Вы находитесь на странице: 1из 26

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Puskesmas

Puskesmas Banten Girang berdiri pada tahun 1982 (sesuai SK


Bupati Tahun 1982)merupakan Puskesmas Induk di wilayah Kecamatan
Cipocok Jaya, yang mempunyai wilayah kerja : 8 Kelurahan.Tahun 2012
sudah di pecah menjadi 3 Puskesmas di wilayah Kecamatan Cipocok Jaya

Puskesmas Banten Girang adalah salah satu Puskesmas yang


tataletaknya berada di wilayah Kecamatan Cipocok Jaya sebagai Unit
Teknis Dinas Kesehatan Kota Serang, dan meliputi dari 4 Kelurahan,
diantaranya Kelurahan Karundang, Kelurahan Tembong, Keluarahan
Dalung dan Kelurahan Gelam. Dengan luas wilayah mencapai ± 1.312.100
Ha.

Tabel 2.1
LUAS WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANTEN GIRANG
PER KELURAHANTAHUN 2016

NO. KELURAHAN LUAS WILAYAH ( HA )

1. Karundang 223.910
2. Tembong 452.095
3. Dalung 184.000
4. Gelam 452.095
Jumlah 1.312.100

Secara geografis Puskesmas Banten Girang berada ± 3 km dari pusat


Kota Serang dan berbatasan dengan :
- Kecamatan Serang Kota disebelah utara
- Kecamatan Pabuaran disebelah selatan
- Kecamatan Walantaka dan Kecamatan Curug disebelah timur
- Kecamatan Taktakan disebelah barat
Jarak dari Puskesmas Banten Girang ke desa terjauh ± 10 Km dan desa
terdekat ± 1 Km. Jarak tersebut dapat ditempuh dengan kendaraan baik roda
4 maupun roda 2. Penduduk wilayah kerja Puskesmas Banten Girang
bersifat Heterogen karena hampir sebagian dari wilayah Puskesmas Banten
Girang terdiri dari komplek-komplek perumahan yang dihuni oleh beragam
suku bangsa.
4.2 JUMLAH DAN LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK
Jumlah penduduk yang ada diwilayah Puskesmas Banten Girang
adalah 28.834 jiwa yang terdiri dari Laki-laki 14.852jiwa dan
Perempuan13.982jiwa.
Laju pertumbuhan penduduk yang ada diwilayah Puskesmas Banten
Girang setiap tahunnya bertambah dikarenakan banyaknya pendatang dari
luar yang masuk ke wilayah Puskesmas Banten Girang,karena Puskesmas
Banten Girang merupakan salah satu wilayah yang dekat dengan Pusat
Pemerintahan Kota Serang Khususnya Provinsi Banten.
4.2.1 KOMPOSISI PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN
Jumlah penduduk menurut jenis kelamin yanga ada di masing - masing
Kelurahan :
Kelurahan Karundang dengan Jumlah penduduk 7.589 Jiwa
(a) Laki-laki : 3.873 Jiwa
(b) Perempuan : 3.716 Jiwa
Kelurahan Tembong dengan jumlah penduduk 6.896 Jiwa
a) Laki-laki : 3.585 Jiwa
b) Perempuan : 3.311 Jiwa
Kelurahan Dalung dengan jumlah penduduk 7.088 Jiwa
a) Laki-laki : 3.624 Jiwa
b) Perempuan : 3.464 Jiwa
Kelurahan Gelam dengan jumlah penduduk 7.261Jiwa
a) Laki-laki : 3.770 Jiwa
b) Perempuan : 3.491 Jiwa

GRAFIK 2.1
Jumlah Penduduk menurut laki-laki dan Perempuan di Wilayah Puskesmas Banten Girang
Kecamatan Cipocok JayaTahun 2016

LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

7589

3716

3873

PUSKESMAS BANTEN GIRANG

4.3 TINGKAT PENDIDIKAN PENDUDUK


Pendidikan merupakan hal terdasar yang dapat mencerminkan keadaan suatu daerah, baik
maju atau mundurnya suatu daerah itu banyak di pengaruhi oleh sebagian besar dari faktor
pendidikan. Di Kecamatan Cipocok Jaya dunia pendidikan bisa dikatakan telah banyak
mengalami kemajuan yang signifikan, dan itu bisa diidentifikasi dari banyaknya Fasilitas
pendidikan yang ada.
Kemampuan membaca dan menulis penduduk tercermin dari angka melek huruf, yaitu
persentase penduduk umur 10 tahun ke atas dapat membaca dan menulis huruf latin dan lainnya,
yang dimaksud huruf lainnya misalnya huruf Arab, Bugis, Makasar, Jawa, Cina, dan
sebagainya. Angka Partisipasi Sekolah ( APS ) di wilayah kerja Puskesmas Banten Girang
dikategorikan menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok SD, SMP, SMA, DIPLOMA, dan
SARJANA.
Tingkat pendidikan penduduk yang ada di wilayah Puskesmas Banten Girang :
 SD : 9.129 Jiwa
 SMP : 2.822 Jiwa
 SMA : 4.436 Jiwa
 Diploma : 447 Jiwa
 Perguruan Tinggi :-
4.4 SARANA KESEHATAN
 Polindes / pustu kesehatan : 1 Pustu
 Posyandu : 38 Posyandu
 Klinik 24 jam : 1 Klinik
 Praktek Dokter : 3 orang
 Praktek Bidan /Perawat Swasta : 7 Klinik
Data Pembantu Tenaga Kesehatan
 Kader Kesehatan : 185 orang
 Dukun Bayi Terlatih : 18 orang
 TK : 10
 Play group : 20
 Jumlah SD : 11
 Jumlah SMP/MTS :6
 Jumlah SMA/MA :3
 Poskestren :1
 Pesantren :2
Profil UPT Puskesmas Banten Girang adalah gambaran situasi
kesehatan di UPT Puskesmas Banten Girang yang diterbitkan setiap tahun
sekali, Dalam Profil ini memuat berbagai data tentang kesehatan, yang
meliputi data derajat kesehatan, upaya kesehatan dan sumber daya
kesehatan. Profil kesehatan juga menyajikan data pendukung lain yang
berhubungan dengan kesehatan seperti data kependudukan, data sosial
ekonomi, data lingkungan dan data lainnya. Data dianalisis dengan analisis
sederhana dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.
Penerbitan profil UPT Puskesmas Banten Girang tahun 2017 ini
adalah agar diperoleh gambaran keadaan kesehatan di UPT Puskesmas
Banten Girang khususnya tahun 2016 dalambentuk narasi, tabel, dan
gambar.
Penyelengaraan pogram dan kegiatan ini merupakan implementasi
dari peraturan Daerah kota serang dengan undang–undang nomor 32 tahun
2007 tentang pembentukan kota Serang di Propinsi Banten,pembentukan
kota serang diharapkan akan dapat mendorong salah satunya dalam bidang
pelayanan kesehatan melalui pembentukan organisasi Unit Pelaksana
teknis (UPT) Puskesmas yang tertuang dalam peraturan Wali Kota Serang
nomor 41 tahun 2008 dan peraturan Wali Kota Serang nomor 33 tahun
2011 mengenai Pembentukan UPT Puskesmas Banten Girang.
Visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas adalah tercapainya
kecamatan sehat 2016 yang merupakan gambaran masyarakat kecamatan
masa depan yang ditandai dengan penduduknya hidup dalam lingkungan
sehat dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata
serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, puskesmas juga melaksanakan
upaya-upaya kesehatan berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Dengan upaya tersebut diharapkan terwujud tujuan pembangunan
kesehatan dengan tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal.
Profil UPT Puskesmas Banten Girang tahun 2017 diharapkan dapat
memberikan data yang akurat, untuk mengambil keputusan berdasarkan
fakta. Selain itu profil ini dapat digunakan sebagai penyedia data dan
informasi dalam rangka evaluasi perencanaan, pencapaian Program
kegiatan di UPT Puskesmas Banten Girang tahun 2016 dengan mengacu
kepada PERMENKES Nomor 43 Tahun 2016 Tentang SPM Bidang
Kesehatan .
4.4.1 Struktur Organisasi
STRUKTUR ORGANISASI
UPT PUSKESMAS BANTEN GIRANG
(Berdasarkan Permenkes RI NO. 75Tahun 2014)
KEPALA
PUSKESMAS
KASUBAG TATA
USAHA

KEUANGAN KEPEGAWAIAN SISTEM RUMAH


INFORMASI TANGGA

Pj.Penanggung Pj.UKM Pj.Kefarmasi Pj.Pelayanan


Jawab Esensisal Pengembanngan an & Lab Puskesmas &
Danperkesmas Jejaring Fasyankes

