Вы находитесь на странице: 1из 14
ISSN 0126-1754 Volume 8, Nomor 6, Desember 2007 LIPI Terakreditasi SK Kepala LIPI e Berita Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006 Biologi Jurnal Ilmiah Nasional Diterbitkan oleh Pusat Penelitian Biologi - LIPI Daftar ts NEMATODA PADA TIKUS SUKU MURIDAE DAN POLA INFEKSINYA DI TAMAN NASIONAL LORE LINDU, SULAWESI TENGAH {Nematode on Muridae and its Pattern of fection at Lore Lindu, Central Sulawesi] Endang Purwaningsih dan Kartika Dew)... EFEK TOKSISITAS BIJI KEMALAKIAN (Croton tiglium) TERHADAP MENCIT DAN ANJING [Toxicological tect of Kematakian (Croton nm) Seeds in Mice and Dog] Yuningsih dan Damayanti R FISIOLOGI BIJI DORMAN GEWANG (Corypha wtan Lamarck) [Physiology of Dormant Seeds in Gewang (Compa nian Lamarck)| BP Naiola JAMUR ARBUSKULA PADA BAMBU DI JAWA (Arbuscular Fungi of Bamboo in Java) Kartini Kramadibrata, Hadi Prastyo dan Agustin Widya Gunawan KERAGAMAN FENOTIPE RAPD Santalum album L. DI PULAU TIMOR BAGIAN TIMUR [RAPD Phenotypic Variation of Santalum album L. in Eastern Part of Timor] Yuyu S Poerba, Albert H Wawo dan KS Yuta... ion i PRODUKSI KITINASE EKSTRASELULER Aspergillus rugulosus 501 SECARA OPTIMAL PADA MEDIA CAIR [Optimally Production of Extracellular Chitinase from Aspergillus rugulosus S01 in Liquid Medium] Nunué Widhyastutt DAFTAR ISI Volume 8. Indeks Pengarang/author dan Distribusi Makelah Volume 8. Indeks Distribusi Penilai/Mitra Bestari/Referee Volume 8 vi 509 515 521 331 537 347 Berta Biolog! 816) - Desember 2007 DAFTAR ISI KRIOPRESERVASI TANAMAN PURWOCENG (Pimpinella pruaijan Mlk.) DENGAN TEKNIK VITRIFIKASI {Cryopreservation of Prutjan (Pimplnelapruayjan Mok.) by Virifeaton Technique] T Roostika, I Darwati dan R Megia. 423 MUTASI STRUKTURAL INTRON tn (UAA) PADA SUKU MERANTI-MERANTIAN (DIPTEROCARPACEAE) [Structural Mutation of nL intron (UAA) in Deel Kusumadewi Sri Yulita 433 PENGELOMPOKAN PLASMANUTFAH SPESIES PADI LIAR (Oryza spp.) BERDASARKAN PEUBAH KUANTITATIF TANAMAN [Cluster Analysis of Wild Rice Species Germplasm (Oryza spp.) Based on Quantitative Characters of Crops} Tintin Suhartini dan Sutoro. 445 AKTIVITAS ANTIMIKROBA FLAVONOID - GLIKOSIDA HASIL SINTESIS SECARA ‘TRANSGLIKOSILASI ENZIMATIK [Antimicrobial Activity of Synthesized Flavon: Transglicosylation} Yati Sudaryati Socka, Elidar Naiola dan Joko Sulistyo ... a oe 455 ~ Glycoside through Enzymatic KERAGAMAN GENETIX POPULASI IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DALAM PROGRAM SELEKSI BERDASARKAN RAPD. [Genetic Variability of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus} Population in Selection Program. Based on RAPD] Otong Zenal Arifin, Estu Nugroho dan Kudhy Gustiano .. 465 KAJIAN ILMIAH IKAN PELANGI {Marosatherina ladigesi (Abi i936)} FAUNA ENDEMIK SULAWESI {Scientific Review of a Rainbow Fish {Marosatherina ladigesi (Ai 1936)} an Endemic Fauna of Sulawesi] Renny Kurnia Hadiaty. z 4B PROTEIN TOKSIN INSEKTISIDAL DARI BAKTERI PATOGEN SERANGGA Photorhabdus luminescens HI [Insecticidal Toxin Protein Produced by Enthomopathogenic Bacterium Photorhabdus luminescens 13) Alina Akhdiva, Etty Pratiw dan I Made Samudra " : 481 PENGETAHUAN TRADISIONAL DAN PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT LOKAL PULAU WAWONII SULAWESI TENGGARA [Traditional Knowledge and Plant Utilization by the Local People of Wawonii Island, Southeast Cetebes} Miulyati Rahayu dan Rugayah . 489 PENGAMATAN INFEKSI JAMUR PATOGEN SERANGGA Metarhizium anisopliae (Metsch. Sorokin) PADA WERENG COKLAT [Observation on Infection of Fungus Entomopathogen Metarhizium anisopliae (Metsch.Sorokin) on Brown Plant Hopper] Y Suryadi dan Triny S Kadir. 501 Berita Biolog! 8 (6)~ Desember 2007 KATA PENGANTAR Jumal Berita Biologi nomor ini (Vol. 8, No. 6), kembali menyajikan berbagai hasil peneitian dai para peneliti Indonesia dalam beragam bidang sesusi dengan keragaman ilmu dalam biologi dan turunan-turunannya. Dalam bidang mikrobiologi, S buah makalah membshas berbagai aspek, meliputi Phororhabdus luminescens HI ~ bakteri yang bersifat entomepatogen karena kandungan protein toksin yang potensial dalam mengontrol lerva Tenebrio molitor,Selain itu, dilaporkan adanya beberapa jenis biakan yang memiliki aktivitas reaksi transfer yang berperan penting dalam mensintesis flavonoid-glikosida sebagai bahan baku indusiri farmasi, pangan dan kosmetika dengan menggunakan substrat pati alami dan ekstrak temu-temuan (jehe, temu konci, kunie putih, keneur dan temu Putih). Sementara ity, hasil studi produksi ktinase ekstrascluler Aspergillus rugulosus 5Q1, menunjukkan bahwa jamur ini menghasilkan kitinase dengan aktivitas tinggi apabila 1% inokulum suspensi spora diinokulasikan pada media cair ‘yang mengandung kitin 0,75%-1,5% dengan syarat-syarat tertentu. Makalah lainnya tentang asosiasi jamur arbuskular dengan berbagai jenis bambu. Dalam bidang zoologi, ditampitkan hasil penelitian