Вы находитесь на странице: 1из 22

TUGAS

PRAKTEK AUDIT

BUKTI AUDIT, PROSEDUR DAN DOKUMENTASI AUDIT

OLEH:

MONICA ROSA LINA


01044881719007

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2017
Dalam sebuah bisnis maupun perekonomian, suatu audit menjadi sebuah hal
yang sangat penting sekali, mengapa? karena audit ini dapat memberikan kepercayaan
yang lebih kepada para pihak yang berkepentingan, misalkan saja di dalam suatu
perusahaan, suatu audit akan sangat dibutuhkan oleh para pemegang saham untuk melihat
kondisi ataupun memantau perkembangan perusahaan yang menjadi hak milik para
pemegang saham tanpa intervensi dari pihak pihak manajemen atau karyawaan
perusahaan.
Bukti audit merupakan suatu konsep yang fundamental di dalam audit, dan hal
itu dinyatakan dalam standar pekerjaan lapangan ketiga. Ikatan Akuntan Indonesia (2001
: 326 pr. 1) menyatakan bahwa : “ Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi : Bukti
audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan
pernyataan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat
atas laporan keuangan auditan.” . Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam
rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan terdiri dari usaha untuk
mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Rentang informasi ini sangat beragam
kemampuannya dalam mempengaruhi auditor memutuskan apakah laoran keuangan telah
disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Ukuran keabsahan (validity) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung pada
pertimbangan auditor independen. Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap
kesimpulan yang ditarik oleh auditor independen dalam rangka memberikan pendapat
atas laporan keuangan auditan. Relevansi, objektivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan
bukti audit lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap
kompetensi bukti.

I. BUKTI AUDIT
1.1. Pengertian Bukti Audit
Mulyadi (2002 : 74) dalam Ricky Aditia (2012) mendefinisikan bukti audit sebagai
: Segala informasi yang mendukung angka – angka atau informasi lain yang disajikan
dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar untuk
menyatakan pendapatnya.
Arens, Elder dan Beasley (2008 : 225) mendefinisikan bukti audit “sebagai setiap
informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang diaudit
telah dinyatakan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan”.
Berdasarkan beberapa penjelasan pengertian bukti audit diatas maka dapat ditarik
kesimpulan, bukti audit adalah Segala informasi yang mendukung data yang disajikan
dalam laporan keuangan, yang digunakan auditor sebagai dasar untuk menyatakan
pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan. Informasi tersebut terdiri dari Bukti
yang berasal dari data akuntansi dan bersifat sebagai informasi pendukung lainnya. Bukti
yang berasal dari data akuntansi dapat berupa jurnal, buku besar dan buku pembantu,
pedoman akuntansi terkait, Informasi dan catatan memorandum (kertas kerja
perhitungan-perhitungan, rekonsiliasi). Sedangkan Bukti yang merupakan informasi
pendukung lainnya dapat berupa inspeksi dan pemeriksaan fisik, Konfirmasi dan
pernyataan tertulis, dokumen-dokumen (cek, faktur, perjanjian, kontrak, dll), Informasi
dari wawancara, observasi seperti obeservasi pada sistem pengendalian internal
perusahaan.

1.2. Tujuan Audit


Tujuan umum audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat atas
kewajaran laporan keuangan, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berterima umum di Indonesia. Kewajaran laporan keuangan dinilai
berdasarkan asersi yang terkandung dalam setiap unsur yang disajikan dalam laporan
keuangan.

1.3. Asersi Manajemen Dalam Laporan Keuangan


SA Seksi 326 paragraf 03 menyebutkan berbagai asersi yang terkandung dalam
laporan keuangan. Asersi tersebut dapat bersifat implisit maupun eksplisit. Asersi
manajemen yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diklasifikasikan berdasarkan
penggolongan besar berikut ini:
a. Asersi Keberadaan atau Keterjadian
Behubungan dengan apakah aktiva atau utang entitas ada pada tanggal tertentu dan
apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu.
b. Asersi Kelengkapan
Berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya telah
disajikan dalam laporan keuangan.
c. Asersi Hak dan Kewajiban
Berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak perusahaan dan utang merupakan
kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.
d. Asersi Penilaian atau Alokasi
Berhubungan dengan apakah komponen aktiva, kewajiban, pendapatan, dan biaya
sudah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya.
e. Asersi Penyajian dan Pengungkapan
Berhubungan dengan apakah komponen-komponen tertentu laporan keuangan
diklasifikasikan dijelaskan, dan diungkapakan semestinya.

Secara tidak langsung, hal tersebut diatas telah melukiskan hubungan antara asersi
manajemen dengan tujuan umum audit. Karena kewajaran laporan keuangan sangat
ditentukan integritas berbagai asersi manajemen yang terkandungdalam laporan
keuangan.

