Вы находитесь на странице: 1из 66

KONSEP GANGGUAN JIWA

A. Konsep Gangguan Jiwa

1. Definisi

Gangguan jiwa atau mental illness adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh

seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya tentang

kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri (Djamaludin, 2001). Gangguan

jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan (volition),emosi

(affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007).

Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi

jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan

penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran social.

2. Penyebab timbulnya gangguan jiwa

Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam ada yang bersumber dari

berhubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti diperlakukan tidak adil,

diperlakukan semena-mena, cinta tidak terbatas, kehilangan seseorang yang dicintai,

kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu ada juga gangguan jiwa yang disebabkan

factor organik, kelainan saraf dan gangguan pada otak (Djamaludin, 2001).

Para ahli psikologi berbeda pendapat tentang sebab-sebab terjadinya gangguan jiwa.

Menurut pendapat Sigmund Freud dalam Maslim (2002), gangguan jiwa terjadi karena

tidak dapat dimainkan tuntutan id (dorongan instinctive yang sifatnya seksual) dengan

tuntutan super ego (tuntutan normal social). Orang ingin berbuat sesuatu yang dapat

memberikan kepuasan diri, tetapi perbuatan tersebut akan mendapat celaan masyarakat.

1
Konflik yang tidak terselesaikan antara keinginan diri dan tuntutan masyarakat ini

akhirnya akan mengantarkan orang pada gangguan jiwa.

Terjadinya gangguan jiwa dikarenakan orang tidak memuaskan macam-macam

kebutuhan jiwa mereka. Beberapa contoh dari kebutuhan tersebut diantaranya adalah

pertama kebutuhan untuk afiliasi, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan diterima oleh

orang lain dalam kelompok. Kedua, kebutuhan untuk otonomi, yaitu ingin bebas dari

pengaruh orang lain. Ketiga, kebutuhan untuk berprestasi, yang muncul dalam keinginan

untuk sukses mengerjakan sesuatu dan lain-lain. Ada lagi pendapat Alfred Adler yang

mengungkapkan bahwa terjadinya gangguan jiwa disebabkan oleh tekanan dari perasaan

rendah diri (infioryty complex) yang berlebih-lebihan. Sebab-sebab timbulnya rendah

diri adalah kegagalan di dalam mencapai superioritas di dalam hidup. Kegagalan yang

terus-menerus ini akan menyebabkan kecemasan dan ketegangan emosi.

J.P Caplin dalam Kartini Kartono (2000) mengartikan bahwa kebutuhan ialah alat

substansi sekuler. Dorongan hewani atau motif fisiologis dan psikologis yang harus

dipenuhi atau dipuaskan oleh organisme, binatang atau manusia, supaya mereka bias

sehat sejahtera dan mampu melakukan fungsinya.

Dari berbagai pendapat mengenai penyebab terjadinya gangguan jiwa seperti yang

dikemukakan diatas disimpulkan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh karena ketidak

mampuan manusia untuk mengatasi konflik dalam diri, tidak terpenuhinya kebutuhan

hidup, perasaan kurang diperhatikan (kurang dicintai) dan perasaan rendah diri.

(Djamaludin dan Kartini, 2001).

3. Penggolongan gangguan jiwa

2
Penggolongan gangguan jiwa sangatlah beraneka ragam menurut para ahli berbeda-

beda dalam pengelompokannya, menurut Maslim (1994) macam-macam gangguan jiwa

dibedakan menjadi gangguan mental organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan

skizotipal dan gangguan waham, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik,

gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis

dan faktor fisik, Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental,

gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan onset

masa kanak dan remaja.

a. Skizofrenia

Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan

disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu bentuk

psikosa yang sering dijumpai dimanamana sejak dahulu kala. Meskipun demikian

pengetahuan kita tentang sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang

(Maramis, 1994). Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas,

sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara

bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan.

Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati

biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak “cacat”.

b. Depresi

Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam

perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan

nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya,

serta gagasan bunuh diri (Kaplan, 1998). Depresi juga dapat diartikan sebagai salah

3
satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan

kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa

dan lain sebagainya (Hawari, 1997). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang

berhubungan dengan penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri

sendiri atau perasaan marah yang mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah

gangguan patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-

macam perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri,

pesimis, putus asa, ketidakberdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang

negatif dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang

merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu

misalnya kematian orang yang dicintai.

c. Kecemasan

Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami oleh

setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapi

sebaik-baiknya, Maslim (1991). Suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan takut

sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik (Rawlins 1993).

Penyebabnya maupun sumber biasanya tidak diketahui atau tidak dikenali.

Intensitasn kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat ringan sampai tingkat berat.

Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi rentang respon kecemasan kedalam empat

tingkatan yang meliputi, kecemasan ringan, sedang, berat dan kecemasan panic

d. Gangguan Kepribadian

Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian (psikopatia) dan

gejala-gejala neurosa berbentuk hampir sama pada orang-orang dengan inteligensi

4
tinggi ataupun rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa gangguan kepribadian, neurosa

dan gangguan inteligensi sebagian besar tidak tergantung pada satu dan lain atau

tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian: kepribadian paranoid,

kepribadian afektif atau siklotemik, kepribadian skizoid, kepribadian axplosif,

kepribadian anankastik atau obsesif-kompulsif, kepribadian histerik, kepribadian

astenik, kepribadian antisosial, Kepribadian pasif agresif, kepribadian inadequat.

e. Gangguan mental organic

Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh

gangguan fungsi jaringan otak (Maramis,1994). Gangguan fungsi jaringan otak ini

dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak atau yang

terutama diluar otak.

f. Gangguan Psikosomatik

Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah

(Maramis, 1994). Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan

sebagian besar atau semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang

dikuasai oleh susunan saraf vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan

dengan apa yang dinamakan dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi

faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik.

g. Retardasi Mental

Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau

tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama

masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara

menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan social.

5
4. Tanda dan gejala gangguan jiwa

Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep (2007) adalah sebagai berikut :

 Ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-

perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu

mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.

 Gangguan kognisi pada persepsi: merasa mendengar (mempersepsikan) sesuatu

bisikan yang menyuruh membunuh, melempar, naik genting, membakar rumah,

padahal orang di sekitarnya tidak mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya

tidak ada hanya muncul dari dalam diri individu sebagai bentuk kecemasan yang

sangat berat dia rasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, klien bisa mendengar

sesuatu, melihat sesuatu atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada

menurut orang lain

 Gangguan kemauan: klien memiliki kemauan yang lemah (abulia) susah membuat

keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi, mandi, merawat

diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan.

 Gangguan emosi: klien merasa senang, gembira yang berlebihan (Waham

kebesaran). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha, orang

kaya, titisan Bung karno tetapi di lain waktu ia bisa merasa sangat sedih,

menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri hidupnya.

 Gangguan psikomotor : Hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan yang

berlebihan naik ke atas genting berlari, berjalan maju mundur, meloncat-loncat,

melakukan apa-apa yang tidak disuruh atau menentang apa yang disuruh, diam

lama tidak bergerak atau melakukan gerakan aneh. (Yosep, 2007).

6
SUMBER PENYEBAB GANGGUAN JIWA

A. Sumber Penyebab Gangguan Jiwa

Umumnya sebab-sebab gangguan jiwa menurut Santrock (1999) dibedakan atas:

1. Sebab-sebab jasmaniah/ biologic

a. Keturunan; Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin terbatas

dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan jiwa tapi hal tersebut

sangat ditunjang dengan factor lingkungan kejiwaan yang tidak sehat.

b. Jasmaniah; Beberapa penyelidik berpendapat bentuk tubuh seorang berhubungan

dengan gangguan jiwa tertentu, Misalnya yang bertubuh gemuk / endoform

cenderung menderita psikosa manic depresif, sedang yang kurus/ ectoform

cenderung menjadi skizofrenia.

c. Temperamen; Orang yang terlalu peka/ sensitif biasanya mempunyai masalah

kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami gangguan

jiwa.

d. Penyakit dan cedera tubuh; Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung,

kanker dan sebagainya, mungkin menyebabkan merasa murung dan sedih.

Demikian pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri.

2. Sebab Psikologik; Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang

dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya dikemudian hari. Hidup seorang

manusia dapat dibagi atas 7 masa dan pada keadaan tertentu dapat mendukung

terjadinya gangguan jiwa.

7
 Masa bayi; Yang dimaksud masa bayi adalah menjelang usia 2 – 3 tahun, dasar

perkembangan yang dibentuk pada masa tersebut adalah sosialisasi dan pada masa

ini. Cinta dan kasih sayang ibu akan memberikan rasa hangat/ aman bagi bayi dan

dikemudian hari menyebabkan kepribadian yang hangat, terbuka dan bersahabat.

