Вы находитесь на странице: 1из 10

48

SPIRITUALITAS DAN STRES ORANGTUA YANG


MEMPUNYAI ANAK KELAINAN KONGENITAL DI
RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Devi Ardila*, Sri Eka Wahyuni **
*Mahasiswa Fakultas Keperawatan USU
**Dosen Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas
Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara
Phone/Fax: 085261200709
E-mail: miyu_vi@yahoo.co.id
Abstrak
Kelahiran bayi dengan kelainan kongenital dapat menimbulkan berbagai permasalahan dalam
keluarga terutama orangtua. Masalah yang sering terjadi berupa perasaan tertekan ataupun stres.
Adapun cara yang dilakukan orangtua untuk mengatasi stres seperti berdoa dan bercerita dengan
oranglain. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara spiritualitas dengan stres
orangtua yang mempunyai anak dengan kelainan kongenital yang dirawat di RSUP H. Adam Malik
Medan dengan menggunakan desain deskripsi korelasi, pengambilan sampel menggunakan teknik
accidental sampling. Besar sampel yang didapat adalah 31 orang. Instrumen penelitian berupa
kuesioner yang mencakup data demografi dan pernyataan mengenai spiritualitas dan stres orangtua.
Pengumpulan data berlangsung mulai bulan April sampai Mei 2012. Hasil penelitian menunjukkan
orangtua memiliki spiritualitas tinggi (83,9%) dan memiliki stres rendah (51,6%) dan terdapat
hubungan antara spiritualitas dengan stres orangtua yang mempunyai anak dengan kelainan kongenital
dengan kekuatan hubungan lemah dan berpola negatif (p=0,043, r= -0,366). Artinya semakin tinggi
spiritualitas maka semakin rendah stres orangtua yang mempunyai anak dengan kelainan kongenital.
Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya adalah untuk meneliti hubungan spiritualitas dengan stres
orangtua yang mempunyai anak dengan kelainan kongenital dengan jumlah responden yang lebih
banyak.
Kata Kunci : Kelainan kongenital, spiritualitas, stres orangtua
PENDAHULUAN
Penyakit kelainan kongenital atau kelainan bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat
disebabkan oleh faktor genetik maupunnon-genetik. Kelahiran bayi dengankelainan bawaan ini juga
menimbulkanberbagai permasalahan dalam keluarga,meliputi perasaan tertekan malu, rasa
bersalah, serta perhatian dan pembiayaan
yang lebih besar daripada anak yang lahir
normal (Effendi, 2006). Penyakit dan
hospitalisasi merupakan pengalaman yang
menyebabkan stres pada anak maupun
orangtua (Bedell and Cleary, 2009). Stres
dapat mengganggu pandangan umum
seseorang terhadap hidup, sikap yang
ditujukan pada orang yang disayangi, dan
status kesehatan (Koenig, 2004). Sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Caserta (2000) diketahui bahwa terdapat
pengaruh stres orangtua terhadap
kesehatan anak. Salah satu koping yang
bisa dilakukan adalah berdoa, membaca
kitab suci, dan bercerita.
Aritonang (2008) menyebutkan
bahwa keluarga yang anaknya menderita
penyakit kronis menggunakan doa sebagai
kopingnya dalam mengatasi stres. Selain
itu, mereka juga optimis terhadap
kesembuhan anak mereka dan terus
mencari informasi tentang penyakit
anaknya kepada petugas kesehatan
maupun orang lain tentang penyakit
anaknya dan bagaimana perawatannya.
Hal ini menunjukkan bahwa keluarga
memiliki spiritualitas yang tinggi. Salah
satu praktek spiritual adalah kepercayaan 49
pada Tuhan seperti melakukan kegiatan
keagamaan, harapan dan mencari
informasi (Gowry dan Ellen, 2010).
Spiritualitas memiliki pengaruh yang baik
untuk mengurangi stres dan hal tersebut
mempunyai pengaruh terhadap kesehatan
seseorang (Scoot, 2007).
Berdasarkan fenomena tersebut maka
peneliti tertarik untuk mengidentifikasi
bagaimana hubungan antara spiritualitas
dengan stres orangtua yang mempunyai
anak dengan kelainan kongenital yang
dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah
untuk mengidentifikasi tingkat
spiritualitas orangtua, tingkat stres
orangtua dan hubungan antara spiritualitas
dengan stres orangtua
METODE
Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif korelasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah
orangtua yang memiliki anak dengan
kelainan kongenital yang dirawat di
RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011
dengan populasi semua anak yang
menderita kelainan kongenital yaitu 250
anak seperti kelainan jantung (89 anak),
atresia ani (86 anak), hischprung (55
anak), celah bibir (7 anak), hidrocepalus
(19 anak) yang dirawat di ruang Rindu
B4. Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan teknik
“accidental sampling”, dimana
pengambilan sampel berdasarkan yang
ditemui di lapangan dengan kriteria salah
satu orangtua atau keduanya yang
mempunyai anak dengan kelainan
kongenital. Jumlah sampel pada penelitian
ini yaitu 31 orang.
