Вы находитесь на странице: 1из 12

Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632

e-ISSN 2579-8561

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE NASIONAL DI


INDONESIA
(Enforcement of National Arbitration Award in Indonesia)

Mosgan Situmorang
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum
Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I.
Jalan HR. Rasuna Said Kavling 4-5 Jakarta Selatan 12920
Telepon (021) 2525015 Faksimili (021)2526438
Email: mosgansit@yahoo.com
Tulisan Diterima: 01-11-2017; Direvisi: 21-11-2017; Disetujui Diterbitkan: 24-11-2017

ABSTRACT
The most important issue in a dispute is, the enforcement of a verdict or judgement on the dispute or
often called as an execution. It will be useless to have a final and binding judgement only to see that the
decision is unenforceable. In the civil cases, there are at least 2(two) important institutions that may be
relied on in settling the dispute, i.e. the court and the arbitration center. The arbitration center may examine
the dispute in a fairer and faster manner, however it has no organs to force the non-favored party to
discharge his or her obligations under the awards, Therefore the role of the district court is needed. There
are some requirements to meet for a court to enforce the award, among others are that the execution
should be made within 30 (thirty) days from the issuance of award, the original or authentic copy of the
arbitral award must have been submitted and registered by the arbitrator or his proxy to the clerk of the
district court. Non-fulfillment of the requirements above will render the arbitral award unenforceable. The
first issue in this study is, what is the role of the courts in the enforcement of the national arbitration award
and the second is, what is the benefits of entering the arbitration award to the district court. The method
used in this research is the normative juridical method, and consequently the data is secondary data.
From the research one may conclude that there are two main roles a d i s t r i ct court should play, the
first is to accept the registration of the award and the second is to execute the award if the loosing
party is not willingly to discharge their respective obligations. An arbitration award not registered by
the Arbitrator within 30 days from the issuance will render the arbitral award unenforceable. The
recomendation of the research, it is necessary to revise the Law No. 30 of 1999 on Arbitration and
Alternative Dispute R e s o l u t i o n , in particular the provisions on the registration of arbitral award.
Keywords: Enforcement of Arbitration Award

ABSTRAK
Hal terpenting dalam suatu sengketa adalah pelaksanaan putusan atas sengketa tersebut atau sering
disebut dengan istilah eksekusi. Adalah sia-sia apabila dalam suatu perkara yang sudah mempunya
kekuatan hukum yang tetap, akan tetapi pada akhirnya tidak dapat dieksekusi. Di dalam perkara perdata
paling tidak ada dua lembaga penting yang dapat menjadi tempat penyelesaian suatu perkara, yakni lembaga
pengadilan dan arbitrase. Badan Arbitrase dapat melaksanakan pemeriksaan sengketa secara adil dan lebih
cepat akan tetapi Badan Arbitrase tidak punya organ untuk dapat memaksa pihak yang kalah melaksanakan
putusannya, seperti layaknya pengadilan yang mempunyai juru sita untuk melaksanakan eksekusi. Oleh
karena itu dibutuhkan peranan pengadilan negeri. Agar pengadilan dapat melakukan eksekusi maka ada
syarat yang harus dipenuhi yakni dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh ) hari terhitung sejak tanggal
putusan diucapkan, lembaran asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh
arbiter atau kuasanya kepada panitera pengadilan negeri. Tidak dipenuhinya ketentuan tersebut berakibat
putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan. Adapun yang menjadi ruang lingkup permasalahan dalam
penelitian ini adalah yang pertama, bagaimanakah peran pengadilan dalam pelaksanaan putusan arbitrase
nasional dan yang kedua apakah manfaat pendaftaran putusan arbitrase di pengadilan negeri. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode Normatif Yuridis dengan demikan datanya adalah data
sekunder. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa ada dua hal pokok yang menjadi peran Pengadilan
Negeri yakni yang pertama untuk menerima pendaftaran putusan dan yang kedua adalah untuk melakukan
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 4 , Desember 2017: 309 - 320 309
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
e-ISSN 2579-8561

De Jure No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

eksekusi apabila para pihak tidak melaksanakan secara suka rela. Konsekuensi suatu perkara arbitrase yang
tidak didaftarkan oleh Arbiter dalam jangka waktu 30 hari sejak diputus berakibat putusan arbitrase
tidak dapat dilaksanakan. Dari hasil penelitian, perlu dilakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor
30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa khususnya ketentuan mengenai
pendaftaran putusan arbitrase.
Kata Kunci: Pelaksanaan Putusan Arbitrase

PENDAHULUAN suatu “pengadilan swasta”, dimana mereka dapat


membuat sendiri hukum acaranya atau dalam
Hal yang paling penting dalam akhir suatu istilah arbitrase disebut Rule demikian juga
sengketa/perkara adalah pelaksanaan putusan para Arbiternya dapat mereka angkat sendiri
atas sengketa tersebut atau sering disebut dengan dengan kuliafikasi yang mereka tentukan. Salah
istilah eksekusi. Adalah hal yang sia- sia apabila satu badan arbitrase internasional yang tertua
dalam suatu perkara atau sengketa yang sudah adalah Court of Arbitration of the International
mempunya kekuatan hukum yang tetap, yang Chamber of Commerce yang dibentuk oleh ICC
mungkin saja diperoleh setelah suatu proses (International Chamber of Commerce) badan ini
yang sangat panjang dan mengeluarkan biaya didirikan tahun 1919. (Website ICC https://iccwbo.
yang besar, akan tetapi pada akhirnya tidak dapat org: diakses 7 Nopember 2017). Penyelesaian
dieksekusi. Di dalam perkara perdata paling tidak suatu sengketa hanya dapat dilaksanakan apabila
ada dua lembaga penting yang dapat menjadi ada perjanjian atau kesepakatan di antara para
tempat penyelesaian suatu perkara, yakni lembaga pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka
pengadilan dan arbitrase. melaluai Arbitrase. Perjanjian ini dapat dibuat
Arbitrase sebagai salah satu lembaga sebelum timbul sengketa atau disebut Pactum de
penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang Compromitendo atau sesudah timbul sengketa
berkembang sejak abad ke 18 saat ini mempunyai yang disebut Akta Kompromis (Harahap,
peranan penting dalam menyelesaikan sengketa 2004:65-66).
bukan hanya dalam hal sengketa-sengketa Putusan Arbitrase bersifat final and binding
perdagangan seperti jual beli akan tetapi juga artinya putusan tersebut tidak dapat dimintakan
dalam sengketa keperdataan lainnya. Di Indonesia upaya hukum seperti banding dan kasasi dan
arbitrase sebagai lembaga penyelesain sengketa putusan tersebut mengikat bagi para pihak untuk
sudah dikenal sejak jaman penjajahan Belanda, dapatuhi secara suka rela dengan itikad baik karena
diatur dalam Pasal 615 sampai dengan 651 sebelum putusan dibuat mereka juga telah sepakat
Reglement op de Rechtverordering Staatsblad untuk menyelesaikannya melalui jalur arbitrase
1847 Nomor 52 dan Pasal 377 Het Herziene dengan segala konsekuensinya. Akan tetapi dalam
Indonesisch Reglement Staatsblad 941 Nomor 44 perkembangan selanjutnya sifat putusan yang
dan Pasal 705 Rechtsreglement Buiten Gewesten awalnya dilakukan secara sukarela sering juga
Staatsblad 1927 Nomor 705. Arbitrase semakin tidak dipatuhi secara suka rela oleh pihak yang
berkembang pada saat ini terutama setelah adanya kalah. Hal ini tentu saja menjadi kendala dalam
undang-undang yang dibuat oleh bangsa Indonesia pelaksanaan arbitrase, sehingga dicarilah jalan
untuk mengatur arbitrase yakni Undang-Undang keluarnya yaitu dengan melibatkan negara melalui
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan pengadilan dalam proses eksekusi.
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Diminatinya lembaga arbitrase sebagai
Pada awalnya arbitrase didirikan oleh alternatif penyelesaian sengketa di bidang
para pedagang sebagai alternatif penyelesaian perdagangan (privat) tidak terlepas adanya
sengketa daripada mereka harus berperkara di beberapa keunggulan yang dimiliki oleh lembaga
pengadilan yang sering kali memakan waktu arbitrase seperti prinsip cepat dan hemat biaya,
lama dan keahlian hakimnya dianggap sangat kebebasan menetukan prosedur beracaranya,
generalis. Mereka berkeinginan untuk membuat pengambilan keputusan didasarkan pada keadilan,
kejujuran dan kepatutan. Hal lain yang juga
menjadikan arbitase berkembang adalah sifat