Uraian Tugas:
4.4.1.1.1 Kepala Puskesmas bertugas untuk Menyusun dan menetapkan rencana
operasional pelaksanaan pembinaan puskesmas yang meliputi program dan kegiatan
puskesmas berdasarkan petunjuk teknis kegiatan untuk kelancaran pelaksanaan tugas.
4.4.1.1.2 Kasubag Tata Usaha bertugas untuk Menyiapkan bahan kerja dan
Mengkoordinasikan penyusunan dokumen perencanaan Puskesmas
4.4.2 Aktivitas Pokok Puskesmas
Sesuai dengan kemampuan tenaga maupun fasilitas yang berbeda-beda, maka kegiatan
pokok yang dapat dilaksanakan oleh sebuah puskesmas akan berbeda pula. Namun demikian
kegiatan pokok Puskesmas yang seharusnya dilaksanakan adalah sebagai berikut : KIA,
Keluarga Berencana, Usaha Perbaikan Gizi, Kesehatan Lingkungan, Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit Menular, Pengobatan termasuk pelayanan darurat karena kecelakaan,
penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Kesehatan Sekolah, Kesehatan Olah Raga, Perawatan
Kesehatan Masyarakat, Kesehatan dan keselamatan Kerja, Kesehatan Gigi dan Mulut,
Kesehatan Jiwa, Kesehatan Mata, Laboratorium Sederhana, Pencatatan Laporan dalam rangka
Sistem Informasi Kesehatan, Kesehatan Usia Lanjut dan Pcmbinaan Pengohatan Tradisional.
4.5 Analisis Pengelolaan Persediaan Obat dengan Metode ABC, EOQ, dan ROP
1. Analisis ABC

Perbekalan farmasi di RS Islam Asshobirin terdiri dari obat-obatan, alat

kesehatan dan reagen. Dalam penelitian ini, jenis persediaan yang diteliti adalah

obat-obatan khususnya obat generik. Berdasarkan pengumpulan data mengenai

nama obat generik di RS Islam Asshobirin, dari 498 nama obat dalam

Kepmenkes RI Nomor 092/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi

Obat Generik, terdapat 143 jenis obat generik yang digunakan di RS Islam

Asshobirin.

Obat-obatan tersebut dibedakan menurut kemasan yaitu: tablet, botol,

ampul, vial, kapsul, kaplet, tube dan bungkus. Di Gudang Farmasi RS Islam

Asshobirin, penggunaan obat generik yang paling banyak adalah obat generik

dengan kemasan tablet, yaitu 84 jenis obat dengan jumlah pemakaian sebanyak

146.871 tablet. Sedangkan obat generik yang memiliki nilai investasi tertinggi

adalah dengan kemasan vial sebesar Rp.78.714.918,00.


100

Berikut adalah jumlah pemakaian dan nilai investasi obat generik

berdasarkan kemasan obat tahun 2012:

Tabel 5.2
Jumlah Pemakaian dan Nilai Investasi berdasarkan
Kemasan Obat Generik di Gudang Farmasi
Tahun 2012

No Satuan/Kemasan Jumlah Pemakaian Nilai Investasi


Jenis Obat (Rp)
1 Tablet 84 146.871 57.374.910

2 Botol 18 6.743 52.997.592

3 Ampul 17 14.956 44.366.395

4 Vial 6 8.696 78.714.918

5 Kapsul 9 18.030 16.366.820

6 Kaplet 3 19.700 4.918.700

7 Tube 5 486 1.162.237

8 Bungkus 1 200 72.800

Jumlah 143 215.682 255.944.372

Sumber: Pengolahan data sekunder

Jenis obat yang disediakan di gudang farmasi ditentukan berdasarkan

permintaan dokter karena Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin belum

memiliki formularium sebagai dasar dalam menentukan persediaan obat.


101

Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan informan:

“Ooohh.. kita sebenarnya sudah membuat formularium, hanya saja tidak

berjalan, karena formularium itu dibuat oleh apotik. Untuk membuat

formularium itu seharusnya setiap PBF harusnya sudah mengajukan ke

PFT, kita disini tidak ada PFT-nya. Akhirnya kita buat berdasarkan

kebiasaan dokter memakai. Misalnya biasanya beberapa dokter

menggunakan obat ini jadi kita pakai obat ini. Jadi tergantung dokternya.