Setelah seluruh data terkumpul, maka
analisa data dilakukan melalui pegolahan
data yang mencakup anatara lain
kegiatan-kegiatan sebagai berikut: editing,
tabulating, dan pengolahan data dengan
menggunakan teknik komputerisasi.
Teknik analisa data yang digunakan
adalah univariat dan bivariat. Analisa
univarat digunakan untuk menganalisa
data demografi, variabel independen
(spiritualitas orangtua) dan variabel
dependen (stres orangtua) dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi dan persentase.
Analisa bivariat dilakukan untuk
mengetahui ada atau tidaknya hubungan
antara spiritualitas dengan stres orangtua
yang mempunyai anak dengan kelainan
kongenital dengan menggunakan uji
statistik spearman.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Hasil
1. Karakteristik Responden
Orangtua yang mempunyai anak
dengan kelainan kongenital yang dirawat
di RSUP H. Adam Malik Medan
mayoritas berusia 31-40 tahun (45,2%).
Mayoritas orangtua berjenis kelamin
perempuan (58,1%). Suku orangtua yang
terbanyak adalah Suku Batak (35,5%),dan
agama yang dianut orangtua yaitu agama
Islam (45,2%). kebanyakan pekerjaan
orangtua adalah ibu rumah tangga
sebanyak (35,5%).
Mayoritas anak yang mengalami
kelainan kongenital dalam kelompok usia
0-1 tahun (35,3%). Diagnosa kelainan
kongenital yang terbanyak adalah
kelainan jantung (70,6%).
2. Spiritualitas orangtua yang
mempunyai anak dengan kelainan
kongenital
Mayoritas orangtua yang mempunyai
anak dengan kelainan kongenital memiliki
spiritualitas tinggi yaitu sebanyak 26
responden (83,9%) (Lihat Tabel 1).
Tabel 1. Spiritualitas Orangtua yang
Mempunyai Anak dengan
Kelainan Kongenital yang
Dirawat di RSUP H. Adam
Malik Medan Tahun 2012
(n=31)
Spiritualitas
Orangtua
Frekuensi Persentase
(%)
Spiritualitas
tinggi
26 83,9
Spiritualitas
sedang
5 16,150
3. Stres orangtua yang mempunyai anak
dengan kelainan kongenital
Stres yang dialami orangtua yang
mempunyai anak dengan kelainan
kongenital Sebagian besar mengalami
stres rendah yaitu sebanyak 16 responden
(51,6%) (Lihat tabel 2).
Tabel 2. Stres orangtua yang mempunyai
anak dengan kelainan kongenital
yang dirawat di RSUP H. Adam
Malik Medan Tahun 2012 (n=31)
Stres orangtua Frekuensi Persentase
(%)
Stres tinggi 3 9,7
Stres sedang 12 38,7
Stres rendah 16 51,6
4. Hubungan antara spiritualitas dengan
stres orangtua yang mempunyai anak
dengan kelainan kongenital
Berdasarkan hasil analisa statistik
yang menggunakan uji korelasi Spearman
diperoleh nilai p < 0,05 dan hasil kekuatan
korelasi -0,336 yang artinya terdapat
hubungan antara spiritualitas dengan stres,
namun hubungan yang ditunjukkan
lemah. Arah hubungan negatif berarti
semakin tinggi spiritualitas seseorang
maka akan semakin rendah juga stres
yang dialami (Lihat tabel 3).
Tabel 3. Hubungan antara Spiritualitas
dengan Stres Orangtua yang
Mempunyai Anak dengan
Kelainan Kongenital yang
Dirawat di RSUP H. Adam
Malik Medan
Variabel r p value
Spiritualitas -0,366 0,043*
Stres
*p < 0,05
Pembahasan
Spiritualitas seseorang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktorfaktor
yang mempengaruhi adalah tahap
perkembangan/usia, agama dan budaya
(Taylor, Lillis dan le Mone, 2010).
Tingkat spiritualitas pada orangtua yang
mempunyai anak dengan kelainan
kongenital dapat bervariasi karena faktorfaktor
tersebut. Berdasarkan hasil
penelitian responden yang mempunyai
anak dengan kelainan kongenital
mayoritas berusia pada rentang 31-40
tahun yaitu sebanyak 45,2%. Usia
perkembangan dapat menentukan proses
pemenuhan kebutuhan spiritual.