Sebaliknya, sikap ibu yang dingin acuh tak acuh bahkan menolak dikemudian hari

akan berkembang kepribadian yang bersifat menolak dan menentang terhadap

lingkungan. Sebaiknya dilakukan dengan tenang, hangat yang akan memberi rasa

aman dan terlindungi, sebaliknya, pemberian yang kaku, keras dan tergesa-gesa

akan menimbulkan rasa cemas dan tekanan.

 Masa anak pra sekolah (antara 2 sampai 7 tahun); Pada usia ini sosialisasi mulai

dijalankan dan telah tumbuh disiplin dan otoritas. Penolakan orang tua pada masa

ini, yang mendalam atau ringan, akan menimbulkan rasa tidak aman dan ia akan

mengembangkan cara penyesuaian yang salah, dia mungkin menurut, menarik diri

atau malah menentang dan memberontak. Anak yang tidak mendapat kasih sayang

tidak dapat menghayati disiplin tak ada panutan, pertengkaran dan keributan

membingungkan dan menimbulkan rasa cemas serta rasa tidak aman. hal-hal ini

merupakan dasar yang kuat untuk timbulnya tuntutan tingkah laku dan gangguan

kepribadian pada anak dikemudian hari

 Masa Anak sekolah; Masa ini ditandai oleh pertumbuhan jasmaniah dan

intelektual yang pesat. Pada masa ini, anak mulai memperluas lingkungan

pergaulannya. Keluar dari batas-batas keluarga. Kekurangan atau cacat jasmaniah

dapat menimbulkan gangguan penyesuaian diri. Dalam hal ini sikap lingkungan

sangat berpengaruh, anak mungkin menjadi rendah diri atau sebaliknya

8
melakukan kompensasi yang positif atau kompensasi negatif. Sekolah adalah

tempat yang baik untuk seorang anak mengembangkan kemampuan bergaul dan

memperluas sosialisasi, menguji kemampuan, dituntut prestasi, mengekang atau

memaksakan kehendaknya meskipun tak disukai oleh si anak.

 Masa Remaja; Secara jasmaniah, pada masa ini terjadi perubahanperubahan yang

penting yaitu timbulnya tanda-tanda sekunder (ciri-ciri diri kewanitaan atau

kelaki-lakian) Sedang secara kejiwaan, pada masa ini terjadi pergolakan-

pergolakan yang hebat. pada masa ini, seorang remaja mulai dewasa mencoba

kemampuannya, di suatu pihak ia merasa sudah dewasa (hak-hak seperti orang

dewasa), sedang di lain pihak belum sanggup dan belum ingin menerima

tanggung jawab atas semua perbuatannya. Egosentris bersifat menentang terhadap

otoritas, senang berkelompok, idealis adalah sifat-sifat yang sering terlihat. Suatu

lingkungan yang baik dan penuh pengertian akan sangat membantu proses

kematangan kepribadian di usia remaja.

 Masa Dewasa muda; Seorang yang melalui masa-masa sebelumnya dengan aman

dan bahagia akan cukup memiliki kesanggupan dan kepercayaan diri dan

umumnya ia akan berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan pada masa ini.

Sebaliknya yang mengalami banyak gangguan pada masa sebelumnya, bila

mengalami masalah pada masa ini mungkin akan mengalami gangguan jiwa

 Masa dewasa tua; Sebagai patokan masa ini dicapai kalau status pekerjaan dan

sosial seseorang sudah mantap. Sebagian orang berpendapat perubahan ini sebagai

masalah ringan seperti rendah diri. pesimis. Keluhan psikomatik sampai berat

9
seperti murung, kesedihan yang mendalam disertai kegelisahan hebat dan

mungkin usaha bunuh diri.

 Masa Tua; Ada dua hal yang penting yang perlu diperhatikan pada masa ini

Berkurangnya daya tanggap, daya ingat, berkurangnya daya belajar, kemampuan

jasmaniah dan kemampuan social ekonomi menimbulkan rasa cemas dan rasa

tidak aman serta sering mengakibatkan kesalah pahaman orang tua terhadap orang

di lingkungannya. Perasaan terasing karena kehilangan teman sebaya keterbatasan

gerak dapat menimbulkan kesulitan emosional yang cukup hebat.

3. Sebab Sosio Kultural; Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang

dapat dilihat maupun yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan merupakan penyebab

langsung menimbulkan gangguan jiwa, biasanya terbatas menentukan “warna” gejala-

gejala. Disamping mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian

seseorang misalnya melalui aturan-aturan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan

tersebut.

10
PROSES PERJALANAN GANGGUAN JIWA

11
HALUSINASI

A. Konsep Halusinasi

1. Definisi

Halusinasi ialah terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat

simulus (Yosep, 2009).

Halusinasi sebagai “hallucinations are defined as false sensory impressions or

experiences” yaitu halusinasi sebagai bayangan palsu atau pengalaman indera.

(Sundeen's, 2004).

Halusinasi ialah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera

seorang pasien, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya mungkin

organik, fungsional, psikopatik ataupun histerik (Maramis, 2005).

Kemudian Sunaryo (2004) menjelaskan bahwa halusinasi merupakan bentuk

kesalahan pengamatan tanpa pengamatan objektivitas penginderaan dan tidak disertai

stimulus fisik yang adekuat.

2. Klasifikasi

Menurut Maramis, (1995) terdapat beberapa jenis halusinasi di antaranya:

a. Halusinasi penglihatan ( visual, optik ): tak berbentuk ( sinar, kalipan atau pola

cahaya ) atau berbentuk ( orang, binatang atau barang lain yang dikenalnya),

berwarna atau tidak

b. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik): suara manusia, hewan atau mesin, barang,

kejadian alamiah dan musik

c. Halusinasi pencium (olfaktorik) : mencium sesuatu bau

12
d. Halusinasi pengecap (gustatorik) : merasa/mengecap sesuatu

e. Halusinasi peraba (taktil) : merasa diraba, disentuh, ditiup,disinari atau seperti ada

ulat bergerak dibawah kulitnya

f. Halusinasi kinestetik : merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang, atau anggota

badannya bergerak (umpamanya anggota badan bayangan atau “phantom limb”).

g. Halusinasi viseral : perasaan tertentu timbul didalam tubuhnya

h. Halusinasi hipnagogik: terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat

sebelum tertidur persepsi sensorik bekerja salah

i. Halusinasi hipnopompik: seperti no.8, tetapi terjadi tepat sebelum terbangun

samasekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula pengalaman halusinatorik dalam

impian yang normal.

j. Halusinasi histerik : timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional.

3. Etiologi

a. Faktor Predisposisi

Menurut Yosep (2009) faktor predisposisi yang meenyebabkan halusinasi

adalah :

 Faktor Perkembangan; Tugas perkembangan klien terganggu misalnya

rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu

mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap

stress.

 Faktor Sosiokultural; Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak

bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.

13
 Faktor Biokimia; Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.

Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan

dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress

berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.

 Faktor Psikologis; Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah

terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada

ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa

depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata

menuju alam hayal.

 Faktor Genetik dan Pola Asuh; Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang

diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi

menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat

berpengaruh pada penyakit ini

b. Faktor Presipitasi

Menurut Stuart (2007) yang dikutip oleh Jallo (2008), faktor presipitasi

terjadinya gangguan halusinasi adalah :

 Biologis; Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur

proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak

yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi

stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

 Stress lingkungan; Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap

stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

14
 Sumber koping; Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam

menanggapi stressor.

4. Tanda dan Gejala

Menurut Hamid (2000) yang dikutip oleh Jallo (2008), dan Menurut Keliat (1999)

dikutip oleh Syahbana (2009) perilaku klien yang berkaitan dengan halusinasi adalah

sebagai berikut :

 Bicara, senyum, dan ketawa sendiri

 Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, dan respon verbal

yang lambat

 Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari diri dari orang lain

 Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak nyata

 Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah;

 Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik dan

berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya

 Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan

lingkungannya), dan takut

 Sulit berhubungan dengan orang lain

 Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah

 Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat

 Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton.

15
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Konsep Defisit Perawatan Diri


1. Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi

kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan

sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya

jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah

gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan,

toileting) (Nurjannah, 2004).

Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk

memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis,

kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan

perawatan diri. Defisit Perawatan Diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang

mengalami kelemahan kemampuan dalammelakukan/melewati aktivitas perawatan diri

secara mandiri.

2. Jenis-jenis Perawatan Diri

 Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan

Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan

aktivitas mandi/kebersihan diri.

 Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.

Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan

memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.

16
 Kurang perawatan diri : Makan

Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk

menunjukkan aktivitas makan.

 Kurang perawatan diri : Toileting

Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk

melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah : 2004, 79)

3. Etiologi

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000) penyebab kurang perawatan diri adalah

sebagai berikut: Kelelahan fisik dan penurunan kesadaran.

