Вы находитесь на странице: 1из 35

CLINICAL SCIENCE SESSION

PENATALAKSANAAN TRAUMA KIMIA


PADA MATA

Disusun oleh:

FARA STANNIA DAMAYANTI 12100109007

PRECEPTOR:

Maryono Soemarmo, dr., Sp.M.


Gilang Mutiara, dr., Sp.M.
Djoni Juarsa, dr., Sp.M.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AL-IHSAN
BANDUNG
2009

3
BAB I

PENDAHULUAN

Berdasarkan penyebabnya ada beberapa jenis trauma pada mata yakni trauma

tumpul dan trauma kimia. Trauma tumpul biasanya disebabkan oleh benda tumpul

yang mengenai organ secara langsung atau tidak langsung. Sedangkan trauma kimia

disebabkan oleh zat kimia, baik berupa cairan, padat atau gas.1

Sementara itu dari data WHO, penderita trauma mata pertahun mencapai 55

juta dan 750 ribu di antaranya membutuhkan penanganan. Menurut Dr. Pardawan

SpM, sebelum dilakukan penanganan perlu diperhatikan penyebab trauma, waktu dan

tempat terjadi trauma. Termasuk pemeriksaan fisik mata di antaranya kornea mata,

pupil dan pergerakan mata.1

Trauma bahan kimia yang mengenai mata dapat terjadi pada kecelakaan yang

terjadi dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan

pertanian, dan peperangan yang memakai bahan kimia di abad modern.2

Bahan kimia yang dapat menyebabkan trauma pada mata dapat dibedakan

dalam bentuk trauma Asam dan trauma Basa atau Alkali. Pengaruh bahan kimia

sangat bergantung pada PH, kecepatan dan jumlah bahan kimia tersebut mengenai

mata.2

Dibanding bahan asam, maka trauma oleh bahan alkali cepat dapat merusak

dan menembus kornea. Pada trauma asam, penanganannya hanya dengan air atau

larutan fisiologis sampai PH mendekati atau sama dengan 7, antibiotik, steroid dan

vitamin. Sebaliknya trauma basa lebih berbahaya karena akan terjadi reaksi

penyabunan sehingga merusak jaringan atau nekrose. Penanganannya selain dengan

4
air atau larutan fisiologis juga dilakukan penambahan antibiotik, EDTA, sikloplegia

dan Vitamin C.1

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata

Mata memiliki 3 lapisan:3

 Tunika fibrosa (lapisan paling luar)

a. Sklera

b. Kornea

 Tunika vaskulosa (lapisan tengah)

a. Koroid

b. Badan Siliaris

 Tunika nervosa (lapisan dalam)

a. Retina

2.1.1 Perdarahan

Pembuluh darah yang memperdarahi mata terdiri atas vena dan arteri.

Pembuluh darah arteri berjumlah 5 jenis arteri, sementara pembuluh darah vena

berjumlah dua jenis. Arteri-arteri yang memperdarahi mata, antara lain arteri sentralis

retina yang memperdarahi retina, arteri siliaris posterior brevis yang merupakan

cabang dari arteri oftalmika dan berjumlah 15 buah dengan fungsinya memperdarahi

koroid, arteri siliaris posterior longus yang beranastomose dengan arteri siliaris

anterior memperdarahi badan siliaris dan iris, arteri siliaris anterior yang

memperdarahi otot-otot rekti, dan arteri episkleralis yang memperdarahi sklera.3

6
Pembuluh darah vena yang terdiri atas dua jenis, yaitu vena vortikosa yang

merupakan vena tanpa arteri dari daerah pertengahan bulbus okuli, bergabung dengan

vena oftalmika superior dan inferior, serta vena sentralis retina yang memberikan

percabangan ke retina.3

Gambar 2.1 Anatomi Mata

2.1.2 Otot-otot Mata

Otot-otot penggerak bola mata terdiri atas:

Tabel 2.1 Otot Mata

Nama Otot Persarafan Fungsi


Muskulus Oblik Superior N IV memutar bola mata ke lateral atas
Muskulus Oblik Inferior N III memutar bola mata ke medial bawah
Muskulus Rektus Superior N III pergerakan bola mata ke atas
Muskulus Rektus Inferior N III pergerakan bola mata ke bawah
Muskulus Rektus Medial N III pergerakan adduksi bola mata
Muskulus Rektus Lateral N VI pergerakan abduksi bola mata

7
Gambar 2.2 Otot Mata

2.2 Histologi Mata

Mata memiliki 3 lapisan:2,4

 Tunika fibrosa (lapisan paling luar)

a. Sklera

Berwarna putih, mengandung serabut kolagen, fibroblas, zat-zat utama

b. Kornea

Transparan, tidak berwarna, mengandung 5 lapisan:

- Epitel

- Membran Bowman

- Lamina propria

- Membran Descemet

- Endotel

 Tunika vaskulosa (lapisan tengah)

a. Koroid

8
Dibagi menjadi 4 lapisan:

- Suprakoroid

Mengandung lamella (merupakan membran tipis)

- Pembuluh darah (stratum vasculosa)

Lapisan luar: pembuluh darah besar

Lapisan dalam: pembuluh darah sedang

- Lamina koriokapiler

Mendistribusikan nutrisi untuk bagian terluar retina

- Lamina vitrea, lamina elastika/basalis/membran Bruch

Merupakan membran non-selular, ada 2 lapisan:

Lamella elastika eksterna (sangat tipis)

Lamella kutikula interna (lebih tebal)

b. Badan Siliaris

Dibagi atas 2 zona:

1. Orbikulus Silliaris (Pars Plana)

2. Korona Silliaris (Pars Plicata)

c. Iris  yang membagi 2 bilik (anterior dan posterior)

 Tunika nervosa (lapisan dalam)

Retina

Memiliki 10 lapisan, kecuali pada fovea centralis, diskus optikus.

