Вы находитесь на странице: 1из 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Abdomen adalah sebuah rongga besar yang dililingkupi oleh otot-otot

perut pada bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di sebelah

dorsal. Bagian atas abdomen berbatasan dengan tulang iga atau costae. Cavitas

abdomninalis berbatasan dengan cavitas thorax atau rongga dada melalui otot

diafragma dan sebelah bawah dengan cavitas pelvis atau rongga panggul.

Antara cavitas abdominalis dan cavitas pelvis dibatasi dengan membran serosa

yang dikenal dengan sebagai peritoneum parietalis. Membran ini juga

membungkus organ yang ada di abdomen dan menjadi peritoneum visceralis.

Pada vertebrata, di dalam abdomen terdapat berbagai sistem organ, seperti

sebagian besar organ sistem pencernaan, sistem perkemihan. Berikut adalah

organ yang dapat ditemukan di abdomen: komponen dari saluran cerna: lambung

(gaster), usus halus, usus besar (kolon), caecum, umbai cacing atau appendix;

Organ pelengkap dai saluran cerna seperti: hati (hepar), kantung empedu, dan

pankreas; Organ saluran kemih seperti: ginjal, ureter, dan kantung kemih (vesica

urinaria); Organ lain seperti limpa (lien).

Adapun yang di sebut sebagai penderita gawat darurat adalah penderita

yang memerlukan pertolongan segera karena berada dalam keadaan yang

mengancam nyawa, sehingga memerlukan suatu pertolongan yang cepat, tepat,

1
dan cermat untuk mencegah kematian maupun kecacatan. Untuk memudahkan

dalam pemberian pertolongan korban harus di klasifikasikan termasuk dalam

kasus gawat darurat, darurat tidak gawat, tidak gawat tidak darurat dan

meninggal (Kathlenn, 2012).

Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera di mana

pasien berada dalam ancaman kematian karena adanya gangguan hemodinamik

adalah trauma abdomen di mana secara anatomi organ-organ yang berada di

rongga abdomen adalah organ-organ pencernaaan. Selain trauma abdomen kasus-

kasus kegawatdaruratan pada system pencernaan salah satunya perdarahan

saluran cerna baik saluran bagian atas ataupun saluran cerna bagian bawah bila di

biarkan tentu berakibat fatal bagi korban atau pasien bahkan bisa menimbulkan

kematian. Oleh karena itu kita perlu memahami penanganan kegawatdaruratan

pada system pencernaan secara cepat, cermat, dan tepat sehingga hal-hal tersebut

dapat kita hindari.

Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan keadaan

klinik akibat kegawatan dirongga abdomen yang biasanya timbul mendadak

dengan nyeri sebagian keluhan utama. Keadaan ini memerlukan

penanggulangan segera yang sering beru tindakan beda, misalnya pada

obstruksi, perforasi atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan

cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga

perut oleh isi saluran cerna sehinggaterjadilahperitonitis.

Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya

2
jejas yang tidak jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat

disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul

dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan

kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering

menimbulkan kerusakan organ multipel.

Aktivitas dalam kehidupan sehari-hari memungkin seseorang untuk

terkena injury yang bisa saja merusak keutuhan integritas kulit, selama ini kita

mungkin hanya mengenal luka robek atau luka sayatan saja namun ternyata di

luar itu masih banyak lagi luka/trauma yang dapat terjadi pada daerah abdomen.

Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya

lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun

tehnik diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi,

namun trauma tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik.

Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara optimal.

Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita multi-trauma, gejala dan

tanda yang ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat

kewaspadaan yang tinggi untuk dapat menetapkan diagnosis.

3
B. Tujuan Penulisan

1.Tujuan Umum:

Mengetahui lebih lanjut tentang perawatan luka yang dimungkinkan

karena trauma, luka insisi bedah, kerusakan integritas jaringan

2.Tujuan Khusus:

1. Mengetahui tindakan keperawatan pada pasien dengan trauma tusuk

abdomen

2. Mengetahui masalah yang mungkin timbul pada pasien dengan trauma

tusuk abdomen

C. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari trauma tusuk abdomen?