Menurut Depkes (2002:20), penyebab kurang perawatan diri adalah :

a. Faktor predisposisi:

 Perkembangan; Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga

perkembangan inisiatif terganggu.

 Biologis; Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan

perawatan diri.

 Kemampuan realistis turun; Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan

realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan

termasuk perawatan diri.

 Sosial; Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri

lingkungannya situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam

perawatan diri.

b. Faktor presipitasi; Yang merupakan faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah

kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah / lemah

17
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan

perawatan diri.

Menurut Depkes (2000 : 59) faktor – faktor yang mempengaruhi personal

hygiene adalah:

 Body image; Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi

kebersihan diri, misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu

tidak peduli dengan kebersihan dirinya.

 Praktik social; Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri maka

kemungkinan akan terjadi perubahan pada personal hygiene.

 Status sosial ekonomi; Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti

sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan

uang untuk menyediakannya.

 Pengetahuan; Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena

pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien

diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.

 Budaya; Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh

dimandikan.

 Kebiasaan seseorang; Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu

dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampoo dan lain – lain.

 Kondisi fisik atau psikis; Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk

merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

Dampak yang sering timbul pada masalah Personal Hygiene :

18
o Dampak fisik; Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena

tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang

sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa

mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.

o Dampak psikososial; Masalah sosial yang berhubungan dengan personal

hygiene adalah kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,

kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

4. Tanda Dan Gejala

Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri

adalah:

a. Fisik

 Badan bau, pakaian kotor.

 Rambut dan kulit kotor.

 Kuku panjang dan kotor.

 Gigi kotor disertai mulut bau.

 Penampilan tidak rapi.

b. Psikologis

 Malas, tidak ada inisiatif.

 Menarik diri, isolasi diri.

 Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.

c. Sosial

 Interaksi kurang.

 Kegiatan kurang

19
 Tidak mampu berperilaku sesuai norma.

 Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan

mandi tidak mampu mandiri

5. Mekanisme Koping

o Regresi

o Penyangkalan

o Isolasi diri, menarik diri

o Intelektualisasi

20
KONSEP STRESS

A. Konsep Stres
1. Definisi
Stres merupakan suatu respons fisiologis, psikologis dan perilaku dari manusia

yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan eksternal.

Stres menurut Hans Selye merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap

setiap tuntutan atau beban atasnya.

Sedangkan menurut Handoko (1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan yang

mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar

dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.

Stressor adalah pengalaman seseorang yang bisa menghasilkan dan menyebabkan

stres, ataupun situasi / pengalaman seseorang yang dapat menyebabkan tekanan yang

dapat kita lihat dalam ketidaknyamanan kehidupan sehari-hari.

2. Macam-macam Stres

 Stres Fisik; Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperature

yang tinggi atau rendah, suara bising, sinar matahari atau karena tegangan arus

listrik.

 Stres Kimiawi; Stres ini disebabkan karena zat kimia seperti adanya obat-obatan,

zat beracun, asam basa, factor hormone atau gas dan prinsipnya karena pengaruh

senyawa kimia.

 Stres Microbiologik; Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus,

bakteri atau parasit.

 Stres Fisiologik; Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh,

diantaranya gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ, dll.

21
 Stres Proses Pertumbuhan dan Perkembangan; Stres yang disebabkan karena

proses pertumbuhan dan perkembangan seperti pubertas, perkawinan, dan proses

lanjut usia.

 Stres Psikis atau Emosional; Stress yang disebabkan karena gangguan situasi

psikologis atau ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri

seperti hubungan interpersonal, sosial budaya, atau faktor keagamaan.

3. Sumber Stres

o Sumber Stres di Dalam Diri; Pada umumnya dikarenakan konflik yang terjadi

antara keinginan dan kenyataan berbeda, dalam hal ini adalah bebagai

permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu

diatasi, maka dapat menimbulkan stres.

o Sumber Stres di Dalam Keluarga; Stres ini bersumber dari masalah keluarga

ditandai dengan adanya perselisihan masalah keluarga, masalah keuangan serta

adanya tujuan yang berbeda diantara keluarga. Permasalahan ini akan menimbulkan

stres.

o Sumber Stres di Masyarakat dan Lingkungan; Sumber stres ini dapat terjadi di

lingkungan atau masyarakat pada umumnya. Karena kurangnya hubungan

interpersonal serta kurang adanya pengakuan di masyarakat sehinggah tidak dapat

berkembang.

4. Tahapan Stres

Menurut van Amberg (dalam Hawari 2002), stress itu memiliki enam tahapan.

Tahap I adalah stress paling ringan. Seseorang akan dihinggapi gejala stress yang

berkonotasi positif, seperti bertambahnya semangat kerja penglihatan menjadi lebih

22
tajam, meningkatnya rasa senang terhadap pekerjaan, dan mampu menyelesaikan

pekerjaan lebih cepat dari biasanya. Orang yang mengalami gejala stress Tahap I

sebenarnya tengah menghabiskan cadangan energinya yang dimilikinya.

a. Gejala Stress Tahap II

Ketika stress Tahap I selesai, ia akan memasuki stress Tahap II. Jika pada

awalnya menyenangkan, pada tahap ini seseorang mulai merasakan aneka keluhan

sebagai gejala stress nya. Sering mengeluhkan tidak cukupnya cadangan energi,

seperti cepat lelah khususnya pada sore hari, merasa letih ketika bangun pagi,

jantung berdenyut lebih cepat dari biasanya alias berdebardebar, tidak bisa santai,

dan otot-otot mulai terasa tegang.

b. Gejala Stress Tahap III

Apabila gejala stress ini tidak dihiraukan dan terus memaksakan bekerja, stress

pun akan memasuki tahap III, di mana aneka penyakit mulai berdatangan. Semacam

insomnia, diare, maag, meningkatnya ketegangan emosi, dan terganggunya sistem

koordinasi tubuh badan terasa lunglai dan mau pingsan. Pada tahap ini seseorang

sudah harus berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan terapi, atau

melakukan terapi sendiri dengan mengurangi beban emosi dan fisik.

c. Gejala Stress Tahap IV

Jika hal ini dibiarkan, gejala stress tahap IV pun akan muncul. Gejalanya

biasanya lebih berat. Sebagai contoh: seseorang sangat sulit untuk bertahan walau

hanya satu hari, tidak mampu lagi menyelesaikan pekerjaan rutin, hilangnya

kemampuan untuk bersikap tanggap terhadap situasi, pekerjaan yang awalnya

menyenangkan menjadi membosankan dan tampak sulit, menurunnya konsentrasi

23
dan daya pikir, dan mulai muncul perasaan takut dan cemas yang tidak jelas ujung

pangkalnya.

d. Gejala Stress Tahap V

Jika keadaan terus berlanjut, seseorang akan jatuh pada gejala stress Tahap V

yang ditandai dengan: kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam, tidak

mampu lagi mengerjakan pekerjaan rutin walaupun itu ringan, gangguan sistem

pencernaan semakin berat (gastro intestinal disorder), perasaan takut, kecemasan,

dan kepanikan yang semakin meningkat, yang bersangkutan pun menjadi mudah

bingung.

e. Gejala Stress Tahap VI

Puncaknya adalah stress Tahap VI. Inilah klimaks dari lima tahapan

sebelumnya. pada gejala stress yang ke-6 ini eseorang akan mengalami serangan

panik dan perasaan takut mati. Orang yang terkena stress Tahap VI ini seringkali

harus masuk UGD berkali-kali karena beratnya keluhan yang diderita, walau secara

medis tidak ditemukan “kelainan” pada fisiknya.

24
PRILAKU KEKERASAN

A. Konsep Prilaku Kekerasan

1. Pengertian Prilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan

yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun

lingkungan. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap

kecemasan / kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. Perilaku

kekerasan adalah suatu kondisi maladaktif seseorang dalam berespon terhadap marah.

Tindakan kekerasan / perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu

melakukan atau menyerang orang lain / lingkungan. Tindak kekerasan merupakan suatu

agresi fisik dari seorang terhadap lainnya (Stuart dan Sundeen, (1995); Townsend,

(1998); Carpenito, (2000); Kaplan dan Sadock, (1998)).

Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa perilaku

kekerasan atau tindak kekerasan merupakan ungkapan perasaan marah dan bermusuhan

yang mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana individu bisa berperilaku menyerang

atau melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan

lingkungan.

2. Rentang Respon Marah

Gambar 2.1 : Rentang Respon Ekpresi marah


menurut Stuart and Sundeen (1987)
Respon Adapti Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

25
Keterangan :

 Asertif: Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.

 Frustasi: Respon yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan, keputusan /

rasa aman dan individu tidak menemukan alternatif lain.

 Pasif: Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realitas atau terhambat.

