Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. ANALISIS SITUASI
pesat. Periode 1000 hari pertama sering disebut window of opportunities atau
sering juga disebut periode emas (golden period) didasarkan pada kenyataan
bahwa pada masa janin sampai anak berusia dua tahun terjadi proses tumbuh
kembang yang sangat cepat dan tidak terjadi pada kelompok usia lain. Oleh
karena itu, kelompok usia balita perlu mendapat perhatian, karena merupakan
setiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak,
dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa
kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
pesat. Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat
KADARZI
dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi.
Oleh karena itu, intervensi yang tepat pada kelompok tersebut sangat berdampak
Gagal tumbuh pada periode 1000 hari pertama kehidupan, selain akan
pada akhirnya dapat memicu munculnya penyakit tidak menular seperrti obesitas,
1
Masalah gizi di tingkat keluarga dan masyarakat dipengaruhi oleh
maupun jenis sesuai kebutuhan gizinya. Selain itu, pengetahuan, sikap serta
keterampilan keluarga dalam hal memilih, mengolah dan membagi makanan antar
dan gizi yang tersedia, terjangkau dan memadai (Posyandu, Pos Kesehatan Desa,
Puskesmas dll).KADARZI Gambaran perilaku gizi yang belum baik juga ditunjukkan
ini baru sekitar 50 % anak balita yang dibawa ke Posyandu untuk ditimbang
Untuk mengetahui status gizi anak dapat dilakukan dengan penilaian status
gizi Indikator status gizi berdasarkan indeks BB/U memberikan indikasi masalah
utama untuk menilai kecukupan asupan gizi dan pertumbuhan bayi dan balita
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013, dapat dilihat pada gambar 1.1, secara
nasional, prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah 19,6 persen, terdiri dari
5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi kurang. Jika dibandingkan dengan
angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %) terlihat
meningkat. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4 persen
tahun 2007, 4,9 persen pada tahun 2010, dan 5,7 persen tahun 2013. Sedangkan
prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9 persen dari 2007 dan 2013.riskesdas
2
Gambar 1.1 Kecenderungan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita,
Indonesia 2007, 2010, dan 2013.
Pada tahun 2016, berdasarkan data Pemantauan Status Gizi 2016, Indonesia
Selatan memiliki persentase gizi buruk di atas rata-rata nasional yaitu 4,1% dan
persentase gizi kurang dengan 17,7%. Data tersebut dapat dilihat pada gambar 1.2
dan 1.3.
Gambar 1.2 Persentase status gizi Usia 0-59, Indonesia 2016PSG 2016
3
Jumlah kasus gizi buruk di provinsi Kalimantan Selatan masih cukup tinggi.
kasus gizi buruk yang ditangani. Sebagian besar dari angka tersebut adalah
Republik Indonesia, pada tahun 2017 terdapat 4 kasus gizi buruk di Kalimantan
Selatan.Direktorat bina gizi Persentase gizi buruk di kota Banjarbaru tahun 2015 yaitu
Gambar 1.3 Persentase Balita Gizi Kurang Usia 0-59 Bulan berdasarkan provinsi
gizi kurang/ kekurangan gizi (underweight) pada anak balita menurun dari 19,6%
4
2019, kegiatan pembinaan gizi masyarakat diarahkan untuk meningkatnya
pelayanan gizi masyarakat dengan sasaran program pada tahun 2019 salah satunya
90,0%. Jumlah balita yang berisiko menjadi kurus masih cukup tinggi, oleh
karena itu upaya penanggulangan balita kurus harus dilakukan bukan hanya untuk
menangani balita yang sudah kurus tapi juga untuk mencegah balita yang berisiko
kurus agartidak jatuh menjadi kurus, sehingga intervensi mulai dilakukan pada
penimbangan balita tiap bulan yaitu untuk memantau pertumbuhan balita sehingga
jumlah balita di wilayah kerja posyandu, (K) jumlah semua balita yang memiliki
KMS, (D) balita yang ditimbang, (N) balita yang berat badannya naik. Dari data
D/S tergambar baik atau kurangnya peran serta masyarakat dalam penggunaan
posyandu.
Desember 2015, persentase D/S di provinsi Kalimantan Selatan adalah 64,4% dan
kota Banjarbaru 72,8%. Untuk kota Banjarbaru, persentase N/D 80,5% dengan
data SKDN kemenkes
persentase balita bawah garis merah (BGM) 0,1%. . Berdasarkan
5
Timbulnya masalah balita gizi buruk disebabkan oleh berbagai macam
langsung maupun tidak langsung. Faktor yang langsung mempengaruhi antara lain
penyakit dan asupan gizi, yang keduanya dipengaruhi oleh pola asuh, kondisi
tambahan dan edukasi gizi c. Masalah gizi yang bersifat kronis dan akut perlu
dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan pada balita gizi kurang.