1.4. SA Seksi 326-Bukti Audit


Standar Pekerjaan Lapangan Ketiga
Bukti audit merupakan suatu konsep yang fundamental di dalam audit, dan hal itu
dinyatakan dalam standar pekerjaan lapangan ketiga. Ikatan Akuntan Indonesia (2001 :
326 pr. 1) menyatakan bahwa :
“Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan auditan.”
Bukti audit didasarkan atas standar pekerjaan lapangan ketiga. Ada empat kata
penting dalam standar tersebut, yaitu:
1. Bukti Audit
Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari: data akuntansi dan
semua informasi penguat (corroborating information) yang tersedia bagi auditor.
Data akuntansi berupa jurnal, buku besar, dan buku pembantu, serta buku pedoman
akuntansi, memorandum, dan catatan tidak resmi, seperti daftar lembaran kerja (work
sheet) yang mendukung alokasi biaya, perhitungan dan rekonsiliasi secara
keseluruhan merupakan bukti yang mendukung laporan keuangan.
Informasi penguat meliputi segala dokumen seperti cek, faktur, surat kontrak,
notulen rapat, konfirmasi, dan pernyataan tertulis dari pihak yang mengetahui;
informasi yang diperoleh auditor melalui permintaan keterangan, pengamatan,
inspeksi, dan pemeriksaan fisik; serta informasi lain yang dikembangkan oleh atau
tersedia bagi auditor yang memungkinkannya untuk menarik kesimpulan berdasarkan
alasan yang kuat.

2. Kesesuaian dan Kecukupan Bukti


Cukup atau tidaknya bukti audit berkaitan dengan kuantitas bukti yang harus
dikumpulkan oleh auditor. Pertimbangan profesional auditor memegang peranan yang
penting. Ada beberapa factor yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam
menetukan cukup atau tidaknya bukti audit:
a. Materialitas dan Resiko
Akun yang saldonya besar dalam laporan keuangan diperlukan jumlah bukti
audit yang lebih banyak bila dibandingkan dengan akun yang bersaldo tidak
material. Untuk akun yang memiliki kemungkinan tinggi untuk disajikan salah
dalam laporan keuangan, jumlah bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor
umumnya lebih banyak bila dibandingkan dengan akun yang memilliki
kemungkinan kecil untuk salah disajikan dalam laporan keuangan.
b. Risiko audit
Ada hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang
diperlukan untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Rendahnya
risiko audit berarti tingginya tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai
ketepatan pendapatnya. Tingginya tingkat kepastian tersebut menuntut auditor
untuk menghimpun bukti yang lebih banyak. Semakin rendah tingkat risiko audit
yang dapat diterima auditor, semakin banyak bukti audit yang diperlukan.
c. Faktor Ekonomi
Pengumpulan bukti audit yang dilakukan oleh auditor dibatasi oleh dua
faktor: waktu dan biaya. Jika dengan memeriksa jumlah bukti yang lebih sedikit
dapat diperoleh keyakinan yang sama tingginya dengan pemeriksaan terhadap
keseluruhan bukti, aditor memilih untuk memeriksa jumlah bukti yang lebih
sedikit berdasarkan pertimbangan ekonomi: biaya dan manfaat (cost and benefit).
d. Ukuran dan Karakteristik Populasi
Dalam pemeriksaan atas unsur-unsur tertentu laporan keuangan, auditor
seringkali menggunakan sampling audit. Dalam sampilng audit, auditor memilih
secara acak sebagian anggota populasi untuk diperiksa karakteristiknya.
Umumnya, semakin besar populasi, semakin banyak jumlah bukti audit yang
diperiksa oleh auditor.
Karakteristik populasi berkaitan dengan homogenitas atau variabilitas item
individual yang menjadi anggota populasi. Auditor memerlukan lebih banyak
sampel atau informasi yang lebih kuat atau mendukung atas populasi yang
bervariasi anggotanya daripada populasi yang seragam.

Karakteristik populasi ditentukan oleh homogenitas anggota populasi. Jika auditor


menghadapi populasi dengan anggota yang homogen, jumlah bukti audit yang dipilih dari
populasi tersebut lebih kecil dibandingkan dengan populasi yang beranggotakan
heterogen.
Dari penjelasan beberapa faktor-faktor diatas, dapat kita lihat ada dua faktor paling
penting dalam menentukan apakah bukti audit yang dikumpulkan cukup atau tidak, yaitu
ekspektasi auditor atas kemungkinan salah saji (materialitas) dan efektivitas dari
pengendalian intern klien. Untuk mengilustrasikannya, Asumsikan bahwa dalam audit
atas suatu organisasi, auditor menyimpulkan bahwa ada kemungkinan besar terjadi
keusangan persediaan karena sifat barang persediaan itu sendiri. Auditor mengambil
sampel persediaan yang lebih besar dibandingkan jika auditor menduga bahwa
kemungkinan terjadinya keusangan persediaan adalah kecil. Dengan cara yang sama,
apabila auditor menyimpulkan bahwa pengendalian intern auditan dalam pencatatan
aktiva tetap telah berjalan dengan baik, maka jumlah sampel yang lebih kecil akan
dianggap memadai dalam audit atas perolehan aktiva tetap.