keragaman genetik dan relasi genetik ikan nila dalam konteks seleksi sehubungan dengan program pengembangan perikanan darat, Pesona ikan hias Marosarherina ladigesi (Cercermin dari nama lokal — ikan pelangi ~ rainbow fish), ditampilkan hasil kajian ilmiah terhadap ikan yang endemik Sulawesi ini, mamun selama 30 tahun masyarakat memulung langsung dari slam karena harga jual yang tinge, schingga status konservasinya telah mendapat pethatian khusus dari IUCN, Selain itu dilaporkan pula hasil Pengamatan terhadap pola infeksi nematoda pada tikus Taman Nasional Di bidang botani, studi kriopreservasi yang relatif bars dikembangkan di Indonesis sebagai suatu inetods konservasi. Dilaporkan hasil penelitian aspek ini terhadap tumbuhian asti Indonesia Purwoceng (Pimpinella pruatjan) Setanjutnya, basil studi pendekatan matematis delam mengelorpokkan plasma nutfah spesies padi liar (Oryza spp) Di bidang fisiologi tumbuhan, dilaporkan hasil penetitian terhadap biji tumbuhan gewang (Corypha utan Lamarck) yang diketahui memiliki sifat dorman yang kuat sehingga biji suit berkecambah Sementara itu, studi biologi ‘molekuler menampilkan hasil mucasi sruktural intron ¢rnL (UAA) pada suku meranti-merantian (Dipterocarpaccae). Studi etnobotani memaparkan hubungan ~ interaksi antara masyarakat tradisional dengan keanekaragaman tumbuhan setempat untuk kebutuban hidup schariannya Selanjuinya, studi fitokimia mencoba mencari terobosan mensubstitusi sintetik strychnine dalam program Pengendalian penyakit rabies (anjing sebagai host perantara), dengan produk alami yaknii minyak kroton yang dlickstrak dari biji tumbuhan kimalakian (Croton tiv), Cendana, salah satu jenis tumbuhan penghasil kaya mewahifancywood dan minyak aromatik bernilai sangat tinggi, dipelajori Keragaman genetiknya dan mengestimsi hubungan genetik di antara asesi Koleksi plasma nutfahaya Pengamaten mikrobiologis terhadap infeksi jamur patogen serangga Metarhizium anisopliae pada hama wereng coklat, menunjukkan bahwa hifs jamur ini dijumpai menginfeksi berbagai bagian tubuh serengga. Hasil skan mikroskop elektron infeksi jamur ini kami angkat sebagai maskot cover depan Nomor ini. Selamat membaca! Salam iptek, Redaksi ‘Berita Biologi 8(6)- Desember 2007 Berita Biologi menyampaikan terima kasih kepada para Mitra Bestari/Penilai (Referee) nomor ini 8 (6) — Desember 2007 Alex Hartana - FMIPA-Institut Pertanian Bogor Dyah Iswanti - FMIPA - Institut Pertanian Bogor Eni Sudarmonowati - Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI Fahren Bukhari - Statistik dan Komputasi-FMIPA-IPB Harini M Sangat - Pusat Penelitian Biologi-LIPI Hari Sutrisno - Pusat Penelitian Biologi-LIPI I Made Sudiana - Pusat Penelitian Biologi-LIPI JB Subowo - Pusat Penelitian Biologi-LIPi Joko Sulistyo - Pusat Penelitian Biologi-LIPI Suciatmih - Pusat Penelitian Biologi-LIPI ‘Sudarto - Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar- Departemen Kelautan dan Perikanan RI Berita Biologi 8(6) - Desember 2007 KRIOPRESERVASI TANAMAN PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) DENGAN TEKNIK VITRIFIKASI [Cryopreservation of Pruatjan (Pimpinella pruatjan Molk.) by Vitrification Technique] TRoostika®,1 Darwati dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Jalan Tentara Pelajar3A Bogor-16111 Tip.0251-8337975, Fax. 0251-8338820 HP 08129839661, E-mail: ikatambunan@yahoo.com ABSTRACT Pruatjan(Pimpinella praatian Molk) isan Indonesian endangered medicinal planthat included in Appendix [based on CITES. Therefore itis highly protcted species. To avoid extinction ofthis plant itis very important to cnservs the plant. In vitro conservation is mere suitable since this plans dificl:to be cultivated ouside ofits habitat. Cryopreservation technique may conserve this material fora long-term period. The objectives ofthis research were to find optimized treatments fr pre culture, loading, and dehydration on cryopreservation of pruatjan. The research was conducted at Tissue Culture Laboratory in Indonesian Center for Agrieultral Biotechnology and Genetic Resources Research and Development, started from May to November 2007, Pre culture was conducted using DKW basal media that added by sucrose at the level of 0.3, (0.4 nd 0.5M for one and tres days incubation. Loading was conducted in DKW basal media contsining 2M glycerol and 0.4M sucrose for 15, 30, and 4S minutes duration time. Dehydration was conducted in several cryoprotectans, namely PVSI (22% glyceral+ 13% propylene glycol + 13% etylene glycol + 6% DMSO + 3% sucrose), PVS2 (30% glycerol + 15% etylene elycl + 15% DMSO + 0,4M sucrose), PVS3 (50% slycerol + 50% sucrose), end PVS4 (35% glycerol + 20% etylene glycol + sucrose 06M), Result showed that pruatjan could be preserved through eryepreservation by vitifi smethod, The best pre culture was using 0.3 M sucrose for one d “while the bes eryoprotectan: was PVS2 with 