Sedangkan untuk balita gizi buruk perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan untuk
Tambahan Pemulihan) pada balita gizi buruk yang diberikan minimal selama 90
hari dengan standar kalori 300 dan protein sekitar 5-7 gram per hari.PMT-BOK
PMT Pemulihan bagi anak usia 6-59 bulan dimaksudkan sebagai tambahan,
berbasis bahan makanan lokal dengan menu khas daerah yang disesuaikan dengan
6
kondisi setempat. Makanan tambahan adalah makanan bergizi sebagai tambahan
selain makanan utama bagi kelompok sasaran guna memenuhi kebutuhan gizi.
B. PERMASALAHAN
ditimbang, 490 balita mengalami kenaikan (N/D 56,7%) dan hanya 40,4% (N/S)
dari jumlah balita keseluruhan (1235 balita). Balita BGM (bawah garis merah)
Anggang, persentasi N/S Januari 43,4% dengan N/D 73,7%; bulan Februari N/D
66,59% dan N/S 62,8%; bulan Maret N/S 31,5% dan N/D 52,4%, sedangkan
untuk target pencapaian sebesar 70%, sehingga masih belum memenuhi target.
Selain itu, cakupan pemberian PMT pada balita kurus masih kurang karena
ada balita yang tidak rutin kontrol dan mengambil PMT di puskesmas, oleh karena
Berdasarkan wawancara awal yang telah dilakukan pada ibu dengan balita
yang pernah tidak mengalami kenaikan berat badan dalam penimbangan, faktor
7
keterbatasan ekonomi ketersediaan makanan di rumah tangga menyulitkan ibu
MONEY MAN
Rendahnya
persentase
balita yang
berat
Media sosialisasi Cara yang digunakan Kurangnya
badannya naik
yang kurang dalam menyampaikan frekuensi promosi
beragam. informasi PMT kurang kesehatan tentang
interaktif dan aplikatif PMT
dalam kehidupan
sehari-hati
MATERIAL MARKET
METHOD
8
C. Alternatif pemecahan masalah
Money:
Methode:
Market:
Material:
9
D. PRIORITAS PEMECAHAN MASALAH (metode Bryant)
penentuan prioritas masalah dibedakan atas 2, yaitu: secara scoring dan non-
berdasarkan data yang tersedia. Dalam kegiatan PBL ini, prioritas pemecahan
dilakukan dengan memberikan score untuk berbagai parameter tertentu yang telah
metode Bryant yang dilakukan dalam dua tahap, yaitu pemberian skoring
kelompok masyarakat yang terkena masalah, makin besar jumlah semakin tinggi
misalnya ditinjau dari kegawatan masalah yaitu tingginya angka morbiditas atau
10
3) C (community concern) yaitu perhatian atau kepentingan masyarakat
dan pemerintah atau instansi terkait terhadap masalah tersebut. Makin tinggi
sumberdaya yang dibutuhkan, makin tinggi nilai yang diberikan. Menurut cara ini
besarnya kelompok atau staf yang terkena masalah, S = tingkat keseriusan atau
Untuk mendapatkan skor dari kriteia P, S, C, dan M yaitu dengan cara berikut ini :
A. Pada kriteria P diatas skornya didapatkan dari rumus berikut : P =5- A/O
11
B. Pada kriteria S skor didapatkan dari tingkat keseriusan atau kegawatan
perangkat. Skor:
12
Tabel 1.2 Prioritas pemecahan permasalahan
PEMECAHAN
NO P S C M NILAI PRIORITAS
MASALAH
Man:
Memberikan reward 5
1. kepada tenaga 2 2 2 1 8
kesehatan yang
melakukan
penyuluhan.
Money:
Mengalokasikan dana
tahunan untuk kegiatan
pelatihan kader untuk
3
3. pembinaan posyandu 2 2 2 2 16
dan penyuluhan serta
penyediaan makanan
pemulihan gizi untuk
balita gizi kurang.
Methode:
Metode yang
digunakan bisa berupa
penyuluhan, demo
1
4. masak, masak bersama 4 3 4 2 96
makanan tambahan
balita di posyandu atau
puskesmas dengan ibu-
ibu
Market:
Meningkatkan promosi
kesehatan mengenai
5. pemberian makanan 3 3 3 2 54 2
tambahan sesuai
metode dengan cara
yang interaktif dan
menarik
13
Material:
Mengoptimalkan
media promosi yang
6. 4
kreatif dan menarik 2 3 2 1 12
misalkan penyuluhan
dengan powerpoint,
leaflet, poster, video.
14