2. Bagaimana tindakan medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan

trauma tusuk abdomen?

3. Bagaimana penerapan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan

pasien dengan trauma tusuk abdomen?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma

tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja, (Smeltzer,

2001).

Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi

dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada

penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan

tindakan laparatomi, (FKUI, 1995).

B. ETIOLOGI

Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu:

a) Trauma tumpul

- Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian pintu

mobil yang melesak ke dalam karena tabrakan.

- Kecelakaan kendaraan bermotor

- Jatuh dan trauma secara mendadak

b) Trauma tajam

- Tusukan, tikaman atau tembakan senapan. (American College of Surgeon

Committee of Trauma, 2004 : 145). Trauma tembus (Tusuk dan tembak)

Penyebab benda tajam atau benda tumpul dengan kekuatan penuh hingga

5
melukai rongga abdomen. Perdarahan hebat ruftur arteri/vena , Cedera

organ di rongga abdomen. Organ berisiko cedera. Trauma tembus

(trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).

C. PATOFISIOLOGI

Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat

kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari

ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor–

faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang

terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk

menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan

dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga

karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting.

Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh.

Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang

sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk

aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung

pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada

seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen

lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh

relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra

abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme:

6
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh

gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang

letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ

padat maupun organ berongga.

2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan

vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.

3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan

gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.

Patofis:

Trauma

(kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen

(kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen → Nyeri

7

Motilitas usus

Disfungsi usus → Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih

Gangguan cairan Nutrisi kurang dari

dan eloktrolit kebutuhan tubuh

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik

(Sumber : Mansjoer, 2001)

D. MANIFESTASI KLINIS

Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)

a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

b. Respon stres simpatis

c. Perdarahan dan pembekuan darah

Penderita tampak anemis (pucat). Bila perdarahan berat akan timbul gejala

dan tanda syok

8
d. Kontaminasi bakteri

e. Kematian sel

f. .Nyeri

Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat

timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri

lepas.

g. Darah dan cairan. Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga

peritonium yang disebabkan oleh iritasi.

h. Cairan atau udara di bawah diafragma.

E. KOMPLIKASI

1. Trombosis Vena

2. Emboli Pulmonar

3. Stress Ulserasi dan perdarahan

4. Pneumonia

5. Tekanan ulserasi

6. Atelektasis

7. Sepsis (Paul, direvisi tanggal 28 Juli 2008)

8. Pankreas : Pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pancreas-duodenal, dan

perdarahan.

9. Limfa : perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin,

diaphoresis, dan syok.

10. Usus : obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok

9
11. Ginjal : Gagal ginjal akut (GGA)

(Catherino, 2003 : 251-253)

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Foto thoraks, Untuk melihat adanya trauma pada thorak.

2. Pemeriksaan darah rutin. Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-linedata bila

terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan

hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000 /mm tanpa

terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak

kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan

kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan

transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.

3. Plain abdomen foto tegak Memperlihatkan udara bebas dalam rongga

peritoneum, udara bebas retro perineal dekat duodenum, corpus alineum dan

perubahan gambaran usus.

4. Pemeriksaan urine rutin Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih

bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya

trauma pada saluran urogenital.

5. VP (Intravenous Pyelogram) Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan

bila ada persangkaan trauma pada ginjal.

6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL) Dapat membantu menemukan adanya

darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu.

10
Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi

(gold standard).

7. Ultrasonografi dan CT Scan Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita

yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retro

peritoneum.

Pemeriksaan khusus

1. Abdomonal Paracentesis. Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat

berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum.

Lebih dari100.000 eritrosit /mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga

peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5

menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.

2. Pemeriksaan Laparoskopi

Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber

penyebabnya.

3. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.

FAST (Focused Assesment Sonography in Trauma)

Individu yang terlatih dengan baik dapat menggunakan USG untuk

mendeteksi adanya hemoperitoneum. Dengan adanya peralatan khusus di

tangan mereka yang berpengalaman, ultrasound memliki sensifitas, specifitas

dan ketajaman untuk meneteksi adanya cairan intraabdominal yang sebanding

dengan DPL dan CT abdomen Ultrasound memberikan cara yang tepat,

11
noninvansive, akurat dan murah untuk mendeteksi hemoperitorium, dan dapat

diulang kapanpun. Ultrasound dapat digunakan sebagai alat diagnostik bedside

dikamar resusitasi, yang secara bersamaan dengan pelaksanaan beberapa

prosedur diagnostik maupun terapeutik lainnya. Indikasi pemakaiannya sama

dengan indikasi DPL. (American College of Surgeon Committee of Trauma,

2004 : 150)

Computed Tomography (CT)

Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ yang

mengalami kerusakan dan tingkat kerusakannya, dan juga bisa untuk

mendiagnosa trauma retroperineal maupun pelvis yang sulit di diagnosa dengan

pemeriksaan fisik, FAST, maupun DPL. (American College of Surgeon

Committee of Trauma, 2004 : 151)

G. PENATALAKSANAAN KEDARURATAN

12
1. Trauma Tumpul Abdomen

Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC

bila pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu

sendiri. Pipa lambung, selain untuk diagnostic, harus segera dipasang untuk

mencegah terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter di pasang

untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin. Pada trauma tumpul,

bila terdapat kerusakan intra peritoneum harus dilakukan laparotomi, sedangkan

bila tidak, pasien diobservasi selama 24-48 jam.

Tindakan laparotomi dilakukan untuk mengetahui organ yang

mengalami kerusakan. Bila terdapat perdarahan, tindakan yang dilakukan

13
adalah penghentian perdarahan. Sedangkan pada organ berongga, penanganan

kerusakan berkisar dari penutupan sederhana sampai reseksi sebagian.

2. Trauma Tembus Abdomen

Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC

bila pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu

sendiri. Pipa lambung, selain untuk diagnostic, harus segera dipasang untuk

mencegah terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter di pasang

untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin.

Peningkatan nyeri di daerah abdomen membutuhkan eksplorasi bedah.

Luka tembus dapat mengakibatkan renjatan berat bila mengenai pembuluh darah

besar atau hepar. Penetrasi ke limpa, pancreas, atau ginjal biasanya tidak

mengakibatkan perdarahan massif kecuali bila ada pembuluh darah besar yang

terkena. Perdarahan tersebut harus diatasi segera, sedangkan pasien yang tidak

tertolong dengan resusitasi cairan harus menjalani pembedahan segera.

Hal-hal Yang Harus Di perhatikan :

a) Bila terjadi luka tusuk ( pisau atau benda tajam lainnya), maka tusukan tidak

boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.

b) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan kain kassa

pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah

luka.

14
c) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak

dianjurkan dimasukkan kembali ke dalam tubuh, kemudian organ yang keluar

dari dalam tersebut dibalut dengan kain bersih atau bila ada dengan verban

steril.

d) Immobilisasi pasien

e) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum

f) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekan.

g) Sesegera mungkin bawa pasien tersebut ke rumah sakit terdekat.

Pre Hospital dan Tahap Di Rumah Sakit

a) Pengkajian primer

PRIMERY SURVEY & RESUSITASI

Deteksi secara cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang mengancam

jiwa.

live suport --- A-B-C-D

A = airway, bebaskan jalan nafas

Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik

‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,periksa adakah

benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan, makanan,

darah atau benda asing lainnya

15
B = breathing, beri nafas, tambah oksigen

Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan

cara ‘lihat – dengar – rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada

napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan,

ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).

