Вы находитесь на странице: 1из 15

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Konsep Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin
1. Pengkajian
a) Identitas klien
inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada
lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi tidak
menutup kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya.
b) Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang Meliputi gangguan yang berhubungan dengan
gangguan yang dirasakan saat ini. Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah
ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan),
masukan cairan, usia/kondisi fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan
berkenaan dengan waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin
berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.Riwayat
kesehatan klien Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit
serupa sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah
terjadi trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih
dan apakah dirawat dirumah sakit.
Riwayat kesehatan keluarga. Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain
yang menderita penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit
bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.
2. Pemeriksaan Fisik keadaan umum
Klien tampak lemas dan cemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena
respon dari terjadinya inkontinensia.
 Pemeriksaan Sistem :
a) B1 (breathing) Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis
karena suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada
perkusi
b) B2 (blood) Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah
c) B3 (brain)Kesadaran biasanya sadar penuh

15
d) B4 (bladder) Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau
menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung
kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder,
pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus uretra,banyak kencing dan
nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien
terpasang kateter sebelumnya. Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra
pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera luar sewaktu kencing / dapat juga
di luar waktu kencing.
e) B5 (bowel) Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri
tekan abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan
palpasi pada ginjal.
f) B6 (bone) Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan
ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes diagnostik pada inkontinensia urin
Tes diagnostik pada inkontinensia perlu dilakukan untuk mengidentifikasi faktor
yang potensial mengakibatkan inkontinensia, mengidentifikasi kebutuhan klien
dan menentukan tipe inkontinensia.
b. Mengukur sisa urin setelah berkemih, dilakukan dengan cara :
Setelah buang air kecil, pasang kateter, urin yang keluar melalui kateter diukur
atau menggunakan pemeriksaan ultrasonik pelvis, bila sisa urin > 100 cc berarti
pengosongan kandung kemih tidak adekuat
c. Urinalisis
Dilakukan terhadap spesimen urin yang bersih untuk mendeteksi adanya faktor
yang berperan terhadap terjadinya inkontinensia urin seperti hematuri, piouri,
bakteriuri, glukosuria, dan proteinuria. Tes diagnostik lanjutan perlu dilanjutkan
bila evaluasi awal didiagnosis belum jelas. Tes lanjutan tersebut adalah :
1) Tes laboratorium tambahan seperti kultur urin, blood urea nitrogen,
creatinin, kalsium glukosa sitologi.
2) Tes urodinamik --> untuk mengetahui anatomi dan fungsi saluran kemih
bagian bawah

16
3) Tes tekanan urethra --> mengukur tekanan di dalam urethra saat istirahat
dan saat dianmis.
4) Imaging --> tes terhadap saluran perkemihan bagian atas dan bawah.
4. Analisa Data

Data Masalah etiologi


DS : Klien tampak lemas dan Perubahan otot urania Inkontinensia Urine
cemas
DO : tanda tanda vital terjadi
Gangguan kontrol
peningkatan karena respon dari
berkemih
terjadinya inkontinensia

Tekanan dalam kandung


kemih

Inkontinensia urine

DS : adanya seperti rasa terbakar Tekanan pada rongga perut Resiko Kerusakan
di uretra luar sewaktu kencing Integitas kulit
dapat juga di luar waktu
Kandung kemih bocor
kencing.
DO : pembesaran daerah supra
pubik lesi pada meatus uretra
Pembesaran supra pubik

Resiko Kerusakan
Integitas kulit

DS: Gangguan kontrol Ansietas


Biasanya pada penderita berkemih

17
inkontinensia urine Klien
mengeluhkan kekhawatiran Defesiensi tahanan
karena perubahan dalam
peristiwa hidup. uretra

