Вы находитесь на странице: 1из 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi & Fisiologi Tulang Belakang.

Sendi torakolumbal adalah sendi yang dibentuk oleh vertebra Th XII

dan LI. Secara umum keduanya berfungsi statis, kinetis, keseimbangan, dan

perlindungan. Pada fungsi statis tulang belakang mempertahankan posisi tegak

melawan gravitasi dengan energi sekecil mungkin, sehingga membentuk sikap

tubuh tertentu. Fungsi kinetis merupakan rangkaian alat gerak yang

memungkinkan terjadinya gerakan. Fungsi keseimbangan turut aktif

mempertahankan titik berat tubuh pada posisi tetap pada tulang Sakrum II saat

berdiri. Fungsi proteksi adalah melindungi organ dan jaringan penting seperti

sumsum tulang belakang, akar saraf, dan pembuluh darah.

Pada tulang belakang terdapat segmen gerak yang terdiri atas diskus

intervertebralis, korpora, sendi faset, ligamenta, foramen intervertebralis

beserta isinya, kanalis vertebralis, dan otot paravertebralis. Di antara kedua

korpus tulang belakang terdapat jaringan fibrokartilago yang merupakan

bantalan sendi, berfungsi sebagai peredam kejut. Penambahan beban akan

menyebabkan kompresi terhadap nukleus pulposus; gerakan fleksi, ekstensi,

dan rotasi secara berlebihan juga dapat mengganggu nukleus pulposus.


Dalam keseluruhan tulang belakang terdapat kanalis vertebralis yang di

dalamnya terdapat medula spinalis yang membujur ke bawah sampai LII.

Melalui foramen intervertebralis setiap segmen medula spinalis menjulurkan

radiks dorsalis dan ventralisnya ke periferi. Di tingkat servikal dan torakal,

berkas serabut tepi itu menuju ke foramen tersebut secara horizontal.3

Struktur tulang belakang yang peka terhadap nyeri adalah periosteum

vertebrae, dura, sendi facet, annulus fibrosus dari diskus intervertebralis, vena

epidural, dan ligamentum longitudinal posterior. Gangguan pada berbagai

struktur ini dapat menjelaskan penyebab nyeri punggung tanpa kompresi radix

saraf. Nucleus pulposus dari diskus intervertebral tidak peka terhadap nyeri

dalam situasi yang normal. Tulang belakang regio lumbal dan servikal

merupakan struktur yang paling peka terhadap gerkana dan mudah mengalami

trauma.4

II.2 Nyeri Punggung Bawah

II.3.1 Definisi

Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain didefinisikan

sebagai nyeri dan ketidaknyamanan, yang terlokalisasi di bawah sudut

iga terakhir (costal margin) dan di atas lipat bokong bawah (gluteal

inferior fold), dengan atau tanpa nyeri pada tungkai.5


Low back pain (menurut WHO 2003) adalah nyeri punggung bawah,

nyeri yang dirasakan di punggung bagian bawah, bukan merupakan

penyakit ataupun diagnosis untuk suatu penyakit namun merupakan

istilah untuk nyeri yang dirasakan di area anatomi yang terkena dengan

berbagai variasi lama terjadinya nyeri.6

II.3.2 Klasifikasi4

Nyeri punggung dapat bersifat akut atau kronik, nyerinya berlangsung

terus menerus atau hilang timbul, nyerinya menetap di suatu tempat atau

dapat menyebar ke area lain. Nyeri punggung dapat bersifat tumpul,

atau tajam atau tertusuk atau sensasi terbakar. Nyerinya dapat menyebar

sampai lengan dan tangan atau betis dan kaki, dan dapat menimbulkan

gejala lain selain nyeri. Gejalanya dapat berupa perasaan geli atau

tersetrum, kelemahan, dan mati rasa.

Nyeri punggung dapat dibagi secara anatomi, yaitu: nyeri leher, nyeri punggung

bagian tengah, nyeri punggung bagian bawah, dan nyeri pada tulang ekor. Nyeri

punggung dapat dibagi berdasarkan durasi terjadinya, yaitu: akut (±12 minggu),

kronik (>12 minggu), dan subakut (6-12 minggu). Nyeri punggung dapat dibagi

berdasarkan penyebabnya, yaitu :

1. Nyeri lokal, yang disebabkan oleh regangan struktur yang sensitive terhadap

nyeri yang menekan atau mengiritasi ujung saraf sensoris. Lokasi nyeri dekat

dengan bagian punggung yang sakit. 