Tapi kita kasih tahu dulu ke dokter, “dok kita di ashobirin biasanya

menggunakan obat ini, ini, ini.. jadi biasanya dokter pakai obat dari

kita”(R.1)

“Kita tergantung permintaan dokternya saja, kalau dokternya emang

menggunakan itu ya kita berikan yang merk itu” (R.2)

Penentuan kebutuhan obat di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin

menggunakan metode konsumsi dan epidemiologi. Metode konsumsi

didasarkan kepada penggunaan obat periode sebelumnya. Konsumsi

obat/kecepatan perputaran obat yaitu fast moving, moderate dan slow moving.

Obat yang tergolong fast moving harus disediakan lebih banyak. Selain itu yang

perlu dipertimbangkan adalah obat tersebut tergolong essensial atau non-

essensial. Obat yang tergolong essensial harus tersedia di gudang farmasi.


102

Berdasarkan wawancara dengan informan diperoleh informasi sebagai berikut:

“Kalau perencanaan kita menggunakan metode konsumsi, epidemiologi”

“Kebutuhan unit itu tergantung permintaan unit, essensial dan non

essensial. Jadi mana yang essensial itu yang kita utamakan dahulu, Kita

ambilnya yang essensial nya itu harus tetap ada, itu saja. Jadi pertimbangan

dalam memesan itu yang fast moving sama esensial itu saja..“( 1)

“Iya, biasanya tergantung jumlah pemakaian dari apotik”

“Jumlah permintaan apotik, obatnya sering dipakai atau tidak, yaa..

permintaan dokter itu. misalnya yang sering disini aseptriason inj, itu kan

lancar, ya stoknya harus banyak, tapi kalau yang jarang itu kita sediakan

sedikit yang penting ada” (R.2)

Dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) Unit Farmasi RS Islam

Asshobirin, penentuan kebutuhan didasarkan kepada data kebutuhan 3 bulan,

data prediksi penyakit, jumlah persediaan barang di gudang, usulan masing-

masing unit, perhitungan pareto (fast moving, moderate dan slow moving) dan

obat essensial.

Namun dalam menentukan fast moving, moderate dan slow moving belum

pernah dilakukan perhitungan berdasarkan data rill obat baik dari jumlah

pemakaian maupun nilai investasi. Selama ini pengelompokan


103

persediaan hanya berdasarkan pengalaman saja. Obat yang sering diminta oleh

apotek disebut fast moving dan obat yang jarang diminta disebut slow moving.

Hal ini sesuai dengan penyataan informan berikut:

“Tidak ada pengelompokan obat, kira-kira saja yang sering dipakai itu

masuk fast moving, kalau yang jarang atau diam itu slow moving” (R.1)

“Tidak ada, kita tidak pernah hitung, tapi kita sudah tau kira-kira mana

yang cepat habis. sesuai pengalaman saja, yang lancar, yang sering habis

berati fast moving” (R.2)

Oleh karena itu, untuk menentukan pengelompokan obat, peneliti

melakukan studi analisis ABC. Untuk itu, peneliti mengumpulkan data

mengenai nama obat generik, harga obat generik dan jumlah pemakaian obat

generik selama periode tahun sebelumnya yaitu tahun 2012. Karena Unit

Farmasi RS Islam Asshobirin belum memiliki formularium, nama obat yang

dianalisis berdasarkan kepada daftar nama obat dalam Kepmenkes RI Nomor

092/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik. Harga

obat generik diambil berdasarkan transaksi pembelian obat generik kepada

distributor dan jumlah pemakaian berdasarkan permintaan obat generik dari

Apotek ke Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin selama tahun 2012.


104

Berikut adalah hasil analisis ABC obat generik berdasarkan jumlah

pemakaian tahun 2012:

Tabel 5.3
Analisis ABC berdasarkan Jumlah Pemakaian
Obat Generik Tahun 2012

Kelompok Jumlah Persentase Jumlah Persentase


Obat Jenis Obat Jumlah Jenis Pemakaian Jumlah
Obat Pemakaian
(%) (%)
Kelompok A 28 19,58 150.211 69,64

Kelompok B 30 20,98 43.156 20,10

Kelompok C 85 59,44 22.315 10,35

Total 143 100 215.682 100

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

Tabel di atas menunjukan kelompok obat generik berdasarkan jumlah

pemakaian (lampiran 7). Obat generik yang termasuk kelompok A adalah

sebanyak 28 jenis obat atau 19,58% dari seluruh jenis persediaan obat generik

dengan jumlah pemakaian sebanyak 150.211 item atau 69,64% dari total

pemakaian obat generik di RS Islam Asshobirin tahun 2012. Obat yang

termasuk ke dalam kelompok A adalah dengan pemakaian yang tinggi (fast

moving). Obat generik yang termasuk kelompok B adalah 30 jenis obat atau

20,98 dari seluruh jenis persediaan obat generik dengan jumlah pemakaian

sebanyak 43.156 item atau 20,1% dari total pemakaian obat generik di RS
105

Islam Asshobirin tahun 2012. Obat yang termasuk ke dalam kelompok B adalah

dengan pemakaian yang sedang (moderate).

