Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN FARMASI
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Kesatu : Menetapkan tentang Kebijakan Pelayanan Farmasi RSIA NUN Surabaya
sebagaimana terlampir dalam surat keputusan ini.
Kedua : Kebijakan adalah acuan untuk melaksanakan tugas bidang pelayanan kefarmasian
yang ada di RSIA NUN Surabaya.
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan diperbaiki sebagaimana
mestinya apabila didapat kesalahan dikemudian hari.
Ditetapkan di : Surabaya
Pada Tanggal : Desember 2017
3
10.5 Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.
10.6 Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.
11. Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan di RSIA NUN
Surabaya meliputi:
11.1 Mengkaji instruksi pengobatan atau resep pasien.
11.2 Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat
kesehatan.
11.3 Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan.
11.4 Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan.
11.5 Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien atau keluarga.
11.6 Memberikan konseling kepada pasien atau keluarga.
12. Dalam melaksanakan tugas, staf Instalasi Farmasi wajib mematuhi ketentuan dalam K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
13. Setiap petugas harus bekerja sesuai standar profesi, standar prosedur operasional yang
berlaku, etika profesi dan menghormati hak pasien.
14. Dalam melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin bulanan
minimal satu bulan sekali.
15. Setiap bulan wajib membuat laporan bulanan, termasuk laporan indikator mutu
pelayanan.
16. Peralatan di Instalasi Farmasi harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai
ketentuan yang berlaku.
B. KETENAGAAN
1. Pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga kefarmasian oleh tenaga farmasi
professional yang berwenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik
dari segi aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan jaminan
adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap keprofesian terus-menerus
dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan pelanggan baik pasien maupun
rekanan. Kualitas dan rasio kuantitas harus disesuaikan dengan beban kerja dan luas
cakupan pelayanan serta perkembangan dan visi rumah sakit.
2. Jenis ketenagaan:
4
Pelayanan farmasi RSIA NUN Surabaya dengan ketenagaan meliputi:
2.1 Apoteker yang teregistrasi di Kementrian Kesehatan, Asosiasi Profesi Apoteker
serta memiliki Surat Ijin Praktek Apoteker (SIPA).
2.2 Tenaga Teknis Kefarmasian (Asisten Apoteker) meliputi: Ahli Madya Farmasi
(DIII Farmasi) dan Tenaga Menengah Farmasi (SMF), pekarya farmasi lain yang
sudah teregistrasi di Kementrian Kesehatan, Asosiasi Profesi dan memiliki Surat
Izin Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK).
6
16. Bila obat dalam resep tidak tersedia di instalasi farmasi, ada proses yang telah
ditetapkan untuk mengatasi kondisi tersebut serta harus memberitahukan kepada dokter
penulis resep dan memberikan saran substitusinya.
17. Pengawasan, monitor daftar obat serta penggunaan obat di rumah sakit dilaksanakan
oleh Komite Farmasi dan Terapi.
18. Penggunaan obat di RSIA NUN Surabaya diupayakan mengacu kepada Formularium
Nasional dan Formularium rumah sakit yang disusun oleh Panita Farmasi dan Terapi
yang pemilihan, penggunaan, dan penghapusannya telah ditetapkan berdasarkan aturan
yang berlaku.
19. Komite Farmasi dan Terapi melakukan monitoring penggunaan obat baru serta
timbulnya KTD akibat obat baru yang ditambahkan dalam formularium.
20. Kajian untuk alat kesehatan dan bahan obat baru dilakukan melalui tahapan berikut:
20.1 Dokter yang akan menggunakan alat kesehatan dan bahan obat baru wajib mengisi
formulir usulan obat baru yang disediakan oleh Komite Farmasi dan Terapi RSIA
NUN Surabaya.
20.2 Formulir yang telah diisi tersebut kemudian diserahkan kepada Komite Farmasi
dan Terapi.
20.3 Komite Farmasi dan Terapi melakukan kajian terhadap obat baru tersebut. Apabila
obat tersebut tidak disetujui, maka KFT memberikan informasi secara tertulis
kepada dokter yang bersangkutan. Apabila obat tersebut disetujui, maka KFT
mengusulkan kepada direktur RSIA NUN Surabaya untuk mendapatkan disposisi.