90% success befor freezing and 40% after freezing. The sce the best loading was 30 minates, ay be improved by applying pre ‘growth eatmen, optimizing temperature of thawing, modification of recovery media and incubation condition. Kata Kun Kriopreservasi, puroceng, pros PENDAHULUAN Purweceng (Pimpinella pruatjan Molk.) adalah tanaman obat langka usli Indonesia dengan Kategori endangered atau harpir pnah (Rifai et al., 1992). Tanaman tersebut bernilai ekonomis tinggi yang berkhasiat obat sebagai aftodisiak (meningkatkan gairah seksual dan menimbulkan ereksi), diuretik (melancarkan saluran air seni), dan tonik (meningkatkan stamina tubuh). Purwoceng hidup secara endemik dan sulit dibudidayakan di luar habitat aslinya, Rahardjo (2003) dan Syahid er al (2004) melaporkan bahwa saat {ni tanaman tersebut hanya tersisa di areal petani yang sangat sempit yaitu di Desa Sekunang, Dataran Tinggi Dieng. Dewasa ini, tanaman ini bahkan termasuk dalam Appendix I berdasarkan CITES (Convention on International Trading in Endangered Species of Wild Flora and Fauna) yang berarti sangat dilindungi.. Upaya konservasi in situ (pada habitatnya) hhampir tidak mungkin dilakukan karena habitat asli tanaman ini sudah punah dengan rusaknya hutan konservasi sebagai akibat kegiatan eksploitasi yang berlebihan, Dengan demikian, konservasi ex situ (di luar habitatnya) lebih sesuai untuk diterapkan, 9, Pimpirellaprucjan Mlk, tia Konservasi ex situ di lapangan menghadapi kendala koreng tanaman purwoceng sult dibudidayakan di luar habitatnya kerena memerlukan persyaratan agronomis yang spesifik, Selain itu, konservasi di lapangen menghadapi resiko hilangnya populasi tanaman tersebut Karena cekaman biotik dan abiotik. Pemeliharaan tanainan di lapangan juga akan membutuhkan area, tenaga, waktu, dan biaya yang besar. ‘Teknologi kultur in vitro merupakan teknologi alternatif yang dapat diterapkan untuk menghindari Kepunahan tanaman purwoceng, Menurut Leunufita (2004), konservasi in vitro sebagai koleksi aktif dapat diterapkan dengan menggunakan teknik pertumbuhan ‘minimal untuk penyimpanan jangka menengsh, Selain itu, koleksi dasar, dapat diterapkan teknik riopreservasi untuk penyimpanan jangka panjang (Kartha, 1985). Menurut Grout (1995), teknik kriopreservasi merupakan teknik penyimpanan bahan tanaman daiam suhu yang sangat rendah, yaitu ~160 hingga -180°C (nitrogen fase uap) bahkan sampai ~196°C (nitrogen Roostika, Darwati dan Megia ~ Kriopreservasi Tanaman Purwoceng fase cair). Penyimpanan dengan pembekuan dalam nitrogen cair merupakan metode yang potensial untuk penyimpanan jangka panjang plasma nutféh tumbuhan (Bajaj, 1979; Withers, 1980; Towill dan Jarret, 1992). Dengan kriopreservasi, pembelahan sel dan proses: metabolisme dalam sel, jaringan ateu organ yang, disimpan dapat dihentikan sehingga bahan tanaman| dapat disimpan tanpa terjadi modifikasi atau perubahan dalam waktu yang tidak terbatas (Bhojwani dan Razdan, 1983; Ashmore, 1997). Beberapa tahapan yang dapat diterapkan dalam penyimpanan secara kriopreservasi adalah perlakuan pratumbuh, prakultur, loading (pemuatan), dehidrasi Jaringan, pembekuan, thawing (pelelehan), dan recovery (pemulihan) (Roostika dan Mariska, 2004), Jenis-jenis tanaman yang telah berhasildisimpan secara kkriopreservasi adalah tanaman kentang (Hirai dan Sakai, 1999a),ubijalar (Towil! dan Jaret, 1992), jeruk (Sakai er 4l., 1990), kiwi (Bachiri eal, 2001) dan pisang (Panis etal, 2000). ‘Teknik kriopreservasi pada tanaman purwoceng belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakusn yang optimal dari tiap-tiap tahapan kriopreservasi yang meliputi perlakuan prakultur, foading, dehidrasi baik sebelum dan setelah pembekuan dalam nitrogen-cair. BAHAN DAN METODE Penelitian diiakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Fenelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) Bogor pada bulan Mei hingga November 2007. Bahan tanaman sebagai sumber eksplan adalah tunas in vitro purwoceng yang dipelihara dalam media regenerasi yang berupa media DKW (Driver dan Kuniyaki, 1984) +BA S ppm + thidiazuron 0,2 ppm + arginin 200 ppm yang disubkultur secara rutin, maksimal setiap dua bulan. Eksplan yang digunakan berupa tunas pucuk yang berukuran 2~3 mm. Tahapan percobaan meliputi 1) Perlakuan prakultur, 2) Perlakusn loading, 3) Perlakuan dehidrasi dan pembekuan jaringan (Gambar 1). Untuk semua tahapan, respon yang diamati adalah daya tumbuh dan jumlah total daun. Daya tumbuh ditandai dengan pertumbuhan tunas, pembentukan 424 daun, akar atau struktur kalus. Daya tumbuh dihitung dengan membagi jumlah eksplan yang mampu tumbuh tethadap jumlah total eksplan yang bertahan hidup dikalikan 100%. Data akan ditampilkan dalam bentuk rerata dan standar deviasi. Perlakuan Prakultur Eksplan ditanam pada media DKW dengan penambahan sukrosa pada taraf 0,3, 0,4 dan 0,5M. Eksplan diinkubasi dalam growth chamber dengan suhu 10°C dalam kondisi gelap. Masa inkubasi yang diujikan adalah selama satu dan tiga hari. Setelah periode prakultur, kultur dipindah ke media regenerasi dan diinkubasikan “pada suhu 20°C dengan fotoperiodisitas 16 jam terang dan intensitas eahaya 800-1000 lux. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan setiap ulangan terdiri atas lima eksplan, Perlakuan yang terbaik akan diterapkan pada tahapan penelitian sclanjutnya. Perlakuan Loading Mula-mula, eksplan diprakultur dengan menerapkan perlakuan prakultur yang texbaik berdasarkan pereobaan sebelumaya. Setelah itu, kultur di-loading dalam media DKW dengan penambahan liseroi 2M dan sukrosa 0,4M. Durasi loading yang diujikan adalah selama 0 (Kontrol), 15, 30, dan 45 menit Setelah itu, cksplan direndam dalam larutan deloading, yaitu larutan DKW dengan penambahan sukrosa 1,2M selama 20 menit sebelum ditanam pada media regenerasi. Sebelum dan sesudah perlakuan loading, kultur diinkubasi pada suhu 20°C dan fotoperiodisitas 16 jam terang dengan intensitas cahaya 800 — 1000 lux. Perlakuan kontrol adalah eksplan yang diprakultur tanpa direndam dalam larutan loading. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan setiap ulangan terdiri atas lima eksplan, Perlakuan yang terbaik akan diterapkan pada tahapan penelitian berikutnya. Perlakuan Dehidrasi dan Pembekuan Jaringan Mula-mula, eksplan diprakultur dan di-loading dengan menggunakan perlakuan terbaik berdasarkan percobaan sebelumnya. Setelah itu, kultur didehidrasi dengan menggunakan 4 macam larutan vitrifikasi, yaitu 1) PVSI (gliserol 22% + propilen glikol 13% ~ etilen glikol 13% + DMSO 6% pada media dengan sukrosa 3%), 2)PVS2 (liserol 30% + DMSO 15% + etilen glikol Berita Biologi 8(6) ~ Desember 2007 Perbanyakan (unas in vitro purwoceng pula media DKW + BAS ppm * thidiruren 0. ppm + argnin 200 ppm | pucuk purwoceng ‘dengan ultray 2 3 am | Prakeltur dalam media DKW + sukzoss 0,3,0,4, dan 5M dengan mast inkubssi I dan 3 hark | Perendaman dalam larutan Loading Solution dalam medie DKW + glterol 2M sukroea 04M dengan durast rendam selma 0°15, 30 dan 45 menit y YS (ghiset0t 22% + prepa (etal 3096 © DMSO 1530 ‘dan OVS (glserol 38% + Perendaman dalam krioprotektan ilkol 13% + etlenglikal 13% + DMSO 6% + sukrosa 39), PYS2 in likal 1594 + ukosa 04ND), PVSS (gilenerol 30% * roan 50%), ‘shtol 20% + sktosa 0.6) dengan dori rendam. seams 13 sent Pembekuan dalaia N , cair selama sematam (eekitar 16 jam | ¥ Pelelehan (hawingy ‘dengan ar pada subs 35°C slam 1 meni Peneucian (defoading) (stam 1 ml tartan media DEW © eakrooa 12M solama 20 menit T ve Pemulihan (recovery) pda media DKW +BA'S ppm * thidisrn 92 pom = arginin 200 ppm ‘Gambar 1. Diagram ali percobaan riopreservas unas purwoceng dengan teknik vinifikas 15% pada media dengan sukrosa 0,4M), 3) PVS3 (Gliserol 50% dalam media dengan sukrosa 50%); dan 4) PVS4 (gliserol 35% + etilen glikol 20% pada media, dengan sukrosa 0,6M) sebageimana yang dilaporkan olch Sakai (1993). Durasi perendaman dalam larutan dehidrasi adalah 15 menit, Setelah itu, kultur (yang sudah berada di dalam tabung krio) direndam dalam nitrogen cair (-196%C) selama semalam kemudian dilelehkan pada suhu 35°C dan selanjutnya direndam dalam larutan deloading (DKW + sukrosa 1,2M) selama 20 menit sebelum dipindahkan ke media regenerasi. Setelah tahapan kriopreservasi lengkap 4ilakkukan, maka eksplan diinkubasikan pada suhu 20°C dalam keadaan gelap selama dua minggu. Setelah itu, kkultur diinkubasilan pada kondisi fotoperiodisitas 16 jam terang dengan intensitas cahaya 800 — 1000 lux. Sebagai perlakuan kontrol adalah kultur yang tidak direndam dalam nitrogen cair. Setiap perlakuan diulang sebanyak minimal tiga kali dan setiap ulangan terdiri atas tima eksplan 425 Roostike, Darwati dan Megia - Kriopreservasi Tanaman Purwoceng Pengarih Prfakuan Prakuturterhadap ‘aya Tumbu Kultur Purwoceng 2 Daya Tumbuh (3) Siac ees (ess efahuan Prakultur Pengaruh Pertakuan Prakutturterhadap ‘Jumah Total Daun Kultur Purwoceng ddaaa zeae Perahuan Prat cera Gambar2, Pengaruh perlakuan prakultur pada beberapa taraf sukrosa dengan masa inkubasi yang berbeda terhiadap persentase daya tumbuh dan jumlah total daun kultur purwoceng, umur 2 dan 4 minggu. HASIL Perlakuan Prakultur Hasil percobaan prakultur menunjukkan bahwa tingkat molaritas dan masa inkubasi berpengaruh terhadap pertumbuhan kultur purwoceng. Terdapat kkecenderungan bahwa semakin tinggi taraf sukrosa, semakin tinggi pula pengaruh penghambatannya. ‘Namvn demikian, semakin lama masa inkubasi perlakuan prakultur maka semakin tinggi pula daya tumbch kultur. Jaringan tunas pucuk purwoceng terbukti toleran terhadap sukrosa pada taraf tertinggi, yaitu 0,5M. Berdasarkan persentase daya tumbuh, pperlakuan sukrosa 0,3M selama satu hari dan sukrosa 4M selama 3 hari merupakan perlakuan terbaik, Namun demikian berdasarkan jumlah total