 Agresif: Memperlihatkan permusuhan, keras, dan menuntut, mendekati orang lain

dengan ancaman, memberi kata – kata ancaman tanpa niat melukai orang lain.

3. Etiologi

a. Faktor Predisposisi

Menurut Riyadi dan Purwanto ( 2009 ) faktor-faktor yang mendukung terjadinya

perilaku kekerasan adalah

 Faktor biologis

 Intinctual drive theory (teori dorongan naluri); Teori ini menyatakan bahwa

perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang

kuat.

 Psycomatic theory (teori psikomatik); Pengalaman marah adalah akibat dari

respon psikologis terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan.

Dalam hal ini sistem limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan

maupun menghambat rasa marah.

 Faktor psikologis

 Frustasion aggresion theory ( teori argesif frustasi) ; Menurut teori ini

perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi frustasi yang terjadi

apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal atau terhambat.

26
Keadaan tersebut dapat mendorong individu berperilaku agresif karena

perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.

 Behavioral theory (teori perilaku): Kemarahan adalah proses belajar, hal ini

dapat dicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung

reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering

mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah. Semua aspek ini

menstimulai individu mengadopsi perilaku kekerasan.

 Existential theory (teori eksistensi): Bertindak sesuai perilaku adalah

kebutuhan yaitu kebutuhan dasar manusia apabila kebutuhan tersebut tidak

dapat dipenuhi melalui perilaku konstruktif maka individu akan memenuhi

kebutuhannya melalui perilaku destruktif.

 Faktor sosio kultural

 Social enviroment theory ( teori lingkungan ); Lingkungan sosial akan

mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah. Budaya

tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang

tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah

perilaku kekerasan diterima.

 Social learning theory ( teori belajar sosial ): Perilaku kekerasan dapat

dipelajari secara langsung maupun melalui proses sosialisasi.

a. Faktor Presipitasi

Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat

buruk. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dalam. Contoh stressor

yang berasal dari luar antara lain serangan fisik, kehilangan, kematian, krisis dan

27
lain-lain. Sedangkan dari dalam adalah putus hubungan dengan seseorang yang

berarti, kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik, hilang kontrol,

menurunnya percaya diri dan lain-lain.Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat,

kritikan yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku

kekerasan.

b. Manifestasi Klinis

Menurut Stuart & Sundeen (1995)

a. Emosi :Jengkel, marah (dendam), rasa terganggu, merasa takut, tidak aman, cemas.

b. Fisik :Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit fisik,

penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.

c. Intelektual : Mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan.

d. Spiritual: Keraguan, kebijakan / keberanian diri, tidak bermoral, kreativitas

terhambat.

e. Sosial :Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

c. Penatalaksanaan

a. Medis

Menurut Yosep ( 2007 ) obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien dengan

marah atau perilaku kekerasan adalah :

 Antianxiety dan sedative hipnotics. Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi

yang akut. Benzodiazepine seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering

28
digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien.

Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu lama

karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa

memperburuk simptom depresi.

 Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan

yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi..

 Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku

agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan

Trazodone, menghilangkan agresifitas yang berhubungan dengan cedera kepala

dan gangguan mental organik.

 Lithium efektif untuk agresif karena manik.

 Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan

29
KONSEP KOPING

A. Konsep Koping
1. Pengertian Koping
Koping adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan

persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan kemampuan mereka dalam

memenuhi tuntutan tersebut (Lazarus & Folkman, 1985). Koping menurut Lasaruz juga

terdiri atas usaha kognitif dan prilaku dilakukan untuk mengatur kebutuhan eksternal dan

internal tertentu yang membatasi sumber seseorang. Koping dapat berfokus pada emosi

atau berfokus pada masalah (smeltzer & Bare, 2001). Koping merupakan upaya prilaku

dan kognitif seseorang dalam menghadapi ancaman fisik dan psikososial (Stuart &

Laraia, 2005).

2. Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah suatu keadaan dimana seseorang harus bisa

menyesuaikan diri terhadap masalah yang dihadapinya (Stuart & Laraia, 2005).

Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah,

menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam

(Keliat, 1999). Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi dua

(Stuart dan Sundeen, 1995) yaitu:

30
 Mekanisme Koping Adaptif: Mekanisme, koping yang mendukung fungsi integrasi,

pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan

orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang

dan aktivitas konstruktif. Adaptif jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

 Masih mengontrol emosi pada dirinya.

 Memiliki kewaspadaan yang tinggi, lebih perhatian pada masalah.

 Memiliki persepsi yang luas

 Dapat menerima dukungan dari oang lain

 Mekanisme Koping Maladaptif: Mekanisme koping yang menghambat fungsi

integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cendrung menguasai

lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan atau tidak makan, bekerja

berlebihan, menghindar. Maladaptif jika memenuhi kriteria sebagai berikut :

 Tidak mampu berfikir apa-apa atau disorientasi

 Tidak mampu menyelesaikan masalah

 Prilakunya cenderung merusak

Sedangkan Stuart dan laraia (2005) menyebut penggolongan dua mekanisme

koping ini sebagai mekanisme koping positif dan mekanisme koping negatif.

3. Strategi Koping

Beradaptasi terhadap masalah memerlukan berbagai strategi, tergantung

keterampilan koping yang biasa digunakan dalam menghadapi situasi sulit. Strategi

koping adalah cara yang dilakukan untuk merubah lingkungan atau situasi atau

31
menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan/dihadapi (Rasmun, 2004). Menurut

National Safety Council (2005), strategi koping yang berhasil mengatasi stres harus

mempunyai 4 komponen yaitu:

 Peningkatan kesadaran terhadap masalah : fokus objektif yang jelas dan prespektif

yang utuh terhadap situasi yang tengah berlangsung.

 Pengolahan informasi: situasi pendekatan yang mengharuskan anda mengalihkan

persepsi sehingga ancaman dapat diredam. Pengelolaan informasi juga meliputi

pengumpulan informasi dan pengkajian semua sumber daya yang ada untuk

memecahkan masalah.

 Pengubahan prilaku: tindakan yang dipilih secara sadar yang dilakukan bersama

sikap yang positif dapat meminimalkan atau menghilangkan stressor.

 Resolusi damai: suatu perasaan bahwa situasi telah berhasil diatasi.

Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek yaitu fisilogis dan psikologis. Koping

yang efektif menghasilkan adaptasi sedangkan koping yang tidak efektif berakhir dengan

maladaptif (Kelliat,1999). Karakteristik mekanisme koping Menurut Stuart dan Sundeen

(1998) adalah:

Menurut Stuart dan Laraia (2005), koping dapat dikaji melalui berbagai aspek

antara lain, fisiologis dan psikososial.

a. Reaksi fisiologis: Tanda dan gejala fisiologis merupakan manifestasi tubuh terhadap

stres dimana pupil melebar, keringat meningkat untuk mengontrol peningkatan suhu

tubuh, denyut nadi meningkat, kulit dingin, tekanan darah meningkat, mulut kering,

peristaltik menurun, pengeluaran urin menurun, kewaspadaan mental meningkat

32
terhadap ancaman yang serius, ketegangan otot meningkat. Reaksi fisiologis

merupakan indikasi klien dalam keadaan stres. Manifestasi stress pada aspek fisik

tergantung pada:

 Persepsi/penerimaan individu pada stress

 Keefektifan strategi koping

b. Reaksi psikososial:

 Reaksi yang berorientasi pada ego (ego oriented reaction) yang sering disebut

sebagai mekanisme pertahanan mental. Reaksi ini berguna untuk melindungi diri

yang merupakan garis pertahanan jiwa pertama.

 Denial (menyangkal), menghindarkan realitas ketidaksetujuan dengan

mengabaikan atau menolak untuk mengenalinya.

 2) Projeksi, mekanisme perilaku dengan menempatkan sifat-sifat batin

sendiri pada objek di luar diri atau melemparkan kekurangan diri sendiri

pada orang lain.

 Regresi, menghindarkan stres terhadap karakteristik perilaku dari tahap

perkembangan yang lebih awal.

 Displacement (mengisar), mengalihkan emosi yang seharusnya diarahkan

pada orang atau benda tertentu ke benda atau orang yang netral atau tidak

membahayakan.

 Mencari dukungan sosial, keluarga mencari dukungan atau bantuan dari

keluarga, tetangga, teman atau keluarga jauh.

33
 Reframing, mengkaji ulang kejadian stres agar lebih dapat menanganinya

dan menerimanya.

 Mencari dukungan spiritual, mencari dan berusaha secara spiritual, berdoa,

menemui pemuka agama atau aktif pada pertemuan ibadah.

 Menggerakkan keluarga untuk dapat menerima bantuan, keluarga berusaha

mencari sumber-sumber komunitas dan menerima bantuan orang lain.