20.4 Direktur RSIA NUN memutuskan apakah obat tersebut dapat diterima atau ditolak.
Bila obat baru tersebut diterima, KFT akan memberitahukan kepada Instalasi
Farmasi RSIA NUN Surabaya untuk memproses pengadaan obat baru tersebut dan
bila ditolak, KFT akan memberitahukan kepada dokter yang akan menulis obat
baru tersebut.
21. Formularium rumah sakit direvisi satu kali dalam satu tahun berdasarkan informasi
tentang keamanan dan efektivitasnya. Proses revisi formularium dilakukan oleh KFT.
D. PENGADAAN OBAT
7
1. Pengadaan perbekalan farmasi dilaksanakan sesuai undang-undang yang berlaku melalui
penyalur atau distributor resmi yang ditunjuk oleh pabrik obat atau alat kesehatan yang
bersangkutan.
2. Pengadaan perbekalan farmasi dapat diperoleh melalui pembelian, dan
hibah/sumbangan.
3. Pengadaan dilakukan oleh bagian pengadaan obat/alkes dan apoteker penanggungjawab
yang ditunjuk oleh pimpinan rumah sakit.
4. Sistem pengadaan
4.1 Cara:
Pembelian langsung dan pembelian dengan negosiasi atau kontrak
4.2 Waktu:
4.2.1 Sesuai jadwal untuk kebutuhan rutin sesuai perencanaan
4.2.2 Sewaktu-waktu pada jam kerja untuk golongan obat life saving dan obat cito.
4.3 Metode:
4.3.1 Konsumtif, menurut tren pemakaian dan kapasitas penyimpanan.
4.3.2 Kondisi tertentu seperti adanya penawaran khusus, penyesuaian harga, dan
program rumah sakit maka pembelian dapat dilakukan dalam jumlah lebih
dengan memperhatikan anggraran dan kondisi keuangan rumah sakit.
5. Distributor yang dipilih harus memenuhi standar mutu dan diutamakan distributor yang
ditunjuk oleh pabrik/produsen obat dan alat kesehatan serta harus memenuhi persyaratan
pemasok sebagai berikut:
5.1 Memiliki surat izin usaha pedagang besar farmasi dari Badan POM RI.
5.2 Mmiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
5.3 Memiliki surat pengukuhan pengusaha kena pajak beserta nomor wajib pajak
(NPWP).
5.4 Memiliki surat tanda daftar perusahaan.
5.5 Memberikan jaminan pelayanan, meliputi:
5.5.1 Jaminan sustainibilitas dan kontinuitas produk
5.5.2 Pemberian informasi yang jelas mngenai produk, termasuk perubahan harga,
informasi stock out, informasi discontinue serta penarikan produk.
8
5.5.3 Memiliki kebijakan yang jelas mengenai retur obat kadaluarsa dan penarikan
obat, lebih diutamakan pemasok yang memiliki kebijakan retur obat pada
bulan kadaluarsa dan kemasan jual terkecil.
5.5.4 Pengiriman tepat waktu, diutamakan pemasok dengan lead time tidak lebih
dari 6 jam.
5.5.5 Memberikan waktu jatuh tempo pembayaran yang fleksibel.
5.5.6 Ketepatan packing dan labeling, serta bersedia menerima retur apabila
packing dan labeling tidak sesuai.
6. Pengelolaan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dilakukan di Instalasi Farmasi.
7. Pengadaan kandungan dan atau merk obat dan alat kesehatan baru dapat diajukan apabila
dibutuhkan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan pasien di RSIA NUN
Surabaya.
8. Pengajuan obat dan alkes baru diajukan oleh user dalam hal ini adalah dokter/dokter
gigi/dokter spesialis setelah mempertimbangkan manfaat dan nilai ekonomi obat dan
alkes sesuai dengan sasaran pasien di RSIA NUN Surabaya.
9. user yang mengajukan diwajibkan mengisi formulir pengajuan obat dan alkes baru yang
dapat diminta dari Instalasi Farmasi RSIA NUN Surabaya.
