Вы находитесь на странице: 1из 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

II.1.1 Pengertian Suppositoria

Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan obat padat yang umumnya

dimaksudkan untuk dimasukan ke dalam rektum, vagina dan jarang digunakan

untuk uretra (Lachman, hal 1147).

Suppositoria adalah sediaan bentuk silindris atau kerucut berdosis dan

berbentuk mantap yang ditetapkan untuk dimasukan ke dalam rektum, sediaan

ini melebur pada suhu tubuh atau larut dalam lingkungan berair (Voight, hal

281).

Suppositoria adalah suatu bentuk unit sediaan yang dimaksudkan untuk

dimasukkan ke dalam rektum, vagina, dan uretra. Suppositoria melebur,

melunak dan melarut pada suhu tubuh (Parrot, hal 382)

Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang

diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau

melarut pada suhu tubuh (FI IV, hal 16).

Suppositoria adalah bentuk sediaan padat yang pemakaiannya dengan

cara dimasukkan ke dalam lubang atau celah dalam tubuh dimana ia akan

melebur, melunak, atau larut dan memberikan efek lokal atau sistemik (Ansel,

hal 576).

3
Suppositoria adalah bentuk sediaan yang diberikan melalui bagian tubuh

yakni vagina, rektum, atau uretra (DOM, hal 834).

Suppositoria adalah bentuk sediaan padat yang dimaksudkan untuk

dimasukkan kedalam salah satu rongga (lubang) tubuh, selain rongga mulut.

Suppositoria diformulasikan untuk larut atau hancur pada temperatur tubuh.

Pada saat ini “kata suppository” umumnya berhubungan dengan bahan yang

digunakan dalam rektum, vagina atau uretra (Scoville’s, hal 367).

Suppositoria dan pasaries (suppositoria vaginal) adalah suatu bentuk

sediaan padat yang dimasukkan melalui rektum dan vagina, pasien harus

diberikan petunjuk dalam penggunaan sediaan ini (Fasttrack, hal 157).

II.1.2 Keuntungan Suppositoria

1. Lachman, hal 282.

 Tidak merusak lambung,

 Tanpa rasa yang tidak enak,

 Mudah dipakai bahkan pada saat pasien tidak sadarkan diri, sulit

menelan dan sebagainya.

2. Ansel, hal 578.

 Obat yang dirusak atau dibuat tidak aktif oleh pH atau aktivitas enzim

dari lambung atau usus,

 Obat yang merangsang lambung dapat diberikan tanpa menimbulkan

rangsangan,

 Obat yang dirusak dalam sirkulasi portal, dan tidak melewati hati

setelah sel diabsorbsi pada lambung,


 Digunakan oleh pasien dewasa dan anak-anak yang tidak mau menelan

obat,

 Cara yang efektif dalam perawatan pasien yang muntah.

3. DOM, hal 834.

 Suppositoria dapat digunakan untuk pasien yang mual atau untuk anak

kecil, untuk pasien yang lemah atau tidak sadarkan diri dan untuk pasien

yang tidak bisa menggunakan obat secara oral.

4. Scoville’s, hal 368.

 Bentuk obat ini sangat berguna dalam kasus dimana obat tidak bisa

diberikan melalui mulut, juga karena pasien menjadi mual atau muntah,

atau suatu keadaan dimana pemberian oral mengalami kontra indikasi

ini juga berguna dalam kasus dimana memungkinkan aksi obat yang

lebih lama.

5. Fasttrack, hal 157-158.

 Bentuk sediaan rektal berhasil digunakan untuk memberikan efek lokal

untuk pengobatan infeksi dan peradangan, misalnya wasir,

 Bentuk sediaan rektal digunakan untuk meringankan sembelit atau

membersihkan usus setelah operasi,

 Bentuk sediaan rektal dapat digunakan untuk memberikan efek sistemik

dimana penyerapan obat secara oral dapat mengiritasi lambung dan

tidak dianjurkan,

 Bentuk sediaan rektal dapat digunakan untuk efek lokal dalam

pengobatan penyakit usus besar, misalnya kolitis ulserativa.


 Dengan mengikuti nasehat dari apoteker, penggunaan bentuk sediaan

rektal dan vagina dapat dengan mudah dilakukan pasien.