3. Kompetensi Bukti Audit


Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas atau keandalan data akuntansi
dan informasi penguat. Pengendalian intern yang kuat menyebabkan keandalan catatan
akuntansi dan bukti-bukti lainnya yang dibuat dalam organisasi klien. Pada umumnya,
kecukupan bukti diukur dengan ukuran sampel yang dipilih oleh auditor. Misalnya untuk
suatu prosedur audit, bukti yang diperoleh dari sampel sebesar 100 bukti umumnya akan
lebih memadai daripada pengambilan sampel sebanyak 50 bukti.Kompetensi informasi
penguat dipengaruhi oleh beberapa faktor:
a. Relevansi, bukti audit harus berkaitan dengan tujuan audit.
b. Sumber,bukti audit yang berasal dari sumber di luar organisasi klien pada
umumnya merupakan bukti yang tingkat kompetensinya dianggap tinggi.
c. Ketepatan waktu,berkaitan dengan tanggal berlakunya bukti yang diperoleh oleh
auditor.
d. Objektivitas, bukti objektif umumnya lebih andal dibandingkan dengan bukti
yang bersifat subjektif.

4. Bukti Audit Sebagai Dasar yang Layak untuk Menyatakan Pendapat Auditor
Pertimbangan auditor tentang kelayakan bukti audit dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu:
a. Pertimbangan professional, merupakan salah satu faktor yang menentukan
keseragaman penerapan mutu dan jumlah bukti yang diperlukan dalam audit.
b. Integritas manajemen, auditor akan meminta bukti kompeten jika terdapat
keraguan terhadap integritas manajemen.
c. Kepemilkikan publik versus terbatas, auditor memerlukan tingkat keyakinan yang
lebih tinggi dalam audit atas laporan keuangan perusahaan publik dibandingkan
dengan audit atas laporan keuangan perusahaan yang dimiliki oleh dikalangan
terbatas.
d. Kondisi keuangan, auditor harus mempertahankan pendapatnya atas laporan
keuangan auditan dan mutu pekerjaan audit yang telah dilaksanakan sekalipun
jika perusahaan yang telah diaudit mengalami kesulitan keuangan ataupun
kebangkrutan.

Tipe Bukti Audit


Tipe bukti audit dikelompokan menjadi 2 yaitu tipe data akuntansi dan tipe
informasi penguat.
1. Tipe Data Akuntansi
a. Pengendalian Intern Sebagai Bukti
Pengendalian intern yang dibentuk dalam setiap kegiatan perusahaan dapat
digunakan untuk mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Auditor
harus mengetahui bahwa klien telah merancang pengendalian intern dan telah
melaksanakannya dalam kegiatan usahanya setiap hari, hal ini merupakan bukti
yang kuat bagi auditor mengenai keandalan informasi yang dicantumkan dalam
laporan keuangan.
b. Catatan Akuntansi Sebagai Bukti
Auditor melakukan verifikasi terhadap suatu jumlah yang tercantum
dalam laporan keuangan, dengan melakukan penelusuran kembali jumlah
tersebut melalui catatan akuntansi. Dengan demikian, catatan akuntansi
merupakan bukti audit bagi auditor mengenai pengolahan transakasi keuangan
yang telah dilakukan oleh klien.
2. Tipe Informasi Penguat
a. Bukti Fisik
Bukti fisik adalah bukti audit yang diperoleh dengan cara inspeksi atau
perhitungan aktiva berwujud. Pengamatan fisik terhadap suatu aktiva
merupakan cara untuk mengidentifikasi sesuatu yang diperiksa, untuk
menentukan kuantitas, dan merupakan suatu usaha untuk menentukan mutu
atau keaslian kekayaan tersebut.
b. Bukti Dokumenter
Bukti dokumenter adalah bukti yang terbuat dari kertas bertuliskan huruf
dan atau angka atau symbol-simbol yang lain. Menurut sumbernya, bukti
dokumenter dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
 Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar yang bebas yang dikirimkan
langsung kepada auditor.
 Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar yang bebas yang dismpan dalam
arsip klien.
 Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan dalam organisasi klien.
c. Perhitungan Sebagai Bukti
Perhitungan yang dilakukan sendiri oleh auditor, dapat berupa:
 Footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan vertikal.
 Cross-footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan horizontal.
 Pembuktian ketelitian perhitungan biaya depresiasi dengan cara
menggunakan tarif depressiasi yang digunakan oleh klien.
 Pembuktian ketelitian penentuan taksiran kerugian piutang usaha, laba per
saham yang beredar, taksiran pajak perseroan, dan lain-lain.
d. Bukti Lisan
Dalam rangka mengumpulkan bukti, auditor banyak meminta keterangan
secara lisan dari klien terutama para manajer. Jawaban lisan yang diperoleh
dari permintaan keterangan tersebut merupakan tipe bukti lisan.
e. Perbandingan
Untuk menentukan akun atau transaksi yang akan dipisahkan guna
penyelidikan yang lebih intensif, auditor melakukan analis terhadap
perbandingan setiap aktiva, utang, penghasilan, dan biaya dengan saldo yang
berkaitan dalam tahun sebelumnya.
f. Bukti dari Spesialis
Spesialis adalah seorang atau perusahaan yang memiliki keahlian atau
pengetahuan khusus dalam bidang selain akuntansi dan auditing. Pada
umumnya spesialis yang digunakan oleh auditor bukan orang atau perusahaan
yang mempunyai hubungan dengan klien.