10. Pengajuan obat dan alkes baru oleh user akan diproses oleh Komite Farmasi dan Terapi
(KFT) RSIA NUN Surabaya dengan ketentuan sebagai berikut :
10.1 Pengadaan kandungan/jenis/merk obat dan alkes baru diproses setiap 6 bulan sekali
atau setahun 2x di bulan April dan November.
10.2 Pengadaan obat dan alkes baru yang bersifat urgent dapat diproses sewaktu-waktu
dengan persetujuan Direktur RSIA NUN Surabaya
10.3 Ketentuan obat dan alkes Instalasi Farmasi RSIA NUN Surabaya adalah 1 merk
obat/alkes generic dan 2 merk obat/alkes paten untuk setiap kandungan obat/alkes
yang sama.
10.4 Jumlah obat/alkes paten dapat dikurangi dan ditambah sesuai pertimbangan
kategori obat/alkes termasuk fast moving atau slow moving.
10.5 Obat/alkes yang pernah masuk kategori death moving dan punya riwayat
kadaluarsa dimasukkan ke dalam daftar blacklist (kecuali obat emergency).
10.6 Pengadaan ulang obat/alkes yang masuk ke dalam daftar blacklist oleh user dapat
dilakukan dengan mencantumkan penjelasan alasan pengadaan ulang obat.
9
10.7 Apabila terdapat 2 obat/alkes dengan kandungan sama dan merk berbeda maka
KFT akan memilih 1 merk obat dengan harga paling ekonomis.
10.8 Instalasi Farmasi RSIA NUN Surabaya akan menginformasikan pada user apabila
obat/alkes yang diajukan sudah tersedia.
11. Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah diseleksi dan
direncanakan dengan melalui proses:
11.1 Membuat LPBG (Lembar Permintaan Barang Gudang) ke bagian gudang
berdasarkan perencanaan sebelumnya.
11.2 Bagian gudang melayani permintaan LPBG dari bagian Instalasi Farmasi.
11.3 Untuk persediaan obat yang tidak ada atau persediaannya sudah menipis di gudang
dibuatkan defekta.
11.4 Defekta yang dibuat oleh gudang diserahkan ke Ka. IFRS untuk dibuatkan SP
(Surat Pemesanan).
11.5 Ka. IFRS mengajukan SP ke bagian pengadaan.
11.6 Bagian pengadaan mengajukan SP ke Direktur rumah sakit.
11.7 Bagian pengadaan melakukan pemesanan SP yang telah disetujui kepada supplier
melalui telepon maupun secara langsung melalui salesman.
10
4.5 Obat-obat termolabil harus dipastikan memenuhi persyaratan rantai dingin (sushu
pengiriman memenuhi syarat) dan diproses terlebih dahulu.
5. Obat yang diterima, harus disimpan dengan system FIFO (First In First Out) dan FEFO
(First Expired First Out) ditempat yang menjamin stabilitas, kualitas obat sesuai dengan
informasi penyimpanan yang ada pada kemasan masing-masing obat.
6. Penyimpanan perbekalan farmasi di RSIA NUN Surabaya berpedoman pada kaidah
penyimpanan yang benar sesuai dengan pedoman dari standar pelayanan farmasi di
rumah sakit sehingga dapat menjamin mutu perbekalan farmasi.
7. Penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan dengan mekanisme yang menjamin
keamanan dan mutu perbekalan farmasi, dan seluruh tempat penyimpanan diinspeksi
secara berkala setiap satu bulan sekali.
8. Dalam hal menjamin keamanan tempat penyimpanan obat maka dibuat batasan daftar
orang yang dapat maasuk ke tempat penyimpanan obat dengan pengawasan dari petugas
farmasi yang disahkan melalui keputusan direktur rumah sakit diantaranya : Direktur
RSIA NUN Surabaya, Pemilik RSIA NUN Surabaya, Tim SPI, Tim PPI, Surveoir
Akreditasi RS, Petugas Dinas Kesehatan dengan surat tugas, petugas BPOM dengan
surat tugas dan petugas kebersihan rumah sakit.
9. Penyimpanan obat dikelompokkan berdasarkan jenis/bentuk sediaan serta urutan
alfabetis untuk mempermudah pengambilan dan monitoring ketersediaan perbekalan
farmasi dengan memperhatikan stabilitas obat, keselamatan pasien, dan kecepatan
pelayanan.