Berdasarkan tahap perkembangan,
individu yang telah dewasa diharapkan
telah memiliki kematangan untuk berpikir
rasional. Pada fase ini individu mulai bisa
memahami dan mengintegrasikan elemen
spiritual seperti simbolisasi, ritual, dan
kepercayaan. Individu di fase ini juga
menganggap bahwa semua orang
termasuk dalam kelompok yang universal
dan memiliki rasa kekeluargaan terhadap
semua orang (Fowler, 2000).
Selain usia, agama juga
mempengaruhi spiritualitas seseorang.
Dari data demografi dapat dilihat bahwa
semua orangtua memiliki agama yang
berarti percaya pada Tuhan dengan
jumlah responden yang beragama Islam
sebanyak 45,2% responden, Kristen
Khatolik sebanyak 22,6% responden, dan
Kristen Protestan sebanyak 32,3%
responden. Agama sangat berpengaruh
terhadap spiritualitas seseorang. Agama
juga dapat menciptakan ketenangan batin
bagi setiap individu (Clark, Drain, dan
Malone, 2003). Makhija (2002)
menyatakan bahwa keimanan atau
keyakinan religius adalah sangat penting
dalam kehidupan personal individu.
Budaya juga mempengaruhi
spiritualitas seseorang. Hasil penelitian
menunjukkan mayoritas orangtua yang
mempunyai anak dengan kelainan
kongenital adalah suku Batak sebanyak
35,5%. Berdasarkan asumsi peneliti suku
Batak memiliki spiritualitas yang baik,
karena berdasarkan observasi peneliti di
RS terlihat bahwa orangtua yang
mempunyai anak dengan kelainan 51
kongenital tetap melakukan ibadah,
berdoa, memperthankan hubungan dengan
orang lain seperti keluarganya. Hasil ini
sesuai dengan pendapat Manurung (2008)
budaya suku batak mempunyai sistem
nilai budaya kekerabatan yaitu religi yang
mencakup kehidupan agama yang
mengatur hubungannya dengan Maha
Pencipta serta hubungannya dengan
manusia dan lingkungan.
Stres yang dialami orangtua
bervariasi yakni rendah, sedang dan berat
pada orangtua yang mempunyai anak
dengan kelainan kongenital. Berdasarkan
hasil penelitian, sebanyak 53,1% orangtua
mengalami stres ringan. Observasi dari
peneliti menunujukkan para orangtua
umumnya mempunyai koping yang baik
dalam menangani stres sehingga mereka
mengalami stres rendah. Mereka saling
bercerita tentang kodisi anak mereka
dengan keluarga dan orangtua lain yang
memiliki anak dengan kondisi yang sama
sehingga mereka menjadi lebih tenang.
Selain itu, mayoritas orangtua pasrah atas
keadaan anak mereka. Mereka
menganggap bahwa segala sesuatu telah
diatur oleh Tuhan. Mereka juga tidak
terlalu memikirkan keadaan sakit anak
mereka. Hal ini karena bila mereka sakit
maka akan berpengaruh terhadap anak
mereka. Sesuai dengan pendapat Hidayat
(2009) stres dipengaruhi oleh tahap
perkembangan/usia dan pengalaman masa
lalu yaitu kemampuan
beradaptasi/mekanisme koping yang baik
karena adanya pengalaman dalam
mengatasi stres. Selain itu faktor yang
dapat mempengaruhi stres yaitu
pekerjaan. Kamm (2005) menungkapkan
bahwa pekerjaan yang baik dapat
mengurangi terjadinya stres karena
tersedianya dana yang cukup untuk
pengobatan. Namun, dengan adanya
asuransi, walaupun pekerjaan dengan
penghasilan kurang dapat membantu
dalam mengurangi kecemasan.
Aini (2012) dalam penelitiannya
yang berjudul koping ibu postpartum
dengan kelahiran bayi dengan berat badan
lahir rendah mengungkapkan 85%
responden memiliki mekanisme koping
adaptif sehingga mempunyai stres yang
rendah. Koping yang dilakukan sebanyak
95% responden mendiskusikan
masalahnya pada keluarga dan sebanyak
90% responden berdiskusi dengan
keluarga untuk mencari cara untuk
menyelesaikan masalah.
Selain itu, terdapat pengaruh usia
orangtua terhadap terjadinya stres.