II.1.3 Kerugian Suppositoria

1. Lachman, hal 1151.

 Dinding membran diliputi suatu lapisan mukosa yang relatif konstan

yang dapat bertindak sebagai penghalang mekanik untuk jalannya obat

melalui pori-pori.

2. Ansel, hal 579.

 Dosis obat yang digunakan melalui rektum mungkin lebih besar atau

lebih kecil daripada yang dipakai secara oral tergantung pada faktor

dalam tubuh pasien. Sifat fisika kimia obat dari kemampuan obat

melewati penghalang fisiologis, kemampuan obat untuk diabsorbsi dan

sifat basis suppositoria yang dimaksudkan untuk obat-obat sistemik.

Efek lokal umumnya terjadi dengan waktu setengah jam sampai 4 jam.

3. Voight, hal 282.

 Harus dalam kondisi penyimpanan yang tepat (kering, dingin)

terlindungi dari cahaya, bebas udara, disimpan pada tempat yang aman,

tidak pada sembarang tempat yang bertujuan untuk memperpanjang

stabilitasnya.

4. Fasttrack, hal 158.

 Di negara-negara tertentu khususnya Amerika dan Inggris, bentuk

sediaan rektal kurang dikenal, khususnya untuk pengobatan sistemik,

dimana hal ini berbeda dengan di Eropa.


 Petunjuk dari ahlinya diperlukan dalam pemberian bentuk sediaan ini.

 Penyerapan bahan obat dari rektum berlangsung lambat.

 Pemberian rektal dari bahan obat dapat menghasilkan efek samping

lokal.

 Pembuatan suppositoria di industri lebih sulit daripada bentuk rektum

lainnya.

5. Scoville’s, hal 368.

 Ketika bahan obat diberikan dalam bentuk suppositoria, akan diabsorbsi

secara lambat dan menghasilkan aksi terapetik setelah waktu yang lama.

II.1.4 Bentuk-bentuk Suppositoria

1. Ansel, hal 576-577.

a. Suppositoria rektal

Berbentuk silindris dan kedua ujungnya tajam, peluru, torpedo dan

berjari-berjari kecil. Panjangnya ± 32 mm (1,5 inci). Amerika

menetapkan beratnya 2 gram untuk orang dewasa bila oleum cacao yang

digunakan sebagai basis, sedangkan untuk bayi dan anak-anak ukuran

dan beratnya ½ dari ukuran dan berat orang dewasa.

b. Suppositoria vagina

Berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut, sesuai dengan kompendik

resmi beratnya 5 gram, apabila basisnya oleum cacao, tergantung pada

jenis basis, berat untuk vagina ini berbeda-beda.

c. Suppositoria uretra
Bentuknya ramping seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan ke dalam

saluran urin pria atau wanita. Suppositoria saluran urin pria bergaris

tengah 3-6 mm dengan panjang ± 140 mm, walaupun ukuran ini

bervariasi. Apabila basisnya dari oleum cacao maka beratnya ± 4 gram.

Suppositoria urin wanita, panjang dan beratnya ½ dari ukuran untuk

pria, panjang ± 70 mm dan beratnya 2 gram, jika menggunakan basis

oleum cacao.

2. Lachman, hal 1148.

a. Suppositoria rektal

Berat suppositoria rektal untuk orang dewasa kira-kira 2 gram dan

biasanya lonjong seperti torpedo. Suppositoria untuk anak-anak

beratnya kira-kira 1 gram dan ukurannya lebih kecil.

b. Suppositoria vaginal

Beratnya suppositoria vaginal kira-kira 3-5 gram, bentuk bulat telur.

c. Suppositoria uretra

Berbentuk pensil dan meruncing pada salah satu ujungnya. Suppositoria

uretra yang digunakan untuk laki-laki beratnya kira-kira 4 gram dan

panjangnya 100-150 mm. Sedangkan untuk wanita, beratnya masing-

masing suppositoria 2 gram dan biasanya mempunyai panjang 60-75

mm.
3. FI IV, hal 16-17.

a. Suppositoria rektal

Untuk dewasa berbentuk lonjong pada suatu atau kedua ujungnya dan

biasanya berbobot ± 2 gram.

b. Suppositoria vagina

Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dengan bobot ± 5 gram.