10. Obat disimpan berdasarkan persyaratan suhu penyimpanan dan dipantau sesuai prosedur
yang telah ditetapkan rumah sakit.
11. Penyimpanan obat narkotik dan psikotropik disimpan dalam almari khusus dan
mempunyai pintu dan kunci ganda untuk menjamin keamanan dan mencegah
penyalahgunaan. Hanya apoteker dan asisten apoteker yang ditunjuk yang
diperkenankan untuk mengambil narkotika dan psikotropika.
12. Obat-obat emergency:
12.1 Disimpan tersendiri dan terpisah dari obat lain, dalam kotak obat emergency. Akses
terdekat dan selalu siap pakai.
12.2 Obat-obat emergency harus selalu tersedia dan terjaga isinya dengan aman,
terkunci segel.
11
12.3 Isi obat emergency harus sesuai standar di masing-masing unit.
12.4 Tidak boleh campur dengan obat lain.
12.5 Dipakai hanya untuk emergency saja dan sesudah terpakai harus segera melaporkan
untuk segera diganti.
12.6 Dilakukan pengecekan secara berkala apakah ada obat yang rusak atau kadaluarsa.
13. Penyimpanan obat high alert dipisahkan dari obat yang lain dan ditempatkan pada rak
khusus dan diberi label sesuai jenisnya serta label merah bertuliskan High Alert.
14. Penyimpanan obat high alert dengan pengawasan dan disimpan di unit/ instalasi
pelayanan pasien sesuai dengan kebutuhan masing-masing unit instalasi.
15. Elektrolit konsentrat tinggi hanya boleh disimpan di ruangan tertentu seperti Instalasi
Bedah Sentral, Instalasi Gawat Darurat, VK, dan Instalasi Farmasi dalam jumlah terbatas
dan diberi label “HARUS DIENCERKAN”.
16. Elektrolit konsentrat tinggi dapat disimpan di unit pelayanan bila merupakan kebutuhan
klinis yang penting dan bila disimpan dalam unit asuhan dilengkapi dengan pengaman
dan label untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
17. Obat LASA (Look A like Sound A like) disimpan dengan diberi label biru.
18. Perbekalan farmasi khusus meliputi obat-obat narkotika dan psikotropika, elektrolit
pekat atau obat high alert, bahan berbahaya dan beracun, produk nutrisi parenteral
dikelola dengan prosedur yang telah ditetapkan rumah sakit.
19. Ada mekanisme yang mengatur identifikasi, penyimpanan dengan cara pembatasan
akses, penetapan lokasi, pemberian label terhadap obat-obat high alert, tindakan tersebut
diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja.
20. Bahan berbahaya dan beracun (B3):
Bahan berbahaya dan beracun merupakan bahan yang mudah terbakar, korosif, eksplosif,
iritatif diberi label B3 disimpan ditempat tersendiri dan terpisah dari obat lain.
21. Produk nutrisi parenteral di instalasi farmasi disimpan sesuai dengan spesifikasi pada rak
tersendiri terpisah dengan cairan infus yang lain, rak penyimpanan dan obat tersebut
diberi label warna merah pada setiap kemasan serta dilakukan inspeksi secara berkala.
22. Obat radioaktif:
Tidak melakukan pengelolaan obat radioaktif.
23. Obat/alkes sampel:
Tidak melakukan pengelolaan obat sampel.
12
24. Obat sitostatika:
Tidak melakukan pengelolaan obat sitostatika.
25. Obat yang memerlukan suhu penyimpanan khusus seperti seperti suppositoria, vaksin,
insulin, obat injeksi disimpan di lemari es.
26. Obat ditarik (recall)
Obat ditarik oleh Balai POM atau oleh perusahaan yang membuat, pihak farmasi harus
memebrikan informasi secara tertulis kepada dokter yang berjaitan dengan penggunaan
obat tersebut, disertai informasi resmi dari BPOM atau perusahaan yang membuat atau
distributor resmi obat tersebut.
