Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Hingga saat ini, papua masih kurang mendapat perhatian dalam hal layanan pendidikan. Beberapa masalah
yang ada di papua adalah seperti :
Minimnya Guru Sekolah Dasar di Daerah – Daerah Terpencil Papua
Kekuragan guru sekolah dasar di daerah-daerah pedalaman terpencil yang mengakibatkan proses
pembelajaran tidak dapat berlangsung dengan baik. Masih banyak sekolah dasar di wilayah terpencil dan
terisolir belum tersedia rumah kepala sekolah dan rumah guru sehingga banyak kepala sekolah dan guru
meninggalkan tempat tugas yang mengakibatkan tingginya angka ketidakhadiran kepala sekolah dan guru
di tempat tugas. Mengenai masalah tenaga pendidik yang sangat minim di papua juga sangat
memprihatinkan. Padahal seperti yang kita tahu bahwa guru sangat memiliki peran penting dalam dunia
pendidikan. Baik buruknya atau berhasil tidaknya pendidikan pada hakikatnya ada di tangan guru. Sebab
sosok guru memliki peranan yang strategis dalam mengukir peserta didik menjadi pandai, cerdas, terampil,
bermoral dan berpengetahuan luas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Tingginya Tuna Aksara dan Buta Aksara
Juga yang menjadi masalah pendidikan di Papua adalah tingginya angka tuna aksara dan buta aksara di
papua. Angka Tuna Aksara atau buta aksara penduduk usia 15 – 59 tahun di Papua mencapai 675.253 jiwa
Dari 1.876.746 jiwa.
Terbatasnya Ketersediaan Gedung Sekolah dan Infrastruktur Sekolah
Melihat masalah pendidikan di papua, sebenarnya masalah tersebut terletak pada terbatasnya ketersediaan
gedung sekolah beserta infrastuktur di sejumlah kampung yang tersebar di Papua serta minimnya tenaga
pendidik sehingga hal hal tersebut mengakibatkan cukup banyak anak papua yang tidak dapat mengenyam
pendidikan.
Rendahnya rata rata Lama Sekolah
Pendidikan di Papua sangat jauh tertinggal dibandingkan provinsi lain di indonesia. Hal ini disebabkan
karena kurangnya fasilitas dan tenaga pengajar yang memadai. Anak usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun yang
seharusnya duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) tetapi tidak mendapat kesempatan untuk mengeyam
bangku SD. Hal itu dikarenakan terbatasnya ketersediaan gedung sekolah disejumlah kampung yang
tersebar di gunung dan lembah yang belum memiliki infrastruktur Pendidikan Dasar. Hal ini mengakibatkan
anak usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun yang seharusnya duduk di bangku sekolah dasar namun tidak dapat
menikmatinya hal inilah yang mengakibatkan rendahnya capaian Angka Partisipasi Murni SD dan Angka
Partisipasi Murni SMP di beberapa kabupaten yang berdampak pada rendahnya angka rata rata lama
sekolah dan angka melek huruf di papua sebagai indicator pengukur keberhasilan pembangunan pendidikan
di Indonesia.
Ketidaksetaraan Latar Belakang Pendidik
Distribusi dan penempatan guru di Papua dinilai masih belum merata. Sebagaian besar guru berada di
wilayah perkotaan, sedangkan untuk wilayah pinggiran yang terisolasi masih banyak kekurangan guru.
Adanya ketimpangan distribusi guru ini diperkirakan juga memicu ketidaksetaraan latar belakang pendidik.
Berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan 2014, diketahui, di
provinsi Papua terdapat 14.629 guru yang tidak layak karena masih berijazah Sekolah Pendidikan Guru
(yang sudah ditutup pada era 1990-an) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) serta sederajat. Jika
dipresentasikan, ada 60-68 persen guru yang butuh pendidikan tambahan. Ketidaksetaraan latar belakang
pendidik tersebut akan berpengaruh pada mutu pendidikan Papua. Salah satu area yang menunjukkan
masalah pendidikan tersebut adalah Kabupaten Biak, yang dilaporkan mengalami tren rendahnya
kemampuan membaca. Sebagian besar siswa kelas satu hingga kelas tiga Sekolah Dasar (SD) di area itu
masih belum mampu membaca.
Sejak tahun 2007, the willi toisuta dan associates (WTA) The University of Sunshine Coast (USC) dan
Pemerintah Provinsi Papua, telah melaksanakan berbagai kegiatan dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan di Papua. Kegiatan pertama diawali dengan penandatanganan MoU oleh ketiga pimpinan
lembaga diatas, yang kemudian diikuti dengan pengiriman guru-guru SMA dari beberapa sekolah di Papua
untuk mengikuti pelatihan selama lebih kurang 2-3 bulan di Kampus USC di Sunshine Coast, Queensland,
Australia. Kerjasama ini telah mengirimkan lebih kurang 150 guru dan kepala sekolah Papua untuk berlatih
di kampus USC, melibatkan lebih kurang 12 sekolah pemerintah dan sekolah swasta yang tersebar di negara
bagian Queensland, Australia.