Вы находитесь на странице: 1из 25

1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Kejang Demam

a.Pengertian Kejang Demam

Kejang demam atau febrile convulsion ialah kebangkitan kejang yang terjadi pada

kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses

ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering

dijumpai pada anak,terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun.

Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam

pada percobaan binatang,suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan

kejang.

Kejang demam merupakan bangkitan demam yang terjadi pada kenaikan suhu

38oC yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial seperti infeksi saluran

pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastrointestinal, dan lain-lain. Pada keadaan

demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan peningkatan metabolisme besar

sebesar10%-15% dan kebutuhan oksigen sebesar 20% (Ngastiyah, 2014).

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi. Suhu badan

tinggi ini karena kelainan ekstrakranial. (lestari, 2016).

Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38°C)

yang disebabkan oleh proses ekstra kranial. (Nugroho, 2011).

Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak

mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi
2

pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku,

kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas

akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak

akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi

walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada anak pada umumnya tidak

berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Kejang ini disebut dengan kejang

demam sederhana.

Kejang dapat berlangsung lebih lama (lebih dari 15 menit) dan disebut dengan

kejang demam kompleks. Kejang jenis inidapat bersifat multipel dalam 1 periode

demam. Dapat disertai dengan apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi

untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asiosis

laktak disebabkan oleh metaboliesme anaerobik, selain itu juga terjadi hipotensi

arterial yang disertai iregularitas irama jantung. Gangguan sirkulasi dapat

mengakibatkan hiposia yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi

cedera di otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat

serangan kejang terus menerus dapat merupakan faktor presdiposisi terjadi epilepsi

spontan di kemudian hari.


3

b. Anatomi Fisiologi

Seperti yang dikemukakan Syaifuddin (1997), bahwa system saraf terdiri dari

system saraf pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari cerebellum, medulla

oblongata dan pons (batang otak) serta medulla spinalis (sumsum tulang belakang),

system saraf tepi (peripheral nervous system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-

saraf kepala) dan semua cabang dari medulla spinalis, system saraf gaib (autonomic

nervous system) yang terdiri dari sympatis (sistem saraf simpatis) dan parasymphatis

(sistem saraf parasimpatis).

Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus oleh

selaput otak yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi struktur saraf

terutama terhadap resiko benturan atau guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan

yaitu duramater, arachnoid dan piamater.


4

1) Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari :

a) Cerebrum (otak besar)

Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior

rongga tengkorak di mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis anterior dan

cavum cranialis media.

Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan medulla cerebri.

Fungsi dari cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat sensorik, pusat

pendengaran / auditorik, pusat penglihatan / visual, pusat pengecap dan pembau serta

pusat pemikiran.

Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia alba

sehingga tidak berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di dalam daerah

medulla cerebri. Pada setiap hemisfer cerebri inilah yang disebut sebagai ganglia

basalis.

2) Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah :

a) Thalamus

Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali impuls

pembau yang langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi thalamus

terutama penting untuk integrasi semua impuls sensorik. Thalamus juga

merupakan pusat panas dan rasa nyeri.

b) Hypothalamus

Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus

terdiri dari beberapa nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan


5

fisiologi yang berbeda. Hypothalamus merupakan daerah penting untuk

mengatur fungsi alat demam seperti mengatur metabolisme, alat genital,

tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa lapar dan haus, saraf otonom dan

sebagainya. Bila terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi

perubahan-perubahan. Seperti pada kasus kejang demam, hypothalamus

berperan penting dalam proses tersebut karena fungsinya yang mengatur

keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya proses-proses

patologik ekstrakranium.

c) Formation Reticularis

Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak

(superior dan pons varoli) ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas

cortex cerebri di mana pada daerah formatio reticularis ini terjadi stimulasi

/ rangsangan dan penekanan impuls yang akan dikirim ke cortex cerebri.

b) Serebellum

Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa

cranial posterior. Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang

berfungsi sebagai pusat koordinasi kontraksi otot rangka.

System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar dari

otak atau batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus cranialis ada 12

pasang

(1) N. I : Nervus Olfaktorius

(2) N. II : Nervus Optikus

(3) N. III : Nervus Okulamotorius


6

(4) N. IV : Nervus Troklearis

(5) N. V : Nervus Trigeminus

(6) N. VI : Nervus Abducen

(7) N. VII : Nervus Fasialis

(8) N. VIII : Nervus Akustikus

(9) N. IX : Nervus Glossofaringeus

(10) N. X : Nervus Vagus

(11) N. XI : Nervus Accesorius

(12) N. XII : Nervus Hipoglosus.