27. Obat-obat yang kadaluarsa
27.1 Dipisahkan dari tempat obat untuk dikembalikan ke PBF.
27.2 Dipisahkan dan disimpan tersendiri dan diserahkan ke bagian sanitasi kesehatan
lingkungan rumah sakit untuk dimusnahkan melalui pihak ketiga.
27.3 Dibuatkan pengajuan pemusnahannya kepada Direktur dan dibuatkan berita
acaranya.
28. Obat-obatan yang dibawa pasien dari rumah atau luar, setelah melalui proses rekonsiliasi
obat dan terapi boleh dilanjutkan, disimpan di ruangan perawat.
29. Seluruh tempat penyimpanan obat dilakukan inspeksi atau pemantauan secara berkala
oleh Apoteker 1 kali sebulan untuk memastikan obat tersimpan dengan benar.
14
13. Penulisan resep harus mencantumkan nama dagang atau nama generik pada resep
pasien.
14. Peresepan obat NORUM/LASA, bila perlu dituliskan nama generiknya.
15. Penerimaan resep yang mengandung obat NORUM/LASA saat melakukan telaah resep
dilakukan verifikasi ke dokter atau petugas terkait dan memastikan bahwa obat yang
diterima adalah sesuai serta melakukan pengecekan silang dengan petugas lain.
16. Bila obat yang dituliskan dengan nama dagang tidak tersedia di Instalasi Farmasi maka
petugas farmasi berhak mengganti langsung (tanpa konfirmasi) obat tersebut dengan
obat yang memiliki kandungan sama (generik atau nama dagang lain) di Instalasi
Farmasi.
17. Bila penderita seorang anak, maka harus dicantumkan umur dan berat badan pasien
untuk mengecek dosis obat.
18. Dalam situasi tertentu, penulisan resep atau advis dokter yang merawat dapat dilakukan
oleh dokter rawat inap yang mempunyai kompetensi dan ditentukan oleh rumah sakit,
sedangkan untuk obat injeksi (kecuali narkotika dan psikotropika), alat kesehatan dan
cairan infus penulisan lembar permintaan obat dapat dilakukan oleh perawat sesuai
advis dokter (untuk pemakaian 1 hari).
19. Permintaan narkotika dilakukan oleh dokter yang berwenagn sesuai ketentuan yang
berlaku. Dokter pemberi obat khusus narkotika: morfin injeksi, petidin injeksi dan
fentanyl injeksi adalah dokter spesialis anestesi.
20. Resep obat narkotika dan psikotropika harus ditulis oleh dokter yang berwenang di
RSIA NUN Surabaya.
21. Apoteker melakukan identifikasi/telaah resep atau pesanan obat sesuai dengan
ketentuan yang berlaku menggunakan formulir telaah resep yang memuat antara lain:
1. Identitas pasien
2. Nama dokter
3. Tanggal resep
4. Kejelasan tulisan resep
5. Ketepatan obat, dosis, rute, waktu pemberian
6. Duplikasi obat
7. Alergi obat
8. Interaksi obat
15
9. Berat badan (anak)
10. Kontra indikasi lain
22. Resep hanya bisa dilayani apabila sudah memenuhi persyaratan administrasi dan
pengkajian atau telaah kefarmasian.
16
2. Waktu tunggu ini dihitung sejak resep diterima (transaksi di komputer rumah sakit)
petugas farmasi.
19
5. Petugas farmasi melakukan telaah obat sebelum obat diberikan, meliputi kesesuaian
obat, jumlah dan dosis obat, rute, waktu, dan frekuensi pemberian obat sesuai resep.
6. Sebelum pemberian obat kepada pasien, petugas yang berwenang harus melakukan
verifikasi apakah obat yang diberikan sudah sesuai dengan resep.
7. Pemberian obat kepada pasien harus dilakukan verifikasi atas obat yang diberikan telah
sesuai dengan identitas pasien (nama dan tanggal lahir) dan sesuai dengan resep disertai
dengan komunikasi, informasi dan edukasi.