Penentuan persyaratan keahlian dan nama baik spesialis sepenuhnya berada


ditangan auditor. Jika auditor menerima hasil penemuan spesialis sebagai bukti audit yang
kompeten, hasil kerja spesialis tersebut tidak perlu disebut dalam laporan auditor yang
berisi pendapat wajar. Jika auditor puas dengan hasil penemuan spesialis, dan jika ia
memberikan pendapat selain pendapat wajar, maka ia dapat menunjukkan hasil pekerjaan
spesialis tersebut untuk mendukung alasan tidak diberikan pendapat wajar dalam laporan
auditnya.
5. Jenis Bukti Audit
Dalam memutuskan prosedur-prosedur audit manakah yang akan digunakan,
auditor dapat memilihnya dari ketujuh kategori umum bukti audit. Kategori-kategori ini,
dikenal sebagai jenis-jenis bukti, disajikan sebagai berikut:
a. Pengujian fisik (physical examination)
Pengujian fisik adalah inspeksi atau perhitungan yang dilakukan oleh auditor
atas aktiva yang berwujud (tangible asset). Jenis bukti ini sering berkaitan dengan
persediaan dan kas, tetapi dapat pula diterapkan untuk berbagai verifikasi atas surat
berharga, surat piutang, serta aktiva tetap yang berwujud Pemeriksaan langsung
auditor secara fisik terhadap aktiva merupakan cara yang paling objektif dalam
menentukan kualitas aktiva yang bersangkutan. Oleh karena itu, bukti fisik
merupakan jenis bukti yang paling bisa dipercaya.
Bukti fisik diperoleh melalui prosedur auditing yang berupa inspeksi,
penghitungan, dan observasi. Pada umumnya, biaya memperoleh bukti fisik sangat
tinggi. Bukti fisik berkaitan erat dengan asersi keberadaan dan keterjadian,
kelengkapan, dan penilaian atau alokasi.