C = circulation, hentikan perdarahan, beri infus

Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal

dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapatdilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda

sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan

napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).

D = disability / SSP, cegah TIK naik

Periksa Pupil (besar, simetri, refleks cahaya)

Periksa kesadaran , GCS

A = Awake (sadar penuh)

V = responds to Verbal command (ada reaksi terhadap perintah)

P = responds to Pain (ada reaksi terhadap nyeri)

U = Unresponsive (tak ada reaksi)

E = Exposure/ Kontrol Lingkungan

Di rumah sakit seluruh pakaian penderita harus dibuka untuk evaluasi

kelainan atau injury secara cepat pada tubuh penderita. Setelah pakaian dibuka

perhatikan injury/ jejas pada tubuh penderita dan harus dipasang selimut agar

16
penderita tidak kedinginan. Harus dipakaikan selimut yang hangat, ruangan cukup

hangat dan diberikan cairan intravena yang sudah dihangatkan. Apabila pada primary

survey dicurigai adanya perdarahan dari belakang tubuh lakukan long roll untuk

mengethui sumber perdarahan.

F=Folley Catheter/ kateter urine

Pemakaian kateter urine dan lambung harus dipertimbangkan. Jangan lupa

mengambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutin. Produksi urin merupakan

indikator yang peka untuk menilai keadaan hemodinamik penderita. Urine dewasa ½

/kg/kgBB, anak-anak 1 cc/KgBB/jam dan bayi 2 cc/KgBB/jam. Kateter urine jangan

digunakan apabila ada dugaan terjadinya ruptur uretra. Ruptur uretra ditandai dengan

adanya darah dilubang uretra bagian luar ( OUE/ Orifisium Uretra External ), adanya

hematom di skrotum dan pada colok dubur prostat terletak tinggi/ tidak teraba.

G=Gastic Tube/ Kateter Lambung

Kateter lambung dipakai untuk mengurangi distensi lambung dan mencegah muntah.

Isi lambung yang pekat akan mengakibatkan NGT tidak berfungsi. Pemasangan NGT

dapat mengakibatkan muntah. Darah dalam lambung dapat disebabkan darah tertelan,

pemasangan NGT yang traumatik ( ada perlukaan lambung). Apabila lamina fibrosa

patah ( fraktur basis kranii anterior ), kateter lambung harus dipasang melalui mulut

untuk mencegah masukknya NGT dalam rongga otak.

17
H=Heart Monitoring/ Monitoring EKG

Monitoring hasil resusitasi didasarkan pada ABC penderita.

- Airway seharusnya sudah diatasi.

- Brathing: pemantauan laju nafas ( sekaligus pemantauan airway ) dan bila

ada pulse oximetry.

- Circulation: nadi, tekanan nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan jumlah urine

setiap jam. Apabila ada sebaiknya terpasang monitor EKG.

- Disability: nilai tingkat kesadaran penderita dan adakah perubahan pupil.

i-Foto Rontogen

Pemakaian foto rontogen harus selektif dan jangan mengganggu proses resusitasi.

Pada penderita dengan trauma tumpul harus dilakukan 3 foto rutin yaitu foto servikal,

thoraks ( AP ) dan Pelvis ( AP ). Foto servikal AP harus terlihat ke-7 ruas tulang

servikal.

b) Survey Sekunder ( Secondary Survey) dan Pengelolaannya

Pada tahap ini harus dicari keadaan yang mengancam nyawa, tetapi sebelum

memegang penderita petugas harus selalu menggunakan alat proteksi diri terlebih

dahulu untuk menghindari tertular penyakit seperti hepatitis dan AIDS. Alat proteksi

diri sebaiknya:

- Sarung tangan

18
- Kaca mata, tertama apaibila menyemburkan darah.

- Apron, mellindungi pakaian sendiri.

