Вы находитесь на странице: 1из 13

Dramatis Parodis

(Episode 1)

1. MALIN KUNDANG (Kecil) 12-13 tahun

2. IBU MALIN KUNDANG

3. DATUK NAKODO

4-5. ANAK BERMAIN 1-2

6-7-8. PENJUAL KAIN 1-2-3

9.PENJUAL KETUPAT

10-11-12. PEMBELI KAIN 1-2-3

13-14. ORANG PASAR 1-2

15-16. POLISI 1-2

Sejumlah anak-anak penyanyi koor merangkap pemain rame-rame

EPISODE I

Backdrop menggambarkan pemandangan sebuah ruang terbuka dipinggir laut yang sering
dipergunakan oleh para nelayan dan penduduk disekitarnya sebagai tempat “pasar kaget” setiap hari
minggu.

Musik Pembuka

Untuk memusatkan perhatian penonton, musik dan sound effect berupa petir dan hempasan ombak
serta jeritan manusia yang dahsyat untuk akhir cerita dicomot sedikit sebagai musik pembuka dan
sound effect ini langsung pula disambut oleh musik pembuka yang full orkestra. Tingkah bertingkah
antara alat-alat musik modern dengan alat-alat musik tradisional Minang & dicampur Aceh sedikit.

Adegan 1:

Ketika layar dibuka, diatas pentas telah berjejer sejumlah anak-anak yang akan membawakan
nyanyian koor pengantar cerita dengan gerakan-gerakan sederhana untuk meng-aksentuir nyanyian.

LAGU PEMBUKAAN

He tujan lahe
Hiding alah hala hai ding
Wa jala e ha e ha la

Kutidhing laha dhieng bet


Kutidhing laha dhieng bet lah hem bet
Bet la tidhieng la hem bet bet la tidhieng
Lam puteh kahyangan lam puteh kahyangan...Aulia
Rimueng Aulia.. Aulia – Rimueng Aulia
Hai yang bule jagad Hai yang bule jagad.. Aulia
Rimueng Aulia.. Aulia—Rimueng Aulia

Adegan 2:

Akhir nyanyian koor ini diteruskan oleh teriakan-teriakan bersautan dari anak-anak yang berlarian
dalam persiapan permainan dolanan “Bangau dan buaya”. Mereka berteriak-teriak:

Anak Pertama

Ayo kita main, bangau dan buaya…!

Rame-rame

Ayo mari..mari… Siapa yang jadi buaya?

Anak Pertama

Ayo Sut… ayo sut….

Maka berkumpul kembali membentuk lingkaran-lingkaran dan masing-masing mengancungkan


telapak tangan kanan dengan posisi tertungkap. Dan serentak bersama-sama pula mereka bernyanyi:

Om pim pa – tarararam pampa

Maka keluarlah beberapa orang yang telapaknya terlentang. Kemudian sisanya meneruskan lagi cara
yang sama:

Om pim pa – tarararam pampa

Semua berteriak lagi kesenangan karena telah terpilih satu orang yang akan jadi buaya. Kemudian
semuanya berdiri membentuk setengah lingkaran menghadap penonton dan salah seorang yang jadi
buaya tidur menungkup menghadap mereka.

Musik
Penyanyi jagesya

Selesai lagu itu serentak semua menaikkan kakinya satu, seperti burung bangau. Kemudian lagu
dilanjutkan:

Cur cur kucur

Melompat bersama-sama

Siapa yang jatuh tersungkur

Dimakan oleh buaya

Semua yang berkaki satu itu dengan mengangkat kedua tangan ke atas melompat-lompat maju dengan
kaki satu, salah seorang diantaranya terjatuh dan langsung dikejar oleh anak yang jadi buaya dengan
menggumulinya. Yang lain-lain berteriak kesenengan.
Si Udin kalah.. si Udin kalah

Sudah dimakan oleh buaya

Keributan itu tiba-tiba menjadi hening, ketika mereka melihat Malin Kundang kecil yang berbaju
compang camping masuk dan ikut-ikut berteriak gembira melihat permainan itu.

Anak Pertama

Mengapa kamu ikut tertawa-tawa?

Siapa yang mengajak kamu serta!