 Reaksi berorientasi pada tugas (task oriented reaction): Reaksi berorientasi pada

tugas merupakan reaksi yang berorientasi terhadap tindakan untuk memenuhi

tuntutan dari situasi stres secara realistis, dapat berupa konstruktif maupun

destruktif, misalnya:

 Perilaku menyerang (agresif), dimana reaksi yang ditampilkan oleh individu

dalam menghadapi masalah dapat konstruktif atau destruktif. Tindakan

konstruktif misalnya penyelesaian masalah dengan tekhnik asertif, yaitu

tindakan yang dilakukan secara terus-terang tentang ketidaksukaan terhadap

perlakuan yang tidak menyenangkan baginya, sedangkan tindakan destruktif

yaitu individu melakukan tindakan penyerangan terhadap stressor dapat juga

merugikan dirinya sendiri, orang lain atau lingkungannya.

 Perilaku menarik diri, dimana reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi

fisik maupun psikologis. Reaksi fisik yaitu individu pergi atau menghindari

stressor, sedangkan reaksi psikologis berupa perilaku apatis, isolasi diri,

tidak berminat, sering disertai rasa takut dan berlebihan.

34
 Perilaku kompromi yaitu cara yang konstruktif yang digunakan oleh

individu dimana dalam menyelesaikan masalahnya individu tersebut

melakukan pendekatan negosiasi atau bermusyawarah.

Menurut Moos (1984) dalam Brunner dan Suddarth (2002), menguraikan tujuh

kategori keterampilan koping, yaitu: menyangkal, mencari informasi, meminta dukungan

emosional, pembelajaran merawat diri, menetapkan tujuan terbatas yang konkret,

mengulang hasil alternatif, dan pencarian makna dalam suatu masalah. Individu dalam

menghadapi berbagai tahapan masalah, salah satu atau beberapa keahlian menghadapi

masalah akan menonjol. Berikut akan diuraikan secara rinci tentang strategi koping.

a. Menyangkal

Menyangkal merupakan penolakan untuk menerima atau menghargai keseriusan

penyakit. Pendekatan ini akan menyamarkan gejala yang merupakan bukti suatu

penyakit atau mengacuhkan beratnya diagnosis. Menyangkal dapat membantu

memelihara kesetimbangan psikologis, namun dapat berbahaya bila mengarah pada

perilaku, menghindar seperti tidak menepati janji atau menolak menjalankan

pengobatan yang telah ditentukan.

Keceriaan yang tidak pada tempatnya dan tidak adanya perhatian terhadap gejala

menunjukan adanya penyangkalan. Jika ansietas, depresi, dan kemarahan tidak

terekspresikan pada situasi dimana seharusnya terjadi, orang tersebut mungkin saja

telah menggunakan penolakan atau penyangkalan sebagai perlindungan diri atau

perlindungan bagi orng lain. Perlindungan bagi orang lain terjadi bahwa bila pasien

35
tahu bahwa dirinya sekarat namun merasa lebih baik bila keluarganya tidak

mengetahui kenyataan tersebut.

Intervensi keperawatan dapat dimulai dengan mengkaji sejauh mana

penyangkalan itu berbahaya atau menguntungkan, karena penyangkalan merupakan

mekanisme pertahanan diri maka, akan sangat baik jika perawat tidak menentangnya

secara langsung, namun jangan pula di dukung. Memperlihatkan kemauan untuk

mendiskusikan masalah dapat memberikan kesempatan untuk membicarakan

penyangkalan itu sendiri. Menggunakan pertanyaan eksplorasi yang tidak

mengancam dapat membantu pasien menerima realitas. Bila tahap ini sudah tercapai,

dukungan lebih lanjut diperlukan untuk membantu menerima reaksi emosional yang

terjadi saat pasien berhenti menyangkal dan menerima kenyataan.

b. Mencari informasi

Keterampilan koping dalam mencari informasi mencakup:

 Pengumpulan informasi yang berkaitan yang dapat menghilangkan ansietas yang

disebabkan oleh salah dan ketidakpastian.

 Menggunakan sumber intelektual secara efektif.

Pasien dan keluarganya sering merasa terhibur oleh informasi mengenai

penyakit, pengobatannya dan perjalanan penyakit yang diperkirakan terjadi.

Kepedulian ini memberikan suatu kerangka untuk menyusun rencana dan

melakukan tindakan yang efektif. Mengetahui bahwa orang lain dengan kondisi

serupa yang telah berhasil diobati memberikan suatu keberanian dan harapan.

Miskonsepsi diluruskan dan makna sebenarnya diungkapkan. Orang yang

mendapatkan informasi akan lebih mampu berpartisipasi dalam pengobatannya.

36
c. Meminta dukungan emosional

Kemampuan untuk mendapat dukungan emosional dari keluarga, sahabat, dan

pelayan kesehatan sementara memelihara rasa kemampuan diri sangat penting.

Penyakit sering mengakibatkan ketakutan dan ansietas serta rasa terasing.

Keterampilan koping yang bermakna adalah dapat merai bantuan dari orang lain,

sehingga akan memelihara harapan melalui dukungan. Apakah penyakit itu hanya

mengakibatkan keterbatasan sementara maupun menetap, orang harus memiliki rasa

berkuasa atas hidupnya. Dukungan dapat diperoleh dangan cara berbicara dengan

orang lain yang mengalami kondisi serupa. Kelompok pendukung sangat penting

untuk mendorong ekspresi perasaan, berbagai masalah praktis dan meneruskan

koping efektif secara bersama.

d. Pembelajaran merawat diri

Belajar merawat diri sendiri menunjukan kemampuan dan efektifitas seseorang.

Orang dapat belajar merawat diri sendiri bahkan setelah terjadinya bencana penyakit

dan cedera. Ketidakberdayaan akan berkurang karena rasa bangga dalam pencapaian

membantu memulihkan atau memelihara harga diri. Anggota keluarga berperan

penting dalam merawat klien, sehingga mereka juga harus diikut sertakan dalam

merawat pasien dan di tunjukan bagaimana cara melakukan prosedur tertentu dalam

memberikan perawatan yang efektif.

e. Menetapkan tujuan terbatas yang konkret

Keseluruhan tugas beradaptasi terhadap penyakit serius tampak membingungkan

pada awalnya, namun tugas-tugas tersebut dapat dikuasai. Membagi tugas-tugas

tersebut menjadi tujuan yang lebih kecil dan dapat ditangani akhirnya akan mengarah

37
pada keberhasilan, dengan cara ini motivasi tetap dijaga dan perasaan

ketidakberdayaan dikurangi. Klien akan mampu mengambil tindakan yang efektif

dan bukannya cemas. Prinsip belajar sangat penting untuk menyelesaikan tujuan

jangka panjang.

f. Mengulang hasil alternative

Keterampilan koping ini sering digunakan dalam kaitannya dengan pencarian

informasi. Koping tersebut membentu mengurangi ansietas dengan cara

mempersiapkan hari esok, dengan mengingat kembali bagaimana pasien mampu

mengatasi kesulitan masa lalu akan menguatkan percaya diri. Bila terdapat beberapa

piluhan modalitas pengobatan, mendiskusikan alternatif merupakan bagian penting

dari penentuan mandiri. Profesional kesehatan tidak selalu tahu mana yang terbaik.

Mereka dapat memberikan informasi didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman

masa lalu, keputusan terakhir tetap ada ditangan klien dan keluarganya. Keterampilan

dalam mengulang alternatif sangat penting bagi mereka yang kehilangan bagian

tubuh atau fungsinya. Mereka harus mengulang apa yang dilakukan dalam beragam

situasi sosial. Kelompok orang dengan kondisi serupa dapat dibantu dengan bermain

peran tentang situasi.

g. Menemukan makna dari suatu masalah atau penyakit

Suatu masalah merupakan pengalaman manusia. Kebanyakan orang

menganggap masalah atau penyakit serius merupakan titik balik kehidupan mereka,

baik spiritual maupun filosofis. Terkadang orang menemukan kepuasan dalam

kepercayaan mereka bahwa penderitaan mereka mungkin mempunyai makana atau

berguna bagi orang lain. Mereka dapat berpartisipasi dalam proyek penelitian atau

38
program pelatihan untuk saat ini. Keluarga dapat berkumpul akibat adanya penyakit

meskipun menyakitkan dengan cara yang sangat berarti, dengan demikian pasien

merasa berharga seperti orang lain juga.