7

c. Etiologi Kejang Demam

Hingga kini beium diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi

saluran pernapasan atas, otitis media pneumonia, gastroententis, dan infeksi saluran

kemih. Kejang juga dapat terjadi pada bayi yang mengalami kenaikan suhu sesudah

vaksinasi contohnya vaksinasi campak, akan tetapi sangat jarang (lestari, 2016).

Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain: infeksi yang

mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis, media akut, bronkitis.

(Riyadi dan sujono, 2009).

d. Patofisiologi Kejang Demam

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan energi

yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting

adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru

dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Dari uraian tersebut dapat

diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi

dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari

permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionil. Dalam keadaan normal

membran sel neuron dapat dilalui dengan muadh oleh iob kalium (K+) dan sangat

sulit dilalui oleh ino natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-).

Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggu dqan konsentrasi Na+ rendah,

sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis

dan konsentrasi ion di ndalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial

membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
8

potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATO-ase yang

terdapat pada permukaan sel.

1) Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :

a) Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

b) Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanisme. Kimiawi atau

aliran listrik dari sekitarnya.

c) Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1̊C akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme besar 10-15% dan kebutuhan oksugen akan meningkat 20%. Pada

seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu,

kenaikan suhu tubh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron

dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion

natrium melalui membran tersebutdengan akibta terjadinya lepas muatan

listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke

seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang

disebut dengan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap anak memiliki

ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang

kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu

38̊C sedangkan anak dengan ambang kejang yang tingi kejang baru terjadi jika

suhu mencapai 40̊C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa

berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang
9

kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu memperhatikan

pada tingkat suhu berapa pasien menderita kejang.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya

dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama

(Lebih dari 15 menit) biasanya disertai dengan apnea, meningkatnya kebutuhan

oksigen dan energi untuk kontraksi skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia

hiperkania, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi

arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin

meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot, dan

selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di

atas merupakan faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak

selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan

peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan

permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan

sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah

mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di

kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu

kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis

di otak hingga terjadi epilepsi. (Ngastiyah, 2014).

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan

dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh

infeksi di luar susunan saraf pusat; misalnya tonsilitis, otitis media akut,

bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain. Serangan kejang biasaqnya terjadi dalam


10

24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan

dapaar berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal agau akinetik. Umumnya

kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi

apapun untuk sejenak tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan

terbangun dan sadar kembali tanpa ada kelainan saraf. Menghadapi pasien

dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang atau gejala

yang manakah yang mengakibatkan anak mederita apilepsi. Untuk Livingston

membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu :

(1) Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)

(2) Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered off fever)

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari 7 kriteria

tersebut (modifikasi Livingstone) digolongkan pada epilepsi yang

diprovokasi oleh demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar

kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya

merupakan faktor pencetus saja. Telah diketahui bahwa kejang demam adalah

kejang yang terjadi pada saat menderita suhu tinggi, dapat sampai

hiperpireksia. Kejang demam dapat disebabkan karena adanya infeksi

ekstrakranial misalnya OMA. Berbeda dengan meningitis atau ensefalitis,

tumor otak mempunyai kelaiann pada otak sendiri. Perlu diingat bahwa

kejang demam hanya terjadi pada anaj usis tertentu. Tetapi epilepsi yang

diprovokasi oleh dema juga menyebabkan kejang, oleh karena itu anamnesis

yang diteliti sangan diperlukan.


11

e. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyin gkirkan kemungkinan

meningitis, terutama pada pasien kejang dema yang pertama. Pada bayi-bayi kecil

seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi

berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.

Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai prognostik. EEG

abnormaltidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau

kejang demam sderhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan

untuk mengevaluasi sumber infeksi.

f. Penanganan Kejang Demam

1) Penanganan Umum Kejang Demam

a) Jangan panik berlebihan.

b) Jangan masukkan sendok atau jari ke mulut.

c) Jangan memberi obat melalui mulut saat anak masih kejang atau masih belum

sadar.

d) Letakkan anak dalam posisi miring, buka celananya kemudian berikan

diazepam melalui anus dengan dosis yang Sama.

e) Bila masih kejang, diazepam dapat diulang lagi setelah 5 menit, sambil

membawa anak ke rumah sakit.

f) Bila anak demam tinggi, usahakan untuk menurunkan suhu tubuh anak anda

dengan mengkompres tubuh anak dengan air hangat atau air biasa, lalu berikan

penurun demam bila ia sudah sadar.