Malin Kundang

Tidak ada yang mengajak saya

Tapi saya ingin ikut serta

Anak Kedua

Tengok bajumu yang compang camping

Ikut kami takkan sebanding

Malin Kundang

Saya ingin ikut bermain

Kenapa baju jadi pembanding

Anak Pertama

Suruhlah ibumu membeli baju

Sudahlah lusuh badan berbau

Takkan sepadan kau dan aku

Ibumu hanya tukang cari kayu

Semua anak-anak yang lain ikut mengejek dan tertawa sambil berteriak-teriak:

Rame-rame

Malin Kundang – Malin Kundang

Anak yang tidak tahu diuntung

(ketawa, rame-rame)

Malin Kundang
Ia sangat malu dan sedih. Dengan tertatih-tatih ia meninggalkan tempat itu masih diikuti oleh ketawa
anak-anak yang mencemoohkannya. Dan sebagian dari anak-anak itu ada yang ikut keluar dan
sebagian lainnya tetap tinggal melihat masuknya beberapa orang pedagang yang mulai menggelar
dagangan mereka ditempat itu.

Adegan 3

Fokus pada 3 orang pedagang kain yang sedang menawarkan dagangannya dalam gerak tari dengan
melempar-lempar aneka warna kain dengan indahnya ke atas, sambil menggoda orang-orang yang
lewat.

Pedagang Kain

Ayo Buk…! Ayo Uni…! Ayo Diak…!

Mari ramai-ramai membeli kain…!

Ucapan ini mereka teruskan dalam lagu:

Belilah kain cita berbunga

Dengan aneka pilihan warna

Merah biru kuning dan jingga

Sungguh indah dipandanga mata

Kalau dijahit jadi kenaya

Membalut tubuh si Anak dara

Banyak orang kan terpesona

Ehm… bujang-bujang tentu tergoda

Ayo belilah kain ku ini

Barang impor warnanya asli

Asal jangan sering dicuci

Takkan luntur sepanjang hari

Sekelumit musik instrumentalia untuk mengiringi para pedagang kain yang sedang mencobakan
berbagai gerakan bagai peragawan yang sedang memamerkan kain-kain itu yang mereka lilitkan
ketubuhnya. Habis bergaya itu musik kembali kepada bait pertama lagu sampai bait kedua. Selesai
lagu orang-orang berebutan membeli kain.
Pembeli 1

Saya yang ini, potong 2 meter pak

Pembeli 2

(Merebut kain yang sedang dipegang orang lain)

Saya yang ini, potong 1 meter pak. Untuk rok pomble saya

Pembeli 3

Apa-apaan ini…? Saya telah memegang lebih dahulu…!

(Mereka bertarik-tarikan kain itu – sehingga robek dan pembeli 3 langsung lari)

Pedagang Kain 1

Hei..hei.. apa-apaan ini.. Jangan lari…!

Kain saya robek… siapa yang ganti…?

Adegan 4

Keributan itu tertutup dengan masuknya seorang anak perempuan yang menjunjung nampan menjual
lepat sambil bernyanyi. Diiringkan oleh beberapa orang anak-anak dibelakangnya dalam gerakan
yang sama.

Penjual lepat

Saya ini si penjual lepat

Lepat pisang dan lepat ubi

Kalau dimakan rasanya lezat

Perut kenyang pengganti nasi

Ayo mari-belilah lepat

Uangnya untuk ibu berobat

Adegan 5

Habis bernyanyi itu ia menggelar dagangannya disudut lapangan. Malin Kundang Nampak
mengendap-endap masuk pasar. Ia nampaknya sangat letih dan kelaparan. Matanya liar memandang
kesana kemari. Namun tak seorangpun yang mengacuhkannya. Dengan langkah cepat tiba-tiba saja ia
mencomot sebuah lepat membawanya lari ketengah pasar. Perempuan penjual lepat yang kaget,
berteriak histeris:

Penjual lepat
Maling… maliiiiing…

Ada yang mencuri lepatku…!

Tolong… Toloooooong!

Maka pasar yang semula tenang itu menjadi kelibut. Mengikuti telunjuk penjual lepat mereka
berlarian mengejar Malin Kundang. Si Malin Kundang yang belum sempat memakan lepat itu,
melemparkan lepatnya kemudian mencoba meloloskan diri dari kepungan orang banyak. Tetapi
kemanapun ia lari, orang-orang mengikutinya dan akhirnya berhasil menangkapnya.