2. Nyeri alih ke bagian punggung, dapat ditimbulkan oleh bagian visceral

abdomen atau pelvis. Nyeri ini biasanya digambarkan sebagai nyeri abdomen

atau pelvis tetapi dibarengi dengan nyeri punggung dan biasanya tidak

terpengaruh dengan posisi tubuh tertentu. Pasien dapat juga

mempermasalahkan nyeri punggungnya saja. 


3. Nyeri yang berasal dari tulang belakang, dapat timbul dari punggung atau

dialihkan ke bagian bokong atau tungkai. Penyakit yang melibatkan tulang

belakang lumbal bagian atas dapat menimbulkan nyeri alih ke regio lumbal,

pangkal paha, atau paha bagian atas. Penyakit yang melibatkan tulang

belakang lumbal bagian bawah dapat menimbulkan nyeri alih ke bagian

bokong, paha bagian belakang, atau betis dan tungkai (jarang). Injeksi

provokatif pada struktur tulang belakang bagian lumbal yang sensitif terhadap

nyeri dapat menimbulkan nyeri tungkai yang tidak mengikuti distribusi

dermatomal. Nyeri sclerotomal ini dapat menjelaskan kasus nyeri di bagian

punggung dan tungkai tanpa adanya bukti penekanan radix saraf.

4. Nyeri punggung radikular biasanya bersifat tajam dan menyebar dari tulang

punggung region lumbal sampai tungkai sesuai daerah perjalanan radix saraf.

Batuk, bersin, atau kontraksi volunteer dari otot abdomen (mengangkat

barang berat atau pada saat mengejan) dapat menimbulkan nyeri yang

menyebar. Rasa nyeri dapat bertambah buruk dalam posisi yang dapat

meregangkan saraf dan radix saraf. Saraf femoral (radix L2, L3, dan L4)

melewati paha bagian depan dan tidak akan teregang dengan posisi duduk.

Gambaran tentang nyeri saja biasanya tidak bisa digunakan untuk

membedakan nyeri sklerotomal dan radikulopati. 



5. Nyeri yang berhubungan dengan spasme otot, walaupun tak jelas, biasanya

dikaitkan dengan banyak gangguan tulang belakang. Spasme otot biasanya

dikaitkan dengan postur abnormal, otot paraspinal yang teregang, dan rasa

nyeri yang tumpul.

II.3.3 Epidemiologi

Di Amerika Serikat nyeri ini merupakan penyebab yang urutan

paling sering dari pembatasan aktivitas pada penduduk dengan usia <45

tahun, urutan ke 2 untuk alasan paling sering berkunjung ke dokter,

urutan ke 5 alasan perawatan di rumah sakit, dan alasan penyebab yang

paling sering untuk tindakan operasi. Data epidemiologi mengenai LBP

di Indonesia belum ada, namun diperkirakan 40% penduduk pulau Jawa

Tengah berusia diatas 65 tahun pernah menderita nyeri pinggang,

prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Insiden

berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia

berkisar antara 3-17%2

Hasil penelitian yang dilakukan Pokdi Nyeri PERDOSSI

(Persatuan Dokter Saraf Seluruh Indonesia) di Poliklinik Neurologi

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002

menemukan prevalensi penderita NPB sebanyak 15,6%. Angka ini

berada pada urutan kedua tertinggi sesudah sefalgia dan migren yang

mencapai 34,8%. Dari hasil penelitian secara nasional yang dilakukan


di 14 kota di Indonesia juga oleh kelompok studi Nyeri PERDOSSI

tahun 2002 ditemukan 18,13% penderita NPB dengan rata-rata nilai

VAS sebesar 5,46±2,56 yang berarti nyeri sedang sampai berat. Lima

puluh persen diantaranya adalah penderita berumur antara 41-60 tahun.3

II.3.4 Etiologi4

Nyeri punggung dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi

pada tulang belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, amupun

struktur lain yang menyokong tulang belakang. Kelainan tersebut antara

lain:

1 Kelainan kongenital/kelainan perkembangan: spondilosis dan

spondilolistesis, 
 kiposkoliosis, spina bifida, gangguan korda

spinalis. 


2 Trauma minor: regangan, cedera whiplash. 


3 Fraktur: traumatik - jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor,

atraumatik – 
 osteoporosis, infiltrasi neoplastik, steroid eksogen.