b. Konfirmasi (confirmation)
Konfirmasi menggambarkan penerimaan tanggapan baik secara tertulis mupun
lisan dari pihak ketiga yang independen yang memverifikasikan keakuratan
informasi sebagaimana yang diminta oleh auditor. Permintaan ini ditujukan bagi
klien, dan klien meminta pihak ketiga yng independen untuk memberikan
tanggapannya secara langsung kepada auditor. Karena konfirmasi-konfirmasi ini
datang dari berbagai sumber yang independent terhadap klien, maka jenis bukti
audit ini sangatlah dihargai dan merupakan jenis bukti yang paling sering
dipergunakan, walaupun banyak menghabiskan waktu dan biaya.
Ada tiga jenis konfirmasi yaitu:
 Konfirmasi positif, merupakan konfirmasi yang respondennya diminta untuk
menyatakan persetujuan atau penolakan terhadap informasi yang ditanyakan.
 Blank confirmation, merupakan konfirmasi yang respondenya diminta untuk
mengisikan saldo atau informasi lain sebagai jawaban atas suatu hal yang
ditanyakan.
 Konfirmasi negatif, merupakan konfirmasi yang respondenya diminta untuk
memberikan jawaban hanya jika ia menyatakan ketidaksetujuannya terhadap
informasi yang ditanyakan.
Jenis-jenis informasi utama yang seringkali dikonfirmasikan, bersama-sama
dengan sumber konfirmasinya, ditampilkan dalam tabel dibawah ini:
INFORMASI SUMBER
Aktiva
Kas pada bank Bank
Piutang dagang Pelanggan
Surat piutang Pembuat surat
Persediaan di luar dan Pihak yang menerima konsinyasi
dikonsinyasikan (Consignee)
Persediaan tersimpan dalam Gudang umum
gudang umum
Nilai kas dalam asuransi jiwa Perusahaan asuransi
Kewajiban
Utang dagang Kreditur
Surat utang Pemberi pinjaman
Uang muka dari pelanggan Pelanggan
Utang hipotik Pemberi hipotik (mortgagor)
Utang obligasi Pemegang obligasi
Modal Sendiri
Saham yang beredar Pencatat saham dan agen transfer saham
Informasi Lainnya
Nilai cakupan asuransi Perusahaan asuransi
Kewajiban kontingen Bank, pemberi pinjaman, dan penasihat
hukum klien
Perjanjian obligasi Pemegang obligasi
Agunan yang dikuasai oleh para Kreditur
kreditur
Tabel 2 Informasi yang Sering Dikonformasikan
c. Dokumentasi (documentation)
Dokumentasi adalah pengujian auditor atas berbagai dokumen dan catatan
klien untuk mendukung informasi yng tersaji atau seharusnya tersaji dalam
laporan keuangan. Berbagai dokumen yang di uji auditor adalah catatan-catatan
yang dipergunakan oleh klien untuk menyediakan informasi bagi pelaksanaan
bisnis yang terorganisasi. Karena pada umumnya setip transaksi dalam organisasi
klien ini minimal didukung oleh selembar dokumen, maka jenis bukti audit ini
tersedia dalam jumlah besar.
Menurut sumber dan tingkat kepercayaan bukti, bukti dokumenter dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
 Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar dan dikirim kepada auditor
secara langsung.
 Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui
klien.
 Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan oleh klien.
Dokumentasi merupakan suatu bentuk bukti yang dipergunakan secara luas
dalam setiap penugasan audit karena pada umumnya jenis bukti ini telah tersedia
bagi auditor dengan biaya perolehan bukti yang relative rendah.seringkali jenis
bukti ini merupakan satu-satunya jenis bukti audit yang layak dan siap pakai.
d. Prosedur analitis (analytical procedures)
Prosedur Analitis menggunakan berbagai perbandingan dan hubungan-
hubungan untuk menilai apakah saldo-saldo akun atau data lainnya nampak wajar.
e. Wawancara kepada klien (inquiries of the client)
Wawancara adalah upaya untuk memperoleh informasi baik secara lisan
maupun tertulis dari klien sebagai tanggapannya atas berbagai tanggapannya atas
berbagai pertanyaan yang diajukan oleh auditor. Masalah yang dapat ditanyakan
antara lain meliputi kebijakan akuntansi, lokasi dokumen dan catatan,
pelaksanaan prosedur akuntansi yang tidak lazim, kemungkinan adanya utang
bersyarat maupun piutang yang sudah lama tidak ditagih.
Walaupun banyak bukti yang diperoleh dari klien berasal dari hasil
wawancara ini, bukti tersebut tidak dapat dinyatakan sebagai bukti yang
meyakinkan karena tidak diperoleh dari sumber yang independen dan barangkali
cenderung mendukung pihak klien. Oleh karena itu, saat auditor memperoleh
bukti dari hasil wawancara ini, pada umumnya merupakan suatu keharusan bagi
auditor untuk memperoleh bukti audit lainnya yang lebih meyakinkan melalui
berbagai prosedur lainnya.
f. Hitung uji (reperformance)
Hitung uji ini melibatkan pengujian kembali berbagai perhitungan dan
transfer informasi yang dibuat oleh klien pada suatu periode yang berada dalam
periode audit pada sejumlah sampel yang diambil auditor. Pengujian kembali atas
berbagai perhitungan ini terdiri dari pengujian atas keakuratan aritmatis klien. Hal
ini mencakup sejumlah prosedur seperti pengujian perkalian dalam faktur-faktur
penjualan dan persediaan, penjumlahan dalam jurnal-jurnal dan catatan-catatan
pendukung, serta menguji perhitungan atas beban depresiasi dan beban dibayar di
muka. Pengujian kembali atas berbagai transfer informasi mencakup penelusuran
nilai-nilai untuk memperoleh keyakinan bahwa pada saat informasi tersebut
dicantumkan pada lebih dari satu tempat, maka informasi tersebut selalu dicatat
dalam nilai yang sama pada setiap saat.
g. Observasi (observation)
Observasi adalah penggunaan indera perasa untuk menilai aktivitas-
aktivitas tertentu. Sepanjang proses audit, terdapat banyak kesempatan bagi
auditor untuk mempergunakan indera penglihatan, pendengaran, perasa, dan
penciumannya dalam mengevaluasi berbagai item yang sangat beraneka ragam.
Merupakan kewajiban auditor untuk menindaklanjuti berbagai kesan pertama
yang didapatnya dengan berbagai bentuk bukti audit lainnya yang bersifat nyata.

6. Keputusan yang Harus Diambil Oleh Auditor Berkaitan dengan Bukti Audit
Dalam proses pengumpulan bukti audit,auditor melakukan 4 pengambilan
keputusan yang saling berkaitan, yaitu:
a. Penentuan prosedur audit yang akan digunakan
Untuk mengumpulkan bukti audit, auditor mengunakan prosedur audit.
Contoh prosedur audit disajikan berikut ini.
 Hitung penerimaan kas yang belum disetor pada tanggal neraca dan awasi uang
kas tersebut sampai dengan saat penyetoran ke bank.
 Mintalah cut-off bank statement dari bank kira-kira untuk jangka waktu dua
minggu setelah tanggal neraca.
 Lakukan pengamatan terhadap perhitungan fisik sediaan yang diselenggarakan
oleh klien.
b. Penentuan Besarnya Sampel
Keputusan mengenai banyak unsur yang harus diuji harus diambil oleh
auditor untuk setiap prosedur audit. Besarnya sampel akan berbeda-beda di antara
yang satu dengan audit yang lain dan dari prosedur yang satu ke prosedur audit
yang lain.
c. Penentuan Unsur Tertentu yang Dipilih Sebagai Anggota Sampel
Setelah besarnya sampel ditentukan untuk prosedur audit tertentu, auditor
masih harus memutuskan unsur mana yang akan dipilih sebagai anggota sampel
untuk diperiksa.
d. Penentuan Waktu yang Cocok untuk Melaksanakan Prosedur Audit
Karena audit terhadap laporan keuangan meliputi suatu jangka waktu tertentu,
biasa nya 1 tahun, maka auditor dapat mulai mengumpulkan bukti audit segera
awal tahun. Umumnya, klien menghendaki diselesaikan dalam jangka waktu satu
minggu dengan tiga bulan setelah tanggal neraca.