4. Parrot, hal 382.

a. Suppositoria rektal

Bentuknya kerucut atau silindris dan lonjong, suppositoria rektal

beratnya 2 gram, panjangnya ± 30 mm, berdiameter 10 mm.

b. Suppositoria vagina

Berbentuk bundar atau oval, beratnya bervariasi dari 3-9 gram.

5. Prescription, hal 260-261.

a. Suppositoria rektal

USP mendeskripsikan suppositoria rektal untuk dewasa biasanya

memiliki berat 2 gram dan berbentuk torpedo, cara pemasukannya

dimulai dari kepala dan diberi tekanan oleh sfingter luar, melalui

rektum. Dimana diameter terbesar dari suppositoria ini sekitar 13 mm,

biasanya 7 mm, memiliki panjang sekitar 25-30 mm. Untuk anak kecil,

diameter dan panjangnya lebih kecil, dengan berat 1 gram.

b. Suppositoria vagina
Memiliki bentuk bervariasi dan biasanya berbentuk kerucut atau bentuk

yang dimodifikasi. Memiliki berat sekitar 5 gram, tetapi kebanyakan

produk komersial suppositoria vagina yang beratnya sekitar 3-4 gram

dan beberapa yang memiliki berat 8 gram. Suppositoria umumnya

digunakan untuk memberikan efek lokal, akan tetapi perlu diingat

bahwa epitel mucus pada vagina terisi penuh dengan sirkulasi darah.

Jadi obat dapat diabsorbsi dan memberikan efek sistemik.

c. Suppositoria uretra

Bentuk silinder dengan diameter 3-6 mm. Untuk saluran urin pria

panjangnya sekitar 100-150 mm. Sedangkan untuk saluran urin wanita

panjangnya sekitar 60-70 mm.

6. Fasttrack, hal 163.

Berat suppositoria sekitar 1-4 gram, dimana suppositoria dengan berat 2

gram yang biasa digunakan. Suppositoria yang paling kecil biasanya

disiapkan untuk penggunaan pada anak-anak dan ukuran yang paling besar

digunakan untuk dewasa. Contohnya: suppositoria gliserin yang digunakan

untuk mengobati konstipasi pada orang dewasa.

II.1.5 Penggunaan jenis-jenis suppositoria

1. Ansel, hal 578 dan 593.

Suppositoria rektal dimaksudkan untuk kerja lokal dan paling sering

digunakan untuk menghilangkan konstipasi dan rasa sakit, iritasi, rasa gatal

dan radang sehubungan dengan wasir atau kondisi anorektal lainnya.

Suppositoria antiwasir seringkali mengandung sejumlah zat, termasuk


anastetik lokal, vasokontriksi, astringen, analgetik, pelunak yang

menyejukkan dan zat pelindung. Suppositoria laksatif yang terkenal adalah

suppositoria gliserin, yang menyebabkan efek laksatif (pencahar) karena

iritasi lokal dari membran mukosa. Contoh lain: suppositoria rektum

aminofilin, aspirin, bisakodil, kloropromazepin.

2. Ansel, 578 dan 596.

Suppositoria vagina yang dimaksudkan untuk efek lokal digunakan

terutama sebagai antiseptik pada hygiene wanita dan sebagai zat khusus

untuk memerangi dan menyerang penyebab penyakit (bakteri patogen) Obat-

obatan yang umum digunakan adalah trikomonasida untuk memerangi

vaginitas yang disebabkan oleh tricomonas vaginals, candida (monilia)

albicons, dan mikroorganisme lainnya.

3. Ansel, hal 578.

Suppositoria uretra biasa digunakan sebagai antibakteri dan sebagai sediaan

anestetik lokal untuk pengujian uretra.

II.1.6 Aksi Lokal dan Aksi Sistemik

1. Ansel, hal 578.

 Aksi lokal

Begitu dimasukkan, basis suppositoria meleleh, melunak atau melarut

dan menyebarkan bahan obat yang dibawanya ke jaringan-jaringan di

daerah tersebut. Obat ini dimaksudkan untuk ditahan dalam ruang

tersebut dan memberikan efek kerja lokal.