Klien mengatakan susah tidur. Inkontinensia urin

DO:
Biasanya Klien terlihat cemas. Status kesehatan berubah
Klien juga sering mengalami
insomnia.
Ansietas

a. Diagnosa I Inkontinensia Urine : Refleks yang berhubungan dengan tidak adanya


sensasi untuk berkemih dan kehilangan kemampuan untuk menghambat kontraksi
kandung kemih.
Tujuan : Berkemih dengan urine jernih tanpa ketidaknyamanan, urinalisis
dalam batas normal, kultur urine menunjukkan tidak adanya bakteri.
Intervensi :
 Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift. Jika pasien
inkontinensia, cuci daerah perineal sesegera mungkin.
R: Untuk mencegah kontaminasi uretra.
 Jika di pasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2x sehari
(merupakan bagian dari waktu mandi pagi dan pada waktu akan tidur) dan
setelah buang air besar.
R: Kateter memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki kandung
kemih dan naik ke saluran perkemihan.
 Ikuti kewaspadaan umum (cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
langsung, pemakaian sarung tangan), bila kontak dengan cairan tubuh atau
darah yang terjadi (memberikan perawatan perianal, pengososngan
kantung drainse urine, penampungan spesimen urine). Pertahankan teknik

18
asepsis bila melakukan kateterisasi, bila mengambil contoh urine dari
kateter indwelling.
R: Untuk mencegah kontaminasi silang.
b. Diagnosa II Resiko Kerusakan Integitas kulit yang berhubungan dengan kandung
kemih bocor.
Tujuan : Tidak adanya rasa terbakar
Intervensi :
 Pantau penampilan kulit periostomal setiap 8jam.
R: Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang
diharapkan.
 Ganti wafer stomehesif setiap minggu atau bila bocor terdeteksi. Yakinkan
kulit bersih dan kering sebelum memasang wafer yang baru. Potong
lubang wafer kira-kira setengah inci lebih besar dar diameter stoma untuk
menjamin ketepatan ukuran kantung yang benar-benar menutupi kulit
periostomal. Kosongkan kantung urostomi bila telah seperempat sampai
setengah penuh.
R: Peningkatan berat urine dapat merusak segel periostomal,
memungkinkan kebocoran urine. Pemajanan menetap pada kulit
periostomal terhadap asam urine dapat menyebabkan kerusakan kulit dan
peningkatan resiko infeksi
c. Diagnosa III Ansietas berhubugan dengan gangguan kontrol berkemih
Tujuan :
 Body image positif
 Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
 Mendeskripsikan secara factual perubahan fungsi tubuh
 Mempertahankan interaksi sosial
Intervensi :
 kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya
 jelaskan tentang pengobatan dan perawatan penyakit
 Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok lain

19
5. Evaluasi
a. Menyataka pemahaman faktor urine mengurangi inkontinensia urine
b. Tidak terdapat tanda – tanda dini kerusakan integritas kulit
c. Mendemontrasikan perubahan perilaku dengan respon adaptif konsep diri
B. Konsep Asuhan Keperawatan Striktur Uretra
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan.
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status
kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien,
serta merumuskan diagnosis keperawatan.
Pengkajian dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pengkajian pre operasi dan post operasi
Sachse.
a. Pengkajian pre operasi Sachse
Pengkajian ini dilakukan sejak klien MRS sampai saat operasinya, meliputi:
1) Pengkajian fokus
Palpasi :
a) Abdomen
Bagaimana bendtuk abdomen. Pada klien dengan keluhan retensi
umumnya ada penonjolan kandung kemih pada supra buik. Apakah ada
nyeri tekan, turgornya bagaimana. Pada klien biasanya terdapat hernia
atau hemoroid.
b) Genetalia dan anus
Pada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran prostat dapat teraba pada
saat rectal touché. Pada klien yang terjadi retensi urine, apakah terpasang
kateter dan bagaimana bentuk scrotum dan testis nya.
Inpeksi :
a) Memeriksa uretra dari bagian meatus dan jaringan sekitarnya
b) Observasi adanya penyempitan, perdarahan, mukus atau cairan purulent (
nanah )
c) Observasi kulit dan mukosa membran disekitar jaringan