- Sepatu

Survey sekunder adalah pemeriksaan teliti yang dilakukan dari ujung rambut

sampai ujung kaki, dari depan sampai belakang dan setiap lubang dimasukkan jari (

tube finger in every orifice ). Survey sekunder hanya dilakukan apabila penderita

telah stabil. Keadaan stabil yang dimaksud adalah keadaan penderita sudah tidak

menurun, mungkin masih dalam keadaan syok tetapi tidak bertambah berat. Suvey

sekunder harus melalui pemeriksaan yang teliti pada setiap lubang alami ( tubes and

finger in every orifice )

a) Anamnesis

Anamnesis harus lengkap karena akan memberikan gambaran mengenai cedera yang

mungkin diderita. Beberapa contoh yang dapat dilhat sebagai berikut:

- Tabrakan frontal seorang pengemudi mobil tanpa sabuk pengaman

mengalami: cedera wajah, maksilofacial, servikal, thoraks, abdomen dan

tungkai bawah.

Anamnesis juga harus meliputi anamnesis AMPLE. Riwayat AMPLE didapatkan dari

penderita, keluarga ataupun petugas pra- RS yaitu:

19
 A : alergi

 M : medikasi/ obat-obatan

 P : penyakit sebelumnya yang diderita ( misalnya hipertensi, DM )

 L : last meal ( terakhir makan jam berapa )

 E : events, yaitu hal-hal yang bersangkitan dengan sebab dari cedera.

b) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.

1. Sistem Pernapasan (B1 = Breathing)

- Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada dada

serta jalan napasnya.

- Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan

tertinggal.

- Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.

- Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.

2. Sistem Kardiovaskuler (B2 = blood)

- Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah

abdominal dan adakah anemis.

- Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan

bagaimana suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut

jantung paradoks.

3. Sistem Neurologis (B3 = Brain)

20
- Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di

kepala.

- Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak

- Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan

Glasgow Coma Scale (GCS)

4. Sistem Gatrointestinal (B4 = bowel)

- Pada inspeksi :

 Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.

 Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam

cavum abdomen.

 Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.

 Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa,

kemungkinan adanya abdomen iritasi.

- Pada palpasi :

 Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.

 Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.

 Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.

- Pada perkusi :

 Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.

 Kemungkinan–kemungkinan adanya cairan/udara bebas dalam

cavum abdomen.

- Pada Auskultasi :

21
 Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising

usus atau menghilang.

 Pada rectal toucher :

 Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung tangan.

 Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot rectum.

5. Sistem Urologi (B5 = bladder)

- Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah

distensi pada daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine dan

warnanya.

- Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya

distensi.

- Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.

6. Sistem Tulang dan Otot (B6 = Bone)

- Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama daerah

pelvis.

- Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.

Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk mendeteksi masalah

yang mengancam kehidupan.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. PK Perdarahan

22
2. Nyeri akut b/d agen cedera fisik( Trauma tumpul / tajam) ditandai dengan

keluhan nyeri, diaphoresis, dispnea, takikardia

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan b/d hipoksemia


4. Pola napas tidak efektif b.d hiperventi-lasi
5. Risiko infeksi b/d invasi bakteri

I. RENCANA KEPERAWATAN /EMERGENCY INTERVENSION

N DIAGNOSA
PERENCANAAN
O KEPERAWATAN

1 PK: Perdarahan Perdarahan berhenti, NIC: Pencegahan sirkulasi


setelah dilakukan Aktifitas:
perawatan mampu 1.Lakukan penilaian
menghentikan menyeluruh tentang
perdarahan sirkulasi; cek nadi, edema,
dg Indikataor: pengisian kapiler, dan
HB tidak kurang dari perdarahan
10 gr % 2.Lakukan perawatan luka
dengan hati-hati dengan
menekan daerah luka
dengan kassa steril dan
tutuplah dengan tehnik
aseptic basah-basah
3.Pantau jumlah
perdarahan yang keluar
melalui daerah
pembedahan
4.Pantau TTV secara