310 Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional di Indonesia... (Mosgan Situmorang)


Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
e-ISSN 2579-8561

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

putusannya yang final dan mengikat serta proses Undang-Undang ini diharapkan pelaksanaan
pemeriksaannya yang tertutup untuk umum arbitrase di Indonesia akan semakin baik karena
(Suleman Batubara dan Orinton Purba, 2013: adanya jaminan bahwa putusan suatu arbitrase
23-24). Para pengusaha menghindari publisitas baik nasional maupun internasional pasti dapat
atas sengketa yang ada di antara mereka, karena dilaksanakan di Indonesia.
rahasia perusahaan tidak diinginkan di ketahui oleh Akan tetapi serbenarnya masih terdapat
saingan mereka dan masyarakat pada umumnya beberapa masalah dalam undang-undang tersebut
(Cakrawala, 2015: 181). salah satunya dalah mengenai pelaksanaan putusan
Badan Arbitrase dapat melaksanakan arbitrase yang diatur dalam Pasal 59 sampai
pemeriksaan sengketa secara adil dan lebih dengan Pasal 64 untuk arbitrase nasional dan Pasal
cepat akan tetapi Badan Arbitrase tidak punya 65 sampai dengan Pasal 69 untuk pelaksanan
organ untuk dapat memaksa pihak yang kalah putusan arbitrase internasional.
melaksanakan suatu putusan arbitrase, seperti Dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 30
layaknya pengadilan yang mempunya juru sita tahun 1999 dikatakan bahwa:
untuk melaksanakan eksekusi. Kemudian peranan (1) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
pengadilan dalam pelaksannan eksekusi ini terhitung sejak tanggal putusan diucapkan,
menjadi bagian dari peraturan perundang undangan lembaran asli atau salinan otentik putusan
dibanyak negara termasuk di Indonesia. Bahkan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh
negara negara di dunia membuat suatu konvensi arbiter atau kuasanya kepada panitera
tentang bagaimana negara harus mengakui dan pengadilan negeri.
melakasanakan putusan Arbitrase Internasional.
Salah satu dari beberapa konvensi tersebut adalah (2) Penyerahan dan pendaftaran sebagaimana
Konvensi New York 1958 Tentang Pengakuan dan dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan
Pelaksanaan Arbitrase Internasional (Convention pencatatan dan penandatanganan pada bagian
on the Recognition and Enforcement of foreign akhir atau dipinggir putusan oleh Panitera
Arbitral Award) sudah diratifikasi oleh Indonesia Pengadilan Negeri dan arbiter atau kuasanya
dengan Kepres Nomor 34 tahun 1981. Dengan yang menyerahkan dan catatan tersebut
dikeluarkannya Kepres 34 Tahun 1981 maka merupakan akta penyerahan.
Indonesia mengikatkan diri dengan suatu kewajiban (3) Arbiter atau kuasanya wajib menyerahkan
hukum, untuk mengakui dan melaksanakan setiap putusan dan lembar asli pengangkatannya
putusan Arbitrase Internasional yang dimintakan sebagai arbiter atau salinan otentiknya kepada
pengakuan dan pelaksanannya di Indonesia panitera pengadilan negeri.
dengan asas reprositas atau asas timbal balik. (4) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana
Kemudian sebagai tindak lanjut dari Kepres 34 dimaksud dalam Ayat (1) berakibat putusan
tahun 1981 Mahkamah Agung RI mengeluarkan arbitrase tidak dapat dilaksanakan
Perma Nomor 1 tahun 1990 Tentang Tata Cara (5) Semua biaya yang berhubungan dengan
Pelaksanaan Putusan Arbirase Asing. pembuatan akta pendaftaran dibebankan
Sesuai dengan perkembangan jaman kepada para pihak.
dimana perekonomian semakin meningkat baik Sebenarnya pelaksanaan putusan arbitrase adalah
di dalam negeri maupun perdagangan dengan suka rela artinya bahwa para pihak yang kalah
luar negeri, dan sejalan dengan itu dibutuhkan harus melaksanakan putusan tersebut secara suka
juga penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan rela tanpa upaya paksa dari pengadilan. Akan tetapi
ekonomis maka dalam Undang-Undang Nomor sering juga putusan arbitrase tidak dipatuhi oleh
30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif para pihak khusunya pihak yang kalah, sehingga
Penyelesaian Sengketa yang disahkan oleh dibutukan bantuan pengadilan.
pemerintah pada tangal 12 Agustus 1999. Sudah
Apabila dilihat ketentuan di atas tidak
diatur mengenai tata cara pelaksanaan putusan
dijelaskan di pengadilan mana putusan tersebut
aribitrase baik putusan Arbitrase Nasional maupun
harus didaftarkan. Apakah di tempat dimana
Arbitrase Internasional seperti yang tercantum
putusan arbitrase dibuat atau di tempat pihak
dalam Bab VI Undang-Undang Nomor 30 tahun
termohon atau pemohon atau di pengadilan
1999 (Pasal 59-Pasal 69). Dengan disahkannya
negeri dimana eksekusi riil akan dilaksanakan,

