Вы находитесь на странице: 1из 29

BAB 1

PENDAHULUAN

Liken simpleks kronik dikenal juga dengan sebutan neurodermatitis


sirkumskripta merupakan peradangan pada permukaan kulit yang mengakibatkan
rasa gatal. Liken simpleks kronik bukan merupakan suatu proses utama penyakit,
tetapi berkembang secara bertahap dan dapat terjadi akibat gosokan dan garukan
yang keras dan berulang pada kulit dalam jangka waktu yang lama sehingga
mengakibatkan penebalan dan perubahan permukaan kulit menjadi kasar. (1,2)
Likenifikasi merupakan pola yang terbentuk dari respon kutaneus akibat
garukan dan gosokan yang berulang dalam waktu cukup lama. Likenifikasi timbul
secara sekunder dan secara histologi memiliki karakteristik berupa akantosis dan
hiperkeratosis dan secara klinis tampak berupa penebalan kulit dengan peningkatan
garis permukaan kulit yang terkena sehingga tampak seperti kulit batang kayu.
Keluhan dan gejala dapat muncul dalam hitungan minggu bahkan hingga bertahun-
tahun. (2)
Insiden liken simpleks kronis berlangsung secara kronis dan secara
epidemiologi lebih banyak menyerang kelompok dewasa yang berusia antara 30-
50 tahun. Namun pasien yang memiliki riwayat dermatitis atopik dapat menderita
liken simpleks kronik pada onset yang lebih muda yaitu rata-rata 19 tahun. Selain
itu, liken simpleks kronik terjadi lebih sering pada wanita dibanding laki-laki
dengan insidensi lebih banyak pada kelompok ras Asia dan kelompok ras Amerika.
(2,3)
Prevalensi liken simpleks kronik secara pasti belum diketahui, tetapi
diperkirakan 0,5% dari populasi umum di negara barat. (4)
Etiologi pasti liken simplek kronik belum diketahui, namun pruritus
memainkan peran sentral dalam timbulnya pola reaksi kulit berupa likenifikasi.
Pada pasien yang tidak memiliki riwayat dermatitis atopik, liken simpleks kronik
memiliki penyakit dasar seperti kelainan sistemik yang menyebabkan pruritus
seperti gagal ginjal kronis, obstruksi saluran empedu, limfoma hodgkin,
hipertiroidisme, hipotiroidisme, AIDS, hepaitis B dan C, dermatitis atopik,
dermatitis kontak, serta gigitan serangga. Penyebab terjadinya liken simpleks
kronik 25-75% akibat dari dermatitis atopik. Gatal yang dirasakan pada dematitis
atopik mengakumulasi cairan pada sel– sel epidermis sehingga terjadi
perenggangan pada serabut saraf, hal ini mengakibatkan pasien menggaruk secara
terus menerus sehingga terjadi penebalan pada kulit. (5)
BAB II

STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. N
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Pulau Kayu Aro
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan : Menikah
Suku Bangsa : Melayu
Tanggal Berobat : 28 November 2017

2.2 Autoanamnesis (Tanggal 28 November 2017)


Keluhan Utama : bercak kemerahan yang menebal disertai rasa sangat
gatal pada punggung tangan, lutut kanan dan punggung kaki kiri sejak 1 bulan
yang lalu.
Keluhan Tambahan :-
Riwayat Perjalanan Penyakit:
± 10 tahun yang lalu, pasien mengeluh timbul bintik kemerahan sebesar
ujung jarum pentul yang sangat gatal pada kedua punggung tangan.
Kemudian Pasien menggaruk terus menerus agar gatalnya hilang,
Karena garukan tersebut kulit menjadi lecet. kemudian membengkak
berwarna merah lama-lama menjadi hitam. Bekas garukan itupun
sering menimbulkan gatal dan pasien menggaruknya sampai lecet lagi,
lama kelamaan pada bekas garukan kulitnya menebal, keras dan
bersisik. Beberapa minggu kemudian timbul keluhan yang sama pada
kedua lutut dan pergelangan kaki kiri. Pasien berobat ke bidan dan
diberikan salep berwarna putih yang dioleskan tiga kali sehari pada
tempat yang lecet (Pasien lupa nama obatnya) Keluhan gatal berkurang
namun bercak kehitaman tidak menghilang.
Beberapa bulan kemudian pasien merasakan gatal pada tempat
bekas bercak kehitaman, dan menggaruknya hingga lecet lagi.
Kemudian pasien datang berobat ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD
Raden Mattaher dan diberi obat makan dan obat salep tapi pasien lupa
namanya. namun pasien hanya satu kali berobat, tidak pernah kontrol
lagi dan hanya membeli obat diapotek. Keluhan gatal berkurang jika
minum obat namun kembal muncul jika obat habis.
± 1 tahun yang lalu, Pasien Kembali merasakan gatal pada tempat
yang sama. Timbul bintik merah yang sangat gatal dan pasien
menggaruk hingga timbul luka lecet. pasien mengatakan gatalnya
timbul sewaktu-waktu, terutama saat sedang tidak beraktivitas, bila
timbul gatal, gatal sekali dan sulit untuk ditahan, sehingga pasien harus
menggaruknya terus-menerus hingga gatalnya hilang. Untuk keluhan
tersebut pasien tidak berobat dan hanya membeli obat di Apotek.
± 1 bulan yang lalu, Pasien mengatakan sudah meminum obat dan
menggunakan salep yang dibeli di apotek untuk mengurangi gatalnya,
tapi gatalnya tetap timbul dan kulit yang tebal kembali luka dan
semakin melebar. Karena gejala dan penyakitnya tidak sembuh,
kemudian pasien datang ke RSUD Raden Mattaher Jambi.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
- Riwayat campak (+), Hipertensi (-), Diabetes mellitus (-), riwayat alergi
obat (-), riwayat alergi makanan disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.
- Riwayat alergi dalam keluarga disangkal, Diabetes melitus (-),Hipertensi (-
).
Riwy
Riwayat Sosial Ekonomi
Ekonomi sosial menengah kebawah
2.3 Pemeriksaan Fisik (Tanggal 28 November 2017)
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 37,6 oC
BB : 67 kg
TB : 155 cm
Kepala :

