Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
(Episode 1)
3. DATUK NAKODO
9.PENJUAL KETUPAT
EPISODE I
Backdrop menggambarkan pemandangan sebuah ruang terbuka dipinggir laut yang sering
dipergunakan oleh para nelayan dan penduduk disekitarnya sebagai tempat “pasar kaget” setiap hari
minggu.
Musik Pembuka
Untuk memusatkan perhatian penonton, musik dan sound effect berupa petir dan hempasan ombak
serta jeritan manusia yang dahsyat untuk akhir cerita dicomot sedikit sebagai musik pembuka dan
sound effect ini langsung pula disambut oleh musik pembuka yang full orkestra. Tingkah bertingkah
antara alat-alat musik modern dengan alat-alat musik tradisional Minang & dicampur Aceh sedikit.
Adegan 1:
Ketika layar dibuka, diatas pentas telah berjejer sejumlah anak-anak yang akan membawakan
nyanyian koor pengantar cerita dengan gerakan-gerakan sederhana untuk meng-aksentuir nyanyian.
LAGU PEMBUKAAN
He tujan lahe
Hiding alah hala hai ding
Wa jala e ha e ha la
Adegan 2:
Akhir nyanyian koor ini diteruskan oleh teriakan-teriakan bersautan dari anak-anak yang berlarian
dalam persiapan permainan dolanan “Bangau dan buaya”. Mereka berteriak-teriak:
Anak Pertama
Rame-rame
Anak Pertama
Maka keluarlah beberapa orang yang telapaknya terlentang. Kemudian sisanya meneruskan lagi cara
yang sama:
Semua berteriak lagi kesenangan karena telah terpilih satu orang yang akan jadi buaya. Kemudian
semuanya berdiri membentuk setengah lingkaran menghadap penonton dan salah seorang yang jadi
buaya tidur menungkup menghadap mereka.
Musik
Penyanyi jagesya
Selesai lagu itu serentak semua menaikkan kakinya satu, seperti burung bangau. Kemudian lagu
dilanjutkan:
Melompat bersama-sama
Semua yang berkaki satu itu dengan mengangkat kedua tangan ke atas melompat-lompat maju dengan
kaki satu, salah seorang diantaranya terjatuh dan langsung dikejar oleh anak yang jadi buaya dengan
menggumulinya. Yang lain-lain berteriak kesenengan.
Si Udin kalah.. si Udin kalah
Keributan itu tiba-tiba menjadi hening, ketika mereka melihat Malin Kundang kecil yang berbaju
compang camping masuk dan ikut-ikut berteriak gembira melihat permainan itu.
Anak Pertama
Malin Kundang
Anak Kedua
Malin Kundang
Anak Pertama
Semua anak-anak yang lain ikut mengejek dan tertawa sambil berteriak-teriak:
Rame-rame
(ketawa, rame-rame)
Malin Kundang
Ia sangat malu dan sedih. Dengan tertatih-tatih ia meninggalkan tempat itu masih diikuti oleh ketawa
anak-anak yang mencemoohkannya. Dan sebagian dari anak-anak itu ada yang ikut keluar dan
sebagian lainnya tetap tinggal melihat masuknya beberapa orang pedagang yang mulai menggelar
dagangan mereka ditempat itu.
Adegan 3
Fokus pada 3 orang pedagang kain yang sedang menawarkan dagangannya dalam gerak tari dengan
melempar-lempar aneka warna kain dengan indahnya ke atas, sambil menggoda orang-orang yang
lewat.
Pedagang Kain
Sekelumit musik instrumentalia untuk mengiringi para pedagang kain yang sedang mencobakan
berbagai gerakan bagai peragawan yang sedang memamerkan kain-kain itu yang mereka lilitkan
ketubuhnya. Habis bergaya itu musik kembali kepada bait pertama lagu sampai bait kedua. Selesai
lagu orang-orang berebutan membeli kain.
Pembeli 1
Pembeli 2
Saya yang ini, potong 1 meter pak. Untuk rok pomble saya
Pembeli 3
(Mereka bertarik-tarikan kain itu – sehingga robek dan pembeli 3 langsung lari)
Pedagang Kain 1
Adegan 4
Keributan itu tertutup dengan masuknya seorang anak perempuan yang menjunjung nampan menjual
lepat sambil bernyanyi. Diiringkan oleh beberapa orang anak-anak dibelakangnya dalam gerakan
yang sama.