12

g) Jangan mencoba untuk menahan gerakan-gerakan anak pada saat kejang,

berusahalah untuk tetap tenang.

h) Kejang akan berhenti dengan sendirinya. Amati berapa lama anak anda kejang.

i) Ukurlah suhu tubuh anak anda pada saat itu, hal ini bisa menjadi pegangan anda

untuk mengetahui pada suhu tubuh berapa anak anda akan mengalami kejang.

j) Hubungi petugas kesehatan jika kejang berlangsung lebih lama dari 10 menit.

k) Jika kejang telah berhenti, segeralah ke dokter untuk mencari penyebab dan

mengobati demam.

2) Penanaganan Kejang Demam di Rumah Sakit

a) Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat

b) Pemberian oksigen melalui face mask

c) Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika

telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus

d) Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

e) Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti

kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan

pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan

pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan .

g. Penatalaksanaan Kejang Demam

Ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu : (1) pengobatan fase akut; (2) mencari dan

mengobati penyebab; (3) pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang

demam.
13

1) Pengobatan Fase Akut. Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang

pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah ata muntahan. Jalan napas

harus bebas agar oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran,

tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi

diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik.

Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan

intravena atau intra rektal. Dosis diazepam intrevena 0,3-0,5 ml/Kg BB/kali

dengan kecepatan 1-2 mg/menit engan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang

berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila

tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia

atau pemberiannya sulit. Gunakan diazepam intra rektal 5 mg (BB kurang dari 10

kg) atau (BB lebih dari 10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang setlah 5

menit kemudian. Bila tidak behenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-

20 mg/Kg BB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/Kg BB/menit. Setelah

pemberian fenitoinm harus dilajukan pembilasan dengan NaCL fisiologis karena

fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.

Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan

langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan-1 tahun 50 mg

dan umur 1 tahun keatas 75 mg secara intramuskular. 4 jam kemudia berikan

fenobarbital dengan dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/ kg

BB/hari dibagi selama 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/

kg BB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara

suntikan dan setelah membaik peroral. Perhatikan dosis total tidak melebihi 200
14

mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi

pernapasan.

Bila kejang berhenti dengan fenitoin, lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8 mg/ Kg

BB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.

2) Mencari dan mengobati penyebab. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan

untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang

demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi

lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya ada gejala

meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.

3) Pengobatan Profilaskis. Ada 2 cara profilaksis, yaitu : (1) profilaksis intermiten

saat demam. (2) profilaksis terum menerus dengan anti konvulsan setiap hari.

Untuk profilaksis intermiten diberikan dizepam secara oral dengan dosis 0,3-9,5

mg/ kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula

diberikan secara intrarektal tiap 8 jam sebnyak 5 mg (BB kurang dari 10 kg) dan 10

mg (BB lebih dari 10 Kg). Setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5̊ C. Efek

samping diazepam adalah ataksia, mengantuk, hipotonia.

Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam

berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya

epilepsi dikemudian hari. Profilsis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5

mg/ Kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis. Obat lain yang dapt digunakan adalah asam

valproat dengan dosis 15-40 mg/ kg BB/hari. Anti konvulsan profilasksis terus

menerus diberikan selama 102 tahun setelah kejang berakhir san dihentikan bertahap

selama 1-2 bulan.


15

Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk

poin 1 atau 2), yaitu :

a) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau

perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikro sefal)

b) Kejang demam lebih lama dari 15 menit, vokal, atau diikuti kelaianan neurologis

sementara atau menetap.

c) Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.

d) Bial kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi

demam multiple dalam 1 episode demam.

Bila hanya memenuhi 1 kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka

panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan

diazepam oral atau rektal tiap 8 jam disamping antipiretik.