23
teratur terutama TD dan
nadi
2 Nyeri berhubungan NOC : NIC:
dengan agen { Pain Level I. Pain Managemen
injuri(fisik/luka tusuk) { Pain control Lakukan pengkajian
{ Comfort level nyeri secara komprehensif
Kriteria Hasil: termasuk lokasi,
karakteristik,
{ Mampu mengontrol durasi,frekuensi,kualitas
nyeri (tahu penyebab dan faktor presipitasi.
nyeri, mampu Observasi reaksi non
menggunakan tehnik verbal dari
nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan
mengurangi nyeri, Gunakan tehnik
mencari bantuan), komunikasi terapeutik
{ Melaporkan nyeri untuk mengetahui nyeri
berkurang dengan pasien
menggunakan Evaluasi bersama
menegemen nyeri pasien dan tim kesehatan
{ Menyatakan rasa lain tentang
nyaman setelah nyeri ketidakefektifan kontrol
berkurang nyeri
{ Tanda vital dalam berikan dukungan
rentang normal terhadap pasien dan
keluarga
Berikan informasi
tentang nyeri
Ajarkan penggunaan
tehnik non farmakologi

24
Berikan analgesik
sesuai anjuran
Beritahu dokter jika
tindakan tidak berhasil
atau terjadi keluhan
Monitor kenyamanan
pasien terhadap
managemen nyeri

II. Analgesik
administration

Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajatnyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
Tentukan Pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,

25
dan dosis optimal
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
Evaluasi keefektifan
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

3 Perfusi jaringan tidak Circulation status Peripheral Sensation


efektif b/d hipoksemia Tissue Prefusion : Management
jaringan, asidosis dan cerebral (Manajemen sensasi
kemungkinan Kriteria Hasil : perifer)
thrombus atau emboli mendemonstrasikan Monitor adanya daerah
Definisi : status sirkulasi yang tertentu yang hanya peka
Penurunan pemberian ditandai dengan : terhadap
oksigen dalam Tekanan systole panas/dingin/tajam/tumpul
kegagalan memberi dan diastole dalam Monitor adanya
makan jaringan pada rentang yang paretese
tingkat kapiler diharapkan Instruksikan keluarga
Batasan karakteristik : Tidak ada untuk mengobservasi kulit
- Perubahan tekanan ortostatikhipertensi jika ada lesi atau laserasi
darah di luar batas Tidak ada tanda Gunakan sarung tangan

26
parameter tanda peningkatan untuk proteksi
- Hematuria tekanan intrakranial Monitor kemampuan
- Oliguri/anuria (tidak lebih dari 15 BAB
- Elevasi/penurunan mmHg) Kolaborasi pemberian
BUN/rasio kreatinin analgetik
Gastro Intestinal Monitor adanya
- Secara usus hipoaktif tromboplebitis
atau tidak ada
- Nausea
- Distensi abdomen
- Nyeri abdomen atau
tidak terasa lunak
(tenderness)

4 Pola Nafas tidak NOC: NIC:


efektif berhubungan  Respiratory  Posisikan pasien untuk
dengan : status : Ventilation memaksimalkan
 Hiperventilasi  Respiratory ventilasi
 Penurunan status : Airway patency  Pasang mayo bila perlu
energi/kelelahan  Vital sign Status  Lakukan fisioterapi
 Perusakan/pelema dada jika perlu
han muskulo- Setelah dilakukan  Keluarkan sekret
skeletal tindakan keperawatan dengan batuk atau
 Kelelahan otot selama ………..pasien suction
pernafasan menunjukkan  Auskultasi suara nafas,
 Hipoventilasi keefektifan pola nafas, catat adanya suara
sindrom dibuktikan dengan tambahan
 Nyeri kriteria hasil:  Berikan bronkodilator :
 Kecemasan  Mendemonstrasi -…………………..
 Disfungsi kan batuk efektif dan …………………….
Neuromuskuler suara nafas yang bersih,  Berikan pelembab
 Obesitas tidak ada sianosis dan udara Kassa basah NaCl
 Injuri tulang dyspneu (mampu Lembab
belakang mengeluarkan sputum,  Atur intake untuk cairan
mampu bernafas dg mengoptimalkan
DS: mudah, tidakada pursed keseimbangan.
 Dyspnea lips)  Monitor respirasi dan