10 lapisan tersebut, yaitu:

1. Epitel pigmen

2. Lapisan batang dan kerucut

3. Membran limitan luar

4. Lapisan nukleus luar/lapisan granular

9
5. Lapisan fleksiformis luar/lapisan molekular

6. Lapisan nukleus dalam/lapisan granular

7. Lapisan fleksiformis dalam/lapisan molekular

8. Lapisan sel ganglion

9. Lapisan serabut saraf

10. Membran limitan dalam

Bagian-bagian mata:2,3

Gambar 2.3 Bagian Mata

a. Lensa

Lensa merupakan suatu organ transparan, dengan bentuk bikonveks.

Lensa memiliki 3 komponen struktur:

1. Kapsul lensa : berisi serat-serat lensa yang terbentuk oleh sel-sel

epitel, sepitel selapis kuboid hanya ada pada permukaan lensa.

2. Korteks : tersusun atas serat lensa yang lebih muda dibanding

serat yang berada pada nukleus. Terdiri dari korteks anterior (depan

nukelus) dan korteks posterior (belakang nukleus).

3. Nukleus : serat yang paling dahulu dibentuk, terletak pada

bagian sentral.

10
Lensa tertahan karena adanya zonula siliaris (Zonula of Zinn, ligamentum

suspensorium). Zonula ini sangat penting pada proses akomodasi.

b. Bilik anterior : pad sudutnya terdapat tempat pengaliran keluar cairan bilik

mata (aquous humor).

Berdekatan dengan sudut ini terdapat jaringan trabekulum, kanal Schelmm,

baji sklera, garis Schwalbe dan jonjot iris.

c. Bilik posterior

d. Badan vitreous

Merupakan bahan berbentuk agar-agar transparan yang dibatasi oleh:

- Lensa.

- Membran bagian dalam retina.

- Membran posterior zonula.

11
BAB III

TRAUMA KIMIA PADA MATA

3.1 Definisi

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan

perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga

sebagai kasus polisi. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau

menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Trauma pada mata dapat terjadi

dalam bentuk-bentuk antara lain trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma

kimia, dan trauma radiasi.5

Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat

terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak

struktur bola mata tersebut.6

Trauma kimiawi sangatlah mengkhawatirkan karena berkemampuan untuk

menyerang berbagai struktur ocular dan berpotensi menyebabkan kebutaan. Bahan

kimia basa adalah bahan yang paling merusak karena bahan kimia ini memiliki sifar

baik hydrophilic dan lipophilic dan mampu menembus membran sel dengan cepat.

Bahkan mungkin mampu untuk menembus bilik mata depan. Kerusakan okular terjadi

akibat saponificasi membran sel dan kematian sel bersamaan dengan hancurnya

matriks ekstraselular.6

3.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, trauma pada mata merupakan 3-4% dari seluruh

kecelakaan kerja. Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi

12
asam versus basa sebagai bahan penyebabnya pada trauma kimiawi bervariasi dari 1:1

sampai 1:4, berdasarkan beberapa penelitan.7

Secara international, dalam satu laporan di negara berkembang, 80% dari

trauma kimiawi pada mata dikarenakan oleh pajanan pada dan atau karena pekerjaan.

Yang menarik adalah, empedu ikan telah terbukti menyebabkan 14% dari trauma

kimiawi pada mata di Norwegia.7

3.3 Etiologi dan Klasifikasi

Secara garis besar trauma kimia pada mata disebabkan oleh 2 macam zat,

yaitu bahan yang bersifat asam (trauma asam) dan bahan yang bersifat basa (trauma

basa).2,8

3.3.1 Trauma Asam

Trauma asam merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan termasuk

kegawatdaruratan mata yang disebabkan zat kimia bersifat asam dengan pH < 7. Bila

bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi pengendapan ataupun

penggumpalan protein permukaan sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak

akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya hanya akan terjadi kerusakan

pada bagian superfisial saja. Bahan asam dengan konsentrasi tinggi dapat bereaksi

seperti terhadap trauma basa sehingga kerusakan yang diakibatkannya akan lebih

dalam.2

Bahan kimia asam pada umumnya menyebabkan kerusakan lebih ringan

daripada basa karena kebanyakan protein di kornea akan mengikat asam dan dapat

berfungsi sebagai chemical buffer. Jaringan yang terkoagulasi karenanya, akan

13
berperan sebagai penghambat terhadap penetrasi lebih lanjut dari asam. Kerusakan

okular karena asam disebabkan oleh karena pengerutan serabut kolagen.2,7

3.3.1.1 Etiologi Trauma Asam

Beberapa zat asam yang sering mengenai mata adalah asam sulfat, asam

asetat, hidroflorida, dan asam klorida.2

Trauma kimiawi biasanya disebabkan akibat bahan-bahan yang tersemprot

atau terpercik pada wajah. Pada anamnesa patut dipertimbangkan kemungkinan

penyabab sebagai berikut :7,9

Bahan kimia asam

Kimia asam yang tersering menyebabkan trauma pada mata adalah asam

sulfat, sulfurous acid, asam hidroklorida, asam nitrat, asam asetat, asam kromat, dan

asam hidroflorida.

Ledakan

Baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin

merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimiawi pada mata.

Asam

Hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat,

pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat. Industri tertentu menggunakan

asam hidroflorida dalam pembersih dinding, glass etching (pengukiran pada kaca

dengan cairan kimia), electropolishing, dan penyamakan kulit. Asam hidroflorida juga

digunakan untuk pengendalian fermentasi pada breweries (pengolahan bir).