daun yang terbentuk, perlakuan sukrosa 0,3M selama satu hari ‘merupakan perlakuan terbaik (Gambar 2). Pertumbuhan ceksplan dari perlakuan tersebut mempunyai kecepatan yang paling tinggi (Foto 1), Dengan demikian, perlakuan sukrosa 0,3M dengan masa inkubasi satu hari diterapkan pada tahap penelitian selanjutnya, yaitu percobaan loading. Perlakuan Loading Hasil percobaan /oading menunjukkan bahwa perlakuan durasi rendam selama 45 menit ‘menyebabkan hampir 30% jaringan tunas purwoceng ‘memutih dan mati (Foto 2). Durasi rendam selama 30 menit merupakan perlakuan yang terbaik karena ‘memberikan persentase daya tumbuh yang tinggi (lebih dari 90%) dengan kecepatan pertumbuhan yang tidak 426 berbeda dengan perlakuan kontrol (Gambar 3). Untuk. selanjutnya, perlakuan loading selama 30 menit diterapkan pada percobaan dehidrasi Hasil percobaan dehidrasi dan pembekuan jeringan menunjukkan bahwa jaringan tunas purwoceng mempunyai respon yang berbeda-beda terhadap larutan krioprotektan yang diujikan, Persentase daya hidup dan daya tumbuh berangsur- angsur turun dari perlakuan prakultur, loading, dan selanjutnya dehidrasi. Dari keempat macam larutan dchidrasi yang digunakan, larutan PVS1 dan PVS2 Foto 1. Pertumbuhan kultur purwoceng (umur 4 minggu) setelah perlakuan prakultur: 0,3M 1 hari (A), 0,3M 3 hari (B),0,4M 1 hari (C),0,4M 3 hari (D), 0,5M 1 hari (E), dan 0,5M 3 hari (F), Foto 2. Pertumbuhan kultur purwoceng (umur 4 minggu) setelah perlakuan Joading selama durasi rendam tertentu: A. 0 menit, B, 1S menit, C.30-menit, dan D. 45 menit. memberikan daya tumbuh yang tinggi (sekitar 90%) sedangkan larutan PVS3 dan PVS4 memberikan daya ‘tumbuh yang rendah, yaitu kurang dari 40%. Setelah pembekuan dalam nitrogen cair, daya tumbuh yang tertinggi diperoleh dari perlakuan PVS2 (40%) dan selanjutnya PVS4 (kurang dari 10%) sedangkan dari perlakuan PVSI dan PVS3 tidak terdapat kultur yang bertahan hidup (Gambar 4). Kultur yang tidak mampu pulih menjadi pudac warnanys dan akhimya berwarma putih sedangkan kuitur yang bertahan hidup mampu tumbuh lebih lanjut. Pertumbuhan kultur tersebut ditandai dengan munculnya daun baru yang berasal dari meristem (Foto 3). Seteleh 4 minggu, pertumbuhan kultur selanjutnya mengelami stagnasi di mana tunas Pengaruh Perlakuan Loading terhadap Daya Tumbuh Kultur Purwoceng a | s ‘aya Tumbuh a8 8 2ano9! |e some ey Berita Biologi 8(6} - Desember 2007 tidak tumbuh lebih lanjut dan daun baru tidak muncul Untuk memacu pertumbuhannya maka dilakukan subkultur ke media segar. Hasil menunjukkan bahwa Jkultur tidak mampu tumbuh lebif lanjut dan babkan mencoklat dan akhirnya mati PEMBAHASAN Perendaman jaringan ke dalam krioprotektan secara langsung dapat menyebabkan efek merusak sel karena stres osmotik yang disebabkan oleh tingginya molaritas larutan dehidrasi. Dengan demikian, jaringan ‘memerlukan perlekwan Kkitusus untuk meningkatkan toleransi terhadap stres osmotik akibat dari tingginya konsentrasi(molaritas) larutan krioprotektan. Tahapan perlakuan awal yang dapat diterapkan sebelum perlakuan dehidrasi adalah pratumbuh, prakultur, dan Toading. Perlakuan Prakultur Penerapan perlakuan prakultur dengen ‘menggunakan sukrosa dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi sel untuk dapat meningkatken fleksibilitas membran sel. Fleksibilitas membran sel sangat berperan dalam proses dehidrasi cairan dalam sel supaya tidak terjadi plasmoloisis yang irreversibel. Menurut Gnanapragasam dan Vasil (1992), prakultur sel dapat menycbebkan penurunan volume vekuola yaitu dengan cara redistribusi vakuola sentral yang besar menjadi sejumlah vesikel yang lebih Kkecil. Dengan demikian kristalisasi cairan dalam sel dapat dihindari sebingga proses pembekuan tidak akan menyebabkan sel mengalami injury (luka yang serius). Luka yang Pengaruh Perlakuan Loading terhadap Jurdah Total Daun Kultur Purwoceng a ‘| Ma is Dural Loading (merit Gambar 3. Pengaruh perlakuan foading dengan durasi rendam yang berbeda-beda terhadap days tumbuh dan Jjumlah total daun dari kultur purwoceng, umur 2-dan 4 minggu. Roostika, Darwati dan Megia - Kriopreservasi Tanaman Purwoceng Pengaruh Perlakuan Dehidrasi terhadap Daya Tumbuh Kultur Purwoceng 100 gi (a Frekuttur| = @ Loading < x oPvsi 3 oPpvs2 40 S wPvs3 A jars 8 2 | Perlakuan Dehidrasi | PVS1 PVS2 PVS3 PYS4 Pengaruh Pembekuan dalam Nitrogen Cair terhadap Daya Tumbuh Kultur Purwoceng 100 80 60 40 Daya Tumbuh (%) 20 Perlakuan Dehidrasi Gambar 4. Pengaruh perlakuan dehidrasi dari beberapa macam krioprotektan sebelum dan setelah pembekuan dalam nitrogen cair (-196°C) terhadap daya tumbuh kultur purwoceng, umur 4 minggu. ‘s a E a Foto 3, Pertumbuhan kultur purweceng (umur 4 minggu) setelah pembekuan dalam nitrogen cair (-196°C): A. Kultur yang bertahan hidup dan mampu tumbuh serta B. Kultur yang tidak bertahan hidup (mati). -serius tidak diharapkan terjadi karena akan mempersulit sel