16

h. Pathway Kejang Demam

Infeksi bakteri
virus dan parasit Rangsang mekanik
dan biokimia.
Reaksi inflamasi Gangguan
keseimbangan cairan

Reaksi demam dan elektrolit


Perubahan konsentrasi ion Kelainan neurologis
di ruang ekstraseluler perinatal/prenatal
hipertermia

Ketidakseimbangan
Resiko kejang berulang potenial membran ATP Perubahan difusi
ASE Na+ dan K+
Pelepasan muatan listrik
Resiko semakin meluas keseluruh Perubahan beda
keterlambatan sel maupun membran sel potensial membran
berkembang sekitarnya dengan bantuan sel neuron
neurotransmitter
Resiko cidera

Resiko cidera Kejang


Kurang dari 15 menit (KDS)

Kesadaran menurun Lebih dari 15 menit (KDK)


Kontraksi otot meningkat

Reflek menelan menurun Perubahan suplay


Metabolisme meningkat darah ke otak

Resiko aspirasi
Suhu tubuh meningkat Resiko kerusakan sel
neuron otak
Kebutuhan O2 Ketidakefektifan termogulasi
meningkat
Skema 2.1 Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
Resiko afiksia Sumber : Nurarif, Kusuma (2015)
17

2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Sikap Orang Tua

a. Tingkat Pendidikan

Secara umum, orang yang berpendidikan lebih tinggi akan memiliki pengetahuan

yang lebih luas dari pada orang yang berpendidikan lebih rendah.

Pendidikan diartikan sebagai usaha manusia yang dijalankan oleh seseorang atau

kelompok orang lain agar mencapai dewasa atau mencapai tingkat hidup atau

penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental (Hasbullah, 2008)

Pendidikan adalah situasi dimana terjadi dialog antara peserta didik dengan

pendidik yang memungkinkan pserta didik tumbuh ke arah yang dikehendaki oleh

pendidik agar selaras dengan nilai- nilai yang dijunjung tinggi masyarakat (Satori, 2007)

Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan adalah upaya persuasi atau

pembelajaran kepada masyarakat, agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan

(praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah- masalah), dan meningkatkan

kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang

dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan

kesadarannya melalui proses pembelajaran, sehingga perilaku tersebut diharapkan akan

berlangsung lama (long lasting) dan menetap (langgeng), karena didasari oleh

kesadaran.

b. Pengalaman

Pengalaman adalah sesuatu yang dirasakan (diketahui, dikerjakan), juga

merupakan kesadaran akan suatu hal yang tertangkap oleh indra manusia. Pengetahuan

yang diperoleh dari pengalaman berdasarkan kenyataan yang pasti dan pengalaman yang

berulang-ulang dapat menyebabkan terbentuknya pengetahuan. Pengalaman masalalu


18

dan aspirasinya untuk masa yang akan datang menentukan perilaku masa kini. Ibu yang

anaknya sudah pernah kejang sebelumnya, biasanya akan lebih waspada dan

mengantisipasi apabila anak demam untuk mencegah terjadinya kejang lagi

c. Fasilitas

Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan

seseorang.Fasilitas tersebut bisa berasal dari majalah, televisi, radio, koran, buku, gadget

dan lain lain. Sehingga mempermudah orang tua untuk mendapatkan informasi tentang

kejang demam.

d. Penghasilan

Penghasilan tidak terlalu berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang. Namun,

jika seseorang berpenghasilan besar, maka dia mampu menyediakan fasilitas yang lebih

baik untuk mencari dan mendapatkan informasi tentang kejang demam.

e. Pekerjaan

Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh

manusia.Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja

yang menghasilkan uang bagi seseorang.

3. Balita

a. Pengertian Balita

Anak Balita adalah sebagai masa emas atau "golden age" yaitu insan manusia

yang berusia 0-5 tahun (UU No. 20 Tahun 2003), meskipun sebagian pakar menyebut

anak balita adalah anak dalam rentang usia 0-8 tahun (Kurniadi, 2012).
19

b. Tumbuh Kembang Balita

Istilah pertumbuhan dan perkembangan (tumbang) pada dasarnya merupakan dua

peristiwa yang berlainan, akan tetapi keduanya saling keterkaitan. Pertumbuhan

(growth) merupakan masalah perubahan dalam ukuran besar, jumlah, ukuran atau

dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat

(gram, kilogram), ukuran panjang (cm, meter). Sedangkan perkembangan

(development) merupakan bertambahnya kemampuan (skill/keterampilan) dalam

struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat

diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Dari dua pengertian tersebut di atas

dapat ditarik benang merah bahwa pertumbuhan mempunyai dampak aspek fisik,

sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi sel atau organ tubuh

individu, keduanya tidak bisa terpisahkan (Sukarmin, 2009).