Sedangkan obat generik yang termasuk kelompok C adalah sebanyak 85

jenis obat atau 59,44% dari seluruh jenis persediaan obat generik dengan jumlah

pemakaian sebanyak 22.315 item atau 10,35% dari total pemakaian obat

generik di RS Islam Asshobirin tahun 2012. Obat yang termasuk ke dalam

kelompok C ini adalah dengan pemakaian yang rendah (slow moving).

Berikut adalah hasil analisis ABC obat generik berdasarkan nilai investasi

tahun 2012:

Tabel 5.4
Analisis ABC berdasarkan Nilai Investasi
Obat Generik Tahun 2012

Kelompok Jumlah Persentase Nilai Persentase


Obat Jenis Obat Jumlah Jenis Investasi Nilai
Obat Investasi
(%) (%)
Kelompok A 13 9,09 177.739.716 69,44

Kelompok B 25 17,48 51.668.197 20,19

Kelompok C 105 73,43 26.536.458 10,37

Total 143 100 255.944.372 100

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

Tabel di atas menunjukan kelompok obat generik berdasarkan nilai

investasi (lampiran 8). Obat generik yang tergolong kelompok A adalah

sebanyak 13 jenis obat atau 9,09% dari seluruh obat generik dengan nilai
106

investasi sebesar Rp. 177.739.716,00 atau 96,44% dari total investasi obat

generik di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin.

Obat generik yang tergolong kelompok B adalah sebanyak 25 jenis obat

atau 17,48% dari seluruh obat generik dengan nilai investasi sebesar

Rp.51.668.197,00 atau 20,19% dari total investasi obat generik di Gudang

Farmasi RS Islam Asshobirin. Sedangkan obat generik yang tergolong

kelompok C adalah sebanyak 105 jenis obat atau 10,37% dari seluruh obat

generik dengan nilai investasi sebesar Rp. 26.536.458,00 atau 10,37% dari total

investasi obat generik di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin.

Kendala dalam menentukan jenis persediaan yang dibutuhkan di gudang

farmasi adalah tidak adanya formularium sebagai dasar dalam menentukan

kebutuhan. Selain itu permintaan dokter yang tidak tersedia di gudang atau

belum pernah diminta sebelumnya sehingga bagian gudang harus

mengusahakan mencari ke distributor lain, apotek, atau rumah sakit lain.

Berikut adalah kutipan wawancara mengenai kendala tersebut dengan

informan:

“Tidak ada formularium” (R.1)

“Kendala dalam menentukan jenis persediaan, kalau dokter meminta obat

itu kita harus tetap menyediakan, kalaupun kita mau mengganti sama obat
107

yang lain atau yang sudah ada, kita harus konfirmasi dahulu ke dokternya”

(R.2)

2. Economic Order Quantity (EOQ)

Dalam pelaksanaan pemesanan obat di unit farmasi tidak ada perhitungan

khusus mengenai jumlah pemesanan. Jumlah pemesanan tergantung pada

jumlah permintaan dari apotek. Obat yang sering diminta oleh apotek (fast

moving) disediakan dan dipesan lebih banyak daripada obat yang jarang diminta

oleh apotek (slow moving). Sebagaimana hasil wawancara dengan informan

berikut ini:

“Yaa itu, jumlah permintaan di apotik, kalau sedang banyak dibutuhkan

atau ada penyakit yang sedang banyak butuh obat kita pesan banyak. Kalau

fast moving kita pesan lebih banyak, tidak ada perhitungan khusus” (R.1)

“Yang mempengaruhi jumlah itu permintaan unit banyak atau tidak. Kalau

jumlah pemesanan tiap memesan obat, kita tidak ada perhitungan nya.

