjang gelombang
lampu Cu.

3. Verifikasi Slit, lebar slit menentukan intensitas cahaya yang dilewatkan oleh monokromator
ke system deteksi. Slit yang lebar berarti sensitifitas tinggi dengan selektifitas rendah dan
berlaku sebaliknya. Pengukuran lebar slit efektif dilakukan dengan mengukur lebar puncak
pada setengah tinggi setelah melakukan pemindaian spektrum emisi lampu katoda.

4. Verifikasi Presisi Detektor, verifikasi presisi dimaksudkan untuk mengukur simpangan yang
terjadi pada konsentrasi maksimum analit yang sedang dibaca oleh instrumen AAS. Digunakan
larutan Cu 5 ppm (batasan linear Cu adalah 4 ppm) sehingga diharapkan sudah melebihi
kapasitas instrumen dan menghasilkan perubahan yang besar.

PENENTUAN VERIFIKASI DAN KALIBRASI

VERIFIKASI
1. Penentuan Kepekaan (Sensitivitas)
 Kepekaan adalah konsentrasi analit minimum yang memberikan %T = 1% atau nilai A = 0,0044.
o Formula,
S = 0,0044 C1 / A1
Alat dikatakan memiliki kepekaan yang baik bila S < 1,25 x nilai S dari spesifikasi pabrik.
Semakin besar nilai S maka alat semakin kurang sensitive.
 Kepekaan adalah respon alat per-unit konsentrasi. Dapat dilihat dari slope kurva kalibrasi
o Formula
S = a = (A1 – b)/C1
[bila persamaan kurva kalibrasi A1 = C1 + b]
S = A1/C1
[bila kurva kalibrasi melewati titik nol].
 Pengukuran kepekaan AAS
o Pilih larutan kalibrasi (konsentrasi analit = C1) dimana 0,2<A<0,4
o Optimalkan kondisi AAS dengan larutan ini
o Ukur absorban larutan kalibrasi, minimal 3 kali (gunakan larutan pembanding untuk set “zero”
setiap kali larutan kalibrasi akan diukur). Absorban rata-rata dinyatakan sebagai A1.
o Tentukan kepekaan alat sesuai formula yang telah disebutkan.

2. Presisi ( Repeatibilitas )
 Pilih larutan kalibrasi (konsentrasi analit = C1) dimana 0,2<A<0,4
 Ukur absorban larutan kalibrasi, minimal 6 kali (gunakan larutan pembanding untuk set “zero”
setiap kali larutan kalibrasi akan diukur)
 Absorban rata-rata dinyatakan sebagai A1.
 Hitung nilai RSD
 Alat dikatakan memiliki presisi yang baik bila RSD ≤ 1% dari A rata-rata. Semakin besar nilai
RSD maka alat semakin kurang bagus presisinya.

3. Batas Daerah Kerja ( Linieritas )


 Buat deret larutan kalibrasi dari konsentrasi rendah hingga konsentrasi yang cukup tinggi
(sebagai acuan dapat dilihat rentang konsentrasi yang tercantum pada manual alat).
 Optimalkan kondisi AAS dengan salah satu larutan kalibrasi (konsentrasi analit = C1) dimana
0,2<A<0,4.
 Ukur absorban semua larutan kalibrasi, minimal 3 kali (gunakan larutan pembanding untuk set
“zero” setiap kali larutan kalibrasi akan diukur).
 Hitung absorban rata-rata untuk setiap larutan kalibrasi.
 Buat kurva kalibrasi, kemudian tentukan batas kurva yang linier dimana nilai koefisien korelasi
(r) mendekati 1.

4. Batas/ Limit Deteksi


 Siapkan sebuah larutan blanko.
 Ukur absorban minimal 6 kali. Absorban rata-rata dinyatakan sebagai Ab.
 Hitung nilai SD (dinyatakan/diubah menjadi dalam unit konsentrasi)
 Hitung nilai IDL (Instrument Detection Limit). Formula IDL= Cb + 3 SD.
 Apabila SD tidak diperoleh karena Ab = 0,lakukan prosedur berikut :
 siapkan sebuah blanko yang di”spiking” dengan konsentrasi minimum analit (konsentrasi
analit yang paling rendah, tetapi masih terukur absorban-nya)
 Ukur absorban minimal 6 kali. Absorban rata-rata dinyatakan sebagai Ab.
 Hitung nilai SD (dinyatakan/diubah menjadi dalam unit konsentrasi)
 Hitung nilai IDL (Instrument Detection Limit).
o Formula,
IDL = Cb + 3 SD
IDL = 0 + 3 SD
IDL = 3 SD

KALIBRASI

1. Cara Biasa
Kurva kalibrasi dengan cara biasa ada 2 jenis yaitu :
 Konsentrasi mencakup seluruh daerah kerja (working range).
 Konsentrasi larutan kalibrasi mencakup sebagian daerah kerja (hanya yang linier).
Prosedur : sama dengan pekerjaan penentuan batas daerah kerja.
Catatan : jangan sampai terjadi perbedaan absorban yang > 0,01 unit antara 2 hasil pengukuran,
Bila ini terjadi, berarti presisi menurun.