 Aksi sistemik
Untuk efek sistemik membran mukosa rektum vagina memungkinkan

absorbsi dari kebanyakan obat yang dapat larut.

2. Lachman, hal 1184-1186.

 Suppositoria untuk efek lokal

Obat-obat yang dimaksudkan untuk efek lokal umumnya tidak

diabsorpsi, misalnya obat-obat untuk wasir, anastetik lokal dan

antiseptik. Basis-basis yang digunakan untuk obat-obat ini sebenarnya

ini tidak dapat diabsorbsi, lambat meleleh dan lambat melepaskan obat,

berbeda dengan basis-basis suppositoria yang dimaksudkan untuk obat-

obat sistemik.

 Suppositoria untuk efek sistemik

Pemilihan basis suppositoria yang mungkin dikehendaki harus

diperhatikan. Ketersediaan obat dalam sirkulasi sistemik dan harga

basis suppositoria harus dipertimbangkan sebelum pengerjaan

formulasi dimulai.

II.1.7 Anatomi Rektum dan Faktor yang mempengaruhi Absorbsi Suppositoria

1. Ansel, hal 579-580

Rektum manusia panjangnya ± 15-20 cm. Pada waktu isi kolon kosong,

rektum hanya berisi 2-3 mL cairan mukosa yang inert dalam keadaan

istirahat, rektum tidak ada gerakan, tidak ada vili dan mikrovili pada mukosa

rektum akan tetapi terdapat muskularisasi yang berlebihan dari bagian

submukosa dinding rektum dengan darah dan kelenjar porta.


Adapun faktor fisiologi yang mempengaruhi absorbsi obat dari rektum,

yaitu:

a. Kandungan kolon

Apabila diinginkan efek sistemik dari suppositoria yang mengandung

obat, absorpsi yang lebih besar lebih banyak terjadi pada rektum yang

kosong daripada rektum yang digelembungkan oleh feses. Ternyata

obat lebih mungkin berhubungan dengan permukaan rektum dan kolon

yang mengabsorbsi ketika tidak ada feses. Oleh karena itu bila

diinginkan suatu enema untuk pengosongan dapat digunakan dan

dimungkinkan pemberiaannya sebelum penggunaan suppositoria

dengan obat yang diabsorbsi.

b. Jalur sirkulasi

Obat yang diabsorbsi melalui rektum, tidak seperti yang diabsorbsi

setelah pemberian secara oral, dimana obat tidak melalui sirkulasi portal

sehingga dengan demikian obat dimungkinkan untuk tidak

dimetabolisme dalam hati. Untuk memperoleh efek sistemik pembuluh

hemoroid bagian bawah yang mengelilingi kolon menerima obat yang

diabsorbsi lalu mulai mengedarkannya ke seluruh tubuh tanpa melalui

hati.

c. pH dan tidak adanya kemampuan mendapar dari cairan rectum.

Karena cairan rektum pada dasarnya netral pada pada pH (7-8) dan

kemampuan bentuk obat yang digunakan lazimnya secara kimia tidak

berubah oleh lingkungan rektum.


2. Lachman, hal 1149

Hati mengubah sebagian besar obat secara kimia sehingga keefektifan

sistemiknya sering kali berkurang. Sebaliknya sebagian besar obat yang

sama dapat diabsorbsi dari daerah anorektal dan nilai terapetisnya masih

dapat dipertahankan. Vena hemoroid yang lebih bawah mengelilingi kolon

dan rektum dalam kafa inferior, jadi menghindari hati. Vena hemoroid yang

lebih atas tidak berhubungan dengan vena porta yang menuju ke hati.

II.1.8 Basis Suppositoria yang Ideal

1. Lachman, hal 1168.

 Telah mencapai kesetimbangan kristalinitas, dimana sebagian besar

komponen mencair pada temperatur rektal 36oC, tetapi basis dengan

kisaran leleh tinggi dapat digunakan untuk campuran eutektikum,

penambahan minyak-minyak, balsam-balsam, serta suppositoria yang

digunakan pada iklim tropis.

 Secara keseluruhan basis tidak toksik dan tidak mengiritasi pada

jaringan yang peka dan jaringan yang meradang.