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 4 , Desember 2017: 309 - 320 311
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
e-ISSN 2579-8561

De Jure No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

umpamanya dalam hak eksekusi tanah dan Undang Hukum Perdata dan perturan lainnya
bangunan. Di samping itu juga adanya ketentuan yang relevan seperti Konvensi New York 1958
yang mengatakan bahwa putusan tersebut harus Tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan
didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya apakah Arbitrase Internasional dan bahan sekunder
maksudnya para pihak yang berperkara tidak berupa buku-buku dan hasil penelitian maupun
berhak untuk mendaftarkan putusan tersebut. bahan berupa tulisan yang terdapat di internet.
Bagaimana akibatnya apabila arbiter lupa atau Demikian juga bahan tertier berupa kamus dan
lalai untuk melakukan pendaftaran. Hal ini encyclopedia. Semua bahan tersebut dipelajari
dihubungkan dengan ketentuan yang mengatakan kemudian dianalisis kemudian ditulis dengan
apabila putusan tersebut tidak didaftarkan dalam meode deskriptif analisis dan selanjutnya ditarik
waktu 30 hari sejak diputus mengakibatkan putusan suatu kesimpulan dan rekomendasi sebagi jawaban
tersebut tidak dapat dilaksanakan. Hal ini dapat atas permasalahan penelitian.
merugikan para pihak padahal mungkin saja suatu
putusan tidak didaftarkan karena suatu hal dapat
PEMBAHASAN
dengan sengaja atau karena kelalaian. Di samping
itu apakah ketentuan ini bermaksud bahwa suatu A. Peran Pengadilan Negeri dalam
putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan secara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional.
sukarela oleh para pihak apabila tidak didaftarkan
1. Sejarah Arbitrase
atau belum didaftarkan dalam batas waktu 30 hari
sejak diputus oleh arbiter. Arbitrase sebagai suatu lembaga penyelesaian
sengketa di luar pengadilan sudah ada sejak lama.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
Eksistensi arbitrase secara formal sudah ada dan
pelaksanan putusan arbitrase di Indonesia
diakui sejak dulu. Lembaga arbitrase adalah
khususnya pelaksanan putusan arbitrase nasional
suatu lembaga buatan manusia yang bersifat
maka dipandang perlu melakukan penelitian
universal yang digunakan oleh bangsa-bangsa
dengan judul tersebut di atas.
dan di berbagai kultur dunia karena itu lembaga
Adapun yang menjadi ruang lingkup arbitase dikatakan bersifat universal, bahkan
permasalahan dalam penelitian ini adalah: yang keberadaannya sudah ada jauh sebelum lahirnya
pertama, bagaimanakah peran pengadilan dalam pengadilan nasional (Jerzy Jukubowsky dalam
pelaksanaan putusan arbitrase nasional dan yang Cut Memi, 2017:16). Lord Savlille of Nowdigatte
keduaapakahmanfaatpendaftaranputusanarbitrase mengatakan.
di pengadilan negeri, sedangkan tujuan penenelitian
Arbitration is one means for resolving
ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah peran
disputes, perhaps the oldest form of acceptable
pengadilan negeri dalam pelaksanana putusan
alternative dispute resolution, i.e., and alternative
arbitrase nasional dan untuk mengetahui manfaat
to the state court system.” (Lord Saville of
pendaftaran putusan arbitrase ke pengadilan
Nowsdigate dalam Ronald Bernstein, 1998: 4)
negeri, sedangkan kegunaan penelitian ini adalah
secara teoritis untuk mendukung pembentukan Arbitrase juga adalah suatu produk manusia
dan pembangunan hukum sedangkan secara untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
praktis dapat digunakan sebagai bahan masukan manusia untuk menyelesaikan sengketa para
bagi pemangku kepentingan antara lain Lembaga pihak oleh pihak ketiga yang sifatnya netral dan
Peradilan, Pengacara, Akademisi dan para pihak mendapat kepercayaan dan otoritas dari para
terkait lainnya. pihak. Arbitrase pun memiliki sifat universal
lainnya, yaitu dalam hal prinsip-prinsip hukum
yang dikenal dalam berbagai sistem hukum. Salah
METODE PENELITIAN satu prinsip hukum yang secara universal dikenal
Metode yang digunakan dalam penelitian ini oleh sistem hukum di dunia adalah prinsip Pacta
adalah metode Normatif Yuridis dengan demikan Sunt Servanda. Dengan prisnsip ini maka para
datanya adalah data sekunder. Bahan-bahan pihak yang sudah terikat dalm suatu perjanjian
penelitian berupa bahan primer yakni peraturan arbitrase taidak akan menyelesaikan sengketanya
perundang-undangan utamanya Undang-Undang melalui pengadilan akan tetapi melalui arbitrase
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan dan akan melaksanakan putusan secara sukarela
Alternatif Penyelesaian Sengketa, Kitab Undang-

312 Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional di Indonesia... (Mosgan Situmorang)


Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
e-ISSN 2579-8561

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

sebagai prinsip fundamental dalam hukum penggantian arbitrator (arbiter), dan kewajaran
perdagangan internasional, arbitrase telah biaya arbitrase.
digunakan secara intensif dan ekstensif sejak UNCITRAL Model Law on International
lama hingga sekarang. Arbitrase adalah institusi Commercial Arbitration 1985, dipandang
hukum alternatif bagi penyelesaian sengketa
sebagai upaya penting dalam menciptakan
di luar Pengadilan. Sebagian besar pengusaha
lebih suka menyelesaikan sengketa yang timbul
unifikasi hukum di bidang prosedur arbitrase
di antara mereka melalui Arbitrase daripada (dan berupaya memenuhi kebutuhan
Pengadilan. Keengganan pengusaha asing untuk khusus dari praktek arbitrase). Model
menyelesaikan sengketa di depan Pengadilan law mengalami revisi (amandemen) pada
bertolak dari anggapan bahwa Pengadilan akan tahun 2006. UNCITRAL merasa perlu
bersikap subjektif kepada mereka, karena sengketa merevisi (amandemen) Model Law karena
diperiksa dan diadili berdasarkan bukan hukum berkembangnya perjanjian-perjanjian yang
negara mereka oleh hakim bukan dari negara menggunakan sarana teknologi informasi)
mereka (Redfem and Martin Hunter, 1996: (website UNCITRALhttp://www.uncitral.
20) org. diakses 7 Nopember 2017).
Proses harmonisasi dan efektivitas arbitrase Sebagai lembaga hukum, lembaga arbitrase
telah berlangsung sejak tahun 1928-an, ketika memiliki atau mengeluarkan seperangkat
negara-negara mengesahkan the Geneva produk peraturan arbitrase. Produk hukum
Protocol on Arbitration Clauses pada tahun yang dikeluarkannya antara lain, hukum acara
1923. Perkembangan penting mengenai upaya (prosedur) dan aturan-aturan internal yang
harmonisasi dan kepastian hukum dalam bidang menyangkut kelembagaan. Badan arbitrase ICC,
arbitrase tampak pula dengan lahirnya Konvensi ICSID, SIAC atau BANI, misalnya, memiliki
New York Tahun 1958 mengenai Pengakuan hukum acaranya sendiri (Arbitration Rules and
dan Pelaksanaan Arbitrase (The UN Convention Procedures). Peran para pihak dalam arbitrase
on the Recognition and Enforcement of Foreign (komersial internasional) sangatlah menentukan.
Arbitral Awards). Konvensi ini sudah diratifikasi Kehendak atau keinginan para pihak adalah
Indonesia dengan Keppres Nomor 34 Tahun 1981 dasar hukum untuk adanya arbitrase. Itulah
dan Convention on the Settlement of Investment sebabnya pemeriksaan sengketa melalui arbitrase
Disputes Between State and National of Other mensyaratkan adanya perjanjian arbitase atau
State (ICSID) yang telah diratifikasi Indonesia arbitration clause.
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.
Salah satu prinsip dasar arbitrase adalah
Konvensi ini adalah hasil kerja dari badan PBB
prinsip Party Autonomy atau otonomi para
UNCITRAL dan Bank Dunia.
pihak. Para pihak sangat menentukan dan sangat
Upaya harmonisasi aturan-aturan hukum berperan penting pada penentuan proses awal
arbitrase yang sangat penting, sehubungan dengan arbitrase hingga akhir. Para pihaklah yang
itu UNCITRAL telah berhasil melahirkan tiga antara lain menentukan apakah sengketanya
instrumen hukum penting di bidang arbitrase, akan diselesaikan oleh arbitrase, Pengadilan
yakni Konvensi New York 1958, UNCITRAL atau alternatif penyelesaian sengketa lain. Para
Arbitration Rules 1976 dan UNCITRAL Model pihaklah yang menentukan hukum acara yang akan
Law on International Commercial Arbitration digunakan dan menentukan hukum apa yang akan
tahun 1985, yang dapat digunakan sebagai panduan diterapkan oleh majelis arbitrase dalam memutus
untuk membentuk undang-undang arbitrase di sengketanya. Para pihak pulalah yang menunjuk
setiap negara anggota PBB sehingga setiap negara siapa yang menjadi arbitrator (arbiter) yang akan
anggota diharapkan memiliki peraturan yang sama duduk dalam majelis arbitrase dan tempat sdiang
atau setidaknya mirip. The UNCITRAL Arbitration idang pemeriksaan arbuitase dilaksanakan.
Rules 1976 direvisi pada tahun 2010 (15 Agustus
Berbeda dengan pengadilan (nasional).
2010). Revisi berupa penambahan ketentuan pasal
Yang memiliki kewenangan atau kekuasaan
antara lain tentang banyak pihak dalam arbitrase
(power) berasal dari kekuasaan negara di bidang
(multiple parties arbitration), keikutsertaan pihak
judikatif, otoritas arbitrase bukan dari kekuasaan
ke-3, prosedur mengenai keberatan terhadap
negara, kewenangan arbitrase lahir karena adanya
saksi ahli yang ditunjuk oleh badan arbitrase,

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 4 , Desember 2017: 309 - 320 313
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
e-ISSN 2579-8561

De Jure No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

penerimaan, kepercayaan dan apresiasi para pihak careers/arbitrator/#what-does-an-arbitrator-


terhadap arbitrase. Penerimaan, kepercayaan do, diakses tanggal 21 Nopember 2017).
dan apresiasi tampak dalam kesepakatan para Berdasarkan pengertian di atas dapat
pihak yang sejak awal mereka memilih lembaga dikatakan bahwa arbiter berfungsi juga sebagai
arbitrase untuk menyelesaikan sengketanya. pihak yang memimpin dan mendorong para pihak
Penerimaan, kepercayaan dan apresiasi juga untuk melakukan negosiasi dalam pertemuan
kemudian tercermin antara lain dari kehendak pertemuan para pihak yang bersengketa. Arbiter
para pihak untuk memilih para arbitrator (arbiter)- juga berfungsi sebagai konsiliator, yaitu penengah
nya masing-masing. Di dalam proses ini, sudah yang berupaya mendamaikan para pihak yang
tentu para pihak telah melihat berbagai segi dari bersengketa. Dalam melaksanakan fungsi-
calon: arbitrator (arbiter)-nya: baik latar belakang fungsinya ini, arbiter tetap tunduk dan terikat
keahliannya, integritasnva. pengalaman di dalam oleh kode etik profesionalnya sebagai seorang
menyelesaikan sengketa, dan lain lain. arbiter di dalam menyelesaikan sengketanya
Unsur lainnya arbitrase adalah sifat yang diserahkan kepadanya. Seorang arbiter
kerahasiaan (prinsip confidentiality) dari arbitrase. harus berupaya menyelesaikan sengketanya
Arbitrase eksklusif hanya dapat dimanfaatkan melalui upaya-upaya damai. Atau, apabila cara
oleh para pihak saja yang sebelumnya telah ini tidak mungkin dilaksanakan ia akan berupaya
sepakat untuk menyelesaikan sengketanya kepada memutus sengketanya sedemikian rupa sehingga
arbitrase. Baik perjajian yang dibuat sebelum putusannya dapat diterima oleh kedua belah pihak.
timbul sengekta maupun perjanjian yang dibuat Seorang arbiter pun dituntut untuk dapat membuat
setelah timbul sengekta Pihak ketiga maupun putusan-putusan yang memperhatikan aturan-
pengadilan, tidak dapat mencampuri jalannya aturan hukum, baik hukum nasional maupun
persidangan arbitrase. Campur tangan Pengadilan hukum internasional.
hanya dimungkinkan dalam hal-hal tertentu Penyelesaian sengketa di Pengadilan akan
seperti dalam hal eksekusi maupun pembatalan mencari siapa yang salah dan siapa yang benar,
putusan arbitrase itupun harus secara tegas diatur dan hasilnya akan dapat merenggangkan hubungan
dalam undang-undang negara. Sifat kerahasiaan dagang di antara mereka. Penyelesaian sengketa
arbitrase dihormati oleh semua sistem hukum melalui arbitrase dianggap dapat melahirkan
di dunia yang di dalamnya mencantumkan putusan yang kompromistis, yang dapat diterima
arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian oleh kedua belah pihak yang bersengketa (Pinto,
sengketan. Pihak ketiga yang ingin ikut serta dalam 1993: 243). Penyelesaian sengketa melalui
persidangan tidak diperbolehkan, kecuali para arbitrase tertutup sifatnya, sehingga tidak ada
pihak menghendakinya untuk acara persidangan publikasi mengenai sengketa yang timbul.
arbitrase, misalnya permintaan salah satu pihak Publikasi mengenai sengketa, suatu yang tidak
atau kedua belah pihak untuk mendengarkan pihak disukai oleh para pengusaha (Bond, 1992: 155)
ketiga memberi kesaksian.
Arbitrase berhubungan erat dengan hukum
Seorang arbiter bukan sekedar seorang perdagangan internasional, karena saat ini arbitrase
hakim (dalam menyelesaikan sengketa), tetapi ia sudah menjadi bagian dari hukum perdagangan
juga seorang pendamai. Sokanu menggambarkan internasional. Peran ini tampak dengan semakin
peran arbiter sebagi berikut: “An arbitrator will banyaknya putusan-putusan arbitrase yang
often encourage and facilitate communication dipublikasikan dalam berbagai literatur, laporan-
between disputants and attempt to bring them to a laporan tahunan suatu lembaga arbitrase (Annual
settlement before an official hearing takes place. In Reports), kumpulan tulisan, website, dan lain
such instances, he or she may guide negotiations lain. Dengan adanya publikasi putusan arbitrase,
and moderate meetings between the parties. If a sebenarnya ini bertentangan dengan prinsip
settlement is reached, the arbitrator must then kerahasiaan yang dianut dan merupan bagian
memorialize the understanding in writing, drafting penting dari arbitrase akan tetapi sesuai dengan
a settlement agreement for both sides to sign. If perkembangan zaman publikasi sudah banyak
the arbitration case proceeds to a full hearing, dilakukan saat ini terutama di Eropa dan Amerika.
the arbitrator is responsible for drafting a written
decision to support the findings, based on the
evidence presented” (https://www.sokanu.com/