II. PROSEDUR DAN DOKUMENTASI AUDIT


2.1 Perancangan pengujian substantif
Auditor harus menghimpun bukti yang cukup untuk memperoleh dasar yang
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien. Pengujian substantif
menyediakan bukti mengenai kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang signifikan.
Perancangan pengujian substantif meliputi penentuan:
a) sifat pengujian
b) waktu pengujian dan,
c) luas pengujian substantif yang perlu untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang
dapat diterima untuk setiap asersi.

2.2 Jenis Prosedur Substantif


Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima rendah, maka auditor harus
menggunakan prosedur yang lebih efektif yang biasanya juga lebih mahal. Ada empat
tipe pengujian substantif yang dapat digunakan, yaitu:
a. Pengujian rinci atau detail saldo
Metodologi yang digunakan oleh auditor untuk merancang pengujian detail saldo
akun beorientasi pada tujuan spesifik audit. Pengujian detail saldo akun yang
direncanakan harus memadai untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit dengan
memuaskan.
Metodologi perancangan pengujian detail saldo meliputi empat tahapan, yaitu:
1. Menilai materialitas dan risiko bawaan suatu akun.
2. Menetapkan risiko pengendalian.
3. Merancang pengujian transaksi dan prosedur analitis.
4. Merancang pengujian detail saldo untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit
secara memuaskan.
Metodologi yang digunakan untuk merancang pengujian detail saldo tersebut,
adalah sama untuk setiap akun dalam laporan keuangan. Perancangan pengujian detail
saldo pada umumnya merupakan bagian yang paling sulit dilakukan. Hal ini
disebabkan perancangan pengujian detail saldo memerlukan pertimbangan profesional
yang tinggi.
Bila diantara risiko deteksi yang ditentukan dihubungkan dengan pengujian rinci
saldo yang akan dilakukan maka akan jelas terlihat bahwa semakin rendah tingkat
risiko, semakin rinci dan teliti tindakan yang akan diambil.

b. Pengujian detail transaksi


Pengujian detail transaksi dilakukan untuk menentukan:
1. Ketepatan otorisasi transaksi akuntansi klien.
2. Kebenaran pencatatan dan peringkasan transaksi tersebut dalam jurnal.
3. Kebenaran pelaksanaan posting atas transaksi tersebut ke dalam buku besar dan
buku pembantu.
Apabila auditor mempunyai keyakinan bahwa transaksi tersebut telah dicatat dan
diposting secara tepat, maka auditor dapat meyakini bahwa saldo total buku besar
adalah benar.
Pengujian detail transaksi terutama dilakukan dengan tracing dan vouching. Pada
pengujian detail transaksi ini, auditor mengarahkan pengujiannya untuk memperoleh
temuan mengenai ada tidaknya kesalahan yang bersifat moneter. Auditor tidak
mengarahkan pengujian detail transaksi ini untuk memperoleh temuan tentang
penyimpangan atas kebijakan dan prosedur pengendalian.
Pada pengujian detail transaksi ini, auditor menggunakan bukti yang diperoleh
untuk mencapai suatu kesimpulan mengenai kewajaran saldo akun. Auditor biasanya
menggunakan dokumen yang tersedia pada file klien dalam pengujian ini. Efektivitas
pengujian detail transaksi tergantung pada prosedur dan dokumen yang digunakan.
Pengujian detail transaksi pada umumnya lebih banyak menyita waktu daripada
prosedur analitis. Oleh karena itu, pengujian ini lebih banyak membutuhkan biaya
daripada prosedur analitis. Meskipun demikian, pengujian detail transaksi lebih sedikit
membutuhkan biaya daripada pengujian detail saldo.