20
d) Perhatikan adanya lesi hiperemi atau keadaan abnormal lainnya pada
penis, scrotom, labia dan orifisium Vagina.
e) Iritasi pada uretra ditunjukan pada klien dengan keluhan ketidak
nyamanan pada saat akan mixi.
2) Pengkajian Psikososial
a) Respon emosional pada penderita sistim perkemihan, yaitu: menarik diri,
cemas, kelemahan, gelisah, dan kesakitan.
b) Respon emosi pada pada perubahan masalah pada gambaran diri, takut
dan kemampuan seks menurun dan takut akan kematian. Riwayat
psikososial terdiri dari :
 Intra personal
Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul
kecemasan. Kecemasan ini muncul karena ketidak tahuan tentang
procedure pembedahan.
 Inter personal
Meliputi peran klien dalam keluarga dahn klien dalam masyarakat.
 Pengkajian diagnostic
Sedimen urine untuk mengetahui partikel-partikel urin yaitu sel,
eritrosit, leukosit, bakteria, kristal, dan protein.
3) Identitas klien
Melipui nama, jenis kelamin, umur, agama/kepercayaan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, no. register dan
diagnose medis.
4) Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang, Pada klien striktur urethra keluhan-keluhan
yang ada adalah frekuensi , nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa
tidak lampias/ puas sehabis miksi, hesistensi, intermitency, dan waktu miksi
memenjang dan akirnya menjadi retensio urine.
5) Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan,
misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang. Penyakit kronis yang

21
pernah di derita. Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah
dialami adanya riwayat penyakit DM dan hipertensi.
6) Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang
menderita penyakit striktur urethra Anggota keluarga yang menderita DM,
asma, atau hipertensi.
b. Pengkajian pos operasi sachse
Pengkajian ini dilakukan setelah klien menjalani operasi, yang meliputi:
1) Keluhan utama
Keluhan pada klien berbeda – beda antara klien yang satu dengan yang
lain. Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post operasi Sachse
adalah keluhan rasa tidak nyaman, nyeri karena spasme kandung kemih atau
karena adanya bekas insisi pada waktu pembedahan. Hal ini ditunjukkan dari
ekspresi klien dan ungkapan dari klien sendiri.
2) Keadaan umum
Kesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara bicara.
3) Sistem respirasi
Bagaimana pernafasan klien, apa ada sumbatan pada jalan nafas atau
tidak. Apakah perlu dipasang O2. Frekuensi nafas, irama nafas, suara nafas.
Ada wheezing dan ronchi atau tidak.
4) Sistem sirkulasi
Yang dikaji : nadi ( takikardi/bradikardi, irama ), tekanan darah, suhu
tubuh, monitor jantung ( EKG ).
5) Sistem gastrointestinal
Hal yang dikaji : Frekuensi defekasi, inkontinensia alvi, konstipasi /
obstipasi, bagaimana dengan bising usus, sudah flatus apa belum, apakah ada
mual dan muntah.
6) Sistem musculoskeletal
Bagaimana aktifitas klien sehari – hari setelah operasi. Bagaimana
memenuhi kebutuhannya. Apakah terpasang infus dan dibagian mana

22
dipasang serta keadaan disekitar daerah yang terpasang infus. Keadaan
ekstrimitas.
7) Sistem eliminasi
Apa ada ketidaknyamanan pada supra pubik, kandung kemih penuh.
Masih ada gangguan miksi seperti retensi. Kaji apakah ada tanda – tanda
perdarahan, infeksi. Memakai kateter jenis apa. Irigasi kandung kemih. Warna
urine dan jumlah produksi urine tiap hari. Bagaimana keadaan sekitar daerah
pemasangan kateter.
Terapi yang diberikan setelah operasi :
Infus yang terpasang, obat – obatan seperti antibiotika, analgetika, cairan
irigasi kandung kemih.
c. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan
masalah klien. Analisa merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan
mentabulasi, menyeleksi, mengklasifikasi data, mengelompokkan, mengkaitkan,
menentukan kesenjangan informasi, membandingkan dengan standart,
menginterpretasikan serta akhirnya membuat kesimpulan. Penulis membagi
analisa menjadi 2, yaitu analisa sebelum operasi dan analisa setelah operasi.
2. Diagnosa Keperawatan
Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa keperawatan yang
merupakan penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian keoerawatan.
Dari analisa data diatas dapat dirumuskan suatu diagnosis keperawatan yang dibagi
menjadi 2, yaitu diagnosa sebelum operasi dan diagnosa setelah operasi.
a. Diagnosa sebelum Operasi
1) Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, hesistancy, inkontinensi,
retensi, nokturia atau perasaan tidak puas miksi b/d obstruksi mekanik :
pembesaran prostat.
2) Nyeri b/d penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap struktur uretra
3) Cemas b/d hospitalisasi, prosedur pembedahan, kurang pengetahuan tentang
aktifitas rutin dan aktifitas post operasi.