8. Pelaksanaan pemberian informasi kepada pasien yang berhubungan dengan obat yang
diterimanya adalah sebagai berikut:
8.1 Tujuan pemakaian
8.2 Aturan pemakaian obat (sebelum makan, saat makan, sesudah makan, dan lain-lain.)
8.3 Lama pemakaian obat
8.4 Makanan dan minuman atau obat lain yang harus dihindari.
8.5 Efek samping yang mungkin timbul dan cara mengatasinya.
8.6 Cara penyimpanan obat yang benar
8.7 Tanggal kadaluarsa.
8.8 Cara penggunaan obat yang benar (bisa disertai dengan brosur).
9. Perawat melakukan verifikasi ulang obat dan serah terima dengan pasien saat pemberian
obat di rawat inap dengan metode 8 Benar.
10. Petugas yang melakukan verifikasi ulang adalah perawat yang lebih senior.
11. Apoteker tidak melakukan pelayanan obat ke ruang rawat inap pada sore dan malam hari
(shift 1 dan shift 2) maka didelegasikan ke petugas yang berwenang (perawat).
12. Setiap pasien yang menerima obat dari farmasi rawat jalan dan rawat inap telah
diberikan informasi dan edukasi oleh petugas apoteker dan asisten apoteker.
13. Pelayanan rekonstitusi obat tidak dilakukan oleh Apoteker, dalam hal ini didelegasikan
pada petugas yang berwenang (perawat).
14. Penyaluran perbekalan farmasi untuk pemenuhan kebutuhan unit pelayanan di RSIA
NUN Surabaya dilakukan oleh Instalasi Farmasi atas persetujuan unit masing-masing.
15. Penyaluran obat/alkes habis pakai untuk ruangan baik rawat inap, rawat jalan dan ruang
lain dilakukan oleh Instalasi Farmasi pada jam kerja (08.00-15.00).
16. Instalasi Farmasi tidak melakukan penyiapan dan penyaluran obat steril.
17. Pengelolaan obat yang dibawa oleh pasien (sebelum MRS):
Pengelolaan obat yang dibawa pasien harus dengan pengawasan Instalasi Farmasi,
diketahui oleh dokter penanggungjawab pelayanan dan dicatat dalam status pasien serta
disimpan di ruang perawat yang telah ditandai khusus.
18. Proses dokumentasi dan pengelolaan obat (termasuk obat herbal) yang dibawa pasien
saat masuk rumah sakit dilakukan dalam proses rekonsiliasi obat.
19. Retur obat pasien:
Obat pasien rawat inap dapat dikembalikan kepada Instalasi Farmasi jika terjadi alergi,
pasien pulang, atau pasien meninggal dunia dan hal-hal lain sesuai persetujuan dokter.
20
20. Pengelolaan obat yang dibawa pasien pulang:
Pengelolaan obat yang dibawa pasien saat pulang sesuai advis dokter diberikan dengan
melakukan edukasi kepada pasien atau keluarga dan dicatat pada rekam medis.
21. Obat contoh (sampel) dikelola oleh Instalasi Farmasi dan hanya boleh diberikan kepada
pasien dengan ketentuan yang telah ditetapkan rumah sakit.
21
8.3 Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah obat baru/obat baru
masuk formularium RSIA NUN Surabaya atau obat yang terbukti dalam literatur
menimbulkan efek samping serius.
8.4 Laporan efek samping obat dikirimkan ke KFT untuk dievaluasi dan tembusan ke tim
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS).
9. Laporan efek samping obat menggunakan Algoritma Naranjo.
Digunakan untuk menilai kemungkinan bahwa perubahan status klinik pasien sebagai akibat
efek samping obat (ESO)
Cara :
9.1 Jawablah setiap pertanyaan di bawah ini
9.2 Tuliskan skor dari setiap jawaban
9.3 Jumlahkan skor jawaban atas 10 pertanyaan tersebut
9.4 Jika total nilai adalah :
Skor 9 atau lebih : Sangat mungkin ESO
10. Alur pemantauan efek samping obat
22
Anda curiga suatu
gejala merupakan ESO
YA
Tidak
Tidak
11. Pemantauan dan pelaporan kejadia kesalahan obat dan KNC/KTC/KTD dikoordinasikan
dengan komite farmasi dan terapi.