dalam proses recovery (pemulihan) atau bahkan dapat menyebabkan kematian sel. Pada percobaan prakultur, peningkatan taraf sukrosa menyebabkan penurunan tingkat pertumbuhan kultur purwoceng. Hal ini disebabkan oleh tingginya molaritas media dengan sukrosa taraf tinggi sehingga sel mengalami plasmolisis di mana proses keluarnya air dari dalam sel justru lebih dominan daripada proses penyerapan nutrisi. Sebagaimana sifat membran sel yang semi permeabel, sel akan menyerap nutrisi (bersama dengan penyerapan air) jika molaritas larutan pada lingkungannya adalah lebih rendah daripada molaritas cairan di dalam sel. Lamanya masa inkubasi perlakuan prakultur berpengaruh positif terhadap pertumbuhan kultur. Hal ini diduga disebabkan oleh proses adaptasi jaringan 428 yang lebih lanjut sehingga proses penyerapan nutrisi dari media tidak didominasi oleh proses dehidrasi jaringan. Selain itu, kandungan sukrosa yang berlimpah daiam media prakultur kemungkinan dimanfaatkan sebagai sumber energi (karbon) bagi pertumbuhan kultur selanjutnya. Perlakuan Loading Selain perlakuan prakultur, perlakuan /oading juga diterapkan dengan maksud untnk meningkatkan keberhasilan kriopreservasi. Pada kondisi tersebut, sel diperlakukan dengan larutan bermolaritas lebih tinggi daripada perlakuan prakultur untuk mengadaptasikan sel atau jaringan pada larutan dengan molaritas yang lebih tinggi lagi, yaitu larutan krioprotektan. Pada tahap Joading, jaringan diperlakukan dengan gliserol dan juga sukrosa pada taraf yang lebih tinggi. Kedua komponen tersebut merupakan komponen yang terkandung dalam larutan krioprotektan yang akan digunakan pada tahap dehidrasi. Kondisi tersebut memberikan kesempatan lanjut bagi sel untuk meningkatkan fleksibilitas membrannya dan menyebabkan proses dehidrasi secara perlahan-lahan sehingga sel tidak akan pecah. Perendaman jaringan dalam larutan /oading dilaporkan efektif dapat meningkatkan osmotoleransi jaringan pada beberapa macam tanaman seperti pada talas (Takagi et al., 1997), kentang (Hirai dan Sakai, 1999a), mentha (Hirai dan Sakai, 1999b), dan wasabi (Matsumoto et al., 1994). Berdasarkan hasil percobaan /oading, tampak bahwa semakin lama durasi rendam maka semakin turun pula tingkat pertumbuhan kultur. Sebagaimana diketahui bahwa plasmolisis dapat terjadi pada lingkungan dengan molaritas yang tinggi, dan durasi yang lebih ama akan memperparah tingkat plasmolisis sel. Durasi rendam selama 45 menit ternyata dapat menyebabkan penurunan daya hidup kultur hingga 30% sehingga perlakuan tersebut tidak direkomendasikan. Perlakuan ‘yang optimal adalah durasi rendam 30 menit Hasil percobaan loading menunjukkan adanya kejanggalan pada respon kultur dari durasi rendam 15 menit yang lebih rendah daripada durasi rendam 30 menit. Hal ini diduga disebabkan oleh keragaman eksplan yang cukup tinggi. Dalzm hal ini jaringan kultar purwoceng tampak sangat sensitif terhadap perlakuan percobaan kriopreservasi sehingga diperoleh keragaman respon yang tinggi pula. Perlakuian Dehidrasi dan Pembekuan Jaringan Untuk melindungi jeringan tanaman dari pengaruh negatif pada saat pembekuan diperiukan kondisi sel yang mengalami dehidrasi. Penggunaan krioprotektan dapat memelihara keutuhan membran dengan cara meningkatkan potensial osmotik media sehingga cairan di dalam sel mengalir keluar dan terjadi Achidrasi, Kondisi dehidrasi yang optimal dapat dicapai dengan menggunakan larutan krioprotektan pada jenis, konsentrasi den lama perendaman yang sesuai Krioprotektan yang baik digunakan adalah yang dapat melindungi jaringan selama pembekuan tanpa bersifat toksik terhadap jaringan itu sendir Lanutan PVS3 dan PVS4 tampaknya bersifat toksik daripada larutan PVSII dan PVS2, Diduga bahwa konsentrasi gliserol yang lebih tinggi dalam larutan PVS3 (50%6) dan PVS4 (35%) daripada dalam PVS| (222%) dan PVS2 (30%) menjadi penyebab utama toksisitas Jaringan tersebut. Menurut Kartha (1985), gliserol dan DMSO merupakan senyawa krioprotektan yang dapat masuk ke dalam sel (permeating agent) sedangkan sukrosa merupakan senyawa krioprotektan yang tidak dapat masuk ke dalam sel (non permeating agent) ‘melainkan berada di ruang inter seluler Selain itu secara, visual, viskositas dari PVS3 dan PVS4 tampak lebih kental daripada PVS1 dan PVS2. Hal ini kemungkinan bethubungan dengan molaritas total dari komponen krioprotektan dalam larutan tersebut. Diduga bahwa molaritas yang terlalu tinggi tersebut menyebabkan dchidrasi yang berlebihan sehingga terjadi plasmolisis Berita Biologi 8(0) » Desember 2007 yang irreversibel. Menurut Towill (1991) dalam, Reinhoud er al, (2000), sel yang terdehidrasi terlalu kuat dapat menyebabkan plasmolisis yang kuat pula sehingga berakibat terhadap perubahan pH, interaksi makromolekuler dan peningkatan konsentrasi zat elektrolit. Setelah pembekuan jaringan dalam nitrogen cair, PVS2 menyebabkan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan PVS1. Turunnya persentase daya hidup kultur dari perlakuan PSI diduga karena jaringan kurang mengalami dehidrasi sehingga sel-sel dalam jaringannya masih banyak mengandung air. Air terscbut menjadi pemicu terbentuknya es baik intra- dan ekstra-seluler. Formasi ¢s intraseluler mutlak bersifat letal sedangkan formasi es ekstraseluler dapat juga merusak sel karena daya mekanis dari kristales yang tumbuh, gaya adesi kristal es terhadap membran, interaksi elektris yang disebabkan oleh perbedaan solubilitas ion pada fase es dan car, formasi gelembung udara intraseluler, Iuka kimiawi yang berhubungan dengan peroksidase lipid ddan perubahan pHI pada lokesi tertentu (Grout, 1995), ‘Turunnya persentase daya hidup setelah pembekuan olch perlakuan PVS2 diduga karena pengaruh perlakuan pelelchan, Pada saat pelelehan, kontraksi osmotik dapat menyebabkan vesikulasi endositotik yang irreversibel yang dapat mengakibatkan sel menjadi lisis karena ‘bahan membran yang baru tidak mampu memfasilitasi epiasmolisis (Steponkus, 1984 dalam Reinhoud eal 2000) Tingkat keberhasilan kriopreservasi pada penelitian ini masih rendah. Beberapa upaya yang mungkin dapat meningkatkan keberhasilan tersebut adalah penerapan perlakuan pratumbu, optimasi suhu pelelehan, modifikasi media pemulih, dan modifikasi lingkungan inkubasi. Hirai dan Sakai (1999b) ‘melaporkan bahwa perlakuan pratumbuh dengan suhu 4°C dapat meningkatkan daya tumbuh eksplan mentha sebesar 70%, Selanjutnya, hasil penclitian kriopreservasi ubi jalar menunjukkan bahwa suhu pelelehan 22°C lebih baik daripada 40°C (Roostika et 4l,, 2004), Kondisi lingkungan inkubasi juga dilaporkan dapat menentukan keberhasilan hidup kultur pasca pembekuan. Pennycooke dan Towill (2000) mencobakan kultur diinkubasikan dengan pencahayaan secara Roostika, Darwatl dan Megia - Kriopreservasi Tanaman Purwoveng bertahap, yaitu mula-mula inkubasi dilakukan dalam ‘keadaan gelap kemudian dengan pencahayaan lemah (40 mmol m?s") dan akhimya dengan pencahayaan’ biasa (60 mmol ms"), Selain itu, dapat digunakan ‘modifikasi media pemulih seperti pengenceran garam. tertentu, Penggunaan media dengan kandungan ion 1NH,'setengah kali lipat dari media MS terbukti mampu ‘meningkatkan keberhasilan tumbuh Kultur ubi jalar pasca pembekuan, Menurut Pennycooke dan Towill (2001), ion NH,* bersifat merusak pada suhu rendah dan dapat menghambat proses pemulihan kultur yang, ‘mengalami luka karena pembekuan, Fenomena stagnasi dari pertumbuhan kultur purwoceng pasca-kriopreservasi kemungkinan disebabkan oleh munculnya zat-zat yang menghambat pertumbuhan kultur. Dilaporkan bahwa selama proses kriopreservasi, dapat terbentuk formasi radikal bebas yang bersifat toksik. Radikal bebas yang dapat terbentuk misalnya radikal hidroksil (OH), superoksida (O,), dan hidrogen peroksida (H,0,) (Dumet dan Benson, 2000), Radikal bebas dapat menyerang fraksi lipid pada membran dan ‘menghasilkan lipid peroksida dan selanjutnya dapat terurai menjadi senyawa produk oksidasi sekunder yang beracun (Benson ef ai. 1992; Dumet dan Benson, 2000). Untuk mengatasi zat-zat penghambat ‘tumbuh termasuk radikal bebas maka ke dalam media pemulih dapat ditambahkan zat antioksidan, misalnya charcoal, PVP, asam askorbat, dan asam sitrat. KESIMPULAN DANSARAN ‘Teknik kriopreservasi dapat diterapkan untuk penyimpanan jangka panjang tanaman purwoceng. Perlakuan terbaik untuk setiap tahapan kriopreservasi adalah prakultur dengan sukrosa 0,3M_selama satu hari, durasi rendam dalam farutan loading (DKW + pliserol 2M + sukrosa 0,4M) selama 30 menit, dan krioprotektan yang paling sesuai adalah PVS2 (DKW. + gliserol 30% + DMSO 15% + etilen glikol 15% + sukrosa 0,4M) dengan persentase daya tumbuh ‘mencapai 90% (sebelum pembekuan) dan 40% (setelah pembekuan). Pengembangan metode kriopreservasi purwoceng dapat diupayakan untuk meningkatkan keberhasilan. Keberhasilan kriopreservasi tersebut 430 dapat ditingkatkan dengan menerapkan penerapan perlakuan pratumbuh, optimasi suhu pelelehan, modifikasi media pemulih, dan modifikasi lingkungan inkubasi. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besamya kepada Badan Litbang Pertanian yang telah mendanai penelitian ini pada program Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) 2007. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. T. Niino dan Dr. K. Fukui (National Institute of Agrobiological Science, Japan) atas pelatihan _teknik kriopreservasinya dan Dr. Juliami atas bantuannya dalam alih bahasa Jepang-Indonesia, serta semua pihak ‘yang turut membantu keberhasilan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA ‘Ashmore SE. 1997. Starus Report on The Development and Application of In-Vitro Techniques for The Conservation and Use of Plant Genetic 67. IPGRI, Queensland, Australi. Bachiri ¥, GQ Song, P Plessis, A Shoar-Ghaffari, T Rekab and C Morisset. 