Sesuai kebutuhannya saja. Mintanya berapa, biasanya pesan berapa” (R.2)

Untuk mengetahui jumlah pemesanan yang optimum dalam setiap kali

melakukan pemesanan obat generik di RS Islam Asshobirin, dapat diterapkan

metode Economic Order Quantity (EOQ). Rumus untuk menentukan jumlah


108

pemesanan optimum menurut Heizer dan Render (2010), Bowersox (2010)

dan Buffa (1997) adalah sebagai berikut:

Keterangan:

Q = Jumlah optimum unit per pesanan (EOQ)

D = Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan

S = Biaya pemesanan untuk setiap pesanan

H = Biaya penyimpanan per unit per tahun

Untuk menentukan EOQ, diperlukan perhitungan mengenai permintaan

tahunan, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Permintaan tahunan

sebelumnya sudah dihitung pada analisis ABC. Berikut adalah perhitungan

biaya pemesanan dan biaya penyimpanan (Heizer dan Render (2010): a. Biaya

Pemesanan

Biaya pemesanan mencakup biaya dari persediaan, formulir, proses

pesanan pembelian, dukungan administrasi.

1) Biaya Telepon:

Biaya telepon = lama pemesanan (menit) x biaya telepon/menit

Berdasarkan wawancara dengan informan berikut ini, rata-rata

waktu yang dibutuhkan dalam setiap kali melakukan pemesanan adalah

5 menit:
109

“Kita lewat telepon saja, tidak pakai yang lain. kira-kira 3-5 menit

lah kalau telpon” (R.1)

“Lewat telepon saja, surat pemesanannya nanti diberikan ketika

obatnya diantar, berapa lama ya, ada 5 menit lah...” (informan 2)

Distributor tempat pemesanan obat berada di kota Tangerang

sehingga untuk tarif telepon mengikuti telkom lokal. Tarif telepon lokal

adalah Rp. 250,00 per 2 menit (www.telkom.co.id). Sehingga tarif telepon

per menit adalah Rp. 125,00. Maka perhitungannya adalah:

Biaya telepon = lama pemesanan (menit) x biaya telepon/menit

Biaya telepon = 5 menit x Rp.125,00/menit

= Rp. 625,00

Jadi biaya telepon dalam setiap melakukan pemesanan adalah Rp. 625,00

2) Biaya ATK/Administrasi

ATK yang digunakan oleh bagian gudang farmasi adalah, Surat

Pemesanan (SP) obat, buku tukar faktur, dan pita printer. Hal ini sesuai

dengan wawancara dengan informan berikut ini:

“Farmasi mintanya tidak banyak, rinciannya itu biasanya setiap bulan

pesan kwitansi rawat jalan biasanya 1 box harganya Rp. 160.000,00,

billing 1 box harganya Rp. 275.000,00, kertas pelaporan


110

2 ply 2 box harga satunya Rp. 120.000,00, buku tukar faktur 2 buku

satunya Rp. 7.500,00, pita printer 3 pita harga satunya Rp. 30.000,00,

kemudiak ada solatip 2 roll harganya Rp. 2.250,00 isi strappler 5 pack

harganya Rp. 1.375,00 sudah itu saja” (R.5)

“Kalau gudang untuk pemesanan obat hanya menggunakan kertas

pemesanan obat yang SP itu, kemudian buku tukar faktur, dan pita

printer 1 saja, yang pita 2 nya lagi digunakan oleh apotik. ATK yang

lainnya juga digunakan oleh apotik saja, kita tidak” (R.2)

Berikut adalah perhitungan biaya ATK dalam pemesanan setiap

bulan Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin:

Tabel 5.5
Biaya ATK dalam Pemesanan setiap Bulan Gudang Farmasi
RS Islam Asshobirin

No Barang Banyak Harga @ Jumlah

1 Surat Pemesanan (SP) 2 box 10.000,00 20.000,00

2 Buku tukar faktur 2 buku 7.500,00 15.000,00

3 Pita printer 1 pita 30,000 30.000,00

Total biaya 65.000,00

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

Berdasarkan perhitungan tersebut, biaya ATK/administrasi dalam

melakukan pemesanan di gudang farmasi dalam sebulan adalah Rp.