14
Toksisitas

Hidroflorida pada okuler dapat terjadi akibat pajanan cairan maupun gas.

3.3.1.2 Patofisiologi Trauma Asam

Bahan kimia baik asam (pH<4) dan basa (pH>10) mampu untuk menyebabkan

luka bakar kimia. Asam cenderung berikatan dengan protein dan menyebabkan

koagulasi pada permukaan epitel. Hal ini akan menghambat penetasi lebih lanjut

sehingga luka bakar asam pada umumnya terbatas pada permukaan luar saja.10,11

Asam akan menyebabkan koagulasi protein plasma. Dengan adanya koagulasi

protein ini menimbulkan keuntungan bagi mata, yaitu sebagai barrier yang cenderung

membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut. Hal ini berbeda dengan basa yang

mampu menembus jaringan mata dan akan terus menimbulkan kerusakan lebih jauh.

Selain keuntungan, koagulasi juga menyebabkan kerusakan konjungtiva dan kornea.

Dalam masa penyembuhan setelah terkena zat kimia asam akan terjadi perlekatan

antara konjugtiva bulbi dengan konjungtiva tarsal yang disebut simblefaron.12

Pengecualian terjadi pada asam hidroflorida. Bahan ini merupakan suatu asam

lemah yang dengan cepat menembus membran sel dimana senyawa ini tetap tidak

terionisasi. Dengan cara ini, asam hidroflorida bekerja seperti asam, menyebabkan

nekrosis liquefactive. Tambahan lagi, ion fluorida dilepaskan kedalam sel. Ion

Fluoride ini dapat menghambat enzim-enzim glikolitik dan dapat bersama-sama

dengan kalsium dan magnesium membentuk suatu senyawa komplek yang tidak larut.

Nyeri lokal yang amat berat diduga disebabkan oleh karena immobilisasi kalsium,

yang menyebabkan stimulasi saraf dengan mengganti ion kalium. Fluorinosis akut

dapat terjadi ketika ion fluorida memasuki sirkulasi sistemik, menyebabkan gejala-

15
gejala kardiak, respiratori, gastrointestinal, dan neurologis. Hipokalsemia yang parah,

dimana resisten terhadap pemberian dosis besar kalsium, dapat terjadi. Yang paling

sering terjadi, trauma asam pada mata disebabkan oleh baterai (ACCU) mobil yang

meledak, yang didalamnya mengandung asam sulfat.10,11

3.3.1.3 Penatalaksanaan Trauma Asam

Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secepat-cepatnya

dan selama mungkin untuk menghilangkan dan melarutkan bahan yang

mengakibatkan trauma. Irigasi dapat dilakukan dengan garam fisiologi atau air bersih

lainnya paling sedikit 15-30 menit.2

Biasanya trauma akibat asam akan normal kembali, sehingga tajam

penglihatan tidak banyak terganggu.2

Pada pengobatan luka akibat asam hidrofluorida, belum ada pengobatan

optimal yang tersedia. Beberapa penelitian telah menggunakan 1% calcium gluconate

sebagai bahan pembilas atau sebagai tetes mata untuk luka semacam ini. Senyawa

Magnesium juga telah digunakan secara anekdotal untuk luka akibat asam

hidrofluorida, namun demikian, sedikit penelitian yang mendukung keberhasilannya.

Irigasi dengan magnesium chlorida telah terbukti nontoksik pada mata. Keuntungan

dengan pendekatan semacam ini telah dilaporkan secara anekdotal bahkan 24 jam dari

cedera ketika pengobatan yang lain tidak berhasil. Beberapa penulis

merekomendasikan penetesan tiap 2-3 jam karena menggunakannya sebagai pembilas

dapat menyebabkan iritasi dan lebih lanjut dapat menyebabkan ulserasi kornea.10,11

16
3.3.2 Trauma Basa

Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan iritasi ringan pada mata

apabila dilihat dari luar. Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat

yang sangat gawat pada mata. Alkali akan menembus dengan cepat kornea, bilik mata

depan, dan sampai pada jaringan retina.2,5

Tindakan bila terjadi trauma basa adalah dengan secepatnya melakukan irigasi

dengan garam fisiologik. Sebaiknya irigasi dilakukan selama mungkin. Bila mungkin

irigasi dilakukan paling sedikit 60 menit segera setelah trauma. Penderita diberi

sikloplegia, antibiotika, EDTA untuk mengikat basa. EDTA diberikan selama 1

mingggu trauma alkali diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada

hari ketujuh.2,9

3.3.2.1 Etologi Trauma Basa

Zat-zat basa atau alkali yang dapat menyebabkan trauma pada mata antara

lain.12,13,14

 Semen

 Soda kuat

 Amonia

 NaOH

 CaOH

 Cairan pembersih dalam rumah tangga

Bahan alkali Amonia merupakan gas yang tidak berwarna, dipakai sebagai

bahan pendingin lemari es, larutan 7% ammonia dipakai sebagai bahan pembersih.

Pada konsentrasi rendah ammonia bersifat merangsang mata. Amonia larut dalam air

dan lemak, hal ini dangat merugikan karena kornea mempunyai komponen epitel yang

17
lipofilik dan stroma yang hidrofilik. Amonia mudah merusak jaringan bagian dalam

mata seperti iris dan lensa. Amonia merusak stroma lebih sedikit disbanding dengan

NaOH dan CaOH. pH cairan mata naik beberapa detik setelah trauma.14

Bahan alkali lainnya adalah NaOH dan Ca(OH)2. NaOH dikenal sebahai

kausatik soda. NaOH dipakai sebagai pembersih pipa. pH cairan mata naik beberapa

menit sesudah trauma akibat NaOH. Ca(OH)2 memiliki daya tembus yang kurang

pada mata. Hal ini akibat terbentuknya sabun kalsium pada epitel kornea. pH cairan

mata menjadi normal kembali sesudah 30 sampai 3 jam pascatrauma.14

3.3 2.2 Patofisiologi Trauma Basa

Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan

kimia alkali bersifat koagulasi sel dan terjadi proses persabunan, disertai dengan

dehidrasi. Bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam

waktu 7 detik.12,14

Pada trauma akibat alkali akan terbantuk kolagenase yang akan menambah

kerusakan kolagen pada kornea. Alkali yang menembus ke dalam bola mata akan

merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita.2,14

Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan.

Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan persabunan disertai dengan disosiasi

asam lemak membrane sel. Akibat persabunan membrane sel akan mempermudah

penetrasi lebih lanjut dari pada alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan

menghilang dan terjadi penggumapalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen

kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea akan

terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini

cenderung disertai dengan masuknya pembuluh darah baru atau neovaskularisasi.

18
Akibat membrane sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya

lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma

dibawahnya melalui plasminogen activator. Bersamaan dengan dilepaskan

plasminogen aktivatir dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea.

Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan

tukak kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam

sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya tukak pada

kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan tukak berhenti

hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan

kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi

gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu terdapat

kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsure ini memegang peranan

penting dalam pembentukan jaringan kornea.2,12,14

Teori terbentuknya kolagenase :12,13,14

 Pada defek epitel kornea plasminogen activator yang terbentuk merubah

plasminogen menjadi plasmin.

 Plasmin melaui C3a mengeluarkan faktor hemotaktik untuk leukosit

polimorfonuklear (PMN)

 Kolagenase laten berubah menjadi kolagenase aktif akibat terdapatnya tripsin,

plasmin ketepepsin.

 Kolagenase aktif dapat juga berasal dari tukak kornea.

 Keratosit juga membentuk kolagenase akif melalui kolagenase laten.

19
Perjalanan penyakit trauma alkali :12,13,14

Keadaan akut yang terjadi pada minggu pertama :

 Sel membrane rusak.

 Bergantung pada kuatnya alkali akan mengakibatkan hilangnya epitel,

keratosit, saraf kornea dan pembuluh darah.

 Terjadi kerusakan komponen vascular iris, badan siliar dan epitel lensa, trauma

berat akan merusak sel goblet konjungtiva bulbi.

 Tekanan intra ocular akan meninggi.

 Hipotoni akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar

 Kornea keruh dalam beberapa menit.

 Terjadi infiltrasi segera sel polimorfonuklear, monosit dan fibroblast

Keadaan minggu kedua dan ketiga :

 Mulai terjadi regenerasi sel epitel konjugtiva dan kornea.

 Masuknya neovaskularisasi ke dalam kornea diserta dengan sel radang.

 Kekeruhan pada kornea akan mulai menjernih kembali,

 Sel penyembuhan berbentuk invasi fibroblast memasuki kornea.

 Terbentuknya kolagen.

 Trauma alkali berat akan membentuk jaringan granulasi pada iris dan badan

siliar sehingga terjadi fibrosis.

Keadaan pada minggu ketiga dan selanjutnya :

 Terjadi vaskularisasi aktif sehingga seluruh kornea tertutup oleh pembuluh

darah.

 Jaringan pembuluh darah akan membawa bahan nutrisi dan bahan penyembuhan

jaringan seperti protein dan fibroblast.

20
 Akibat terdapatnya jaringan dengan vaskularisasi ini, tidak akan terjadi

perforasi kornea.

 Mulai terjadi pembetukan panus pada kornea.

 Endotel yang tetap sakit akan mengakibatkan edema kornea.

 Terdapat membaran retrokornea, iristis, dan membrane siklitik.

 Dapat terjadi kerusakan permanen saraf kornea dengan gejala-gejala seperti

tekanan bola mata mata dapat rendah atau tinggi.

3.3.2.3 Klasifikasi Trauma Basa

Terdapat 2 klasifikasi trauma basa pada mata untuk menganalisis kerusakan

dan beratnya kerusakan.5,12

Klasifikasi Huges

Ringan :

 Prognosis baik

 Terdapat erosi epitel kornea

 Pada kornea tedaat kekeruhan yang ringan

 Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva

Sedang :

 Prognosis baik

 Terdapat kekeruhan kornea sehingga sulit melihat iris dan pupil secara

terperinci

 Terdapat iskemia dan nekrosis enteng pada kornea dan konjungtiva

Sangat berat :

 Prognosis buruk

21
 Akibat kekeruhan kornea pupil tidak dapat dilihat

 Konjungtiva dan sclera pucat

Klasifikasi Thoft 2,5

Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan dalam :

Derajat 1 : hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata.

Derajat 2 : hiperemi konjungtiva disertai dengan hilang epitel kornea.

Derajat 3 : hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel

kornea.

Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.

Luka bakar alkali derajat 1 dan 2 akan sembuh dengan jaringan parut tanpa

terdapatnya neovaskularisasi kedalam kornea. Luka bakar alkali derajat 3 dan 4

membutuhkan waktu sembuh berbulan bulan bahkan bertahun-tahun.

3.3.2.4 Diagnosis Banding Trauma Basa

Diagnosa differenisal dari trauma basa pada mata adalah :12,14

 Konjugtivitis

 Konjugtivitis hemoragik akut

 Keratokunjugtivitis sicca

 Ulkus kornea

 Dan lain-lain

3.3.2.5 Penatalaksanaan Trauma Basa

Penatalaksanaan yang dilakukan untuk menangani trauma basa pada mata adalah :14,15

22
1. Bila terjadi trauma basa adalah secepatnya melakukan irigasi dengan garam

fisiologik selama mungkin. Irigasi dilakukan sampai pH menjadi normal, paling

sedikit 2000 ml selama 30 menit. Bila dilakukan irigasi lebih lama akan lebih

baik.