2061. Routine Cryopreservation of Kiwifruit (Actinidia spp.) Germplasm by Encapsulation-Dehydration: Importance of Piant Growth Regulators. CryoLetters 22, 61-74 YPS. 1979. Technology and Prospects of Cryopreservation of Germplasm. Euphyrica 28, 267- 285, Benson EE, PT Lynch and J Jones. 1992. Detection of, lipid peroxidation products in eryoprotected and frozen rice cells: consequences for post-thaw survival, Plant Science 110, 249-258, Bhojwani SS and MK Razdan. 1983. Plant Tissue Culture Theory and Practise, 02. Elsevier. Amsterdam, New York. Driver JA and AH Kuniyuki, 1984. Jn vitro propagation ‘of paradox walnut rootstock. Hort, Science 19, $07- 508. Dumet D and EE Benson. 2000. The use of physical and biochemical studies to elucidate and reduce eryopreservation-induced damage in hydrated! desiccated plant germplasm. In: F Engelmann and H Takagi (Eds.). Cryopreservation of Tropical Plant Germplasm: Current Research Progress and Application. 43-56. [PGRI, Rome-ltaly. Gnanapragasam S and IK Vasil. 1992. Cryopreservation of Immature Embryos, Embryonic Callus and Cell Suspension Cultures of Gramineous Species. Plant Science 83, 205-215. Bajaj Grout BWW. 1995. Introduction to the /n Hiro Preservation ‘of Plant Cells, Tissues and Organs. In: B Grout (Ed). Genetic Preservation of Plant Celis In Vitro, 1-17 Springer Lab Manual Berlin-Heidelberg, Hirai D and Sakai A. 1999a, Cryopreservation of In Vitro- Grown Meristems of Potato (Solanum tuberosum L.) by Encapsulation-Vitrification. Poraro Research 4, 153-160. Hirai D and A Sakai. 1999b. Cryopreservation of In Vitto- Grown Axillary Shoot Tip Meristems of Mint (Mentha spicata L.) by Encapsulation-Vitrification Plant Cell Report 19, 150-155. Kartha KK. 1985. Meristem culture and germplasma preservation, In: KK Kartha (Ed.). Cryupreservation of Plant Cells and Organics. 116-134, Cre Press Florida, Leunufna S.2004. improvement of the in vitro maintenance ‘and eryopreservation of yams (Dioscorea spp.), 120. Martin-Luther-Universitat Halle-Wittenberg, Berlin, Matsumoto T, A Sakai and K Yamada, 1994. Cryopreservation of In Vitro-Grown Apical Meristems of Wasabi (Wasabi japonica) by Vitrfication and Subsequent High Plant Regeneration, Plant Cell Report 13, 442-446. Panis B, H Sehoofs, S Remy, L Sagi and R Swennen. 2000. Cryopreservation of Banana Embryogenic Cell Suspensions: An Aid for Genetic Transformation, In: F Engelmann and H Takagi (Fds.) Crvopreservation of Tropical Plant Germplasm: Current Research Progress and Application, 103- 109. IPGRI. Rome-ttaly Peanycooke JC and LE Towill. 2000, Cryopreservation ‘of shoot tips from in vitro plants of sweet potato pomea batatas (L.) Lam.) by vitrification, Plant Cell Reports 19, 733-737 Peunycooke JC and LE Towill. 2001. Medium alterations ‘improve regrowth of sweet potato (Ipomea batatas (L) Lam) shoot tips cryopreserved by vitrification and encapsulation-dehidration. CryoLetters 22, 381~ 389. Reinhoud PJ, FV Iren, and JW Kijne. 2000. Cryopreservation of Undifferentiated Plant Cells Berita Biolog’ 8(6) - Desember 2007 In: F Engelmann and H Takagi (#ds.) Cryopreservation of Tropical Plant Germplasm: Current Research Progress and Application, 91-102, IPGRI. Rome-Italy. Rifai MA, Rugayah dan EA Widjaja. 1992, Thi Years of The Eroded Species Medicinal Crops. Floribunda 28, Rahardjo M. 2003. Purwoceng Tanaman Obat Aprodisiak ‘yang Langka. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 9, 4-7. Roostika I dan T Mariska. 2004. Pemanfaatan Teknik Kriopreservasi dalam Penyimpanen Plasma Nutfah Tanaman. Buletin Plasma Nusfah 9, 10-18. Roostika I, I Mariska, GA Wattimena dan N Sunarlim. 2004, Penerapan teknik vitrfikasi pada penyimpanan ubi jalar (Ipomea batatas (L) Lam.) secara riopreservasi, Jurnal Penelitian Pertanian 23, 117- 122. Sakai A, S Kobayashi and I Oiyam: Cryopreservation of Nucellar Cells of Nave! (Citrus sinensis Osb. Var Brasiliensis Tanaka) by Vitvfication. Plant Cell Report 9, 30-33. Sakai A, 1993. Cryogenic Strategies for Survival of Plant Culture Cells and Meristem Cooled to ~196°C. In A. Sakai (Ed.). Cryopreservation of Plant Genet Resources, 5-26. Japan International Cooperation ‘Agency: Japan. Syahid SF, O Rostiana dan M Rohmah. 2005, Pengaruh NAA dan IBA terhadap perakaran pruatian (Pimpinella alpina Molk) in vitro. Jurnal Perelitian Tanaman Industri W, 146-151 Takagi H, NT Think, OM Isulam, T Senboku and A Sakai. 1997. Cryopreservation of Jn Vitro-Grown Shoot Tips of Tare (Colocasia esculenta L. Schott) by Vitrification. Plant Cell Report 16, 594-599, Towill LE and RL Jarret. 1992. Cryopreservation of Sweet Potato (pomea batatas (L.) Lam.) Shoot Tips b: Vitvfication. Plant Cell Report 11, 175-178, Withers LA. 1980. Preservation of Germplasm in Perspectives in Plant Cell and Tissue Culture. In IK Vasil (Eds. Int. Cytol Suppl, 101-136. IRL Press. Washington. 431

Вам также может понравиться