27
 Nafas pendek  Menunjukkan status O2
DO: jalan nafas yang paten  Bersihkan mulut,
 Penurunan (klien tidak merasa hidung dan secret trakea
tekanan tercekik, irama nafas,  Pertahankan jalan nafas
inspirasi/ekspirasi frekuensi pernafasan yang paten
 Penurunan dalam rentang normal,  Observasi adanya tanda
pertukaran udara tidak ada suara nafas tanda hipoventilasi
per menit abnormal)  Monitor adanya
 Menggunakan  Tanda Tanda kecemasan pasien
otot pernafasan vital dalam rentang terhadap oksigenasi
tambahan normal (tekanan darah,  Monitor vital sign
 Orthopnea nadi, pernafasan)  Informasikan pada
 Pernafasan pasien dan keluarga
pursed-lip tentang tehnik relaksasi
 Tahap ekspirasi untuk memperbaiki
berlangsung pola nafas.
sangat lama  Ajarkan bagaimana
 Penurunan batuk efektif
kapasitas vital  Monitor pola nafas
 Respirasi: < 11 –
24 x /mnt

5 Risiko infeksi NOC : NIC :


 Immune Status  Pertahankan teknik
Faktor-faktor risiko :  Knowledge : aseptif
 Prosedur Infasif Infection control  Batasi pengunjung bila
 Kerusakan  Risk control perlu
jaringan dan Setelah dilakukan  Cuci tangan setiap
peningkatan tindakan keperawatan sebelum dan sesudah
paparan selama…… pasien tindakan keperawatan
lingkungan tidak mengalami  Gunakan baju, sarung
 Malnutrisi infeksi dengan kriteria tangan sebagai alat
 Peningkatan hasil: pelindung
paparan  Klien bebas dari  Ganti letak IV perifer
lingkungan tanda dan gejala infeksi dan dressing sesuai
patogen  Menunjukkan dengan petunjuk umum
 Imonusupresi kemampuan untuk  Gunakan kateter
 Tidak adekuat mencegah timbulnya intermiten untuk
pertahanan infeksi menurunkan infeksi
sekunder  Jumlah leukosit kandung kencing
(penurunan Hb, dalam batas normal  Tingkatkan intake
Leukopenia,  Menunjukkan nutrisi
penekanan respon perilaku hidup sehat  Berikan terapi
inflamasi)  Status imun, antibiotik:.....................

28
 Penyakit kronik gastrointestinal, ............
 Imunosupresi genitourinaria dalam  Monitor tanda dan
 Malnutrisi batas normal gejala infeksi sistemik
 Pertahan primer dan lokal
tidak adekuat  Pertahankan teknik
(kerusakan kulit, isolasi k/p
trauma jaringan,  Inspeksi kulit dan
gangguan membran mukosa
peristaltik) terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan
cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia
setiap 4 jam

29
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalalam penulisan makalah ini, dilihat dari beberapa definisi diatas

penulis dapat menyimpulkan bahwa trauma abdomen dapat disebabkan oleh

berbagai faktor seperti yang tertera di bagian etiologi makalah ini. Trauma

abdomen yang disebabkan benda tumpul biasanya lebih banyak menyebabkan

kerusakan pada organ-organ padat maupun organ-organ berongga abdomen

dibandingkan dengan trauma abdomen yang disebabkan oleh benda tajam.

B. SARAN

Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam

pembuatan makalah masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta

kejanggalan baik dalam penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Utnuk itu,

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepan

lebih baik dan penulis berharap kepada semua pembaca mahasiswa khususnya,

untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang

30

Вам также может понравиться