Mayoritas orangtua yang sedang merawat
anak dengan kelainan kongenital pada
saat penelitian berada pada rentang usia
dewasa yaitu mayoritas berada pada
rentang usia 31-49 tahun sebanyak 45,2%.
Individu yang telah dewasa diharapkan
telah memiliki kematangan untuk berpikir
rasional. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Potter (2005) dimana seorang dewasa
biasanya mempunyai identitas yang lebih
stabil dan konsep diri berkembang lebih
kuat sehingga individu lebih berpikiran
positif terhadap stresor yang datang.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Tuck,
Alleyne, dan Thinganjana (2006) yang
menunjukkan bahwa terdapat korelasi
negatif dan signifikan yang artinya ada
hubungan antara spiritualitas dengan stres.
Didapatkan hasil terdapat penurunan yang
signifikan dalam penurunan stres yang
dirasakan dan peningkatan yang
signifikan dalam kesejahteraan rohani.
Scoot menyebutkan mereka yang lebih
religius atau spiritual, dan menggunakan
spiritualitas mereka untuk menghadapi
masalah hidup, mengalami banyak
manfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan.
Spiritualitas dan kegiatan keagamaan
telah menjadi sumber penghiburan dan
bantuan dari stres bagi banyak orang
(Scoot, 2007).
Agama dan spiritualitas berkorelasi
positif dengan mengatasi stress.
Spiritualitas memberikan kekuatan dalam
menjalani kehidupan. Menurut penelitian
berdasarkan opini masyarakat, sebanyak
79% orang Amerika percaya bahwa
keimanan memberikan bantuan dalam
proses penyembuhan dan 56% percaya
keimanan mereka telah membuat mereka 52
sembuh (Thoresen, 1999). Selain itu,
menurut Hexem, dkk., (2011) kebanyakan
orang tua dari anak yang menerima
perawatan paliatif merasa bahwa
spiritualitas adalah penting dalam
membantu mereka mengatasi masa-masa
sulit dan kebanyakan orangtua
melaporkan berpartisipasi dalam
komunitas agama formal. Perawatan
paliatif merupakan pendekatan yang
meningkatkan kualitas hidup pasien dan
keluarga mereka menghadapi masalah
yang terkait dengan penyakit yang
mengancam jiwa, melalui pencegahan dan
menghilangkan penderitaan melalui
identifikasi awal dan penilaian sempurna
dan pengobatan rasa sakit dan masalah
lain, fisik, psikososial dan spiritual
(WHO, 1998).
Menurut Hexem dkk. (2011), doa dan
membaca kitab suci adalah praktek rohani
yang penting. Dari partisipasi dan praktek
keagamaan, orang tua merasa mereka
mendapat dukungan dari kedua komunitas
rohani dan dari Tuhan, kedamaian dan
kenyamanan, dan bimbingan moral.
Keyakinan dan praktik agama telah
dikaitkan dengan fungsi kekebalan yang
lebih baik, angka kematian lebih rendah
dari kanker, insiden penyakit jantung yang
lebih rendah, tekanan darah dan kadar
kolesterol, perilaku kesehatan yang lebih
baik (misalnya, meningkatkan tingkat
latihan), dan kepatuhan yang lebih besar
dengan pengobatan medis (Koenig, 2004).
Banyak orang Amerika, tanpa
memandang status kesehatan mereka,
mengandalkan keyakinan agama mereka
dan spiritual untuk mengatasi stres dalam
peristiwa kehidupan (Graham et al., 2001;
Levin, 1994).
Sebuah hubungan dengan Tuhan
menciptakan kekuatan perasaan seseorang
dalam mengahdapi situasi yang sulit
(Pargament & Park, 1995). Komitmen
agama dapat meningkatkan pengendalian
stres dengan mekanisme koping yang
lebih baik, dukungan sosial yang lebih
banyak, dan kekuatan nilai-nilai pribadi.
Pasien yang memanfaatkan spiritual dan
kepercayaan mereka dalam menghadapi
penyakit, nyeri, dan tekanan hidup
menunjukkan bahwa mereka yang
spiritual cenderung memiliki pandangan
yang lebih positif dan kualitas hidup yang
lebih baik (Puchalski, 2001).
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian menunujukkan
bahwa terdapat hubungan antara
spiritualitas dengan stres. Oleh sebab itu,
penelitian ini diharapkan dapat menjadi
tambahan informasi dan pengetahuan,
selain itu perawat dapat memberikan
asuhan keperawatan yang lebih
komprehensif dengan memenuhi
kebutuhan spiritual pasien dan keluarga.
perawat juga diharapkan untuk
mengidentifikasi stres keluarga yang
merawat anggota keluarganya yang sakit
sehingga tujuan dari pengobatan dapat
tercapai dan perawat juga dapat
membentuk kelompok perkumpulan bagi
orangtua yang mempunyai anak dengan
kelainan kongenital sehingga orangtua
dapat saling berdiskusi tentang keadaan
mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Faturahmi.(2012). Skripsi Koping
Ibu Post Partum Dengan Kelahiran
Bayi Berat Badan Lahir Rendah Di
RSUP H. Adam Malik Medan.