12. Instalasi Farmasi ikut serta dalam proses peningkatan mutu dan keselamatan pasien beserta
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
13. Instalasi Farmasi mempunyai metode untuk menjaga dan memonitor/mengawasi daftar obat
serta penggunaan obat di rumah sakit dan unit pelayanan lain yang dilakukan oleh:
13.1 Petugas apoteker untuk pengawasan di Instalasi Farmasi dan unit sub gudang.
13.2 Petugas farmasi klinis dan perawat penanggung jawab shift untuk pengawasan di unit
pelayanan.
14. Para praktisi pelayanan kesehatan (Komite Farmasi dan Terapi/KFT) dilibatkan dalam
proses pemesanan, penyaluran, pemberian dan proses monitoring pasien, serta terlibat dalam
mengevaluasi dan menjaga daftar obat di rumah sakit.
15. Pelaksanaan proses pemesanan, penyaluran, penggunaan, efektifitas, risiko dan biaya
dipantau oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT) rumah sakit.
16. Komite Farmasi dan Terapi menetapkan kriteria pengawasan/monitoring untuk menambah
obat baru atau mengurangi obat sebagai berikut:
23
16.1 Kriteria untuk penambahan dalam formularium obat RSIA NUN Surabaya:
a) Kelas terapi yang sudah ada tersedia di formularium dengan pembatasan terdiri
dari: 1 generik, 1 original, dan 2 merk paten.
b) Golongan obat terbaru yang belum ada di formularium dan dibutuhkan dalam
terapi pengobatan.
c) Bentuk sediaan baru yang belum ada dalam formularium.
d) Adanya pengajuan permohonan obat baru dari pabrik farmasi.
e) Adanya rekomendasi dari dokter pengguna.
16.2 Kriteria untuk pengurangan dalam formularium obat RSIA NUN Surabaya:
a) Produk obat sudah diskontinyu.
b) Obat ditarik dari peredaran (recall).
c) Penggunaannya slow moving dalam setahun.
17. Keputusan untuk menambah daftar suatu jenis obat atau suatu kelas obat dan proses
mengurangi perlu dirapatkan oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT) dan disetujui oleh
Direktur Rumah Sakit.
18. Daftar obat di rumah sakit harus ditelaah selama sekurang-kurangnya setahun sekali
berdasarkan informasi safety dan informasi efektifitas yang muncul dan informasi
tentang penggunaan serta KTD.
19. Dalam memastikan dan mengantisipasi kehilangan/pencurian obat-obatan yang
tersimpan di unit pelayanan disediakan koordinator obat di setiap ruangan dan dilakukan
monitoring oleh farmasi klinis setiap 1 minggu sekali oleh petugas apoteker.
20. Instalasi farmasi melakukan stok opname perbekalan farmasi setiap 1 bulan sekali dan
hasil kegiatan dilaporkan kepada Direktur RSIA NUN Surabaya.
21. Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan untuk pasien-pasien dengan gangguan
ginjal dan hati, karena sebagian besar obat dimetabolisme di dalam hati dan diekskresi
melalui ginjal, sehingga bila terjadi gangguan fungsi organ hati dan ginjal akan terjadi
peningkatan konsentrasi obat bebas dalam darah sehingga akan menimbulkan efek yang
tidak diharapkan.
22. Instalasi farmasi melaksanakan pengawasan obat-obatan termasuk mempunyai proses
untuk mengidentifikasi, menarik kembali, dan mengembalikan atau memusnahkan
dengan cara yang aman dan benar obat-obatan yang ditarik kembali oleh pabrik atau
supplier.
24
23. Bila obat-obatan atau alat kesehatan tidak sesuai dengan pemesanan, maka obat tersebut
harus dikembalikan kepada pabrik atau supplier.
24. Bila ditemukan obat-obatan atau alat kesehatan kadaluarsa, maka akan dilakukan
pemusnahan dengan mengacu pada ketentuan pada Standar Prosedur Operasional (SPO)
dan disediakan format terkini.
25. Instalasi farmasi bertanggung jawab melakukan kegiatan pengelolaan dan pemusnahan
resep yang disimpan lebih dari 5 (lima) tahun.
26. Semua hasil kegiatan dilakukan secara prosedural dan dokumen tersebut disimpan
sebagai bukti legal.
Direktur RSIA NUN
25