Banyak penderita penyakit serius yang sudah sembuh melaporkan bahwa mereka

mengalami perubahan dalam nilai-nilai dan prioritas, perhatian yang lebih besar

terhadap orang lain dan meningkatnya apresiasiasi terhadap keindahan alam. Setelah

sembuh dari penyakit serius, banyak orang menemukan makna dalam membantu

orang lain melalui kelompok pendukung atau sebagai sukarelawan untuk organisasi

yang berhubungan denga kesehatan atau kelompok aksi politik. Selain strategi

koping di atas masih ada strategi koping yang di kemukakan oleh bebrapa ahli yang

lain. Menurut Lazarus & Folkman, (1984), dalam Rice (2000) berdasarkan hasil

penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan koping untuk mengatasi

berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang lingkup kehidupan sehari-

hari. Strategi koping yang biasanya digunakan oleh individu dapat digolongkan

menjadi dua, yaitu:

 Koping berpusat pada masalah (problem focused coping), dimana individu

secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi

atau situasi yang menimbulkan stress.

 Koping berpusat pada emosi (emotion focused coping), dimana individu

melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan

diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang

penuh tekanan.

39
4. Faktor yang Mempengaruhi Koping

Menurut Stuart dan Laraia (2005), cara individu menangani situasi yang

mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan

fisik atau energi, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan

sosial dan materi. Brunner & Suddarth (2001) mengelompokkannya dalam dua

kelompok besar yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal: Yaitu karakter internal seseorang atau sumber daya individu dalam

menangani situasi yang mengandung tekanan, yang meliputi:

 Kesehatan dan energy: Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama

dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk dapat mengerahkan tenaga

yang cukup besar.

 Sistem kepercayaan seseorang termasuk kepercayaan eksistensial (iman,

kepercayaan agama). Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat

penting, seperti keyakinan akan nasib yang mengarahkan individu pada penilaian

ketidakberdayaan yang akan menurunkan kemampuan strategi koping.

 Komitmen atau tujuan hidup (property motivasional).

 Perasaan seseorang seperti harga diri, control dan kemahiran

 Pengetahuan dan keterampilan memecahkan masalah: Keterampilan ini meliputi

kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi

masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian

mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin

dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu

tindakan yang tepat.

40
 Keterampilan sosial (kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang

lain). Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan

bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang

berlaku dimasyarakat.

b. Faktor ekternal

 Dukungan sosial: Adalah sumber daya eksternal utama. Sifat dukungan social

pada penyelesaian masalah telah diteliti secara ekstensif dan telah terbukti

sebagai moderator stress kehidupan yang efektif.

 Sumber material: Adalah sumber eksternal yang meliputi barang dan jasa yang

dapat dibeli. Mengatasi keterbatasan masalah lingkungan akan lebih mudah bagi

individu yang mempunyai sumber financial yang memadai karena perasaan

ketidakberdayaan terhadap ancaman menjadi berkurang.

5. Peningkatan Koping

McCloskey & Bulechek (1992) dalam Brunner & Suddarth (2001) menemukan

“peningkatan koping“ sebagai intervensi keperawatan dan mendefinisikannya dengan

membantu pasien beradaptasi terhadap stressor yang dirasakan, perubahan dan ancaman

yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan hidup dan peran. Peningkatan koping dapat

digunakan oleh perawat untuk memperbaiki koping seseorang termasuk penilaian

terhadap sumber pribadinya sendiri. Cara yang dipilih dalam peningkatan koping

menggunakan sumber internal dan sumber eksternal.

a. Sumber Internal

 Gaya hidup peningkatan-kesehatan meliputi penilaian resiko kesehatan adalah

metode pengkajian yang dirancang untuk meningkatkan kesehatan dengan cara

41
memeriksa kebiasaan pribadi individu dan menganjurkan perubahan bila

ditemukan resiko kesehatan.

 Latihan relaksasi

Tehnik relaksasi sebagai metode utama untuk menghilangkan stress.

Tehnik yang biasa digunakan adalah relaksasi otot, relaksasi dengan imajinasi

terbimbing dan respon relaksasi dari Benson. Respon relaksasi Benson:

Langkah pertama : pilih satu frase atau kalimat yang mencerminkan sistem

keyakinan anda.

Langkah kedua : pilih posisi yang nyaman

Langkah ketiga : pejamkan mata anda

Langkah keempat : rilekskan otot-otot anda

Langkah kelima : rasakan napas anda, dan mulailah mengucapkan kata-

kata fokus yang anda pilih.

Langkah keenam : pertahankan sikap pasif

Langkah ketujuh : teruskan selama satu set periode waktu

Langkah kedelapan : lakukan tehnik ini dua kali sehari.

 Memberikan informasi sensori dan procedural: Dua bentuk intervensi

keperawatan yang biasa diminta, yakni informasi sensori dan informasi

procedural (seperti penyuluhan perioperatif) bertujuan untuk memperbaiki

kemampuan koping klien.

42
 Pendidikan persiapan: Pendidikan persiapan meliputi memberikan materi

tertentu seperti;pelajaran persiapan melahirkan bagi calon orang tua atau materi

kardiovaskuler bagi penderita penyakit jantung. Hal ini juga mengurangi respon

emosional sehingga pasien mampu berkonsentrasi lebih efektif, dan

keterampilan pemecahan masalahnya menjadi lebih baik.

b. Sumber eksternal yaitu dukungan social. Fungsinya untuk;

 Pemeliharaan identitas sosial yang positif

 Pemberian dukungan emosi

 Pemberian bantuan material dan pelayanan nyata

 Akses ke informasi

 Akses ke hubungan sosial dan peran sosial yang baru.

Meskipun perawat dapat memberikan dukungan tersebut, tetapi harus

diusahakan untuk mencari sistem dukungan sosial pasien sendiri dan mendorong

untuk menggunakannya. Orang yang hidup menyendiri atau terasing, atau yang

menutup diri, pada saat stress akan mempunyai resiko tinggi mengalami kegagalan

koping. Nasehat dari orang lain dapat membantu menganalisa ancaman yang timbul

dan mengembangangkan strategi untuk menanganinya. Membentuk kelompok

pendukung dan terapi. Menjadi anggota kelompok dengan masalah atau tujuan yang

sama mempunyai efek pelepasan bagi orang yang akan meningkatkan kebebasan

ekspresi dan pertukaran gagasan.

Contoh peningkatan koping yang dapat dilakukan oleh perawat:

43
 Hargai penyesuaian pasien terhadap perubahan citra tubuh sesuai yang

diperlukan.

 Bantulah pasien dalam mengembangkan penilaian obyektif tentang kejadian.

 Berikan dorongan penerimaan keterbatasan orang lain.

 Bantu pasien untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang konstruktif dll.

44
MEKANISME EGO

A. Konsep Mekanisme Ego

1. Definisi

Mekanisme pertahanan ego adalah strategi psikologis yang dilakukan seseorang,

sekelompok orang, atau bahkan suatu bangsa untuk berhadapan dengan kenyataan dan

mempertahankan citra-diri (Sigmund Freud). Hal tersebut dapat berupa upaya

membentengi impuls masuk ke wilayah kesadaran ataupun membelokkan impuls

sehingga intensitas asli berkurang namun semua mekanisme pertahanan memiliki tiga

ciri persamaan yaitu :

 beroperasi pada level tak sadar

 selalu menolak, memalsu atau memutar balikkan kenyataan

 mengubah persepsi nyata seseorang sehingga stimulus menjadi kurang

mengancam.

Beberapa pengertian mekanisme pertahanan ego menurut beberapa ahli :

 menurut Wolf, dkk (1990) mekanisme pertahanan diri adalahproses tidak sadar

yang dipakai untuk melindungi diri dari kecemasan (anseitas).

 menurut Maramis (1999) mekanisme pertahanan ego adalh reaksi individu

terhadap stress yang mengancam perasaan, kemampunan, dan harga diri individu

 menurut Soeharto Hoerdjan (1979) mekanisme pertahanan ego adalah mekanisme

khusus yang bertujuan melenyapkan penghayatan ansietas yang tidak enak.

Orang yang sehat biasa menggunakan berbagai mekanisme pertahanan selama

hidupnya. Mekanisme tersebut menjadi patologis bila penggunaannya secara terus

menerus membuat seseorang berperilaku maladaptif sehingga kesehatan fisik atau

45
mental orang itu turut terpengaruhi. Kegunaan mekanisme pertahan ego adalah untuk

melindungi pikiran / diri / ego dari kecemasan, sanksi sosial atau untuk menjadi tempat

menghindar dari situasi yang tidak sanggup untuk dihadapi.

Mekanisme pertahanan dilakukan oleh ego sebagai salah satu bagian dalam struktur

kepribadian selain id, dan super ego. Mekanisme tersebut diperlukan saat impuls-impuls

dari id mengalami konflik satu sama lain, atau impuls itu mengalami konflik dengan

nilai dan kepercayaan dalam super ego, atau bila ada ancaman dari luar yang dihadapi

ego. Faktor penyebab perlunya dilakukan mekanisme pertahanan adalah kecemasan.