Mata : anemis (-), sklera ikterik (-), kelainan kulit (-)

Hidung : sekret (-), deviasi (-)


Telinga : nyeri tekan tragus (-), kelainan kulit (-)
Mulut : sianosis (-), pucat (-), kelainan kulit (-)
Tenggorokan : pembesaran tonsil (-)

Leher : pembesaran KGB (-), kelainan kulit (-)


Thoraks

Paru : vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung : bunyi jantung I/II reguler, murmur (-),gallop (-)


Abdomen : soepel, BU (+)
Ekstremitas superior : akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik
Ekstremitas inferior : akral hangat, edema (-),CRT < 2 detik
Kulit : lihat status dermatologis
A. Status Dermatologi
1. Inspeksi
o Lokasi :
o Distribusi : lesi diskret
o Konfigurasi :
o Deskripsi :
a. Regio:
Plak Eritematosa, Irreguler, d= 1,5 – 3,5, 2
lesi,sirkumpskrip, Pada permukaan terdapat Skuoma putih,
kasar, selapis, terdapat likenifikasi. Daerah Sekitar tidak ada
kelainan

b. Regio:
Plak Eritematosa, Irreguler, p= l=2 , Soliter,sirkumpskrip,
Pada permukaan terdapat Skuoma putih, kasar, selapis,
terdapat likenifikasi; sebagian di antaranya terdapat erosi,
multipel, ireguler.
c. Regio :
Plak Eritematosa, Irreguler, p=3cm l=1cm, Soliter,
sirkumskrip, Pada permukaan terdapat Skuoma halus,
putih, selapis, terdapat likenifikasi, sebagian di antaranya
terdapat erosi, multipel, ireguler.

d. Regio :
Plak Eritematosa, Anular, Numular, Soliter, sirkumskrip,
Pada permukaan terdapat Skuoma tebal, putih, selapis,
terdapat likenifikasi, sebagian di antaranya terdapat
erosi,eksoriasi, multipel, ireguler. Daerah Sekitar tidak ada
kelainan
e. Region
Plak Eritematosa, Irreguler, u=1,5-2cm, 3 lesi,
sirkumskrip, Pada permukaan terdapat Skuoma tebal,
putih, kasar, selapis, terdapat likenifikasi, sebagian di
antaranya terdapat erosi,eksoriasi,lenticular, multipel,.
Daerah Sekitar tidak ada kelainan

2. Palpasi :
3. Auskultasi : tidak dilakukan
B. Status Venerelogi
1. Inspeksi : tidak dilakukan pemeriksaan
o Inspekulo : tidak dilakukan pemeriksaan
2. Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.5 DIAGNOSIS BANDING

2.6 DIAGNOSIS

2.7 TERAPI
1. Non Medikamentosa
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya.
b. Mencegah garukan dan gosokan pada daerah yang gatal
c. Istirahat yang cukup
d. Hindari stres psikologis
e. Menjaga kebersihan kulit dengan mandi
2. Medikamentosa
Sistemik:
Antihistamin  Loratadine 10 mg tablet 1x1

Topikal:

Nerilon 15 gr cream

2.8 PROGNOSIS
- Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
- Quo ad Fungtionam : Dubia ad Bonam
- Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam

2.9 PEMERIKSAAN ANJURAN


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Liken simpleks kronik atau yang dikenal juga sebagai neurodermatitis
sirkumskripta adalah peradangan kronis yang terjadi pada kulit, gatal, sirkumsripta,
dan khas yang ditandai dengan adanya likenifikasi. (2,6) Likenifikasi timbul sebagai
respon dari kulit akibat gosokan dan garukan yang berulang-ulang dalam waktu
yang cukup lama, atau kebiasaan menggaruk pada satu area tertentu pada kulit
sehingga garis kulit tampak lebih menonjol seperti batang kayu. (2) Tempat biasa
yang terkena adalah kulit kepala, tengkuk dari leher, sisi leher, paha atas, vulva,
pubis atau skrotum, dan pergelangan kaki (6)