65.000,00 sehingga biaya pemesanan dalam setahun (12 bulan) adalah


111

Rp780.000,00. Selanjutnya untuk menentukan biaya ATK/administrasi

per pemesanan dibutuhkan jumlah transaksi pemesanan dalam setahun

yaitu tahun 2012. Berdasarkan data yang diperoleh dari sistem informasi

RS di unit gudang farmasi, dalam setahun gudang farmasi melakukan

pemesanan sebanyak 2.106 kali pada tahun 2012. Maka biaya

ATK/administrasi perpemesanan adalah biaya pemesanan setahun dibagi

dengan jumlah transaksi pemesanan setahun, yaitu Rp.370,00.

Berdasarkan rincian biaya pemesanan tersebut, maka biaya

pemesanan adalah:

Tabel 5.7
Total Biaya Perpemesanan di Gudang Farmasi
RS Islam Asshobirin

No Komponen Biaya pemesanan Biaya/pemesanan


(Rp)
1 Biaya telepon 625,00

2 Biaya ATK/Administrasi 370,00

Total biaya per pemesanan 995,00

Sumber: Hasil pengolahan data sekunder

Jadi, biaya dalam setiap kali pemesanan adalah sebesar Rp. 995,00.

b. Biaya penyimpanan

Biaya penyimpanan mencakup biaya terkait menyimpan atau

membawa persediaan selama waktu tertentu. Biaya penyimpanan menurut

Heizer dan Render (2010) adalah 26% dari unit cost barang. Setelah
112

diketahui jumlah pemakaian obat tahunan, biaya pemesanan dan biaya

penyimpanan, kemudian dilakukan perhitungan mengenai jumah pemesanan

optimum dalam setiap kali pemesanan, angka untuk masing-masing obat

tersebut dimasukan ke dalam rumus seperti pada lampiran 9.

Sebagai contoh, perhitungan EOQ pada obat Ceftriaxone 1gr inj:

Obat Ceftriaxone 1gr inj, berdasarkan pengumpulan data dan telaah

dokumen diperoleh angka sebagai berikut:

Jumlah pemakaian tahunan = 6.770 vial

Biaya Pemesanan = Rp. 995,00

Biaya Penyimpanan = Rp. 2.031,00

Maka Economic Order Quantity (EOQ) adalah:

Q2 = 2 x 6.770 x 995

2.031

Q = 81,44 = 81 vial

Jadi, jumlah pemesanan yang optimal dalam setiap kali memesan obat

Ceftriaxone 1gr inj adalah 81 vial.

Kendala yang dirasakan oleh bagian gudang farmasi dalam menghitung

jumlah pemesanan adalah tidak didukung oleh Sistem Informasi yang memadai.

Dalam sistem informasi tidak ada summary report/laporan


113

mengenai penggunaan atau pembelian obat baik setiap bulan maupun tahunan,

sehingga sering kali jumlah pembelian diperkirakan sesuai pengalaman

permintaan dari Apotek.

Berikut adalah hasil wawancara dengan informan:

“Kita belum didukung oleh sistem informasi yang sesuai. Komputer yang

sekarang itu belum ada summary report-nya seperti penggunaan bulanan

atau gimana, jadi mau memeriksa menghitung sebanyak itu juga susah”

(R.1)

“Kendala dalam menentukan jumlah pemesanan itu karena kita memang

tidak pernah menghitung juga” (R.2)

3. Reorder Point (ROP)

Waktu dilakukan pemesanan di RS Islam Asshobirin dilakukan pada hari

senin dan kamis, namun apabila ada kebutuhan pemesanan di luar hari tersebut

pemesanan tetap dilakukan untuk memenuhi kebutuhan apotek. Untuk

menentukan waktu pemesanan kembali setiap obat tidak ada perhitungan

khusus. Menurut informan obat tersebut dipesan sebelum stok obat kosong (0),

sebagaimana kutipan wawancara berikut:

“Sebenarnya awalnya kita order 2 kali senin dan kamis, itu untuk stok 1

minggu. Hari senin dicek lagi, kamis cek lagi. ada yang kosong, dipesan.
114

Kalau waktu pembelian setiap obat, ya limit sebelum 0 kita sudah harus

pesan, kalau sudah 0 kita pesan cito”( 1)

“Jadwal pembeliannya itu kita senin kamis, tapi setiap hari juga bisa, kalau

cito kita harus pesan juga” (R.2)

Waktu pemesanan obat kembali di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin

tergantung pada sisa stok di gudang farmasi yang dicatat pada buku defekta.