Fakultas Keperaawatan USU.
Dibuka pada tanggal 2 Juli 2012 di
http://www.repository.usu.ac.id
Aritonang, Mika V. (2008). Skripsi,
Pengalaman Keluarga dengan anak
yang Menderita Penyakit Kronis.
Tidak Dipublikasikan, Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera
Utara.
Bedell S dan Cleary P. (2009). The Kindly
Stress Of Hospitalization Diambil
tanggal 10/07/2012 dari
http://www.jofamericanscience.co
m
Clark, P. Alexander, M.P.A.Drain,
Maxwell M.A., Malone, Mary P.
M.S., J.D. (2003). Addressing
Patients’ Emotional and Spiritual
Needs. Joint Commission Journal 53
on Quality and Safety :659-70
diambil dari
http://www.permanente.net/kaiser
/pdf/51472.pdf
Efendi.(2008) . Buku Ajar Neonatologi,
Edisi Pertama. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI.
Fowler, J. W. (2000).Stages of Faith: The
Psychology of Human
Development and the Quest for
Meaning. New York : Harper
Collins. Diambil tanggal 7 Juli
2012 dari
http://books.google.co.id/books/abo
ut/Stages_of_Faith.html?id=KblliT
86U4wC&redir_esc=y
Graham, S., et al. (2001). Religion and
spirituality in coping with stress.
Counseling and Values. Diambil
tanggal 2 Juli 2012 dari
http://www.jhn.sagepub.com
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2009).
Pengantar Kebutuhan Dasar
Manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Kamm, H. Debbie.(2005). Receiving a
Child Diagnosis of Complex CHD
: Parents’ Perspective and
Communication Tools. Diambil
tanggal 6 Juli 2012 dari
http://www.CongenitalCardiology
Today.com
Koenig, HG.(2004).Religion, Spirituality,
and Medicine: Research Findings
and Implications for Clinical
Practice. Diambil tanggal 2 Juli
2012 dari
http://www.gvsu.edu.com
Pargament, K. I., & Park, C. L. (1995).
Merely a defence? The variety of
religious means and ends.Diambil
tanggal 5 Juli 2012 dari
http://www.onlinelibrary.wiley.co
m
Potter, A. Patricia dan Perry G. Anne.
(2005). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan-Konsep, Proses, dan
Praktik. Jakarta : EGC.
Puchalski, M.(2001). Palliative Care
Nursing:The role of spirituality in
health care. Diambil tanggal 5
Juli 2012 dari http://
www.ncbi.nlm.nih.gov journal
Scott, Elizabeth.(2007). Spirituality and
Mental Health: Benefits of
Spirituality. Diambil tanggal 12 Juli
2012 dari http://www.about.com
Taylor, C., Lillis, C., & Le Mone,P.
(2010). Fundamental of nuring:
The art and science of nursing
care. Edisi ketujuh. Philadelphia:
J.B. Lippincott Company.
Diambil tanggal 10 Juni 2012 dari
http://books.google.co.id
Thoresen, C. E. (1999).
Spirituality and health: Is
there a relationship?
Diambi tanggal 3 Juli 2012
dari http://www.JHP.com
Tuck, inez, Alleyne, Renee dan
Thinganjana, Wantana.(2006).
Spirituality and stress
management in Healty Adults.
Diambil tanggal 2 Juli 2012 dati
http:www//jhn.sagepub.com

Вам также может понравиться

  • Teori Caring Jean Watson
    Teori Caring Jean Watson
    Документ8 страниц
    Teori Caring Jean Watson
    syifa. Khoirunnisa
    Оценок пока нет
  • Sap 2
    Sap 2
    Документ2 страницы
    Sap 2
    syifa. Khoirunnisa
    Оценок пока нет
  • Pda
    Pda
    Документ17 страниц
    Pda
    syifa. Khoirunnisa
    Оценок пока нет
  • Analisis Jurnal
    Analisis Jurnal
    Документ6 страниц
    Analisis Jurnal
    syifa. Khoirunnisa
    Оценок пока нет
  • Sap Fa
    Sap Fa
    Документ2 страницы
    Sap Fa
    syifa. Khoirunnisa
    Оценок пока нет