Bila kecemasan sudah membuat seseorang merasa sangat terganggu, maka ego perlu

menerapkan mekanisme pertahanan untuk melindungi individu. Rasa bersalah dan malu

sering menyertai perasaan cemas. Kecemasan dirasakan sebagai peningkatan

ketegangan fisik dan mental. Perasaan demikian akan terdorong untuk bertindak

defensif terhadap apa yang dianggap membahayakannya. Penggunaan mekanisme

pertahanan dilakukan dengan membelokan impuls id ke dalam bentuk yang bisa

diterima, atau dengan tanpa disadari menghambat impuls tersebut. Mekanisme

pertahanan ego, yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental

2. Macam-macam Mekanisme Pertahanan Ego

Adapun macam-macam mekanisme pertahanan ego secara terperinci dapat

dijelaskan sebagai berikut :

a. Kompensasi Proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan

secara tegas menonjolkan keistimewaan/kelebihan yang dimilikinya. Biasanya

seorang individutidak memperoleh kepuasan dibidang tertentu tapi mendapatkan

kepuasan di bidang lainnya.

46
b. Penyangkalan (denial) Denial adalah mekanisme penolakan terhadap sesuatu yang

tidak menyenangkan. Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan

mengingkari realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana

dan primitif. Memainkan peran defensif, sama seperti represi. orang menyangkal

untuk melihat atau menerima masalah atau aspek hidup yang menyulitkan. Denial

beroperasi pada taraf preconscius atau conscius

c. Pemindahan (displacement); Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada

seseorang / benda lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya.

d. Disosiasi Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran

atau identitasnya. salah satu cara menghadapi anxietas adalah dengan

memindahkannya dari objek yang mengancam kepada objek yang lebih aman.

e. Identifikasi (identification) Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang

yang ia kagumi berupaya dengan mengambil / menirukan pikiran-pikiran, perilaku

dan selera orang tersebut dengan membuatnya menjadi kepribadiannya.

f. Intelektualisasi (intelectualization) Pengguna logika dan alasan yang berlebihan

untuk menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya.

g. Introjeksi (Introjection) Suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang

mengambil dan melebur nilai-nilai dan kualitas seseorang atau suatu kelompok ke

dalam struktur egonya sendiri, merupakan hati nurani. Mekanisme introyeksi

terdiri dari mengambil alih dan memasukkan nilai-nilai standar orang lain.

Misalnya seorang anak yang mengalami penganiayaan, mengambil alih cara orang

tuanya menanggulangi stress, dan dengan demikian mengabadikan siklus

47
penganiayaan anak. introyeksi dapat pula positif, bila yang diambil alih adalah

nilai-nilai positif dari orang-orang lain.

h. Proyeksi Proyeksi adalah mekanisme perilaku dengan menempatkan sifat-sifat

batin sendiri pada obyek diluar diri. Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri

sendiri kepada orang lain terutama keinginan, perasaan emosional dan motivasi

yang tidak dapat ditoleransi. Mengatribusikan pikiran, perasaan, atau motif yang

tidak dapat diterima kepada orang lain. mengatakan bahwa impulsimpuls ini

dimiliki oleh orang lain diluar sana, tidak oleh saya.

i. Rasionalisasi Rasionalisasi adalah suatu usaha untuk menghindari konflik

psikologis dengan membuat alas an yang masuk akal. Mengemukakan penjelasan

yang tampak logis dan dapat diterima masyarakat untuk menghalalkan

membenarkan impuls, perasaan, perilaku, dan motif yang tidak dapat diterima.

Kadang-kadang orang memproduksi alasan-alasan baik untuk menjelaskan egonya

yang terhantam. rasionalisasi membantu untuk membenarkan berbagai tingkah

laku spesifik dan membantu untuk melemahkan pukulan yang berkaitan dengan

kekecewaaan.

j. Reaksi formasi Perilaku seseorang yang gagal dalam mencapi tujuan dan

kemudian melebih-lebihkan tujuan lainnya yang bertentangan dengan tujuan awal.

Pengembangan sikap dan pola perilaku yang ia sadari, yang bertentangan dengan

apa yang sebenarnya ia rasakan atau ingin lakukan. Salah satu pertahanan

terhadap impuls yang mengancam adalah secara aktif mengekspresikan impuls

yang bertentangan dengan keinginan yang mengganggu, orang tidak usah harus

48
menghadapi anxietas yang muncul seandainya ia menemukan dimensi yang ini

(yang tidak dikehendaki) dari dirinya.

k. Regresi Kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri khas dari

suatu taraf perkembangan yang lebih dini. Beberapa orang kembali kepada bentuk

tingkah laku yang sudah ditinggalkan. menghadapi stress atau tantangan besar,

individu mungkin sudah berusaha untuk menanggulangi kecemasan dengan

bertingkah laku tidak dewasa atau tak pantas.

l. Represi Pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran, impuls atau ingatan

yang menyakitkan atau bertentangan, dari kesadaran seseorang; merupakan

pertahanan ego yang primer yang cenderung diperkuat oleh mekanisme lain. Yang

palign dasar di antara mekanisme pertahanan lainnya. suatu cara pertahanan untuk

menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan yang mengancam. represi

terjadi secara tidak disadari.

m. Sublimasi; Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata

masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam penyalurannya

secara normal. Dari pandangan Freud, banyak kontribusi artistik yang besar

merupakan hasil dari penyaluran energi sosial atau agresif kedalam tingkah laku

kreatif yang diterima secara sosial dan bahkan dikagumi. misalnya impuls agresif

dapat disalurkan menjadi prestasi olahraga.

n. Supresi Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi

sebetulnya merupakan analog represi yang disadari, pengesampingan yang

disengaja tentang suatu bahan dari kesadaran seseorang dan kadang-kadang dapat

mengarah pada represi yang berikutnya.

49
GANGGUAN KONSEP DIRI

A. Pengertian Konsep diri

Konsep diri adalah semua pikiran, kepercayaan dan keyakinan yang diketahui ttg

dirinya yg mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (stuart, sundeen

1991). Konsep diri belum ada saat dilahirkan, tetapi dipelajari dari pengalaman unik melalui

eksplorasi diri sendiri hubungan dengan orang dekat dan berarti bagi dirinya.

Konsep diri merupakan konsep dasar yang perlu diketahui perawat untuk mengerti

perilaku dan pandangan klien terhadap dirinya, masalahnya serta lingkungannya ( suliswati

dkk, 2005 ).

Konsep diri berkembang dengan baik apabila : budaya dan pengalaman dikeluarga

dapat memberikan perasaan positif, memperoleh kemampuan yg berarti bagi

individu/lingkungan dan dapat beraktualisasi, sehingga individu menyadari potensi dirinya..

B. Faktor Penyebab Gangguan Konsep Diri

1. Gangguan konsep diri

a. Faktor predisposisi

 Faktor yang mempengaruhi harga diri, termasuk penolakan orang tua, harapan

orang tua yang tidak realistik

 Faktor yang mempengaruhi penampilan peran, yaitu peran yang sesuai dengan

jenis kelamin, peran dalam pekerjaan dan peran yang sesuai dengan kebudayaa

 Faktor yang mempengaruhi identitas diri, yaitu orang tua yang tidak percaya

pada anak, tekanan teman sebaya dan kultur social yang berubah

b. Faktor Presipitasi

50
Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor dari luar

individu ( internal or eksternal sources ), yang dibagi 5 ( lima ) kategori :

 Ketegangan peran, adalah stress yang berhubungan dengan frustasi yang

dialami individu dalam peran atau posisi yang diharapkan seperti konsep

berikut ini :

 Konflik peran : ketidaksesuaian peran antar yang dijalankan dengan yang

diinginkan

 Peran yang tidak jelas: kurangnya pengetahuan individu tentang peran yang

dilakukannya

 Peran berlebihan: kurang sumber yang adekuat untuk menampilkan

seperangkat peran yang kompleks

 Perkembangan transisi, yaitu perubahan norma yang berkaitan dengan nilai

untuk menyesuaikan diri

Situasi transisi peran, adalah bertambah atau berkurangnya orang penting dalam

kehidupan individu melalui kelahiran atau kematian orang yang berarti.

Transisi peran sehat – sakit, yaitu peran yang diakibatkan oleh keadaan sehat

atau keadaan sakit. Transisi ini dapat disebabkan :

 Kehilangan bagian tubuh

 Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi tubuh

 Perubahan fisik yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan

 Prosedur pengobatan dan perawatan; Ancaman fisik seperti pemakaian

oksigen, kelelahan, ketidakseimbangan bio – kimia, gangguan penggunaan

obat, alkoholdan zat.

51
KOMPONEN KONSEP DIRI

Konsep diri terdiri dari Citra Tubuh (Body Image), Ideal Diri (Self ideal), Harga Diri

(Self esteem), Peran (Self Rool) dan Identitas(self idencity).

1. Citra Tubuh (Body Image)

Body Image (citra tubuh) adalah sikap individu terhadap dirinya baik disadari

maupun tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan

dinamis karena secara konstan berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman-

pengalaman baru.