2. Cara Adisi Standar


 Sediakan 5 buah labu takar yang sama ukurannya.
 Pipet X mL larutan contoh yang akan diukur ke dalam labu takar no 1 – 4.
 Pipet X mL air ke dalam labu takar no. 5.
 Pipet X mL larutan standar analit Z yang :
 0 ppm Z ke dalam labu takar no. 1 dan 5.
 a ppm Z ke dalam labu takar no. 2.
 2a ppm Z ke dalam labu takar no. 3.
 3a ppm Z ke dalam labu takar no. 4
 Tambahkan asam bila perlu (biasanya HNO3, atau lainnya), tambahkan air hingga tanda batas.
 Homogenkan larutan dengan baik, ukur absorban dengan AAS.
 Buat grafik standar adisi, kemudian tentukan Cz konsentrasi analit Z

Catatan : labu takar no. 5 digunakan untuk set “zero” setiapkali larutan kalibrasi akan diukur.

3. Cara “High Precision Ratio” (Bracketing).

DAFTAR PUSTAKA
1. https://environmentalchemistry.wordpress.com/2013/07/03/verifikasi-dan-kalibrasi-aas/
2. 2011. Pengecekan Kalibrasi Antara Verifikasi Peralatan dalam Laboratorium Pengujian
Sesuai dengan SNI ISO/EIC 17025-2008. Bandung: RCCHEM Learning Centre.
3. Ismail, E. Krisnandi, Zaenal Arifin. 2015. Spektrofotometri Serapan Atom. Bogor: SMK-
SMAK Bogor.
1. Bahan Kimia yang Kemasannya Belum Dibuka dan Masih Disegel
Bahan kimia yang dijual umum terutama asam-asam pekat memiliki masa kadaluarsa 5 tahun
kecuali ada informasi yang menyatakan sebaliknya. Pada bahan kimia yang berupa garam
(salts) seperti sodium sulfate, sodium chloride, dan magnesium sulfate memiliki masa
kadaluarsa 10 tahun. pH buffer memiliki masa kadaluarsa 2 tahun untuk larutan komersial, 6
bulan untuk larutan yang disiapkan di laboratorium. Absorbent (seperti Charcoal, alumina,
FlorisilR) memiliki masa kadaluarsa 10 tahun. Jika membeli bahan kimia yang sangat mahal;
padat atau cair sebaiknya ditentukan tanggal retest, daripada tanggal kadaluarsa. Untuk pelarut
organik; IPA, etanol, asetonitril memiliki masa kadaluarsa 2 tahun dalam kemasan tersegel.

2. Bahan Kimia yang Kemasannya Telah Dibuka


Ethyl ether memiliki masa kadaluarsa 6 bulan setelah dibuka atau 1 tahun masa kadaluarsa
setelah diterima/dibeli, tergantung yang mana pertama dicapai. Untuk bahan kimia garam masa
kadaluarsa adalah 2 tahun setelah kemasan dibuka. Jika membeli bahan kimia yang sangat
mahal; padat atau cair sebaiknya ditentukan tanggalretest, daripada tanggal kadaluarsa. Untuk
pelarut organic; IPA, etanol, asetonitril memiliki masa kadaluarsa 1 tahun setelah dibuka.

3. Bahan Kimia yang dibuat/dilarutkan/di-mix di Laboratorium


Larutan yang disiapkan dari reagents yang dibeli memiliki masa kadaluarsa 6 bulan setelah
disiapkan, kecuali ciri-ciri larutan menunjukkan sebaliknya (catatan: tanda ketidakstabilan
secara visual, seperti pengendapan, perubahan warna, kekeruhan, indikasi harus dibuat larutan
baru)
Larutan asam dan basa dimana keakuratan konsentrasi akhir tidak penting, masa kadaluarsa
bisa sampai 1 tahun.

Untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi silang, larutan dalam kontainer sekunder dan
dalam botol semprot maksimal masa kadaluarsanya 3 bulan. Untuk pelarut campuran, terutama
dalam botol semprot, masa kadaluarsanya lebih cepat karena perubahan komposisi dengan
penguapan.
Untuk larutan yang isu kontaminasi dan seringnya me-refill kontainer tidak dipermasalahkan,
maka disarankan masa kadaluarsanya sampai 6 bulan.

Catatan:
1. Masa kadaluarsa yang tertera dalam kemasan oleh pabrik akan mengambil alih semua aturan
yang tertulis di working instruction ini.
2. Masa kadaluarsa pelarut dan bahan kimia yang tidak tertera dalam kemasan diputuskan atas
dasar kapan material tersebut diterima.
3. Walaupun larutan yang diketahui memiliki kestabilan baik, tetap diberikan tanda waktu
kadaluarsa, diluar itu tetap tidak boleh digunakan. Alasannya bahwa larutan/reagent umumnya
sering digunakan dan kemungkinan penguapan pelarut atau kontaminasi meningkat setiap
waktu.
Acuan:
Washington State University, Food Enviromental Quality
Laboratory,http://feql.wsu.edu/sop/30603.pdf

Вам также может понравиться