c. Prosedur analitis
Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat atau
ratio yang dihitung dari jumlah-jumlah yang tercatat, dibandingkan dengan harapan
yang dikembangkan oleh auditor. Prosedur analitik merupakan bagian penting dalam
proses audit dan terdiri dari evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan
mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan yang satu dengan data
keuangan lainnya, atau antara data keuangan dengan data nonkeuangan. Prosedur
analitik mencakup perbandingan yang paling sederhana hingga model yang rumit yang
mengaitkan berbagai hubungan dan unsur data.
Asumsi dasar penerapan prosedur analitik adalah bahwa hubungan yang masuk
akal di antara data dapat diharapkan tetap ada dan berlanjut, kecuali jika timbul kondisi
yang sebaliknya. Kondisi tertentu yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam
hubungan ini mencakup antara lain, peristiwa atau transaksi yang tidak biasa,
perubahan akuntansi, perubahan usaha, fluktuasi acak, atau salah saji.
Pemahaman hubungan keuangan adalah penting dalam merencanakan dan
mengevaluasi hasil prosedur analitik, dan secara umum juga menuntut dimilikinya
pengetahuan tentang klien dan industri yang menjadi tempat usaha klien. Pemahaman
atas tujuan prosedur analitik dan keterbatasannya juga penting. Oleh karena itu,
identifikasi hubungan dan jenis data yang digunakan, serta kesimpulan yang diambil
apabila membandingkan jumlah yang tercatat dengan yang diharapkan, membutuhkan
pertimbangan auditor. Prosedur analitik digunakan dengan tujuan sebagai berikut:
a) Membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit
lainnya.
b) Sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu yang
berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi.
c) Sebagai review menyeluruh informasi keuangan pada tahap review akhir audit.
Auditor mempertimbangkan tingkat keyakinan, jika ada, yang diinginkannya
dari pengujian substantif untuk suatu tujuan audit dan memutuskan, antara lain
prosedur yang mana, atau kombinasi prosedur mana, yang dapat memberikan tingkat
keyakinan tersebut. Untuk asersi tertentu, prosedur analitik cukup efektif dalam
memberikan tingkat keyakinan memadai. Namun, pada asersi lain, prosedur analitik
mungkin tidak seefektif atau seefisien pengujian rinci dalam memberikan tingkat
keyakinan yang diinginkan.
Efektivitas dan efisiensi yang diharapkan dari suatu prosedur analitik dalam
mengidentifikasikan kemungkinan salah saji tergantung atas, antara lain:
a) Sifat asersi.
b) Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksikan suatu hubungan.
c) Ketersediaan dan keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan
harapan.
d) Ketepatan harapan.

d. Prosedur Analitik dalam Perencanaan Audit


Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan audit adalah untuk membantu dalam
perencanaan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan digunakan untuk
memperoleh bukti saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Untuk maksud ini,
prosedur analitik perencanaan audit harus ditujukan untuk:
a. Meningkatkan pemahaman auditor atas bisnis klien dan transaksi atau peristiwa
yang terjadi sejak tanggal audit terakhir dan,
b. Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko tertentu yang
bersangkutan dengan audit. Jadi, tujuan prosedur ini adalah untuk
mengidentifikasikan hal seperti adanya transaksi dan peristiwa yang tidak biasa,
dan jumlah, rasio serta trend yang dapat menunjukkan masalah yang berhubungan
dengan laporan keuangan dan perencanaan audit.
Prosedur analitik yang diterapkan dalam perencanaan audit umumnya
menggunakan data gabungan yang digunakan untuk pengambilan keputusan di tingkat
atas. Lebih lanjut kecanggihan, lingkup, dan saat audit, yang didasarkan atas
pertimbangan auditor dapat berbeda tergantung atas ukuran dan kerumitan klien.
Untuk beberapa entitas, prosedur analitik dapat terdiri dari review atas perubahan
saldo akun tahun sebelumnya dengan tahun berjalan, dengan menggunakan buku besar
atau daftar saldo (trial balance) tahap awal yang belum disesuaikan. Sebaliknya, untuk
entitas yang lain, prosedur analitik mungkin meliputi analisis lapotan keuangan
triwulan yang ekstensif.

2.3 Program Audit Substantif


Program audit adalah dokumen yang memuat pernyataan tujuan audit dan rencana
langkah-langkah audit (biasanya dalam bentuk kalimat perintah) untuk mencapai tujuan
audit tersebut. Contoh tujuan audit: untuk mengetahui keberadaan barang inventaris.
Langkah auditnya: Lakukan inventarisasi fisik (stock opname) barang inventaris, hasilnya
dituangkan dalam berita acara.
Penyusunan program audit dilakukan pada tahap persiapan dalam rangka pengujian
dan pengendalian dan pada tahap audit pendahuluan dalam rangka pengujian transaksi
atau saldo-saldo atau pengembangan temuan, sehingga dengan demikian program audit
dapat dikelompokkan menjadi:
a. Program audit untuk pengujian pengendalian, yaitu program audit untuk menguji
pengendalian intern (internal control) yang dijalankan manajemen terkait dengan
informasi/kegiatan yang akan diaudit.
b. Program audit untuk pengujian substantif (substative test). Secara sederhana
program audit ini dapat dijelaskan sebagai rencana kerja untuk menguji
kesesuaian informasi yang diuji dengan data pendukungnya.
Pada audit keuangan, program audit untuk pengujian substantif dan pengujian
pengendalian dapat disusun sekaligus, terutama karena standar penyajian pos-pos laporan
keuangan sudah baku sifatnya. Tetapi pada audit operasional dan audit kepatuhan,
program audit substantif biasanya baru bisa dibuat setelah pengujian pengendalian selesai
dilaksanakan, yaitu setelah auditor mengetahui kelemahan pengendalian/temuan
sementara yang perlu diperdalam. Ada delapan prosedur untuk melaksanakan pengujian
substantif, yaitu:
a) Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan terkait dengan kinerja tugas mereka.
b) Pengamatan atau observasi terhadap personel dalam melaksanakan tugas.
c) Menginspeksi dokumen dan catatan.
d) Melakukan penghitungan kembali atau reperforming.
e) Konfirmasi.
f) Analisis.
g) Tracing atau pengusutan.
h) Vouching atau penelusuran.