Body image berkembang secara bertahap selama beberapa tahun dimulai sejak anak

belajar mengenal tubuh dan struktur, fungsi, kemampuan dan keterbatasan mereka.

Body image (citra tubuh) dapat berubah dalam beberapa jam, hari, minggu ataupun

bulan tergantung pada stimuli eksterna dalam tubuh dan perubahan aktual dalam

penampilan, stuktur dan fungsi (Potter & Perry, 2005).

2. Ideal Diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku

berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang

diinginkan/disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang diraih. Ideal diri akan

mewujudkan cita-cita ataupun penghargaan diri berdasarkan norma-norma sosial di

masyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian diri. Ideal diri berperan

sebagai pengatur internal dan membantu individu mempertahankan kemampuan

52
menghadapi konflik atau kondisi yang membuat bingung. Ideal diri penting untuk

mempertahankan kesehatan dan keseimbangan mental.

Pembentukan ideal diri dimulai pada masa anak-anak dipengaruhi oleh orang yang

dekat dengan dirinya yang memberikan harapan atau tuntunan tertentu. Seiring dengan

berjalannya waktu individu menginternalisasikan harapan tersebut dan akan membentuk

dari dasar ideal diri. Pada usia remaja, ideal diri akan terbentuk melalui proses

identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Pada usia yang lebih tua dilakukan

penyesuaian yang merefleksikan berkurangnya kekuatan fisik dan perubahan peran serta

tanggung jawab.

3. Harga Diri

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan

menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri

diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu : dicintai, dihormati dan dihargai. Mereka

yang menilai dirinya positif cenderung bahagia, sehat, berhasil dan dapat menyesuaikan

diri, sebaliknya individu akan merasa dirinya negative, relatif tidak sehat, cemas,

tertekan, pesimis, merasa tidak dicintai atau tidak diterima di lingkungannya (Keliat

BA, 2005).

Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri

akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Harga diri akan sangat mengancam

pada saat pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami perubahan, karena banyak

keputusan yang harus dibuat menyangkut dirinya sendiri.

4. Peran

53
Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh

masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam kelompok sosial. Setiap

orang disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisi pada tiap waktu

sepanjang daur kehidupannya. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang

memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri.

5. Identitas Diri

Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh individu

dari observasi dan penilaian dirinya, menyadari bahwa individu dirinya berbeda dengan

orang lain. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan

memandang dirinya berbeda dengan orang lain, dan tidak ada duanya. Identitas

berkembang sejak masa kanak-kanak, bersamaan dengan berkembangnya konsep diri.

Dalam identitas diri ada otonomi yaitu mengerti dan percaya diri, respek terhadap diri,

mampu menguasai diri, mengatur diri dan menerima diri.

54
GANGGUAN ISOLASI SOSIAL

A. Konsep ISOS

1. Definisi

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau

bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien

mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan

yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).

Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme

individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi

dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009).

Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima

sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam

(Wilkinson, 2007).

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena

orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend, 1998 ). Atau

suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali

tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa

ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dan

tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Anna Kelliat,

2006 ). Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang

lain, menghindari hubungan dengan orang lain ( Pawlin, 1993 dikutip Budi Kelliat,

55
2001). Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya

perilaku isolasi sosial. (Budi Anna Kelliat, 2006).

2. Etiologi

a. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:

 Faktor Perkembangan; Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang

harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini

tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya.

Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu

dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih

sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan

memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa

percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah

laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi

yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa

diperlakukan sebagai objek.

Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam

berhubungan terdiri dari:

 Masa Bayi; Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi

kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara

ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang

mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya

dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan

56
dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami

kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.

 Masa Kanak-kanak; Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu

yang mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai

membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila

tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak

frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya

komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh

menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus dapat memberikan

pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun

sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak

mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan,

berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.

 Masa Praremaja dan Remaja; Pada praremaja individu mengembangkan

hubungan yang intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan

mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-

nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman

sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis.

Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih

berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi

apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan

tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun

tergantung pada remaja.

57
 Masa Dewasa Muda; Individu meningkatkan kemandiriannya serta

mempertahankan hubungan interdependen antara teman sebaya maupun

orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan

perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka

terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu

kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik

hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan

menerima (mutuality).

 Masa Dewasa Tengah; Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya,

ketergantungan anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini

dapat digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang dapat

meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh

dengan tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang

tua dengan anak.

 Masa Dewasa Akhir; Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik

kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman,

maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut

ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang

masih dimiliki harus dapat dipertahankan.

 Faktor Komunikasi Dalam Keluarga; Masalah komunikasi dalam keluarga

dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah laku.

 Sikap bermusuhan/hostilitas

 Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak

58
 Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk

mengungkapkan pendapatnya.

 Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada

pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang

tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan

masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.

 Ekspresi emosi yang tinggi

 Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan

yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)

 Faktor Sosial Budaya;Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan

merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga

disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu

keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.

 Factor Biologis

 Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden

tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang

menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot

apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi

kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,

pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan

struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

b. Faktor Presipitasi

59
 Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal

maupun eksternal, meliputi:

Stressor Sosial Budaya

 Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya

penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang

dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,

dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi

sosial.

 Stressor Biokimia

 Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik

serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.

 Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan

meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah

sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga

dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.

 Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien

skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena

dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun

penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku

psikotik.

 Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala

psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel

otak.

60
 Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial; Beberapa peneliti membuktikan

bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara individu,

lingkungan maupun biologis.

 Stressor Psikologis; Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya

kemampuan individuuntuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan

yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk

mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan

pada tipe psikotik.

 Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak

dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari

luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi

stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan

anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.

Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha

mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam

dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku

adalah sebagai berikut:

 Tingkah laku curiga: proyeksi

 Dependency: reaksi formasi

 Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi

 Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial

 Manipulatif: regrasi, represi, isolasi

61
 Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan

regrasi.

62
HARGA DIRI RENDAH

A. Pengertian

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang

berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri.

Adanya perasaan hilang percaya diri , merasa gagal karena karena tidak mampu mencapai

keinginansesuai ideal diri (keliat. 2001). Menurut Schult & videbeck (1998) gangguan harga

diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang

diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung.

B. Proses Terjadinya Masalah

Konsep diri di definisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang

membuat seseorang mengetahui tentang diriya dan mempengaruhi hubungannya dengan

orang lain (Stuart & Sunden, 1999). Konsep diri tidak terbentuk sejak lahir namun dipelajari.

Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah penilaian

individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan

ideal diri (Keliat, 2001).

Sedangkan harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga

dan tidak bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka

cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan

penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama

adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain.

Gangguan harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri

sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan,

63
mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain,

perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara sosial.

Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua

yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai

tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag tidak realistis.

Sedangkan stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti

: Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang

mengancam.

Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu

mengalami frustrasi. Ada tiga jenis transisi peran : Transisi peran perkembangan adalah

perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap

perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai

tekanan untuk peyesuaian diri. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau

berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.

Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit.

Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk,

penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan keperawatan.

Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :

Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi, kecelakaan, dicerai

suami, putus sekolah, putus hubugan kerja dll. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga

diri rendah karena privacy yang kurang diperhatikan: pemeriksaan fisik yang sembarangan,

pemasangan alat yang tidak sopan (pemasangan kateter, pemeriksaan pemeriksaan perianal

dll.), harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena di

64
rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai. Kronik, yaitu perasaan

negatif terhadap diri telah berlangsung lama.

C. Tanda dan Gejala

Menurut Carpenito, L.J (2003: 352); Keliat, B.A (2001: 20)

Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit.

Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah mendapat terapi sinar pada

kanker

Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya segera ke

rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri sendiri.

Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya orang bodoh dan

tidak tahu apa-apa Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin

bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil

keputusan, misalnya tentang memilih alternatif tindakan. Mencederai diri. Akibat harga diri

yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

65
DAFTAR PUSTAKA

Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri,
Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Boyd dan Nihart. (1998). Psychiatric Nursing& Contemporary Practice. 1st edition.
Lippincot- Raven Publisher: Philadelphia.
Carpenito, Lynda Juall. (2003). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.

Keliat, Budi Anna dll. (2001). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Ed 1. EGC: Jakarta.

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat.
Jakarta: Salemba Medika.
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API).
Jakarta : fajar Interpratama.
Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition. Lippincott
Raven Publisher: philadelphia.

Stuart dan Sundeen. (1999). Buku Saku Keperawatan Jwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.

Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .


Townsend. (1995). Nursing Diagnosis in Psychiatric Nursing a Pocket Guide for Care Plan
Construction. Edisi 3.Jakarta : EGC.

66

Вам также может понравиться