4 Herniasi diskus intervertebral. 



5 Degeneratif: kompleks diskus-osteofit, gangguan diskus internal,

stenosis spinalis dengan klaudikasio neurogenik, gangguan sendi

vertebral, gangguan sendi atlantoaksial (misalnya arthritis

reumatoid). 


6 Arthritis: spondilosis, artropati facet atau sakroiliaka, autoimun

(misalnya ankylosing spondilitis, sindrom reiter). 


7 Neoplasma – metastasis, hematologic, tumor tulang primer. 


8 Infeksi/inflamasi: osteomyelitis vertebral, abses epidural, sepsis

diskus, 
 meningitis, arachnoiditis lumbalis. 


9 Metabolik: osteoporosis – hiperparatiroid, imobilitas, osteosklerosis

(misalnya 
 penyakit paget). 


10 Vaskular: aneurisma aorta abdominal, diseksi arteri vertebral. 


11 Lainnya: nyeri alih dari gangguan visceral, sikap tubuh, psikiatrik,

pura-pura 
 sakit, sindrom nyeri kronik.

II.3.5 Faktor Risiko

1. Usia

Sejalan dengan meningkatnya usia


akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi

disaat seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi

degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan

menjadi jaringan parut, pengurangan cairan. Hal tersebut

menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang.

Semakin tua seseorang, semakin tinggi risiko orang tersebut

tersebut mengalami penurunan elastisitas pada tulang yang menjadi

pemicu timbulnya gejala LBP. Pada umumnya keluhan

muskuloskeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25-65

tahun.7-8

Penelitian yang dilakukan oleh Garg dalam Pratiwi (2009)

menunjukkan insiden LBP tertinggi pada umur 35-55 tahun dan

semakin meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini diperkuat

dengan penelitian Sorenson dimana pada usia 35 tahun mulai terjadi

nyeri punggung bawah dan akan semakin meningkat pada umur 55

tahun.9

2. Jenis Kelamin

Prevalensi terjadinya Nyeri Punggung Bawah lebih banyak pada

wanita dibandingkan dengan laki-laki, beberapa penelitian

menunjukkan bahwa wanita lebih sering izin untuk tidak bekerja

karena NPB.10 Jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko


keluhan otot rangka. Hal ini terjadi karena secara fisiologis,

kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria. Berdasarkan

beberapa penelitian menunjukkan prevalensi beberapa kasus

musculoskeletal disorders lebih tinggi pada wanita dibandingkan

pada pria11

3. IMT

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat

dan tinggi badan seseorang. Nilai IMT didapatkan dari berat dalam

kilogram dibagi dengan kuadrat dari tinggi dalam meter (kg/m2).

Panduan terbaru dari WHO tahun 2000 mengkategorikan indeks

masa tubuh untuk orang Asia dewasa menjadi underweight (IMT

<18.5), normal range (IMT 18.5-22.9) dan overweight (IMT ≥23.0).

Overweight dibagi menjadi tiga yaitu at risk (IMT 23.0-24.9), obese

1 (IMT 25-29.9) dan obese 2 (IMT ≥ 30.0).12

Hasil penelitian Purnamasari (2010) menyatakan bahwa seseorang

yang overweight lebih berisiko 5 kali menderita LBP dibandingkan

dengan orang yang memiliki berat badan ideal. Ketika berat badan

bertambah, tulang belakang akan tertekan untuk menerima beban

yang membebani tersebut sehingga mengakibatkan mudahnya


terjadi kerusakan dan bahaya pada stuktur tulang belakang. Salah

satu daerah pada tulang belakang yang paling berisiko akibat efek

dari obesitas adalah verterbrae lumbal.13

4. Riwayat terkait rangka dan riwayat trauma

Postur yang bervariasi dan abnormalitas kelengkungan tulang

belakang merupakan salah satu faktor risiko adanya keluhan LBP.

Orang dengan kasus spondylolisthesis akan lebih berisiko LBP

pada jenis pekerjaan yang berat, tetapi kondisi seperti ini sangat

langka. Kelainan secara struktural seperti spina bifida acculta dan

jumlah ruas tulang belakang yang abnormal tidak memiliki

konsekuensi. Perubahan spondylitic biasanya memiliki nilai risiko

yang lebih rendah. Riwayat terjadinya trauma pada tulang belakang

juga merupakan faktor risiko terjadinya LBP karena trauma akan

merusak struktur tulang belakang yang dapat mengakibatkan nyeri

yang terus menerus.14

II.3.6 Patogenesis15

Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang

terangsang oleh berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi).