Epidemiologi
Liken simpleks kronik jarang terjadi pada anak. Insiden puncak adalah
antara 30 dan 50 tahun, tempat yang biasa terkena adalah pada kulit kepala,
tengkuk leher, sisi-sisi leher, paha, vulva, pubis atau skrotum, kaki bagian bawah
dan pergelangan kaki. Prevelensi tertinggi pada daerah Asia dan Amerika. Liken
simpleks kronik lebih banyak terjadi pada wanita dibanding laki–laki. (5,7) Pasien
dengan riwayat dermatitis atopik akan lebih cepat terkena liken simpleks kronik
pada usia 19 tahun. Pada pasien dengan gejala pruritus tanpa adanya riwayat atopik
resiko terkena liken simpleks kronik pada umur 48 tahun. (5)

Etiologi
Penyebab liken simpleks kronik hingga saat ini belum diketahui secara
pasti. Namun ada berbagai faktor yang mendorong terjadinya rasa gatal pada
penyakit ini, faktor penyebab dari liken simpleks kronik dapat dibagi menjadi dua,
yaitu faktor eksterna dan faktor interna. Faktor eksterna meliputi lingkungan yang
panas dan udara yang kering. Suhu yang tinggi memudahkan seseorang berkeringat
sehingga dapat mencetuskan gatal, hal ini biasanya menyebabkan liken simpleks
kronis pada daerah anogenital. Sedangkan faktor interna meliputi adanya riwayat
dermatitis atopi dan psikologis. Pada faktor psikologis terutama ansietas telah
dilaporkan memiliki prevalensi tertinggi mengakibatkan liken simpleks kronik. (2)

Liken simpleks kronik disebabkan oleh garukan dan gosokan akibat dari gatal.
(5)
Sebagai akibat dari iritasi menahun akan terjadi penebalan kulit. Kulit yang
menebal ini menimbulkan rasa gatal, sehingga merangsang pergarukan yang akan
semakin mempertebal kulit. Penyakit ini menimbulkan warna kecoklatan pada
daerah yang terkena. Penyakit ini biasanya berhubungan dengan dermatitis atopik,
psoriasis serta kecemasan, depresi ataupun gangguan psikis lainnya. (4)

Hubungan antara liken simpleks kronik dengan dermatitis atopik telah


dilaporkan berkisar antara 26 persen sampai 75 persen. Gatal yang dirasakan pada
dematitis atopik mengakumulasi cairan pada sel–sel epidermis sehingga terjadi
perenggangan pada serabut saraf yang mengakibatkan pasien menggaruk secara
terus menerus sehingga terjadi penebalan pada kulit. Pada pasien yang tidak
memiliki riwayat dermatitis atopik, liken simpleks kronik memiliki penyakit dasar
seperti kelainan sistemik yang menyebabkan pruritus, gangguan ginjal, hipotiroid
atau hipertiroid, gangguan hepar, limfadenopati, HIV, infeksi parasit dan
keganasan pada kulit. (5)

Patofisiologi
Stimulus untuk perkembangan liken simpleks kronis adalah pruritus. Pruritus
sebagai dasar dari gangguan kesehatan dapat berhubungan dengan gangguan kulit,
proliferasi dari nervus, dan tekanan emosional. Pruritus yang memegang peranan
penting dapat dibagi dalam dua kategori besar, yaitu pruritus tanpa lesi dan pruritus
dengan lesi. Pasien dengan liken simpleks kronis mempunyai gangguan metabolik
atau gangguan hematologik. Pruritus tanpa kelainan kulit dapat ditemukan pada
penyakit sistemik, misalnya gagal ginjal kronik, obstruksi kelenjar biliaris,
Hodgkins lymphoma, polisitemia rubra vera, hipertiroidisme, gluten-sensitive
enteropathy, dan infeksi imunodefisiensi. Pruritus yang disebabkan oleh kelainan
kulit yang terpenting adalah dermatitis atopik, dermatitis kontak alergi, dermatitis
statis, dan gigitan serangga. (2)
Pada pasien yang memiliki faktor predisposisi, garukan kronik dapat
menimbulkan likenifikasi. Jika tidak diketahui penyebab yang nyata dari garukan,
maka disebut liken simpleks kronis. Adanya garukan yang terus-menerus diduga
karena adanya pelepasan mediator dan aktivitas enzim proteolitik. Walaupun
sejumlah peneliti melaporkan bahwa garukan dan gosokan timbul karena respon
dari adanya stress. Adanya sejumlah saraf mengandung immunoreaktif CGRP
(Calsitonin Gene-Related Peptida) dan SP (Substance Peptida) meningkat pada
dermis. Hal ini ditemukan pada prurigo nodularis, tetapi tidak pada liken simpleks
kronik. Sejumlah saraf menunjukkan imunoreaktif somatostatin, peptide histidine,
isoleucin, galanin, dan neuropeptida Y, dimana sama pada liken simpleks kronik,
prurigo nodularis dan kulit normal. Hal tersebut menimbulkan pemikiran bahwa
proliferasi nervus akibat dari trauma mekanik, seperti garukan dan goresan. SP dan
CGRP melepaskan histamin dari sel mast, dimana akan lebih menambah rasa gatal.
Membran sel schwann dan sel perineurium menunjukkan peningkatan dan p75
nervus growth factor, yang kemungkinan terjadi akibat dari hiperplasia neural.
Pada papilla dermis dan dibawah dermis alpha-MSH (Melanosit Stimulating
Hormon) ditemukan dalam sel endotel kapiler. (4)