314 Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional di Indonesia... (Mosgan Situmorang)


Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
e-ISSN 2579-8561

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

Sifat kerahasiaan ini dapat disimpangi oleh putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga
kesepakatan para pihak. Mereka biasanya merasa arbitrase atau arbiter perorangan diluar wilayah
puas dengan putusan itu, sehingga mereka hukum Republik Indonesia atau putusan suatu
merasa tidak menjadi masalah apabila lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang
putusannya dipublikasikan untuk masyarakat luas. menurut hukum Republik Indonesia dianggagp
UNICTRAL Arbitration Rules 1976 (revisi 2010) sebagai suatu putusan Arbitrase Internasional
memberi kemungkinan putusan yang dikeluarkan (pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nonor 30 Tahun
oleh badan atau majelis arbitrase dipublikasikan. 1999) pengertian putusan Arbitrase Nasional tidak
Kemungkinan ini dapat dilakukan apabila ada disebutkan dalam Undang -Undang Nomor
kesepakatan para pihak. UNCITRAL Arbitration 30 Tahun 1999. Namun dengan menggunakan
Rules revise 2010 memberikan kemungkinan penafsiran argumentum acontrario dapat
untuk publikasi ini pada Article 34 mengenai dirumuskan bahwa putusan arbitrase nasional
putusan arbitrase. Article 34 ayat (5) UNCITRAL adalah putusan arbitase yang dijatuhkan oleh
Arbitration Rules revisi 2010 menyatakan:“ An lembaga arbitase atau perorangan di wilayah
award may be made public with the consent of hukum Republik Indonesia berdasarkan hukum
all parties or where and to the extent disclosure Indonesia (Usman, 2013: 184)
is required of a party by legal duty, to protect Tindakan eksekusi atau pelaksanaan putusan
or pursue a legal right or in relation to legal arbitrase adalah suatu tindakan hukum yang
proceedings before a court or other competent dilakukan secara paksa terhadap pihak yang
authorityan award may be made public with the kalah dalam penyelesaian sengketa melalui
consent of all partie (website UNCITRALhttp:// lembaga arbitrase. Biasanya tindakan eksekusi
www.uncitral.org. diakses 21 Nopember 2017). ini terjadi apabila dalam sengketa pihak Tergugat
2. Peran Pengadilan Negeri Dalam atau Termohon yang menjadi pihak yang kalah
Pelaksanaan Putusan Arbitrase tidak bersedia melaksanakan putusan, sehingga
Peran pengadilan adalah sangat penting kedudukannya menjadi pihak tereksekusi. Apabila
dalam memberikan keadilan di dalam masyarakat, pihak Penggugat atau Pemohon menjadi pihak
John Rawls menekankan pentingnya melihat yang kalah dalam sengketa tersebut, maka tidak
keadilan sebagai kebajikan utama yang harus akan ada tindakan eksekusi karena keadaan tetap
dipegang teguh dan sekaligus menjadi semangat seperti sediakala sebelum ada gugatan, kecuali
dasar pelbagai lembaga sosial dasar suatu kalau Tergugat atau Termohon mengajukan
masyarakat (Ujan, 2001: 23), Dalam gugatan balik rekonvensi). Pihak Pemohon
melaksanakan fungsinya memberikan keadilan yang menuntut melalui arbitrase agar Termohon
dalam masyarakat yang mengalami persengketaan dihukum membayar ganti rugi atau melakukan
atau perbedaan pendapat. Pengadilan diberikan sesuatu atau menyerahkan sejumlah uang. Putusan
wewenang oleh negara untuk memeriksa perkara yang dapat dieksekusi adalah putusan yang
dan mengengkesekusi putusannya, agar kedailan memperoleh kekuatan hukum tetap, karena di
dapat dirasakan oleh para pihak. Salah satu dalam putusan yang telah mempunyai kekuatan
wewenang tersebut adalah kewenagan untuk hukum tetap telah terkandung wujud hubungan
melakukan eksekusi terhadap putusan arbitrase hukum yang tetap dan pasti di antara pihak-pihak
baik Nasional Maupun Internasional seperti yang berperkara.
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Putusan tersebut harus ditaati dan dipenuhi/
Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif dilaksanakan oleh pihak yang dihukum (Tergugat/
Penyelesaian Sengketa. Termohon) untuk melakukan sesuatu, membayar
Agar suatu putusan arbitrase dapat dieksekusi sejumlah uang atau menyerahkan barang yang
oleh pengadilan tentu saja dibutuhkan syarat- dituntut. Tuntutan yang demikian itulah yang selalu
syarat tertentu sesuai dengan peraturan perundan- diminta dan kemudian dikabulkan, sehingga amar
undangan yang berlaku. Sebelum membahas putusan yang dikabulkan itulah yang dimintakan
lebih lanjut mengenai peran pengadilan dalam untuk dilaksanakan secara sukarela oleh pihak
pelaksanaan putusan arbitrase nasional, perlu juga yang kalah, dan apabila tidak dilaksanakan maka
dibahas mengenai pengertian putusan arbitrase akan dilakukan secara paksa oleh pejabat yang
nasional. Berbeda dengan pengertian putusan berwenang melakukan eksekusi dengan bantuan
arbitrase internasional yang didefinisikan sebagai

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 4 , Desember 2017: 309 - 320 315
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
e-ISSN 2579-8561