Pemesanan dilakukan sebelum stok mencapai 0 atau ketika stok sudah

mencapai 0. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara berikut:

“Nah ini kan ada permitaannya, nanti kita isi berapa yang dikirim. Jadi

misalnya dia minta 20 kita kirim 20, ternyata stok itu berlebih kita catat

sisanya, misalnya Fortidek minta 100 kita kirim 100, gudang sisa 400. Tapi

misalnya depan (apotik) minta 4 tapi gudang sedang kosong atau minta 50

ternyata cuma ada 20 ya sudah kita kirim 20, berati sisa stok 0. Nah yang

nol nol ini kita jadikan patokan pengadaan. limit sebelum 0 kita sudah harus

pesan tapi kalau sudah 0 kita harus cito..” (R.1)

“Awal prosesnya, nanti apotik minta obat yang istilahnya defekta, kita lihat

di buku defekta misalnya apotik minta obat 100, kita punya 100 berarti sisa

stok nya 0, paling tidak kita harus order supaya di gudang itu ada stok”

(R.2)
115

Untuk menentukan waktu pemesanan yang ideal untuk setiap jenis obat

dapat digunakan perhitungan Reorder Point (ROP). Cara menghitung Reorder

Point (ROP) menurut Heizer dan Render (2010), Johns dan Harding (2001)

adalah:

ROP = (d x L) + SS

Keterangan:

ROP = Reorder Point

d = permintaan harian

L = lead time (waktu tunggu)

SS = persediaan pengaman (safety stock)/buffer stock

Sedangkan untuk menentukan safety stock, perlu mempertimbangkan

target pencapaian kinerja (service level). Menurut Assauri (2004), jika buffer

stock/safety stock dengan service level dan standar lead time diketahui dan

bersifat konstan, maka perhitungannya adalah sebagai berikut:

SS = Z x d x L

Keterangan :

SS = Safety Stock/Buffer stock

Z = Service level

D = Rata-rata pemakaian

L = Lead Time
116

Berdasarkan Biro Perencanaan dan Anggaran Sekjen Kemenkes RI

(2013), target pencapaian ketersediaan obat di RS adalah 95%. Dalam tabel Z

(lampiran 11), untuk service level 0,95 nilai Z adalah 1,65.

Menurut informan, lead time (waktu tunggu) obat maksimal adalah 1 hari.

Berikut adalah kutipan wawancara dengan informan:

“Lead time waktu tunggu pengadaan obat itu paling tidak 24 jam. Kan kita

di Tangerang, distributornya ada disini semua, jadi cepat memesan obatnya,

kecuali di daerah” (R.1)

“Kalau pesan obat biasanya paling cepat, tergantung jamnya, kalau pesan

jam 9 bisa sampai sore kalau pesan siang sampai besok pagi. Yaa sehari lah

paling lama.” (R.2)

Berikut ini adalah contoh perhitungan Reorder Point (ROP) untuk obat

Ceftriaxone 1 gr inj:

Jumlah pemakaian tahun 2012 (D) = 6.770 vial

Lead time (l) = 1 hari

Service level = 95%

Jumlah hari dalam setahun = 365

Maka:

Jumlah pemakaian rata-rata (d)= 6.770 vial/365 hari = 19 vial

Z (95%) = 1,65

Safety Stock (SS) =zxdxl

= 1,65 x 19 x 1
117

= 31,35 vial atau 31 vial

Jadi, safety stock/stok pengaman untuk obat Ceftriaxone 1 gr inj adalah 31 vial.

ROP = (d x l) + SS

= (19 x 1) + 31

= 50 vial

Jadi, Reorder Point (ROP) untuk obat Ceftriaxone 1 gr inj adalah 50 vial.

Berdasarkan perhitungan tersebut, artinya pada leadtime/waktu tunggu

selama 1 hari dengan pemakaian rata-rata perhari adalah 19, obat Ceftriaxone 1

gr inj dapat dilakukan pemesanan kembali ketika stok obat sudah mencapai 51

vial. Hasil perhitungan jenis obat lain dapat dilihat pada lampiran 10.

Kendala yang dirasakan oleh gudang farmasi dalam menentukan kapan

waktu pemesanan kembali dilakukan adalah tidak adanya perhitungan buffer

stock, sehingga waktu memesanan tergantung dari kondisi stok sebelum

mencapai 0 atau pada saat 0.

“yaa itu sama seperti yang tadi.. buffer stocknya” (R.1)

“kita tergantung dari sisa stoknya saja, jadi kalau kosong ya dipesan” (R.2)
4.6 Kendala Dalam Persediaan Obat

Вам также может понравиться