Gatal
Gatal dipicu oleh berbagai rangsang, yaitu seperti goresan ringan, getaran
dan pakaian sintetis. Hal ini merangsang pelepasan substansi P. Substansi P
mengaktifkan sel mast yang ada di kulit. Sel mast melepaskan histamin yang
menyebabkan gatal dan zat lain seperti tumor necrosis factor α (TNF α) dan triptase.
Pruritogen adalah stimulasi mekanis yang menimbulkan serangkaian peristiwa
yang menimbulkan rasa gatal. Faktor eksogen dan endogen dilepaskan oleh sel
imun, sel epitel dan sel endotel, menginduksi aktifasi jalur sinyal dari perifer
melalui akar ganglia dorsal dan medulla spinalis ke sistem saraf pusat. Aktifasi area
spesifik di SSP (nukleus, thalamus ventromedial) menghasilkan persepsi gatal dan
memunculkan respon menggaruk. Dengan mekanisme refleks akson langsung,
ujung saraf sensorik melepaskan neuron peptid yang akan memperberat respon
gatal dengan menstimulasi pelepasan mediator pruritogen dari sel mast, sel endotel
dan sel epitel. Disini kortisol berlebihan selama waktu yang lama akibat stress
menahun dapat mengacaukan regulasi sistem imun yang sangat ruwet. (4)

Gambaran Klinis
Gejala utama liken simpleks kronik sering didapatkan pada bagian
proksimal tubuh. Bagian ekstremitas bawah menjadi daerah yang paling sering
pada liken simpleks kronik dan gejala rasa gatal yang dirasakan biasanya terjadi
pada malam hari. Keadaan ini membuat penderita menggaruk bagian yang gatal
secara terus menerus sehingga mengakibatkan terbentuknya likenifikasi. Liken
simpleks kronis sering ditemukan pada daerah yang mudah dijangkau tangan untuk
menggaruk. Area predileksi antara lain pada daerah tengkuk, sisi leher, tungkai
bawah, pergelangan kaki, punggung kaki, kulit kepala, paha bagian medial, lengan
bagian ekstensor, skrotum dan vulva. (2)

Gambar 2.1 Liken simpleks kronis pada


siku. (7)
Gambar 2.4 Liken simpleks kronik pada
regio dorsum manus dextra.(8)

Penegakan Diagnosis

1. Anamnesis

Pada anamnesis ditanyakan riwayat gatal pada pasien. Riwayat gatal yang
parah merupakan ciri dari liken simpleks kronis. Gatal pada liken simpleks kronik
dapat berkala, terus menerus, ataupun tidak menentu. Parahnya gatal dapat
diperburuk oleh keringat, panas dan iritasi pakaian. Gatal juga dapat diperburuk
pada saat penderitaan psikologis. (4,5)
Lesi awal sebelum terjadinya likenifikasi, riwayat alergi dan kebiasaan
sosial penting ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan penyebab yang
mendasari penyakit. (5)

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dijumpai lesi tunggal namun dapat juga lebih
dengan daerah predileksi pada tengkuk, leher bagian lateral, lengan dan tungkai
bagian bawah ekstensor, paha medial, genitalia (vulva, skrotum). (7)
Lesi awal berupa papul-papul eritem konfluen yang selanjutnya karena
garukan berulang membentuk plak hiperpigmentasi disertai likenifikasi dan sering
terdapat ekskoriasi dengan skuama yang minimal. Bentuk lesi biasanya bulat,
lonjong atau linier sesuai pola garukan (3)

Gambar 2.5 predileksi dari liken simpleks kronik


3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Uji Tempel
Pemeriksaan uji tempel bertujuan untuk memeriksa riwayat alergi
pasien dan biasanya dilakukan di punggung. Untuk melakukan uji temple
diperlukan antigen. Antigen standar buatan pabrik yang biasa dipakai
misalnya Finn Chamber System Kit. Adakalanya tes uji tempel dilakukan
dengan antigen bukan standar yang dapat berupa bahan kimia murni, atau
lebih sering bahan campuran yang berasal dari rumah atau lingkungan
kerja yang bersifat toksik.1