2. Untuk mengetahui telah terjadi netralisasi basa dapat dilakukan pemeriksaan

dengan kertas lakmus. pH normal air mata 7,3.

3. Bila penyebabnya adalah CaOH, dapat diberi EDTA karena EDTA 0,05 dapat

bereaksi dengan CaOH yang melekat pada jaringan.

4. Pemberian antibiotika dan debridement untuk mencegah infeksi oleh kuman

oportunis.

5. Pemeberian sikloplegik untuk mengistirahatkan iris mengatasi iritis dan sinekia

posterior.

6. Pemberian Anti glaukoma (beta blocker dan diamox) untuk mencegah

terjadinya glaucoma sekunder.

7. Pemberian Steroid secara berhati-hati karena steroid menghambat

penyembuhan. Steroid diberikan untuk menekan proses peradangan akibat

denaturasi kimia dan kerusakan jaringan kornea dan konjungtiva. Steroid topical

ataupun sistemik dapat diberikan pada 7 hari pertama pasca trauma. Diberikan

Dexametason 0,1% setiap 2 jam. Steroid walaupun diberikan dalam dosis tinggi

tidak mencegah terbentuknya fibrin dan membrane siklitik.

8. Kolagenase inhibitor seperti sistein diberikan untuk menghalangi efek

kolagenase. Diberikan satu minggu sesudah trauma karena pada saat ini

kolagenase mulai terbentuk.

9. Pemberian Vitamin C untuk pembentukan jaringan kolagen.

23
10. Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan

artificial tear (air mata buatan).

11. Operasi Keratoplasti dilakukan bila kekeruhan kornea sangat mengganggu

penglihatan.

3.3.2.6 Komplikasi Trauma Basa

Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma,

dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa

pada mata antara lain :12,14,15

1. Simblefaron, perlengketan antara konjungtiva palpebra dan kornea.

2. Kornea keruh, edema, neovaskuler

3. Katarak traumatik, merupakan katarak yang muncul sebagai akibat cedera pada

mata yang dapat merupakan trauma perforasi ataupun tumpul yang terlihat

sesudah beberapa hari ataupun beberapa tahun. Katarak traumatik ini dapat

muncul akut, subakut, atau pun gejala sisa dari trauma mata. Trauma basa pada

permukaan mata sering menyebabkan katarak, selain menyebabkan kerusakan

kornea, konjungtiva, dan iris. Komponen basa yang masuk mengenai mata

menyebabkan peningkatan PH cairan akuos dan menurunkan kadar glukosa dan

askorbat. Hal ini dapat terjadi secara akut ataupun perlahan-lahan. Trauma

kimia dapat juga disebabkan oleh zat asam, namun karena trauma asam sukar

masuk ke bagian dalam mata dibandingkan basa maka jarang

4. Phtisis bulbi, bola mata mengecil.

24
3.4 Diagnosis

Pemeriksaan awal pada trauma mata antara lain meliputi anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.8,9

3.4.1 Anamnesis

Sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau tersemprot gas

pada mata atau pastikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Tanyakan kepada pasien

apa persisnya zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut (misalnya tersiram

sekali atau akibat ledakan dengan kecepatan tinggi).15

Secara umum, pada anamnesis dari kasus trauma mata perlu diketahui apakah

terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera terjadi. Onset dari penurunan

visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara tiba-tiba. Nyeri, lakrimasi, dan

pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma. Dan harus dicurigai adanya

benda asing intraokular apabila terdapat riwayat salah satunya apabila trauma terjadi

akibat ledakan.12,13,15

3.4.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat

sudah teririgasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat anestesi

topical boleh digunakan untuk membantu pasien lebih nyaman dan kooperatif. Setalah

dilakukan irigasi, pemeriksaan mata yang seksama dilakukan dengan perhatian khusus

untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan kornea, derajat iskemik limbus dan

tekanan intra okuli.15

Pada kasus trauma basa dapat dijumpai kerusakan kornea yaitu terjadi

kekeruhan kornea, konjungtivalisasi pada kornea, neovaskularisasi, peradangan

25
kronik dan defek epitel yang menetap dan berulang serta perforasi kornea. Apabila

trauma basa tersebut mengakibatkan penetrasi kedalam intraokuler dapat kita jumpai

adanya komplikasi katarak, glaukoma sekunder dan kasus berat ptisis bulbi. Kelainan

lain yang dapat dijumpai yaitu pada palpebra berupa jaringan parut pada palpebra dan

sindroma mata kering. Pada konjungtiva dapat dijumpai adanya simblefaron.15,16

3.4.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam kasus trauma basa mata

adalah pemeriksaan pH bola mata secara berkala. Irigasi pada mata harus dilakukan

sampai tercapai pH netral. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit

lamp yang bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk

dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan

tonometri untuk mengatahui tekanan intraocular.15,16

3.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma

ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam

mengatasi kasus trauma okular adalah :14,15

a. Memperbaiki penglihatan.

b. Mencegah terjadinya infeksi.

c. Mempertahankan arsitektur mata.

d. Mencegah sekuele jangka panjang.

Pengobatan untuk semua trauma kimiawi harus dimulai sesegera mungkin. Ini

adalah satu-satunya cara untuk dapat mempertahankan kemempuan pengelihatan,

adalah untuk memluai irigasi sesegera mungkin dan memperahankannya sedikitnya

26
sekitar 30 menit. Tujuan dari pengobatan pada luka bakar kimiawi adalah untuk

mengurangi peradangan, nyeri, dan resiko infeksi.