De Jure No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

kekuatan alat perlengkapan negara. Dari uraian di bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan
atas, pada prinsipnya eksekusi merupakan tindakan suatu perkara atau sengketa antara para pihak
paksa yang dilakukan pengadilan dengan bantuan (Liberti, 1978:172). Yang dimaksud dengan
alat perlengkapan negara, guna menjalankan putusan hakim bukan hanya yang diucapkan
putusan arbitrase yang telah memperoleh kekuatan dalam persidangan, akan tetatapi termasuk juga
hukum tetap (Sutiarso, 2011: 171) pernyataan yang dituangkan dalam bentuk
Terhadap putusan arbitrase, upaya hukum tertulis dan kemudian diucapkan oleh hakim di
apapun tidak dimungkinkan karena sifat putusan dalam persidangan. Pada prinsipnya baik putusan
itu sendiri yang bersifat final dan langsung yang diucapkan maupun yang tertulis satu sama
memiliki kekuatan hukum tetap sejak diputuskan lain substansinya tidak boleh berbeda. Walaupun
oleh arbiter atau majelis arbiter (Pasal 60 Undang- kadang kadang terjadi juga perbedaan antara apa
Undang Nomor 30 Tahun 1999). Secara Prinsip, yang diucapkan dengan apa yang tertulis.
putusan tersebut dapat dilaksanakan secara Dalam UU Arbitrase ada ketententuan yang
sukarela. Namun, apabila tidak dilaksanakan mengharuskan suatu putusan arbitrase tersebut
secara sukarela, maka dapat meminta bantuan diserahkan dan didaftarkan ke Panitera Pengadilan
pengadilan dalam melaksanakan eksekusi (pasal Negeri. Dalam Pasal 59 maupun bagian penjelasan
61 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999). Hal tidak dijelaskan pengadilan negeri mana yang
ini mengingat, lembaga arbitrase hanyalah quasi berwenang untuk menerima pendaftaran putusan
pengadilan, sehingga putusan arbitrase tidak arbitrase tersebut. Apabila konteks pendaftaran
memiliki kekuatan eksekutorial. tersebut adalah untuk kepentingan eksekusi
Putusan arbitrase baru dapat dilaksanakan seharusnya pendaftaran itu dapat dilakukan di
setelah salinan putusan resminya didaftarkan tempat ekseskusi akan dilaksanakan. Namun jika
di kepaniteraan pengadilan negeri yang daerah merujuk kepada Pasal 1 Butir 4 Undang-Undang
hukumnya meliputi tempat tinggal termohon Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitase dan
(sesuai dengan bunyi ketentuan umum Pasal (1) Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menyatakan
Angka 4). Pasal 59 Undang-undang Nomor 30 bahwa yang dimaksud dengan pengadilan negeri
Tahun 1999 pada Ayat (1) menyatakan bahwa adalah pengadilan negeri yang daerah hukumnya
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari meliputi tempat tinggal termohon, maka putusan
terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, arbitrase tersebut harus didaftarkan ke Panitera
lembaran asli atau salinan otentik putusan Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter meliputi tempat tinggal termohon. Dalam hal
atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri, ini berarti pihak termohon dalam perkara suatu
ketentuan ini menjadi wajib dilakukan karena arbitrase yang sudah diputus. Sedangkan terhadap
apabila dilalaikan akan berakibat putusan tidak putusan arbitrase internasional dalam Pasal 65
dapat dilaksanakan sebagaimana ditentukan di Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 telah
dalam Ayat (4) bahwa tidak dipenuhinya ketentuan ditentukan bahwa pengakuan dan pelaksanaan
sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) berakibat putusan arbitrase internasional tersebut menjadi
putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan. kewenangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Hakikat dari eksekusi putusan adalah tentunya dengan beberapa syarat yang harus
realisasi kewajiban pihak yang bersangkutan dipenuhi oleh pemohon. Berdasar uraian di atas
untuk memenuhi prestasi yang tercantum di dapat dikatakan bahwa peran utama pengadilan
dalam putusan tersebut. Eksekusi dengan kata negeri dalam konteks pelaksanaan putusan
lain berarti pula pelaksanaan isi putusan hakim Arbitrase adalah menerima pendaftaran putusan
yang dilakukan secara paksa dengan bantuan dan melakukan eksekusi apabila dimohonkan
pengadilan, apabila pihak yang kalah tidak mau salah satu pihak.
melaksanakan putusan tersebut secara sukarela. B. Manfaat Pendaftaran Putusan Arbitrase
Baik putusan hakim maupun putusan arbitrase
pada dasarnya memiliki makna yang tidak jauh 1. Pendaftaran Putusan Arbitrase
berbeda. Putusan hakim adalah pernyataan yang Permohonan pendaftaran putusan arbitrase
oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi atau sering disebut deponir harus diajukan kepada
wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan

316 Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional di Indonesia... (Mosgan Situmorang)


Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
e-ISSN 2579-8561

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

panitera pengadilan negeri yang wilayah hukumnya tersebut sudah dapat dijalankan sebagaimana
meliputi domisili pemohon. Pendaftaran putusan menjalankan putusan Pengadilan Negeri
arbitrase ini telah diatur dalam Pasal 59 ayat (2) (Sutiarso, 2011: 173)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Dalam Tindakan para Arbiter BANI ini sering
pendaftaran tersebut panitera bersama-sama terjadi karena di satu sisi lembaga BANI telah
dengan arbiter atau kuasanya harus membuat mempunyai aturan hukumnya tersendiri, di sisi
dan menandatangani akta pendaftaran putusan yang lain para pihak mempunyai beberapa hak
arbitrase. Sebenarnya bentuk akta pendaftaran ini yang melekat sesuai kedudukannya sebagai pihak
bukan merupakan akta yang terpisah, melainkan yang membuat perjanjian sesuai asas kebebasan
hanya berupa pencatatan dan penandatangan berkontrak yaitu: para pihak memiliki yurisdiksi,
pada bagian akhir atau pinggir halaman putusan bebas membuat kesepakatan; para pihak
sehingga putusan tersebut menjadi autentik, memiliki independensi/kemerdekaan tanpa dapat
dan dapat dijalankan sebagaimana menjalankan dipengaruhi siapapun; para pihak berkuasa penuh
putusan perdata pengadilan negeri yang telah mempunyai kedaulatan atas hak-haknya termasuk
mempunyai kekuatan hukum tetap. sengketanya dirahasiakan (con fidencial) dan para
Dalam arbitrase nasional yang selama ini pihak mempunyai otoritas untuk menentukan
dilakukan oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia pilihan hukum dan pilihan siapa arbiternya
(BANI), telah mengalami praktik yang tidak (Abdurrasyid, 2002,: 13)
sama dengan bagaimana seharusnya para pihak Perbedaan cara pendaftaran yang dilakukan
melaksanakan putusan arbitrase, mereka telah BANI dalam praktik dengan ketentuan undang-
sepakat dengan sepengetahuan arbiter atau majelis undang adalah kalau menurut ketentuan Pasal
arbitrase untuk melaksanakan isi putusan secara 59 UU Nomor 30 Tahun 1999 pendaftaran harus
sukarela tanpa menunggu dilakukan pendaftaran dilakukan dalam jangka waktu 30 hari , meskipun
ke pengadilan negeri. Hal ini dilakukan karena belum ada kepastian apakah para pihak mau
para pihak merasa puas terhadap putusan arbiter melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela
atau majelis arbiter yang juga merupakan atau tidak. Sedangkan menurut Pasal 17 dan
pilihan mereka, sehingga yang seringkali terjadi Pasal 18 peraturan prosedur BANI pendaftaran
pendaftaran yang dilakukan arbiter adalah sesudah baru dilakukan setelah para pihak tidak mau
mereka melaksanakan putusan secara sukarela. menjalankan putusan arbitrase secara sukarela
Praktek di Indonesia yang dilakukan oleh sampai dengan batas jangka waktu tertentu
para arbiter BANI ternyata sedikit berbeda dengan yang telah ditetapkan sebelum tenggang waktu
apa yang diatur dalam Undang-Undang Nomor pendaftaran berakhir.
30 Tahun 1999 yang mewajibkan kepada arbiter Jangka waktu pendaftaran putusan arbitrase
atau kuasanya segera mendaftarkan putusannya ke nasional dibatasi dalam waktu 30 (tigapuluh) hari
Pengadilan Negeri. Menurut aturan yang dijadikan sedangkan untuk putusan arbitrase internasional
pedoman BANI, arbiter atau majelis arbitrase tidak ada pembatasan. Di dalam praktik terjadi
bisa memberikan hak kepada para pihak untuk beberapa kasus perlawanan pelaksanaan putusan
melaksanakan putusan secara sukarela dalam pengadilan yang diusulkan oleh pihak termohon
tenggang waktu yang ditentukan sebelum masa eksekusi dengan dalil bahwa pendaftaran putusan
30 hari untuk pendaftaran putusan, apabila sudah pengadilan arbitrase nasional sudah lewat
menjelang tenggang waktu yang ditentukan para waktu, sehingga tereksekusi mohon pengadilan
pihak ternyata tidak melaksanakan secara sukarela, menjatuhkan putusan menyatakan eksekusi
maka barulah putusan tersebut diserahkan kepada putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan (non-
Pengadilan Negeri untuk dilakukan pendaftaran executable). Sementara itu pihak pemohon
sesuai prosedur yang berlaku. Selanjutnya Ketua eksekusi mendalilkan bahwa pendaftaran
Pengadilan Negeri akan mendaftar dan memfiat putusan yang dilakukan tidak pernah terlambat
eksekusi putusan tersebut dengan suatu putusan karena sengketanya termasuk sengketa arbitrase
pengadilan dengan cara memuat suatu catatan di internasional yang tidak mengenal batas waktu
kepala putusan arbitrase yang berbunyi “Demi pendaftaran putusan. Fakta ini menjadi salah
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. satu penyebab keterlambatan seseorang untuk
Dengan fiat eksekusi seperti ini, putusan arbitrase menikmati kemenangan yang diperoleh dari

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 4 , Desember 2017: 309 - 320 317
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
e-ISSN 2579-8561

De Jure No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

perkara arbitrase, jika dihubungkan dengan teori Pertanyaan yang mendasar mengenai
negara hukum, maka dapat dikatakan tidak ada pendaftaran ini sebenarnya apakah sifat
kepastian hukum dan tidak sesuai dengan asas pendaftaran ini wajib atau dapat dikesampingkan.
peradilan baik yang cepat, murah dan sederhana Kalau mencermati ketentuannya menurut penulis,
(Sutiarso, 2011: 174). pembuat Undang-Undang ini bermaksud membuat
Penyusun Undang-Undag Nomor 30 Tahun ketentuan yang sifatnya opsional bukan wajib,
1999 secara jelas dan tegas menuangkan dalam artinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
Pasal 59 bahwa dalam waktu paling lama 30 putusan dibuat harus didaftarkan oleh arbiter
(tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan atau kuasa yang ditunjuk oleh arbiter. Sebagai
diucapkan, lembar asli atau salinan otentik putusan konsekuensinya putusan arbitrase tersebut tidak
arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter dapat dieksekusi dengan bantuan pengadilan negeri
atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan apabila pendaftaran putusan tidak dilakukan dalam
Negeri. Dengan demikian maka pihak yang kurun waktu 30 (tiga puluh) hari setelah putusan
berwenang untuk melaporan dan mendaftarkan dibuat. Oleh karena itu sebenarnya tidak ada
putusan arbitrase tersebut yaitu arbiter, atau relevansinya mendaftarkan suatu putusan, apabila
kuasanya. Bukti putusan tersebut didaftarkan putusan tersebut langsung dilaksanakan oleh para
oleh pihak yang berwenang dibuktikan dengan pihak segera atau sebelum 30 (tiga puluh) hari
dilampirkannya lembar asli surat pengangkatan setelah putusan dibuat.
sebagai arbiter atau salinan otentiknya bersamaan Dengan demikian pendaftaran tersebut
dengan putusan arbitrase yang akan didaftarkan. bersifat opsional, yakni sebagai antisipasi apabila
Dalam Pasal 59 Ayat (5) Undang undang Nomor pihak yang kalah tidak mau melakasanakan putusan
30 Tahun 1999 diakatakan bahwa semua biaya arbitrase dengan sukarela. Oleh karena itu dapat
yang yang berhubungan dengan akata pendaftaran saja arbiter atau kuasanya tidak mendaftarkan
dibebankan kepada para pihak. Dengan demikian putusan tersebut apabila dinilai oleh para pihak
walaupun pendaftaran dilakukan oleh arbiter atau pendaftaran tersebut akan sia sia dan pemborosan
kuasanya namun semua biaya yang menyangkut karena biayanya akan dibebankan kepada
pendaftaran tersebut ditanggung oleh para pihak pemohon padahal putusan sudah dilaksanakan
yang bersengketa. secara sukarela.
Berdasarkan ketentuan di atas ada Akan tetapi ada juga putusan yang
kemukinan timbul masalah apabila arbiter lalai membutuhkan eksekusi resmi dari pengadilan
untuk melakukan pendaftaran putusan tersebut walaupun secara nyata sudah dilaksanakan oleh
atau dengan sengaja karena sesuatu hal tidak para pihak. Contohnya adalah eksekusi yang
mendaftarkannya sesuai dengan batas waktu berhubungan dengan penyerahan atau pengoveran
yang ditetapkan. Seharusnya dalam ketentuan suatu hak atas tanah atau bangunan, karena dalam
ini juga dimungkinkan bahwa putusan arbitrase prakteknya Badan Pertanahan Nasional akan
didaftarkan oleh para pihak yang bersengketa meminta salah satu syarat berupa berita acara
artinya pendaftaran dapat dilakukan oleh pemohon eksekusi apabila para pihak ingin membalik nama
ataupun termohon. Hal ini untuk menghindari tanah tersebut. Apabila dasar pengalihan hak
kerugian yang mungkin timbul dan dialami para atas tanah dan bangunan tersebut didasarkan atas
pihak apabila arbiter atau kuasanya lalai atau putusan pengadilan ataupun arbitrase.
sengaja tidak mendaftarkan suatu putusan arbitase. Dengan demikian kesediaan para pihak
2. Konsekuensi Apabila Putusan Arbitrase dalam melaksanakan putusan yang mengakibatkan
Tidak Didaftarkan. perpindahan hak atas tanah tidak cukup hanya
Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dilakukan oleh para pihak akan tetapi sebaiknya
dimaksud dalam Ayat (1) berakibat putusan didaftarkan pada masa tenggang waktu 30 hari,
arbitrase tidak dapat dilaksanakan demikian sehingga dapat dilakukan acara eksekusi secara
ketentuan yang tertera dalam Pasal 59 Ayat (4) formal. Akan tetapi untuk pelaksanaan putusan
Undang-Undang No 30 Tahun 1999. Artinya berupa penyerahan sejumlah uang atau barang
bahwa putusan tersebut harus didaftarkan dalam lain yang dapat langsung dilakukan secara suka
jangka waktu 30 hari sejak diputuskan sesuai rela menurut hemat penulis tidak perlu dilakukan
dengan ketentuan ayat (1). pendaftaran putusan. Apalagi kalau putusan