Pemeriksaan uji tempel dilakukan dengan mengambil potongan


kecil bahan alergen yang sudah direndam dengan air garam kemudian
dtempelkan ke kulit dengan memakai Finn Chamber dan dibiarkan
selama 48 jam. Pembacaan hasil uji tempel dilakukan secara dua kali
pembacaan. Pembacaan pertama setelah 48 jam sedangkan pembacaan
kedua setelah 72 atau 96 jam. Pembacaan pertama bertujuan untuk
memeriksa respon tubuh pasien terhadap antigen dan pembacaan yang
kedua bertujuan untuk membedakan antara kontak alergi dengan kontak
iritan.1

Hasil pembacaan yang pertama (48 jam):

1.) Reaksi lemah : eritema, Infiltrat, papul


2.) Reaksi kuat : edema atau vesikel
3.) Reaksi sangat kuat : bula atau ulkus
4.) Meragukan : hanya macula eritematosa
5.) Iritasi : terbakar, pustule atau purpura
6.) Reaksi negatif
7.) Excited skin
8.) Tidak dites
Hasil pembacaan yang kedua (72 jam)

1) Reaksi Crescendo : reaksi alergi, reaksi semakin jelas dari


pembacaan satu dan kedua
2) Reaksi Descrescendo : reaksi iritan, reaksi respon kuli cenderung
menurun atau membaik.1

4. Pemeriksaan Laboratorium
Dasar gejala neurodermatitis sirkumskripta ialah pruritus. Pruritus
terjadi bisa berasal dari reaksi alergi pasien atau reaksi penyakit yang
mendasarinya (gangguan metabolisme atau gangguan hematologi).
Untuk mengobati neurodermatitis sirkumskripta kita juga harus
mengetahui penyakit dasar yang menyebabkan terjadinya pruritus.
Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk mengetahui penyakit
dasarnya. Dalam pemeriksaan laboratorium bisa dilakukan pemeriksaan
hitung darah lengkap, pemeriksaan hitung jenis, pemeriksaan fungsi hati,
pemeriksaan fungsi ginjal, dan pemeriksaan gula darah.
Gangguan metabolisme yang sering menyebabkan pruritus,
contohnya ialah diabetes mellitus. Pada pasien diabetes mellitus yang
lanjut, pasien akan mengalami neuropati. Neuropati menyebabkan pasien
kurang sensitif terhadap infeksi dan allergen dari luar. Sehingga pasien
akan terkena allergen secara berulang tanpa disadari. Semakin sering
pasien terkena allergen, semakin sering pasien mengeluh gatal maka
akan semakin mudah pasien mengalami neurodermatitis sirkumskripta.
Pada pemeriksaan hitung jenis, kita juga bisa memeriksa kadar eosinofil
pasien, terutama pasien yang memiliki riwayat alergi.

C. Histopatologi

Gambaran histopatologi neurodermatitis sirkumskripta


memperlihatkan penebalan epidermis sehingga tampak ortokeratosis,
hipergranulosis, akantosis dengan rate ridges memanjang teratur dan
kadang didapatkan sedikit papilomatosis dan spongiosis. Bersebukan sel
radang limfosi dan histiosit di sekitar pembuluh darah dermis bagian
atas, fibroblast bertambah, kolagen menebal

Gambaran histopatologi neurodermatitis sirkumskripta berupa ortokeratosis, hipergranulosis,


akantosis dengan rete ridges memanjang teratur

(Diunduh dari:
http://missinglink.ucsf.edu/lm/dermatologyglossary/lichen_simplex_chronicus.html).
5. Diagnosis
Diagnosis neurodermatitis sirkumskripta ditegakkan berdasarkan
anamnesa pasien mengenai riwayat dan perjalanan penyakitnya dan gambaran
lesi dari kulitnya yang khas. Perlunya pemeriksaan lanjut digunakan untuk
membedakan diagnosis yang memiliki kesamaan dalam morfologi maupun
efloresensinya. Dari anamnesis, keluhan utama dari pasien biasanya ialah
gatal-gatal pada kulit lokal yang terjadi sudah lama. Bisa disertai dengan
riwayat alergi ataupun riwayat penyakit yang mendasarinya (diabetes mellitus)
atau tidak. Dari pemeriksaan efloresensi bisa terlihat gambaran likenifikasi
berupa penebalan kulit dengan garis-garis kulit yang semakin terlihat, terlihat
plak dengan ekskoriasi serta sedikit eritematosa (memerah) dan edema. Pada
lesi yang sudah lama, lesi akan tampak berskuama pada bagian tengahnya,
terjadi hiperpigmentasi (warna kulit yang digaruk berubah menjadi kehitaman)
pada bagian lesi yang gatal, bagian eritema dan edema akan menghilang.1

Diagnosis Banding
Kondisi kulit dengan tampilan yang mirip dengan liken simpleks kronik
adalah sebagai berikut:

1. Psoriasis
Psoriasis merupakan penyakit kulit residif dengan lesi yang khas berupa
bercak- bercak eritema berbatas tegas, ditutupi oleh skuama tebal berlapis- lapis
berwarna putih mengkilat.(10)
Lokalisasi psoriasis yaitu pada siku, lutut, kulit kepala, punggung, tungkai
atas dan bawah, kuku, telapak tangan dan telapak kaki.(10)
Efloresensi: Makula eritemstosa yang besarnya bervariasi dari miliar
sampai numular dengan gambaran yang beraneka ragam, dapat arsinar, sirsinar,
polisiklis atau geografis. Makula ini berbatas tegas, ditutupi oleh skuama kasar
berwarna putih mengkilat. Jika skuama digores dengan benda tajam menunjukkan
tanda tetesan lilin. Jika penggoresan diteruskan maka timbul tanda Auspitz dengan
bintik- bintik darah. Dapat pula menunjukkan fenomena Koebner atau reaksi
isomorfik, yaitu timbul lesi- lesi psoriasis pada bekas garukan. (10)

Gambar 2.6 gambaran klinis


pasien dengan psoriasis (7)

2. Dermatitis Atopik
Merupakan dermatitis yang timbul pada individu dengan riwayat atopi pada
dirinya sendiri ataupun keluarganya, yaitu riwayat asma bronkial, rinitis alergi dan
reaksi alergi terhadap serbuk- serbuk tanaman.(10)
Lokalisasi pada dewasa: tengkuk, lipat siku, lipat lipat lutut, punggung,
kaki. Efloresensi: pada bentuk dewasa: biasanya hiperpigmentasi, kering dan
likenifikasi.(10)
Gambar 2.7 Gambaran klinis pada
pasien dengan dermatitis atopik. (7)
3. Liken Planus
Merupakan penyakit peradangan kronis pada kulit, membran mukosa, kuku
dan rambut. Predileksi pada ekstremitas, khususnya tulang kering dan sendi
interfalangeal

Efloresensi: Papul nodul hiperkeratotik, hipertrofik, multipel, konfluen dengan


aksentuasi folikuler, hiperpigmentasi, permukaan verukosa pada dorsum manus,
tulang kering dan dorsum pedis yang sangat gatal. Di bawah payudara dan vulva,
tampak plakat hiperpigmentasi hipertropik, multipel, dengan likenifikasi dan
aksentuasi folikuler yang juga sangat gatal.(11)

Gambar 2.8 Gambaran klinis pada pasien


dengan liken planus. (7)
Penatalaksanaan

Pengobatan liken simpleks kronik bertujuan untuk mengatasi dan mengobati


rasa gatal pada pasien. Terapi yang direkomendasikan ada yang bersifat sistemik
maupun yang topikal.
1. Sistemik
Terapi neurodermatitis sirkumskripta bertujuan untuk memutus itch-scratch
cycle, karena pada dasarnya tindakan menggaruk lesi yang terasa gatal justru akan
memperberat lesi dan memperberat gatal yang dirasakan. Penyebab sistemik dari
pruritus (gatal) harus diidentifikasi. Hal inilah yang menyebabkan penatalaksanaan
neurodermatitis sirkumskripta menjadi sangat sulit. Pasien harus diingatkan
berkali-kali untuk tidak menggaruk atau menggosok lesinya.(5)
Antihistamin merupakan pengobatan paling berguna dan banyak digunakan
secara oral maupun parenteral. Hidroxyzine hidroklorida, diphenhidramine
hydrocloride dan promethazine adalah antihistamin klasik yang sering digunakan,
kerjanya memblokir H1 reseptor dan direkomendasikan untuk melawan gatal.
Cetirizine, loratadine dan mizolastine adalah antihitamin generasi ke 2 yang sering
diberikan untuk mengatasi rasa gatal pada pasien yang kehidupan sosial tinggi,
karena obat tersebut tidak memiliki efek sedatif. (2)
Sebagian banyak kasus tidak cukup diberikan antihistamin sebagai
pengobatan rasa gatal, tetapi juga bisa diberikan anti psikotropika. Penggunaan obat
penenang disini bertujuan untuk mengurangi ketegangan syaraf sehingga
menghambat keinginan pasien untuk menggaruk. Antidepresan trisiklik mungkin
bisa menjadi alternatif lain untuk mengurangi rasa gatal karena sifatnya
menghambat H1 reseptor. Amitriptyline dapat diberikan pada pasien dengan
neurosis dan kecendrungan depresi karena penggarukan rasa gatal.(12)
Antibiotik yang tepat diperlukan dalam kasus-kasus rumit dengan infeksi
sekunder. Staphylococus Aureus sering menjadi patogen utama pada pasien. (3)
2. Topikal
Penatalaksanaan lini pertama untuk mengatasi gatal yaitu steroid topikal
potensi tinggi, seperti clobetasol propionat, diflorasone diasetat dan bethametasone
diproprionat. Pemberian kortikosteroid intralesi dengan triamcinolone biasanya
sangat efektif. Namun harus sangat diperhatikan karena dapat menimbulkan atrofi.
Emolien (pelembab) adalah tambahan yang penting. (2,4)
Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penderita liken simpleks kronik adalah
menurunnya kualitas hidup dan meningkatkan faktor stres karena pada pasien liken
simpleks kronik terjadi gangguan tidur akibat penggarukan anggota tubuh yang
gatal. (5)
Edukasi
 Menjelaskan kepada pasien untuk menghindari menggaruk lesi dan
menghindari faktor lingkungan yang memperberat gatal seperti berkeringat
banyak, udara panas dan iritasi pada kulit. (5)
 Faktor emosional memainkan peran penting dalam etiologi penyakit ini, dan
menghindari stres mental penting. Pasien mungkin harus siap untuk
mengubah
gaya hidup mereka untuk mencapai hal ini.(13)