Penjual lepat
Adegan 5
Habis bernyanyi itu ia menggelar dagangannya disudut lapangan. Malin Kundang Nampak
mengendap-endap masuk pasar. Ia nampaknya sangat letih dan kelaparan. Matanya liar memandang
kesana kemari. Namun tak seorangpun yang mengacuhkannya. Dengan langkah cepat tiba-tiba saja ia
mencomot sebuah lepat membawanya lari ketengah pasar. Perempuan penjual lepat yang kaget,
berteriak histeris:
Penjual lepat
Maling… maliiiiing…
Tolong… Toloooooong!
Maka pasar yang semula tenang itu menjadi kelibut. Mengikuti telunjuk penjual lepat mereka
berlarian mengejar Malin Kundang. Si Malin Kundang yang belum sempat memakan lepat itu,
melemparkan lepatnya kemudian mencoba meloloskan diri dari kepungan orang banyak. Tetapi
kemanapun ia lari, orang-orang mengikutinya dan akhirnya berhasil menangkapnya.
Orang Pasar 1
Orang Pasar 2
Malin Kundang
Orang Pasar 1
Malin Kundang
Adegan 6
Semuanya bagaikan kesetanan mengeroyok Malin Kundang. Dan ditengah keributan masuklah 2
orang Polisi. Mereka masuk dengan langkah dan gaya karikatural sambil membawa pentungan karet.
Mereka berkata dalam nyanyian:
Polisi 1-2
Orang-orang Pasar
Polisi 1
Malin Kundang
Tapi belum sempat Malin Kundang menyelesaikan perkataannya orang-orang pasar yang
mengepungnya kembali menjadi beringas. Mereka mencoba kembali merebut Malin Kundang dari
polisi-polisi itu dan mengeroyoknya. Sehingga kedua polisi itu kewalahan untuk memberikan
pengamanannya.
Orang-orang Pasar
Adegan 7
Tanpa menghiraukan adanya polisi, orang-orang pasar itu kembali mengggebuki Malin Kundang dan
polisi-polisi itu sulit untuk melerainya. Ditengah tangisan rintihan Malin Kundang yang minta ampun,
maka tiba-tiba masuklah Ibu Malin Kundang yang sangat terkejut melihat anaknya dipukuli. Tanpa
menghiraukan siapa-siapa ia menyeruak masuk ketengah orang ramai itu dan dengan penuh kasih
sayang memeluk anaknya. Ia meratap dalam nyanyian dengan nada tinggi.
Ibu Malin Kundang
Orang Pasar 2
Orang-orang pasar
Dagangan orang
(Habis berkata itu ia berdiri dengan marah memandang kepada tiap orang)
Polisi 1
Kalau tertangkap…
Polisi 1-2
Jangan…jangan….anakku disiksa
Ia memegang anaknya itu dan memeluknya dengan kuat. Tapi polisi itu mencoba merenggutkannya.
Mereka bertarik-tarikan. Ibu Malin Kundang berusaha merenggutkan anaknya, tapi polisi sekuat itu
pula mencoba memisahkan si Malin dari ibunya.
Adegan 8
Ditengah keributan itu rupanya secara diam-diam telah disaksikan oleh Datuk Nakodo seorang kaya
pemilik kapal-kapal besar yang menguasai pelayaran dan perdagangan dipantai barat Sumatera. Ia
sangat disegani orang. Karena itu ketika ia maju menengahi keributan itu, kedua polisi itu mundur
membungkuk hormat kepadanya.
Datuk Nakodo
Ia mengangkat Malin Kundang supaya berdiri dan juga membimbing Ibunya supaya tegak. Lalu
melanjutkan bertanya pada si Malin.
Malin Kundang
Mau…!
Datuk Nakodo
Mau…!
Datuk Nakodo
Malin Kundang
(Melihat kebingungan dan keraguan itu, Malin Kundang segera berlutut dikaki Ibunya dan ia
bernyanyi dengan sendu)
(Habis berkata begitu ia mendekati Datuk Nakodo dan mencium tanggannya, sambil berkata)
MUSIK
Menimpa dengan cepat dalam nada sendu mengiringi anak dan Ibu itu yang saling berpelukan dengan
mesranya.
Datuk Nakodo membiarkan sejenak perpisahan antara anak dan ibunya itu. Kemudian dengan penuh
sayang pula menarik Malin Kundang untuk pergi. Tapi ditengah jalan ia kembali berlari merangkul
Ibunya serentak bunyi nada musik yang meninggi. Lalu Datuk Nakodo membawa Malin Kundang
berangkat diiringkan oleh pandangan sayu sang Ibu yang terus menatapnya sampai menghilang
jauh… bibirnya bergetar seakan berdoa.
(Maka lampu-lampu pun di dimmer sampai menggelapi pentas serentak layar menutup)