 Jika pasien datang ke tepat praktek atau ke unit gawat darurat, larutan garam

fisiologis adalah yang terpilih, akan tetapi, jika tidak tersedia, air ledeng

biasa dapat digunakan. Mata dapat diberikan anestetik bilamana perlu untuk

memfasilitasi irigasi yang baik. Periksa pH dari air mata dengan kertas litmus

jika tersedia setiap 5 menit dan lanjutkan sampai pH menjadi netral (warna

kertas akan berubah menjadi biru jika terkena basa dan menjadi merah jika

terkena asam).2,6,7,9

 Larutan steril dengan osmolaritas tinggi seperti larutan amphoter (Diphoterine)

atau larutan buffer (BSS atau Ringer Laktat) merupakan pembilas ideal. Jika

tidak tersedia, larutan garam isotonis steril merupakan pembilas yang cocok.

Larutan hipotonik, seperti airbiasa, dapat menyebabkan penetrasi lebih dalam

dari larutan korosif kedalam struktur kornea karena kornea memiliki gradien

osmotic yang lebih tingi (420 mOs/L).2,6,8

 Lamanya dan banyaknya cairan pembilas dientukan oleh pH mata. Irigasi

diteruskan sampai pH menjadi normal dalam 30 minutes. Pengunaan lensa

Morgan atau sistem irigasi mata lainnya dapat meminimalisir interfensi akibat

blepharospasme, yang seringkali dapat sedemikian parahnya. Jika hal-hal ini

tidak tersedia, kelopak dapat ditarik secara manual dengan suatu Desmarres

retractor, speculum kelopak, atau paperclip yang dibengkokkan. Bagian ujung

dari selang intravena dapat mengarahkan aliran cairan steril kedalam mata.

Sebagai tambahan, gunakan kapas lidi untuk mengangkat setiab benda yang

mungkin tertahan di fornik. Kapas lidi dapat dicelup kedalam larutan

27
ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) 1% jika bahan kimia penyebabnya

mengandung kalsium oksida.2,6,8,9

 Setelah irigasi, pemeriksaan oftalmologik menyeluruh adalah wajib. Jika

cederanya ringan, pasien dapat dipulangkan dengan diberikan antibiotik tetes

mata, analgesic oral, dan perban mata. Pemeriksaan lanjutan harus dilakukan

dalam 24 jam.2,6,7,8,9

 Luka bakar kimiawi ringan sampai sedang harus diberikan sikloplegia dengan

menggunakan antagonis kolinergik sedemikian rupa sehingga tidak

menyebabkan kontriksi pembuluh darah lebih lanjut. Pemberian salep

antibiotik harus diberikan tiap 1 sampai 2 jam bersamaan dengan sejumlah

besar air mata buatan dan pemberian obat anti nyeri peroral bilamana perlu.6,7,9

 Pemberian steroid topikal adalah penting untuk mencegah infiltrasi sel-sel

netrofil sehingga akan mencegah pengumpulan kolagenase, namun

penggunaan steroid tidak boleh digunakan untuk lebih dari satu minggu karena

adanya resiko melelehnya corneoscleral.8,9

 Sebagai tambahan, beberapa ahli mengajkan penggunaan vitamin C oral

(sampai dengan 2-g QID) karena telah terbukti meningkatkan produksi

kolagen oleh fibroblas.7,8,9

Peninggian tekanan intrakranial harus diterapi dengan Diamox jka perlu,

namun pemberian beta-blocker topikal dapat digunakan sendirian maupun sebagai

tambahan. Pemberian perban tekan dapat dipertimbangkan, dan pasien perlu diperiksa

ulang setiap hari sampai terjadi reepitelisasi sempurna. Luka bakar sedang sampai

berat harus dirujuk ke spesialis mata, bila perlu ke sub spesialis kornea, jika tersedia,

dan rawat inap sangat perlu. Amniotic membranes (AM) telah terbukti memfasilitasi

28
migrasi sel-sel epitel, menguatkan adhesi sel eitel bagan basal, mencegah apoptosis

epitel, dan meningkatkan diferensiasi epitel. Cangkok AM (AM grafts) telah

digunakan untuk membantu mengurangi jaringan parut, peradangan, dan

neovascularisasi dari mata yang terkena trauma; lensa kontak AM saat ini masih

dalam penelitian untuk tujuan tersebut diatas.9,16

Pada pengobatan luka akibat asam hidrofluorida, belum ada pengobatan

optimal yang tersedia. Beberapa penelitian telah menggunakan 1% calcium gluconate

sebagai bahan pembilas atau sebagai tetes pata untuk luka semacam ini. Senyawa

Magnesium juga telah digunakan secara anekdotal untuk luka akibat asam

hidrofluorida; namun demikian, sedikit penelitian yang mendukung keberhasilannya.

Irigasi dengan magnesium chlorida telah terbukti nontoksik pada mata. Keuntungan

dengan pendekatan semacam ini telah dilaporkan secara anekdotal bahkan 24 jam dari

cedera keika pengobata yang lain tidak berhasil. Beberapa penulis merekomendasikan

penetesan tiap 2-3 jam karena menggunakannya sebagai pembilas dapat menyebabkan

iritasi dan lebh lanjut dapat menyebabkan ulserasi kornea.9,16

Pemberian pelumas mungkin juga diperlukan. Lubrikasi yang adekuat

membantu mencegah terjadinya symblepharon. Beberapa penulis merekomendasikan

penggunaan steroid topikal pada beberapa pasien, terutama pada trauma basa dan

akibat asam hidrofluorida. Mereka percaya steroid dapat membatasi peradangan

intraocular dan menurunkan pembentukan fibroblasts pada kornea. Beberapa yang

lain mempermasalahkan resiko potensi infeksi dan ulserasi melebihi keuntungan yang