Prognosis

Prognosis pada penderita liken simpleks kronik adalah baik karena penyakit
dapat sembuh dengan pengobatan yang teratur dan menghindari garukan dan faktor
(7)
yang memperberat gatal. Kekambuhan dapat terjadi jika dalam keadaan
emosional atau stress. (5)
ANALISA KASUS

Telah diperiksa seorang wanita berusia 51 tahun di RSUD Raden Mattaher Jambi
dengan bercak kemerahan yang menebal disertai rasa sangat gatal pada punggung
tangan ,lutut kanan dan punggung kaki kiri sejak 10 tahun yang lalu dan memberat
1 tahun terakhir. Pada pemeriksaan fisik
Pada pasien ini diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan kulit terasa menebal dan disertai
gatal pada pergelangan kaki. Pada awalnya muncul bintik-bintik kecil berwarna
merah dan berisi cairan, namun lama-lama akibat garukan lesi semakin banyak dan
meluas. Gatal yang dirasakan sangat hebat sehingga mengganggu tidur. Pasien juga
mengeluhkan lesi terasa perih dan panas setelah digaruk.
Berdasarkan teori, pada liken simpleks kronik lesi awal berupa papul-papul
eritem konfluen yang selanjutnya karena garukan berulang membentuk plak
hiperpigmentasi disertai likenifikasi dan sering terdapat ekskoriasi dengan skuama
yang minimal. Bentuk lesi biasanya bulat, lonjong atau linier sesuai pola garukan.
(3)
Gejala gatal pada pasien dapat diakibatkan oleh proses imunologik. Pada proses
imonologik sel mast berperan penting dalam timbulnya rasa gatal dan tersebar
diseluruh bagian tubuh. Pada setiap pasien memiliki penyebaran sel mast yang
bervariasi didalam tubuh dan biasanya terdapat jumlah sel mast terbanyak pada
bagian ektremitas. Hal ini dapat kita kaitkan dengan predileksi liken simpleks
kronik tersering pada bagian ektremitas. (14)
Pada kasus ini dari data yang didapatkan pasien merupakan seorang wanita
dengan usia 51 tahun dan bekerja sebagai cleaning service dipuskesmas dan telah
mengeluhkan seperti ini selama lebih kurang 10 tahun yang lalu.
Insiden liken simpleks kronis berlangsung secara kronis dan secara
epidemiologi lebih banyak menyerang kelompok dewasa yang berusia antara 30-
50 tahun. Namun pasien yang memiliki riwayat dermatitis atopik dapat menderita
liken simpleks kronik pada onset yang lebih muda yaitu rata-rata 19 tahun. Selain
itu, liken simpleks kronik terjadi lebih sering pada wanita dibanding laki-laki
dengan insidensi lebih banyak pada kelompok ras Asia dan kelompok ras Amerika.
(2)

Pasien merupakan seorang wanita yang bekerja sebagai cleaning service di


puskesmas. Kemungkinan penyebab utama penyakit pada pasien ini karena
terpapar bahan iritan yang sehari- hari digunakan saat beraktivitas, seperti
penggunaan bahan pembersih lantai. Liken simpleks kronik memiliki penyakit
dasar seperti kelainan sistemik yang menyebabkan pruritus seperti gagal ginjal
kronis, obstruksi saluran empedu, limfoma hodgkin, hipertiroidisme,
hipotiroidisme, AIDS, hepaitis B dan C, dermatitis atopik, dermatitis kontak, serta
gigitan serangga. (5)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi terdapat didaerah dorsalis pedis
dekstra dan sinistra, dan tampak plak hiperpigmentasi berbatas tegas dengan
likenifikasi, skuama kasar dan ekskoriasi diatasnya, ukuran numular sampai plakat,
jumlah multiple dengan distribusi regional.
Teori menyebutkan perubahan bentuk kulit pada liken simpleks kronik masih
belum diketahui, kelainan kulit yang terjadi dapat berupa eritema, edema dan
timbul sekelompok papul, selanjutnya karena garukan berulang, bagian tengah lesi
akan menebal, kering, berskuama, ekskoriasi dan hiperpigmentasi. Ukuran lesi
lentikular sampai plakat, bentuk umum lonjong atau tidak beraturan. Selanjutnya
terjadi ekskoriasi pada kulit akibat pruritus pada kulit akibat garukan secara terus
menerus sehingga terbentuknya likenifikasi. Garukan terus menerus akan
mengakibatkan rusaknya bagian epidermis mengakibatkan hiperplasia pada bagian
dermis dan terjadi proliferasi nervus pada bagian epidermis. (6)
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, Teori menyebutkan
pada pasien yang dicurigai adanya gejala sistemik dapat dilakukan pemeriksaan
darah lengkap, morfologi darah tepi, fungsi ginjal. Pada pemeriksaan histopatologi
dapat menunjukkan bermacam-macam tingkatan dari hiperkeratosis,
hipergranulosis dan hiperplasia epidermal psoriasiform. Lapisan papilari kulit
menunjukkan penipisan kolagen dengan berkas kolagen kasar dan lapisan vertikal.
Disekeliling pembuluh darah terdapat sel-sel imflamasi seperti limfosit, histosit dan
eosinofil. (5)
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien kami
mengambil diagnosis banding yaitu liken simpleks kronik, psoriasis vulgaris,
dermatitis atopik, liken planus.