23
b. Diagnosa setelah Operasi
1) Nyeri b/d spasme kandung kemih dan insisi sekunder pada sachse
2) Perubahan eliminasi urine b/d obstruksi sekunder dari sachse bekuan darah
odema
3) Potensi infeksi b/d procedure invasive : alat selama pembedahan, kateter.
3. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosis keperawatan, maka intervensi dan aktifitas
keperawatan perlu di tetapkan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah
masalah keperawatan klien. Tahap ini disebut sebagai perencanaan keperawatan
yang terdiri dari: menentukan prioritas diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran (
goal ), dan tujuan (obyektif ), menetapkan kriteria evaluasi, merumuskan intervensi
dan aktivitas keperawatan. Selanjutnya dibuat perencanaan dari masing – masing
diagnosa keperawatan sebagai berikut :
a. Pre Operasi
1) Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, hesistancy, inkontinensi,
retensi, nokturia atau perasaan tidak puas miksi b/d obstruksi mekanik :
pembesaran prostat.
Tujuan : Pola eliminasi normal
Kriteria hasil : Klien dapat berkemih dalam jumlah normal, tidak teraba
distensi kandung kemih.
Intervensi :
 Jelaskan pada klien tentang perubahan dari pola eliminasi
R : meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien kooperatif dalam
tindakan keperawatan.
 Dorong klien untuk berkemih tiap 2-4 jam
R : meminimalkan retensi urine, distensi yang berlebihan pada kandung
kemih.
 Anjurkan klien minum sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung bila
di indikasikan
R : peningkatan aliran cairan, mempertahankan perfusi ginjal dan
membersihkan ginjal dan kandung kemih

24
 Observasi aliran dan kekuatan urine, ukur residu urine pasca berkemih.
Jika volume residu urine lebih besar dari 100 cc maka jadwalkan program
kateterisasi intermiten
R : observasi aliran dan kekuatan urine untuk mengevauasai adanya
obstruks, mengukur residu urine untuk mencegah urine statis karena dapat
beresiko
 Monitor laboratorium : urinalisa dan kultur, BUN,kreatinin.
R : statis urinarias potensial untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan
resiko ISK.
2) Nyeri b/d penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap striktur uretra
Tujuan : Klien menunjukan bebas dari ketidaknyamanan
Kriteria hasil :
- Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol
- Ekspresi wajah klien rileks
- Klien mampu untuk istirahat dengan cukup
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
 Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 1-10 ), dan lamanya.
R : Memberi informasi untuk membantu dalam menentukan
pilihan Intervensi
 Beri tindakan kenyamanan, contoh: membantu klien melakukan posisi
yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi / latihan nafas dalam.
R : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
 Beri kateter jika diinstruksikan untuk retensi urine yang akut : mengeluh
ingin kencing tapi tidak bisa.
R : Retensi urine menyebabkan infeksi saluran kemih, hidro ureter dan
hidro nefrosis
 Observasi tanda – tanda vital.
R : Mengetahui perkembangan lebih lanjut