318 Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional di Indonesia... (Mosgan Situmorang)


Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
e-ISSN 2579-8561

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

tersebut sudah dilaksanakan sebelum 30 hari yang


merupakan batas waktu untuk pendaftaran putusan
arbitrase, sesuai dengan Undang-Undang Nomor
30 Tahun 1999.

KESIMPULAN
Peran Pengadilan Negeri dalam pelaksanaan
putusan Arbitase Nasional adalah sangat penting.
Paling tidak ada dua hal pokok yang menjadi peran
Pengadilan Negeri dalam konteks ini yakni yang
pertama untuk menerima pendaftaran putusan
dan yang kedua adalah untuk melakukan eksekusi
apabila para pihak tidak melaksanakan putusan
secara suka rela dan ada permohonan dari para
pihak, yang dimaksud pengadilan negeri dalam
hal ini adalah Pengadilan Negeri yang wilayah
hukumnya meliputu domisili termohon.
Manfaat Pendaftaran Putusan arbitrase adalah
agar putusan tersebut dapat dieksekusi secara
paksa oleh pengadilan negeri apabila pihak yang
kalah tidak mau melaksanakan putusan tersebut
secara sukarela. Konsekuensi sutau putusan
arbitrase yang tidak didaftarkan oleh Arbiter yang
memeriksa suatu perkara arbitrase atau kuasanya
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
diputus berakibat putusan arbitrase tidak dapat
dilaksanakan oleh pengadilan. Dengan demikian
putusan tersebut hanya dapat dilaksanakan secara
sukarela oleh para pihak tanpa campur tangan
pengadilan negeri.

SARAN
Perlu dilakukan revisi terhadap Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa khususnya
mengenai ketentuan pendaftaran putusan arbitrase.
Kalau dalam ketentuan saat ini yang berhak untuk
mendaftarkan putusan arbitrase adalah Arbiter atau
kuasanya. Maka perlu juga dibuat ketentuan yang
memungkinkan para pihak untuk mendaftarkan
putusan arbitase, karena para pihaklah yang akan
menjadi pemohon apabila putusan arbitrase tersebut
memerlukan eksekusi. Di samping itu juga untuk
mengantisipasi kemungkinan arbiter lalai dalam
mendaftarkan atau sengaja tidak mendaftarkan
putusan tersebut. Untuk menghindari keraguan-
raguan perlu juga ditegaskan dalam undang-
undang arbitrase apaka pendaftaran itu bersifat
wajib walaupun sudah dilaksanakan secara
sukarela atau bersifat opsional.

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 4 , Desember 2017: 309 - 320 319
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632
e-ISSN 2579-8561

De Jure No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Alan Redfem and Martin Hunter, Law and Practice


UNDANG-UNDANG
of International Commercial Arbitration,
KUHPerdata
London: Sweet & Maxwell, 1996.
Andi Jukia Cakrawala, Penerapan Konsep Hukum Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
Arbitrase Online di Indonesia, Rangkang tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Education, Yogyakarta, 2015. Sengketa
Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokrasi, WEBSITE
Telaah Filsafat Politik Jhon Rawls, Penerbit http://www.uncitral.org.
KanisiusYogyakarta, 2001.
https://iccwbo.org
Cicut Sutiarso, Pelaksanaan Putusan Arbitrase
https://www.sokanu.com/careers/arbitrator/#what-
Dalam Sengekta Bisnis, Yayasan pustaka
does-an-arbitrator-do
Obor Indonesia, Jakarta 2011.
Cut Memi, Arbitrase Komersial Internasional,
Penerapan Klausul dalam Putusan Pengadilan
Negeri, Sinar Grafika, Jakarta 2017.
Loard Saville of Nowsdigate, Introduction,
dalam Ronald Bernstein (eds), Handsbook
of Arbitration Practice, London: Sweet and
Maxwell, 3rd.ed., 1998.
M. Yahya Harahap, Arbitrase ditinjau dari Rv,
Peraturan Prosedur Bani ICSID dll, Jakarta:
Sinar Frafika 2004.
M.C.W. Pinto, “Structure, Process, Outcome:
Thoughts on the “Essence” of International
Arbitrat”, Leiden Journal of International
Law, Vol 6 Nomor 2 August, 1993.
Michael Collins Q.C. “Privacy andConfidenciality
in Arbitration Proceedings”. Texas
International Law Journal, Vol. 30, 1995.
Suleman Batubara, Orinton Purba, Arbitase
Internasional, Penyelesaian Sengketa
Investasi Asing Melalui ICSID, UNCITRAL
dan SIAC, Raih Asas Sukses, Jakarta 2013.
Priyatna Abdul Rasyid , Arbitase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar,
Fikahati Aneska, Jakarta, 2011).
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa
di Luar Pengadilan, Cipta Aditya bakti,
Bandung 2013.
Stephen R. Bond, “How to Draft an ICC Arbitration
Clause (Revisited)”, ICSID Review Foreign
Investment Law Journal, 1992.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Acara
Perdata. Yogyakarta: Liberti, 1978.

320 Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional di Indonesia... (Mosgan Situmorang)

Вам также может понравиться