 Dapat bercampur daengan berbagai jenis obat.

 Basis suppositoria tersebut menyusut secukupnya pada pendingin,

sehingga dapat dilepaskan dari cetakan tanpa menggunakan pelumas

cetakan.

 Basis suppositoria tersebut tidak merangsang

 Basis suppositoria tersebut mempunyai sifat membasahi dan

mengemulsi
 “angka air” tinggi, maksudnya presentase air yang tinggi dapat

dimasukkan kedalamnya.

 Basis suppositoria tersebut stabil pada penyimpanan, maksudnya

warna, bau, atau pola penglepasan obat tidak berubah.

 Suppositoria dapat dibuat dengan mencetak dengan tangan, mesin

kompresi, atau eksfursi. Jika basis tersebut berlemak maka mempunyai

persyaratan tambahan sebagai berikut.

- “angka asam” dibawah 0,2

- “angka penyabunan” berkisar 200 sampai 245

- “angka iod” kurang dari 7

- Interval antara “titik leleh” dan “titik memadat” kecil atau kurva

SFI-nya tajam.

2. Voight, hal 282-283.

 Secara fisiologi netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus)

 Secara kimia netral

 Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil)

 Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku

 Interval yang rendah antara titik lebur dan titik lebur jernih

 Viskositas memadai (mampu mengurangi sedimentasi bahan

tersuspensi).

 Suppositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada suhu tubuh

atau melarut

 Pembebasan dan reabsorpsi yang baik


 Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan,

pewarnaan, pengerasan)

 Daya serap terhadap cairan lipofil dan hidrofil

3. Ansel, hal 581.

Basis harus mampu mencair, melunak, atau melarut sehingga dapat

melepaskan kandungan obatnya untuk diabsorbsi.

4. Scoville’s, hal 371.

 Stabil, mudah dituangkan, cepat memadat, tidak membutuhkan pelicin

cetakan, memiliki penampakan yang baik, mudah dikeluarkan dari

cetakan dan bercampur dengan semua jenis obat.

 Dari titik absorbsi obat, basis harus netral dalam reaksi, tidak

mengiritasi, menghasilkan obat dalam bentuk siap diabsorbsi, melebur

dengan sempurna atau melarut pada suhu tubuh dalam rektum

sedikitnya 30 menit, dan tidak mudah keluar dari rektum.

Preformulasi

1. Paracetamol (F.I edisi 3 hal 37)

- Pemerian : hablur atau serbuk hablur putih tidak berbau, rasa

pahit

- Kelarutan : larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol

(95%)P dalam 9 bagian propilenglikol, larut dalam

alkali hidroksida.

- Ph : Antara 3,5 - 6,5


- Suhu Lebur : 165ºC - 172ºC

- Stabilitas : Stabil dalam temperature 45ºC dapat

teroksidasi dan terbentuk warna pink, coklat,

dan hitam. Relative stabil terhadap oksidasi.

- Khasiat : Analgetik dan Antipiretik

2. Zat Tambahan

a. Polietilenglikol 4000

- Pemerian : Serbuk licin putih, atau potongan putih kuning

Gading, praktis, tidak berbau, tidak berasa

- Kelarutan : Mudah larut dalam air dalam etanol (95%)P

- Titik Lebur : 50ºC - 58ºC

- OTT : Tidak bercampur dengan beberapa zat pewarna

- Stabilitas : Dapat disterilkan dengan autoklaf, filtrasi atau

penyinaran sinar gamma.

- Khasiat : Basis Salep Pelarut

- Penyimpanan : Wadah tertutup rapat

b. Polietilenglikol 400

- Pemerian : Cairan kental jernih tidak berwarna atau

praktis tidak berwarna, bau khas, lemah agak

higroskopis

- Kelarutan : Larut dalam air, dalam etanol (95%)P


- Titik Didih : 4ºC - 8ºC

- Khasiat : Basis Salep Pelarut

- OTT : Tidak bercampur dengan beberapa zat pewarna

- Stabilitas : Dapat disterilkan dengan autoklaf. Filtrasi atau

penyinaran sinar gamma

- Penyimpanan : Wadah tertutup rapat.

Вам также может понравиться