Sangat mudah bagi orang tua untuk selalu mengamati pertumbuhan dan

perkembangan fisik anaknya karena hal ini hampir setiap hari orang tua bisa

melihatnya.

1) Tumbuh kembang infant /bayi umur 0-12 bulan

a) Umur 1 bulan

Fisik : berat badan akan meningkat 150-200 gr/mg, tinggi badan meningkat 2,5

cm/bulan, lingkar kepala meningkat 1,5 cm/bulan. Besarnya kenaikan seperti

ini akan berlangsung sampai bayi berumur 6 bulan.

Motorik: bayi akan mulai berusaha untuk mengangkat kepala dengan dibantu

oleh orang tua, tubuh ditengkurapkan kepala menoleh ke kiri ataupun ke kanan

refleks menghisap, menelan, menggenggam, sudah mulai positif.


20

Sensoris : mata mengikuti sinar ke tengah

Sosialisasi : bayi sudah mulai tersenyum pada orang yang ada di sekitarnya

b) Umur 2-3 bulan

Fisik : Fontanel posterior sudah menutup.

Motorik : mengangkat kepala, dada dan berusaha untuk menahannya sendiri

dengan tangan, memasukan tangan ke mulut, mulai berusaha untuk meraih

benda-benda yang menarik yang ada disekitarnya, bisa di dudukkan dengan

posisi punggung disokong, mulai asyik bermain-main sendiri dengan tangan

dan jarinya.

Sensoris : sudah bisa mengikuti arah sinar ke tepi, koordinasi ke atas dan ke

bawah, mulai mendengarkan suara yang didengarnya.

Sosialisasi : mulai tertawa pada seseorang, senang jika tertawa keras, menangis

sudah mulai berkurang.

c) Umur 4-5 bulan

Fisik : berat badan menjadi 2 kali lebih berat badan lahir, ngeces karena tidak

adanya koordinasi menelan saliva.

Motorik : jika didudukan kepala sudah bisa seimbang dan punggung sudah

mulai kuat, bila di tengkurapkan sudah bisa mulai miring dan kepala sudah bisa

tegak lurus, reflek primitif sudah mulai hilang, berusaha meraih benda di

sekitar dengan tangannya.

Sensoris : sudah bisa mengenal orang-orang yang sering berada di dekatnya,

akomodasi mata positif.


21

Sosialisasi : senang jika berinteraksi dengan orang lain walaupun belum pernah

dilihatnya/dikenalnya, sudah bisa mengeluarkan suara pertanda tidak senang

bila mainan/benda miliknya diambil oleh orang lain.

d) Umur 6-7 bulan

Fisik : berat badan meningkat 90-150 gr/minggu, tinggi badan meningkat 1,25

cm/bulan, lingkar kepala meningkat 0,5 cm/bulan besarnya kenaikan seperti ini

akan berlangsung sampai bayi berusia 12 bulan (6 bulan kedua), gigi sudah

mulai tumbuh.

Motorik : bayi sudah bisa membalikkan badan sendiri, memindahkan anggota

badan dari tangan yang satu ke tangan yang lainnya, mengambil mainan

dengan tangannya, senang memasukkan kaki ke dalam mulut, sudah mulai bisa

memasukkan makanan ke mulut sendiri.

Sosialisasi: sudah dapat membedakkan orang yang dikenalnya dengan yang

tidak dikenalnya, jika bersama dengan orang yang belum dikenalnya bayi akan

merasa cemas (stangger anxiety), sudah dapat menyebut atau mengeluarkan

suara em.....em.....em...., bayi biasanya cepat menangis jika terdapat hal-hal

yang tidak disenangnya akan tetapi akan cepat tertawa lagi.

e) Umur 8-9 bulan

Fisik : sudah bisa duduk dengan sendirinya, koordinasi tangan ke mulut sangat

sering, bayi mulai tengkurap sendiri dan mulai belajar untuk merangkak, sudah

bisa mengambil benda dengan menggunakan jari-jarinya.

Sensoris: bayi tertarik dengan benda-benda kecil yang ada disekitarnya.