25
 Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat sesuai indikasi, contoh:
kaltrofen ( Dumerol )
R : Untuk menghilangkan nyeri hebat / berat, memberikan relaksasi
mental dan fisik.
3) Cemas b/d hospitalisasi, prosedur pembedahan, kurang pengetahuan tentang
aktifitas rutin dan aktifitas post operasi.
Tujuan : Cemas berkurang/hilamh sehingga klien mau kooperatif dalam
tindakan keperawatan
Kriteria Hasil
- Klien melaporkan ceman menurun/berkurang
- Klien memahami dan mau mendiskusikan rasa cemas
- Klien dapat menunjukan dan mengidentifikasi cara yang sehat dalam
menghadapi cemas.
- Klien tampak rileks dan dapat beristirahat yang cukup
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
 Bina hubungan saling percaya dengan klien atau keluarga
R : menunjukan perhatian dan keinginan untuk membantu dalam
mendiskusikan tentang subyek sensitif
 Dorong klien atau keluarga untuk menyatakan perasaan/masalah
R : mengidentifikasi masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab
pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep dan solusi pemecahan
masalah.
 Beri informasi tentang prosedur yang akan dilakukan
R : membantu klien memahami tujuan dari apa yang dilakukan dan
mengurangi masalah karena ketidaktahuan
 Jelaskan pentingnya peningkatan asupan cairan
R : urine yang encer dapat menghambat pembenukan klot.

26
b. Post operasi
1) Nyeri b/d spasme kandung kemih dan insisi sekunder pada sachse
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
- Ekspresi wajah klien tenang
- Klien akan menunjukan keterampilan relaksasi
- Klien akan tidur/istirahat dengan cepat
intervensi :
 Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus
R : klien dapat mendeteksi gejala dini spasmus kandung emih
 Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk
mengenal gejala-gejala dini dari spasmus kandung kemih
R : menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat-obatan bisa di berikan
 Jelaskan klien bahwa intensias dan frekuensi akan berkurang daalam 24
dampai 48 jam
R : memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer
 Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam,
visualisasi
R : menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
2) Perubahan eliminasi urine b/d obstruksi sekunder dari sachse bekuan darah
odema
Tujuan : Eliminasi urine normal dan tidak terjadi retensi urine.
Kriteria hasil :
- Klien akan berkemih dalam jumlah normal tanpa retensi.
- Klien akan menunjukan perilaku yang meningkatkan kontrol kandung
kemih.
- Tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancar lewat kateter.

27
Intervensi :
 Kaji output urine dan karakteristiknya
R : Mencegah retensi pada saat dini.
 Pertahankan irigasi kandung kemih yang konstan selama 24 jam pertama
R : Mencegah bekuan darah karena dapat menghambat aliran urine.
 Pertahankan posisi dower kateter dan irigasi kateter.
R : Mencegah bekuan darah menyumbat aliran urine.
 Anjurkan intake cairan 2500-3000 ml sesuai toleransi.
R : Melancarkan aliran urine.
 Setalah kateter diangkat, pantau waktu, jumlah urine dan ukuran aliran.
Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemih, ketidakmampuan
berkemih, urgensi atau gejala – gejala retensi.
R : Mendeteksi dini gangguan miksi.
3) Potensi infeksi b/d procedure invasive : alat selama pembedahan, kateter.
Tujuan : klien tidak menunjukan tanda-tanda infeksi.
Kriteria hasil :
- Klien tidak mengalami infeksi
- Dapat mencapai waktu penyembuhan
- Tanda-tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda-tanda shock.
Intervensi :
 Pertahankan system kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.
R : mencegah pemasukan bakteri dan infeksi.
 Anjurkan intake cairan yang cukup (2500-3000) sehingga dapat
menurunkan potensial infeksi.
R : untuk mencegah infeksi dan membanu proses penyembuhan
 Pertahankan posisi urobag dibawah.
R : Potensial untuk menderita cidera : perdarahan sehubungan dengan
tindakan pembedahan.
 Observasi tanda-tanda vital, laporkan tanda- shock dan demam.
 Observasi urine: warna, jumlah, bau.

28
4. Evaluasi
Semua tahap proses keperawatan ( diagnosis, tujuan, intervensi ) harus dievaluasi.
Tujuan evaluasi adalah untuk apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau
tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang .

Ada tiga alternatif yang dapat dipakai perawat dalam memutuskan, sejauh mana
tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai, yaitu tujuan tercapai, tujuan tercapai
sebagian dan tujuan tidak tercapai.

29

Вам также может понравиться