Orang Pasar 1

Ini dia malingnya sudah kutangkap…!

Orang Pasar 2

Mana dia, seret kesini – Boleh kita hajar rame-rame

Orang-orang Pasar lainnya

Ya… Pukul saja maling itu- Hajar dia biar modar

Malin Kundang

Ampuuuun… Ampun Pak… Ampun Mamak

Orang Pasar 1

Apa ampun.. Kecil-kecil jadi pencuri-Kalau besar jadi perampok kamu

Malin Kundang

Ampun Pak…Ampun Mamak

Orang-orang Pasar lainnya

Jangan kasih ampun-ayo kita pukul rame-rame

Adegan 6

Semuanya bagaikan kesetanan mengeroyok Malin Kundang. Dan ditengah keributan masuklah 2
orang Polisi. Mereka masuk dengan langkah dan gaya karikatural sambil membawa pentungan karet.
Mereka berkata dalam nyanyian:

Polisi 1-2

Ada apa ini ribut-ribut

Didalam pasar bikin kelibut

Cobalah jawab cobalah sebut


Supaya kami bisa mengusut

Orang-orang Pasar

(Dalam nyanyian koor)

Pak Polisi cobalah lihat

Anak orang mencuri lepat

Kecil-kecil sudah bejat

Kalau besar jadi penjahat

Polisi 1

(Memegang leher Malin Kundang)

Malin Kundang

(Menjawab dengan gagap)

A…a….ampun Pak Polisi… A…a…ampuuuun

S…s…aya… tidak mencuri….ssssaya….

Tapi belum sempat Malin Kundang menyelesaikan perkataannya orang-orang pasar yang
mengepungnya kembali menjadi beringas. Mereka mencoba kembali merebut Malin Kundang dari
polisi-polisi itu dan mengeroyoknya. Sehingga kedua polisi itu kewalahan untuk memberikan
pengamanannya.

Orang-orang Pasar

Jangan berbohong kamu setan

Sudah jelas tertangkap tangan

Ayo tidak perlu tanya-tanya

Hajar saja dia biar jera

Adegan 7

Tanpa menghiraukan adanya polisi, orang-orang pasar itu kembali mengggebuki Malin Kundang dan
polisi-polisi itu sulit untuk melerainya. Ditengah tangisan rintihan Malin Kundang yang minta ampun,
maka tiba-tiba masuklah Ibu Malin Kundang yang sangat terkejut melihat anaknya dipukuli. Tanpa
menghiraukan siapa-siapa ia menyeruak masuk ketengah orang ramai itu dan dengan penuh kasih
sayang memeluk anaknya. Ia meratap dalam nyanyian dengan nada tinggi.
Ibu Malin Kundang

Ya Allah Tuhan Ya Rabbi

Apa gerakan yang terjadi

Mengapa anakku dipukuli

Apa salahnya sampai begini

Orang Pasar 2

Anak Ibu mencuri… Anak ibu mencuri

Karena itu kami gebuki

Ibu Malin Kundang

Apa yang dicurinya,,,?

Orang-orang pasar

Lepat.. Lepat Pisang

Dagangan orang

Ibu Malin Kundang

Hanya lepat yang diambilnya…!?

(Habis berkata itu ia berdiri dengan marah memandang kepada tiap orang)

Kenapa kalian begitu ganas

Menjadi hakim bertindak beringas

Yang dicurinya lepat bukan emas

Kalian menghukumnya nyaris tewas

Dimanakah rasa kemanusiaan kalian,,,?!

Polisi 1

Pencuri tetap pencuri

Besar kecil tiada berbeda

Hukum berlaku sama rata


Menteri korupsi berjuta-juta

Atau maling ayam didesa…

Kalau tertangkap…

Orang-orang pasar (koor)

……Harus masuk penjara!

Ibu Malin Kundang

Tapu si Malin bukan pencuri

Mengambil lepat karena lapar

Dari pagi ia belum makan

Karena dirumah tak ada beras

Oh… pertimbangkanlah kemiskinan kami ini…!