22

Sosialisasi : bayi mengambil stranger anxiety / merasa cemas terhadap hal-hal

yang belum dikenalnya (orang asing) sehingga dia akan menangis dan

mendorong serta merontah-rontah, jika dimarahi dia sudah bisa memberikan

reaksi menangis dan tidak senang mulai mengulang kata-kata “ dada..dada”

tetapi belum punya arti.

f) Umur 10-12 bulan

Fisik : berat badan 3 kali berat badan waktu lahir, gigi bagian atas sudah tumbuh.

Motorik : sudah mulai belajar berdiri tetapi tidak bertahan lama, belajar berjalan

dengan bantuan, sudah bisa berdiri dan duduk sendiri, mulai belajar akan dengan

menggunakan sendok akan tetapi lebih senang menggunakan tangan, sudah bisa

bermain ci...luk...ba..., mulai senang mencoret-coret kertas.

Sensoris : visual aculty 20-50 positif, sudah dapat membedakan bentuk.

Sosialisasi : emosi positif, cemburu, marah, lebih senang pada lingkungan yang

sudah diketahuinya, merasa takut pada situasi yang asing, mulai mengerti akan

perintah sederhana, sudah mengerti namanya sendri, sudah bisa menyebut abi,

ummi.

2) Tumbuh kembang Toddler (BATITA) umur 1-3 Tahun

a) Umur 15 bulan

Motorik kasar : sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain.

Motorik halus : sudah bisa memeganggi cangkir, memasukkan jari ke lubang

membuka kotak, melempar benda.


23

b) Umur 18 bulan

Motorik kasar : mulai berlari tetapi sering jatuh, menarik-narik mainan, mulai

senang naik tangga tetapi masih dengan bantuan.

Motorik halus : sudah bisa makan dengan menggunakan sendok, bisa

membuka halaman buku, belajar menyususn balok-balok.

c) Umur 24 bulan

Motorik kasar : berlari sudah baik, dapat naik tangga sendiri dengan kedua kaki

tiap tahap.

Motorik halus : sudah bisa membuka pintu, membuka kunci, menggunting

sederhana, minum dengan menggunakan gelas atau cangkir, sudah dapat

menggunakan sendok dengan baik.

d) Umur 36 bulan

Motorik kasar : sudah bisa naik turun tangga tanpa bantuan, memakai baju

dengan bantuan, mulai bisa naik sepeda beroda tiga.

Motorik halus : bisa menggambar lingkaran, mencuci tangannya sendiri,

menggosok gigi.

3) Tumbuh kembang pra sekolah

a) Usia 4 tahun

Motorik kasar : berjalan berjinjit, melompat, melompat dengan satu kaki,

mengangkap bola dan melemparkannya dari atas kepala.

Motorik halus : sudah bisa menggunakan gunting dengan lancar, sudah bisa

menggambar kotak, menggambar garis vertikal maupun garis horizontal,

belajar membuka dan memasang kancing baju.


24

b) Usia 5 tahun

Motorik kasar : berjalan mundur sambil berjinjit, sudah dapat menangkap dan

melempar bola dengan baik, sudah dapat melompat dengan kaki secara

bergantian.

Motorik halus : menulis dengan angka-angka, menulis dengan huruf, menulis

dengan kata-kata, belajar menulis nama, belajar mengikat tali sepatu.

Sosial emosional : bermain sendiri mulai berjurang, sering berkumpul dengan

teman sebaya, interaksi sosial selama bermain meningkat, sudah siap untuk

menggunakan alat-alat bermain.

Pertumbuhan fisik : berat badan meningkat 2,5 kg/tahun, tinggi badan

meningkat 6,75 - 7,5 cm/tahun.


25

B. Kerangka Teori

Kerangka konsep pada hakikatnya adalah suatu uraian dan visualisasi konsep-konsep

serta variable-variabelyang akan diukur/diteliti (Notoatmodjo,2010).

KEJANG DEMAM FAKTOR FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI
-PENGERTIAN
-TINGKAT PENDIDIKAN
-ANATOMI
-PENGALAMAN
-ETIOLOGI
-FASILITAS
-PATOFISIOLOGI
-PENGHASILAN
-PEMERIKSAAN
PENUNJANG -PEKERJAAN
-PENATALAKSANAAN

-PATHWAYS

BALITA

DEFINISI

TUMBUH KEMBANG

Вам также может понравиться