2.4 Dokumentasi Audit (Kertas Kerja Audit)


2.4.1 Fungsi dan Sifat Kertas Kerja
Kertas kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor tentang
prosedur audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang
diperolehnya, dan simpulan yang dibuatnya sehubungan dengan auditnya. Contoh kertas
kerja adalah program audit, analisis, memorandum, surat konfirmasi, representasi,
ikhtisar dari dokumen-dokumen perusahaan, dan daftar atau komentar yang dibuat atau
diperoleh auditor. Kertas kerja dapat pula berupa data yang disimpan dalam pita
magnetik, film, atau media yang lain.
Auditor harus membuat dan memelihara kertas kerja, yang isi maupun bentuknya
harus didesain untuk memenuhi keadaan-keadaan yang dihadapinya dalam perikatan
tertentu. Informasi yang tercantum dalam kertas kerja merupakan catatan utama
pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh auditor dan simpulan-simpulan yang dibuatnya
mengenai masalah-masalah yang signifikan.
Kertas kerja terutama berfungsi untuk:
a) Menyediakan penunjang utama bagi laporan auditor, termasuk representasi tentang
pengamatan atas standar pekerjaan lapangan, yang tersirat ditunjukkan dalam
laporan auditor dengan disebutkannya frasa “berdasarkan standar auditing yang
ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia”.
b) Membantu auditor dalam pelaksanaan dan supervisi audit.
Faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor mengenai kuantitas, bentuk, dan
isi kerta kerja untuk perikatan tertentu mencakup:
a) Sifat perikatan auditor.
b) Sifat laporan auditor.
c) Sifat laporan keuangan, daftar, dan keterangan yang perlu bagi auditor dalam
pembuatan laporan.
d) Sifat dan kondisi catatan clien.
e) Tingkat risiko pengendalian taksiran.
f) Kebutuhan dalam keadaan tertentu untuk mengadakan supervisi dan review atas
pekerjaan yang dilakukan para asisten.

2.4.2 Isi Kertas Kerja


Kuantitas, tipe, dan isi kertas kerja bervariasi dengan keadaan yang dihadapi oleh
auditor, namun harus cukup memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok dengan
laporan keuangan atau informasi lain yang dilaporkan serta standar pekerjaan lapangan
yang dapat diterapkan telah diamati. Kertas kerja biasanya harus berisi dokumentasi yang
memperlihatkan:
a) Pekerjaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik, yang menujukan
diamatinya standar pekerjaan lapangan yang pertama.
b) Pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang telah
dilakukan.
c) Bukti audit yang telah diperoleh, prosedur audit yang telah diterapkan, dan
pengujian yang telah dilaksanakan, memberikan bukti kompeten yang cukup
sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan
auditan, yang menujukan diamatinya standar pekerjaan lapangan ketiga.

2.4.3 Kepemilikan Dan Penyimpanan Kertas Kerja


Kertas kerja adalah milik auditor. Namun hak dan kepemilikan atas kertas kerja
masih tunduk pada pembatasan yang diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan
Publik yang berkaitan dengan hubungan yang bersifat rahasia dengan klien. Seringkali
kertas kerja tertentu auditor dapat berfungsi sebagai sumber acuan bagi kliennya, namun
kertas kerja harus tidak dipandang sebagai bagian dari, atau sebagai pengganti terhadap,
catatan akuntansi klien. Auditor harus menerapkan prosedur memadai untuk menjaga
keamanan kertas kerja dan harus menyimpannya dalam periode yang dapat memenuhi
kebutuhan praktiknya dan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku mengenai
penyimpan dokumen.
DAFTAR PUSTAKA

Al. Haryono Jusup, 2001, Auditing, Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi YKPN

Halim, Abdul dan Totok Budi Santoso. 2004. Auditing 2. Yogyakarta: Uni Penerbit dan
Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.

IAPI. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Jusup, Al. Haryono. 2002. Auditing, buku 2. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

Mulyadi.2002.Auditing Edisi 6.Jakarta:Salemba Empat

Seksi 326, Seksi 329, Seksi 339 Nomor 15.1994.SPAP.Jakarta:IAI

http://www.scribd.com/doc/51208226/13/A-Pengertian-dan-Jenis-Program-Audit

Вам также может понравиться