Diagnosis Definisi Manifestasi klinis Gambaran Lesi


banding

Psoriasis Penyakit Sedikit gatal dan


vulgaris peradangan panas.
kulit yang
kronik seditif, Tempat predileksi
ditandai adalah daerah siku,
dengan adanya lutut, sacrum, kepala
plak dan genitalia.
eritematosa, Lesi biasanya berupa
diatasnya plak eritematous
terdapat dengan ukuran
skuama kasar, bervariasi dari gutata,
transparan, numular sampai plakat
berlapis-lapis yang tertutup skuama
dan berwarna tebal, kasar, kering,
putih transparan dan
keperakan. (11) berlapis yang
berwarna putih
keperakan. (11)
Dermatitis Inflamasi pada Rasa gatal yang kronik
atopik kulit yang dan residif. Gambaran
menahun, berupa papul dan
residif, vesikel, pada lesi
umumnya kronik dapat timbul
muncul pada erosi, eksoriasi dan
bayi, anak- terjadinya likenifikasi.
anak, ataupun Lokalisasi lesi di
dewasa yang lipatan siku/lutut,
mempunya samping leher, dahi
riwayat atopik sekitar. (11)
pada dirinya
sendiri taupun
keluarganya.
(11)
Liken planus Liken planus Pada liken planus
planus dijumpai rasa gatal
biasanya yang pada umumnya
menampakan setelah satu atau
gejala papul beberapa minggu akan
dengan menyebar diikuti
permukaan dengan penyebaran
yang datar lesi. Terdapat
dengan dasar fenomena kobner
yang eritema. (isomorfik). Pada
(15)
selaput lendir dapat
terbentuk kelainan,
tetapi tidak
menimbulkan
kelianan. Kelainan
yang khas dapat
dijumpai paupul yang
poligonal, datar dan
mengkilat. Kadang-
kadang terdapat
cekungan delay
(delle). Garis – garis
anyaman berwarna
putih (strie wickman)
dapat terlihat pada
papul. (15)

Pada pasien diberikan terapi sistemik berupa antihistamin oral yaitu Cetirizin
tablet 10 mg 2x1 dan methylprednison 8 mg 3x1.
Cetirizin adalah metabolik karboksilat dari antihistamin generasi pertama
hidroksizin, dimana mekanisme kerja nya yaitu menghambat fungsi eosinophil,
pelepasan histamin dan prostaglandin D2. Cetirizine diberikan sebagai antihistamin
yang dapat mengurangi rasa gatal pada pasien sehingga resiko untuk timbulnya
ekskoriasi karena garukan berkurang, dan resiko infeksi juga berkurang.
Kortikosteroid mempunyai efek anti inflamasi spektrum luas, melalui inhibisi
mediator inflamasi dan sel inflamasi serta sel struktural (sel epitel, endotel otot
polos saluran napas dan kelenjar mukus), sehingga berdampak pada berkurangnya
infiltrat atau aktivasi inflamasi, stabilisasi kebocoran vaskular, penururunan
produksi mukus dan peningkatan respon ß adrenergik. (17)
Pasien juga diberikan obat topikal (asam salisilat 5% + vaselin album 60 gr
+ Desoximetasone) dioles pada lesi pagi hari. Asam salisilat dalam terapi topikal
yang mempunyai efek sebagai keratolitik dan desmolitik. Efek desmolitik asam
salisilat terbukti meningkatkan penetrasi kortikosteroid topikal. Clobetasol
propionate merupakan glukokortikoid golongan potensi sangat tinggi.(17)
Pasien rajin kontrol ke poli kulit dan kelamin, telah mendapatkan terapi
selama 5 tahun dengan keluhan yang hilang timbul, saat ini keluhan yang dirasakan
pasien sudah berkurang seperti penebalan pada kulit sudah menipis dan kulit tidak
kering lagi.

Вам также может понравиться