didapatkan.8,16

29
3.5.1 Cycloplegic mydriatics

Membantu dalam pencegahan spasme siliar. Ditambah lagi, bahan ini

dipercaya menstabilisasi permeailitas pembuluh darah yang oleh karenanya,

mengurangi peradangan. Homatropine 5% sering direkomendasikan karena memiliki

masa kerja rata-rata 12-24 jam, waktu dimana pasien harus menemui ahli mata untuk

pemeriksaan lanjutan. Sikloplegik jangka panjang, seperti scopolamine dan atropine,

lebih jarang digunakan.8

3.5.2 Antibiotics (ophthalmic)

Pasien dengan trauma pada kornea, conjunctiva, dan sclera adalah biasa unutk

memberikan antibiotik tetes mata atau salep mata topikal profilaksis, spektrum luas,

(cth, tobramycin, gentamicin, ciprofloxacin, norfloxacin, bacitracin). Neomycin dan

golongan sulfa lebih jarang digunakan karena banyaknya kasus alergi.8

3.5.3 Analgesics

Beberapa ahli mata menganjurkan pengunaan diclofenac tetes mata. Terapi ini

mungkin terbukti merupakan terapi alternatif selain perban pada pasien dengan

trauma pada cornea, membuat pasien tetap dapat menggunakan kedua mata selama

pengobatan.8,17

3.5.4 Terapi pembedahan tambahan jika terdapat gangguan penyembuhan

luka setelah trauma kimiawi yang amat parah :8,15

– Suatu transplantasi conjunctival dan limbal (stem cell transfer) dapa mengganti

sel induk yang hilang yang penting untuk penyembuhan kornea. Sehingga akan

menyebabkan reepitelisasi.

30
– Jika kornea tidak mengalami penyembuhan, suatu lem cyanoacrylate dapat

digunakan untuk melekatkan suatu hard contact lens (epitel buatan) untuk

membantu penyembuhan.

– Prosedur Tenon’s capsuloplasty (mobilisasi dan penarikan maju suatu flap

[lembaran/sayap] dari jaringan subconjunctival ke kapsula Tenon’s untuk

menutupi defek yang ada) dapat membantu menghilangkan defek pada

conjunctiva dan sclera.

3.5.5 Penatalaksanaan bedah lanjutan setelah mata stabil :8,9,15

– Lisis dari symblepharon untuk meningkatkan motilitas okuler dan palpebra.

– Bedah plastik pada palpebra untuk memebaskan bola mata. (ini hanya boleh

dilakukan sekitar 12 sampai 18 bulan setelah cedera).

– Jika terdapat kehilangan total dari sel goblet, transplantasi dari mukosa nasal

biasanya menghilangkan nyerinya.

– Penetrating keratoplasty dapat dilakukan untuk mengembalikan pengelihatan.

Karena kornea yang rusak sangat banyak mendapatkan vaskularisasi (gbr.

18.10), prosedur ini diwarnai oleh banyaknya insidensi penolakan cangkokan.

Korena yang jernih jarang bsa didapatkan pada mata yang mengalami trauma

parah bahkan dengan suatu cangkok kornea dengan tipe HLA yang sama dan

terapi imunosupresif.

3.6 Klasifikasi

Klasifikasi dari Roper-Hall mengenai trauma kimiawi telah banyak dikritik

sebagai tidak lagi akurat mengenai prognosis luka bakar modern ini, namun masih

merupakan alat yang baik bagi dokter di garis pelayanan pertama. Penggolongan

31
tingkatan dan prognosisnya dari luka bakar kimia tersebut ditentukan berdasarkan

jumlah kerusakan kornea dan iskemia limbus, dimana setiap hilangnya arsitektur

pembuluh darah normal konjungtiva disekitar kornea. Iskemia limbus adalah salah

satu faktor klinis yang amat penting karena menunjukkan tingkat kerusakan pada

pembuluh darah limbus dan mengindikasikan kemampuan sel indu kornea (yang

terletak di limbus) untuk meregenerasi kornea yang rusak. Oleh karenanya, tidak

seperti kondisi trauma pada mata yang lain, mata yang pucat lebih berbahaya daripada

mata yang merah.15

LIMBAL
GRADE PROGNOSIS CORNEAL INVOLVEMENT
ISCHEMIA

I Baik Tidak ada Kerusakan epitel

Kornea keruh namun detail iris


II Baik <1/3
masih terlihat

Kerusakan epitel total dengan

III Sedang 1/3 sampai ½ sikatrik yang mengaburkan

gambaran iris

Kornea opak dengan iris dan


IV Baik >1/2
pupil tidak terlihat

Roper-Hall Classification Table

3.7 Prognosis

Derajat iskemia konjungtiva dan pembuluh darah daerah limbus adalah

indikator tingkat keparahan cedera dan prognosis penyembuhannya. Makin besar

iskemia dari konjungtiva dan pembuluh darah limbus, luka yang terjadi akan makin

32
parah. Bentuk paling parah dari trauma kimia adalah “cooked fish eye” dimana

prognosisnya amat buruk, dan buta total mungkin terjadi.18,19

3.8 Saran

Untuk mencegah terjadinya trauma mata, hendaknya :19,20

1. Menghindari perkelahian

2. Memakai alat pelindung saat bekerja

3. Setiap pekerja yang berhubungan dengan bahan kimia, mengerti bahan apa yang

ada di tempat kerjanya.

4. Pada pekerja las, memakai kaca mata

5. Awasi anak yang sedang bermain.

33
BAB IV

KESIMPULAN

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan

perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Bentuk-

bentuknya dapat berupa trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia, dan

trauma radiasi.

Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat

terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak

struktur bola mata tersebut. Di Amerika Serikat, trauma pada mata merupakan 3-4%

dari seluruh kecelakaan kerja. Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia.dengan

rasio frekuensi antar bahan asam dan basa yang bervariasi.

Trauma asam merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan termasuk

kegawatdaruratan mata yang disebabkan zat kimia bersifat asam dengan pH < 7.

Trauma kimiawi biasanya disebabkan akibat bahan-bahan yang tersemprot atau

terpercik pada wajah. Bahan kimia asam yang bisa menjadi penyebab antara lain asam

sulfat, sulfurous acid, asam hidroklorida, asam nitrat, asam asetat, asam kromat, dan

asam hidroflorida. Asam akan menyebabkan koagulasi protein plasma. Dengan

adanya koagulasi protein ini menimbulkan keuntungan bagi mata, yaitu sebagai

barrier yang cenderung membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut.

Trauma akibat bahan kimia basa/alkali akan memberikan akibat yang sangat

gawat pada mata. Alkali akan menembus dengan cepat kornea, bilik mata depan, dan

sampai pada jaringan retina. Bahan bersifat basa yang bisa menjadi penyebab antara

lain semen, soda kuat, amonia, NaOH, CaOH, cairan pembersih dalam rumah tangga.

34
Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia

alkali bersifat koagulasi sel dan terjadi proses persabunan, disertai dengan dehidrasi.

Penatalaksanaan trauma kimia pada mata mempunyai 4 tujuan utama, yaitu :

memperbaiki penglihatan, mencegah terjadinya infeksi. mempertahankan arsitektur

mata, mencegah sekuele jangka panjang. Penatalaksanaan berupa irigasi, pemeriksaan

PH, diberi pembilas untuk penetralisir PH, penambahan EDTA bila perlu,

pemeriksaan oftalmologi menyeluruh, antibiotik, tetes mata, analgesic oral, dan

perban mata. Prognosisnya bergantung pada derajat iskemia konjungtiva dan

pembuluh darah daerah limbus adalah indikator tingkat keparahan cedera dan

prognosis penyembuhannya. Trauma basa prognosisnya biasanya lebih buruk dari

trauma asam. Cara pencegahannya antara lain dengan memakai alat pelindung saat

bekerja, setiap pekerja yang berhubungan dengan bahan kimia, mengerti bahan apa

yang ada di tempat kerjanya.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Menjaga Kesehatan Mata

http://ahrusdi.blogspot.com/2009/01/menjaga-kesehatan-mata.html diakses

tanggal 12 Juli 2010

2. Ilyas, H. Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI

3. Moore K.L, Dalley A.F., Clinically Oriented Anatomy, 4th edition, 1999

4. Junquiera L.C., Carneiro J.,O Kelly R. Basic Histology, Appleton & Lange,

2005

5. Ilyas, H. Sidarta, H.H.B. Mailangkay et al. 2002. Ilmu Penyakit Mata untuk

Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran edisi kedua. Jakarta: Sagung Seto.

6. Melsaether CN, Rosen CL, Burns, Ocular

http://www.emedicine.com/emerg/topic736.htm diakses tanggal 12 Juli 2010

7. Randleman JB, Loft E, Broocker G, Burns, Chemical, Available from URL :

http://www.emedicine.com/oph/ophthalmology_for_the_general_practitioner/t

opic82.htm Diakses tanggal 12 Juli 2010

8. Sachdeva D, Chemical Eye Burns, Available from URL :

http://www.emedicine.com/aaem/eye/topic102.htm diakses tanggal 12 Juli

2010

9. Lang GK, Ocular Trauma, in Lang GK, Ophtalmology, A Short Textbook,

Tieme Stuttgart, New York, 2000

10. Hydrochloric Acid Facts, Available from URL :

http://www.epi.state.nc.us/epi/oii/hcl/hcl.pdf diakses tanggal 13 Juli 2010

36
11. Eye injury, Available from URL :

http://www.myeyecarecenter.com/content/eyeinjuries.htm diakses tanggal 12

Juli 2010

12. Riorda-Eva, P. Trauma Mata dan Orbita. Vaughan, Asbury Oftalmologi

Umum, Edisi 17. 2007. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

13. Kanski, JJ. Chemical Injuries. Clinical Opthalmology. Edisi keenam. 2008.

Philadelphia: Elseiver Limited. Hal: 864-68

14. Ilyas, H. Sidarta. Luka Bakar Kimia. Kegawatdaruratan dalam Ilmu Penyakit

Mata. Cetakan Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal 29-36

15. Ocular Trauma, Available from URL :

http://www.revoptom.com/handbook/sect3h.htm diakses tanggal 12 Juli 2010

16. Kedokteran Islam. Trauma pada Bulbus Okuli. [serial online] 2009 [cited

2009 November 20]. Available on :

http://ackogtg.wordpress.com/2009/11/20/trauma-pada-bulbus-oculi/ diakses
tanggal 13 Juli 2010

17. Bruce, Chris, dan Anthony. 2006. Lecture Notes : Oftalmologi. Edisi 9.

Jakarta : Penerbit Erlangga.

18. Mansjoer, Arif, Kuspuji Triyanti et al. 2005. Kapita Selekta Kedokteran edisi

ketiga. Jakarta: Media Aesculapius

19. Rumah Sakit Mata Dr. Yap. Trauma Mata. [serial online] 2008 [cited 2008

August 1] hal. 1-3.

20. Khurana AK. Ocular Injuries. Comprehensive Ophtalmology. Edisi keempat.


2007. New Delhi: New Age Internasional Limited.

37

Вам также может понравиться