Polisi 1-2

Lapar tak boleh jadi alasan

Untuk menghalalkan satu kejahatan

Mungkin bisa jadi pertimbangan

Tapi bukan membatalkan hukuman

Ayo… anak ibu harus kami bawa ke kantor polisi

Ibu Malin Kundang

(Ia berlutut memohon pada polisi)

Jangan…jangan…si Malin dibawa

Jangan…jangan….anakku disiksa

Kalau harus masuk penjara

Biar aku mengggantikannya

Lepaskan anakku Pak Polisi


Biarkan aku masuk penjara

Ia memegang anaknya itu dan memeluknya dengan kuat. Tapi polisi itu mencoba merenggutkannya.
Mereka bertarik-tarikan. Ibu Malin Kundang berusaha merenggutkan anaknya, tapi polisi sekuat itu
pula mencoba memisahkan si Malin dari ibunya.

Adegan 8

Ditengah keributan itu rupanya secara diam-diam telah disaksikan oleh Datuk Nakodo seorang kaya
pemilik kapal-kapal besar yang menguasai pelayaran dan perdagangan dipantai barat Sumatera. Ia
sangat disegani orang. Karena itu ketika ia maju menengahi keributan itu, kedua polisi itu mundur
membungkuk hormat kepadanya.

Datuk Nakodo

Tidakkah kalian dengar ratapan Ibu ini

Karena lapar maka anaknya mencuri

Tuhanpun sudah memperingatkan

Kemiskinan adalah lahan yang rawan

Bagi tumbuhnya kejahatan

Untuk menghindarkan kebejatan

Setiap orang harus punya pekerjaan

Karena pekerjaan – memberikan penghasilan

Ia mengangkat Malin Kundang supaya berdiri dan juga membimbing Ibunya supaya tegak. Lalu
melanjutkan bertanya pada si Malin.

Maukah kamu bekerja…?

Malin Kundang

(Melihat dulu pada ibunya – kemudian mengangguk)

Mau…!

Datuk Nakodo

Bekerja memeras keringat… Bukan meminta-minta…?


Malin Kundang

Mau…!

Datuk Nakodo

(Kepada kedua orang Polisi)

Nah, lepaskanlah dia

Akan kubawa bekerja dikapal saya

Itu akan lebih baik untuk mendidiknya

Daripada didalam penjara

(Kemudian ia berpaling pada Ibu si Malin)

Maukah ibu melepas anakmu untuk bekerja…?

Ia akan saya bawa berlayar mengharungi samudera

Ibu Malin Kundang

Saya harus berpisah dengan si Malin…?!

Ia adalah harta kekayaan satu-satunya

Ia adalah tumpuan kasih sayangku satu-satunya… Oh… Tuhan

Malin Kundang

(Melihat kebingungan dan keraguan itu, Malin Kundang segera berlutut dikaki Ibunya dan ia
bernyanyi dengan sendu)

Kepasar di bandahulu, Mak

Dikarung beras dicuci

Berlayar anak dahulu, Mak

Dikampung semua orang benci


Penat sudah bertanam ubi, Mak

Talas jua direbus orang

Penat sudah bertanam budi, Mak

Emas jua dipandang orang

Ikhlaskanlah Malin berlayar, Mak

Mudah-mudahan terhapus jualah malu dikening

Ibu Malin Kundang

Kutaruh sudah kutaruh

Kutebus jua jadinya

Kucegah sudah kucegah

Kulepas jua jadinya

Pergilah anakku sayang

Doa mande akan selalu mengiring mu

(Habis berkata begitu ia mendekati Datuk Nakodo dan mencium tanggannya, sambil berkata)

Terima kasih Datuk Budiman

Mudah-mudahan ditangan datuk

Anakku kelak menjadi orang yang berguna

Dan mampu melawan dunia orang lain

Terima kasih Datuk

MUSIK

Menimpa dengan cepat dalam nada sendu mengiringi anak dan Ibu itu yang saling berpelukan dengan
mesranya.

Datuk Nakodo membiarkan sejenak perpisahan antara anak dan ibunya itu. Kemudian dengan penuh
sayang pula menarik Malin Kundang untuk pergi. Tapi ditengah jalan ia kembali berlari merangkul
Ibunya serentak bunyi nada musik yang meninggi. Lalu Datuk Nakodo membawa Malin Kundang
berangkat diiringkan oleh pandangan sayu sang Ibu yang terus menatapnya sampai menghilang
jauh… bibirnya bergetar seakan berdoa.

(Maka lampu-lampu pun di dimmer sampai menggelapi pentas serentak layar menutup)

Вам также может понравиться