Stimulus ini akan direspon dengan pengeluaran berbagai mediator

inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri


merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan

sehingga proses penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk

proteksi adalah spasme otot, yang selanjutnya dapat menimbulkan

iskemia.

Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan

terlibatnya berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang

diakibatkan lesi primer pada sistem saraf.

Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat menyebabkan 2

kemungkinan. Pertama, penekanan hanya terjadi pada selaput

pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari nervi nevorum yang

menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf

dan bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya karena

pergerakan. Kemungkinan kedua, penekanan mengenai serabut saraf.

Pada kondisi ini terjadi perubahan biomolekuler di mana terjadi

akumulasi saluran ion Na dan ion lainnya. Penumpukan ini

menyebabkan timbulnya mechano-hot spot yang sangat peka terhadap

rangsang mekanikal dan termal.

Rangsangan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, termik atau suhu,

kimiawi dan campuran, diterima oleh reseptor yang terdiri dari akhiran

saraf bebas yang mempunyai spesifikasi. Di sini terjadi potensial aksi

dan impuls ini diteruskan ke pusat nyeri. Serabut saraf yang berasal dari

reseptor ke ganglion masuk ke kornu posterior dan berganti neuron. Di


sini ada dua kelompok neuron, yaitu: (a) yang berganti neuron di lamina

I yang kemudian menyilang linea mediana membentuk jaras

anterolateral yang langsung ke talamus, sistem ini disebut system

neospinotalamik yang menghantarkan rangsangan nyeri secara cepat.

Kelompok (b) bersinaps di lamina V kemudian menyilang linea

mediana membentuk jaras anterolateral dan bersinaps di substantia

retikularis batang otak dan di talamus. Sistem ini disebut system

paleospinotalamik yang mengantarkan perasaan nyeri yang kronik dan

yang kurang terlokalisasi.

Percobaan-percobaan decade terakhir menunjukkan adanya sistem

nyeri yang desenden, yang menghambat nyeri. Daerah periakuaduktus

dan nucleus rafe magnus merupakan bagian penting sistem ini.

Rangsangan di tempat ini akan menghambat nyeri.

II.3.7 Diagnosis16

1. Anamnesis

Dalam anamnesis perlu diketahui:

1. Awitan

Penyebab mekanis nyeri punggung menyebabkan nyeri

mendadak yang timbul setelah posisi mekanis yang

merugikan. Mungkin terjadi robekan otot, peregangan fasia


atau iritasi permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain

timbul bertahap.

2. Lama dan frekuensi serangan

Nyeri punggung akibat sebab mekanik berlangsung beberapa

hari sampai beberapa bulan. Herniasi diskus bisa

membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi

diskus dapat menyebabkan rasa tidak nyaman kronik dengan

eksaserbasi selama 2-4 minggu.

3. Lokasi dan penyebaran

Kebanyakan nyeri punggung akibat gangguan mekanis atau

medis terutama terjadi di daerah lumbosakral. Nyeri yang

menyebar ke tungkai bawah atau hanya di tungkai bawah

mengarah ke iritasi akar saraf. Nyeri yang menyebar ke

tungkai juga dapat disebabkan peradangan sendi sakroiliaka.

Nyeri psikogenik tidak mempunya pola penyebaran yang

tetap.

4. Faktor yang memperberat/memperingan

Pada lesi mekanis keluhan berkurang saat istirahat dan

bertambah saat aktivitas. Pada penderita HNP duduk agak

bungkuk memperberat nyeri. Batuk, bersin atau manuver

valsava akan memperberat nyeri. Pada penderita tumor, nyeri

lebih berat atau menetap jika berbaring.


5. Kualitas/intensitas

Penderita perlu menggambarkan intensitas nyeri serta dapat

membandingkannya dengan berjalannya waktu. Harus

dibedakan antara nyeri punggung dengan nyeri tungkai, mana

yang lebih dominan dan intensitas dari masing-masing

nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri

pada tungkai yang lebih banyak dari pada nyeri punggung

dengan rasio 80- 20% menunjukkan adanya radikulopati dan

mungkin memerlukan suatu tindakan operasi. Bila nyeri nyeri

punggung lebih banyak daripada nyeri tungkai, biasanya

tidak menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan juga

biasanya tidak memerlukan tindakan operatif. Gejala nyeri

punggung yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh

periode tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu NPB

yang terjadinya secara mekanis.

Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan

berat, yang biasanya berhubungan dengan pekerjaan, bisa

menyebabkan suatu NPB, namun sebagian besar episode

herniasi diskus terjadi setelah suatu gerakan yang relatif

sepele, seperti membungkuk atau memungut barang yang

enteng. Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang

bisa menyebabkan bertambahnya nyeri NPB, yaitu duduk dan


mengendarai mobil dan nyeri biasanya berkurang bila tiduran

atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan

meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat menambah

nyeri, juga batuk, bersin dan mengejan sewaktu defekasi.

Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-

mekanik. Nyeri pada malam hari bisa merupakan suatu

peringatan, karena bisa menunjukkan adanya suatu kondisi

terselubung seperti adanya suatu keganasan ataupun infeksi.

2. Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi

Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan

mana yang membuat nyeri dan juga bentuk kolumna

vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis.

Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat

disebabkan oleh spasme otot paravertebral.

Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:

 Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.

 Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali

menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada stenosis

foramen intervertebralis di lumbal dan artritis

lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan


penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu

kompresi pada saraf spinal.

 Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan

menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada HNP,

karena adanya ketegangan pada saraf yang

terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga

meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut

dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen

yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect). 


 Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila

pasien disuruh membungkuk ke depan ke lateral

kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke

lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang

ipsilateral menandakan adanya HNP pada sisi yang

sama. 


 Nyeri pada ekstensi ke belakang pada seorang

dewasa muda menunjukkan kemungkinan adanya

suatu spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini

tidak patognomonik 

2. Palpasi

Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan

adanya kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya

(psychological overlay). Kadang-kadang bisa ditentukan

letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan

pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan

menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus spinosus sambil

melihat respons pasien. Pada spondilolistesis yang berat

dapat diraba adanya ketidak-rataan (step-off) pada palpasi di

tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari jempol

pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya

fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain

memfokuskan pada kelainan neurologis. Refleks yang

menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu

berguna pada diagnosis NPB dan juga tidak dapat dipakai

untuk melokalisasi level kelainan, kecuali pada sindroma

kauda ekuina atau adanya neuropati yang bersamaan.

Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan

dari radiks L4 dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit

predominan dari S1. Harus dicari pula refleks patologis

seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia yang

menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron


(UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan

akan kelainan yang berupa UMN atau LMN

3. Pemeriksaan Motoris: harus dilakukan dengan seksama dan

harus dibandingkan kedua sisi untuk menemukan

abnormalitas motoris yang seringan mungkin dengan

memperhatikan miotom yang mempersarafinya 


4. Pemeriksaan Sensorik: Pemeriksaan sensorik akan sangat

subjektif karena membutuhkan perhatian dari penderita dan

tak jarang keliru, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam

membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom

yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam

menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris 


5. Tanda-tanda Rangsang Meningeal:

 Tanda Laseque: menunjukkan adanya ketegangan

pada saraf spinal khususnya L5 atau S1. Secara klinis

tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut

terlebih dahulu, lalu di panggul sampai 900 lalu

dengan perlahan- lahan dan graduil dilakukan


ekstensi lutut dan gerakan ini akan menghasilkan

nyeri pada tungkai pasien terutama di betis (tes yang

positif) dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam

keadaan fleksi. Terdapat modifikasi tes ini dengan

mengangkat tungkai dengan lutut dalam keadaan

ekstensi (stright leg rising). Modifikasi-modifikasi

tanda laseque yang lain semua dianggap positif bila

menyebabkan suatu nyeri radikuler. Cara laseque

yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra lateral

merupakan tanda kemungkinan herniasi diskus.

Pada tanda laseque, makin kecil sudut yang dibuat

untuk menimbulkan nyeri makin besar kemungkinan

kompresi radiks sebagai penyebabnya. Demikian

juga dengan tanda laseque kontralateral. Tanda

Laseque adalah tanda pre-operatif yang terbaik untuk

suatu HNP, yang terlihat pada 96,8% dari 2157

pasien yang secara operatif terbukti menderita HNP

dan pada hernia yang besar dan lengkap tanda ini

malahan positif pada 96,8% pasien. Harus diketahui

bahwa tanda Laseque berhubungan dengan usia dan

tidak begitu sering dijumpai pada penderita yang tua

dibandingkan dengan yang muda (<30 tahun).


 Tanda Laseque kontralateral (contralateral Laseque

sign) dilakukan dengan cara yang sama, namun bila

tungkai yang tidak nyeri diangkat akan menimbulkan

suatu respons yang positif pada tungkai kontralateral

yang sakit dan menunjukkan adanya suatu HNP. 


 Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes

laseque. Caranya sama seperti tes laseque dengan

ditambah dorsofleksi kaki. 


 Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun

ditambah dorsofleksi ibu jari kaki. 


3. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat;

laju endap darah (LED) dan morfologi darah tepi (penting

untuk mengidentifikasi infeksi atau myeloma), kalsium,

fosfor, asam urat, alkali fosfatase, asam fosfatase, antigen

spesifik prostat (jika ada kecurigaan metastasis karsinoma

prostat), elektroforesis protein serum (protein myeloma),

dalam kasus khusus, dapat diperisa tes tuberculin atau tes


Brucella, tes faktor rheumatoid, dan penggolongan HLA

(jika curiga adanya ankylosing spondylitis) 


2. Radiologi

 Foto rontgen (lebih bagus jika pasien dalam keadaan

berdiri) pada posisi 
 anteroposterior, lateral, dan

oblique sering dilakukan untuk pemeriksaan rutin nyeri

pinggang dan sciatica. Gambaran radiologis sering

terlihat normal atau kadang-kadang dijumpai

penyempitan ruang diskus intervertebral, osteofit pada

sendi facet dan penumpukan kalsium pada vertebrae,

pergeseran korpus vertebrae (spondilolistesis), infiltasi

tulang oleh tumor. Penyempitan ruangan intervertebral

kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi

yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat

spasme otot paravertebral.

 CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila

vertebra dan level neurologis telah jelas dan

kemungkinan karena kelainan tulang 


 MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada

HNP dan akan menunjukkan berbagai prolaps. Namun


para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap

memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana

yang paling terkena. MRI sangat berguna bila: vertebra

dan level neurologis belum jelas, kecurigaan kelainan

patologis pada medula spinal atau jaringan lunak, untuk

menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi,

kecurigaan karena infeksi atau neoplasma

 Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI adalah alat

diagnostik yang sangat berharga pada diagnosis NPB dan

diperlukan oleh ahli bedah saraf/ortopedi untuk

menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan

adakah adanya sekwester diskus yang lepas dan

mengeksklusi adanya suatu tumor.

II.3.8 Penatalaksanaan17

1. Konservatif

Terapi konservatif meliputi rehat baring (bed rest), mobilisasi,

medikamentosa, fisioterapi, dan traksi pelvis.


1. Pada rehat baring, penderita harus tetap berbaring di tempat

tidur selama beberapa hari dengan sikap tertentu. Tidur di atas

tempat tidur dengan alas keras dan atau bisa juga dengan posisi
semi Flowler. Posisi ini berguna untuk mengelimir gravitasi,

mempertahankan kurvatura anatomi vertebra, relaksasi otot,

mengurangi hiperlordosis lumbal, dan mengurangi tekanan

intradiskal.

2. Mobilisasi, pada fase permulaan, mobilisasi dilakukan dengan

bantuan korset. Manfaat pemakaian korset adalah untuk

membatasi gerak, mengurangi aktivitas otot (relaksasi otot),

membantu mengurangi beban terhadap vertebra dan otot

paraspinal, dan mendukung vertebra dengan peninggian

tekanan intra abdominal. Mobilisasi sebaiknya dimulai dengan

gerakan-gerakan ringan untuk jangka pendek. Kemudian

diperberat dan diperlama.

3. Pada medikamentosa, ada dua jenis obat dalam tatalaksana

NPB ini, ialah obat yang bersifat simtomatik dan yang bersifat

kausal.

4. Pada fisioterapi, biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan

dengan jangkauan permukaan yang lebih dalam). Terapi panas

bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi lokal, merelaksasi otot,

memperbaiki extensibilitas

5. jaringan ikat.

Traksi pelvis, bermanfaat untuk relaksasi otot, memperbaiki

lordosis serta memaksa penderita melakukan tirah baring total.

Bukti-bukti menunjukkan bahwa traksi tidak bermanfaat untuk

meregangkan discus yang menyempit. Traksi pelvis dilarang

dilakukan jika ada infeksi tulang, keganasan tulang, adanya

kompresi mielum. Beban yang umum digunakan berkisar

antara 10-25 kg.


2. Operatif

Terapi operatif dikerjakan apabila dengan tindakan konservatif

selama 2-3 minggu tidak memberikan hasil yang nyata, atau

terhadap kasus fraktur yang langsung mengakibatkan defisit

neurologik.

Вам также может понравиться