Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A. Pendahuluan
C. Resep Obat
Hal yang sangat penting dalam menulis resep obat adalah harus dapat dibaca
jelas dan tidak mengarah timbulnya kesalahan pada pelayanan obat (apotek) atau
konsumen. Harus dihindari untuk menulis terlalu banyak obat dalam satu lembar
resep. Juga dihindari menulis resep obat yang belum diakui manfaat terapinya atau
belum terdaftar pada lembaga resmi (seperti Dirjen POM). Risk benefit (tingkat
keamanan) dan cost benefit (pertimbangan harga) dalam menulis resep obat
seharusnya menjadi bahan pertimbangan penting. Obat diresepkan dalam nama
generik dan umumnya harganya tidak mahal. Resep dengan nama patent/dagang
boleh ditulis jika ada alasan yang rasional (mungkin dari segi formulasi yang lebih
baik).
Secara ringkas resep obat terdiri dari :
Nama dokter dan alamat/telpon
Nama pasien ,umur dan tanggal
Nama obat dan satuan
Jumlah obat (ditulis huruf latin)
Aturan minum (ditulis huruf latin)
Misalnya
Dr. Siti Munawarah Hanif
Jalan Panjaitan Curup Rejang Lebong
Telp 0732-23856
Tanggal : 19/1/2016
FARMAKOKINETIKA
A. Farmakokinetika
Farmakokinetika mempelajari nasib obat dalam tubuh, sejak obat diberikan,
kemudian mengalami proses absorpsi, distribusi, pengikatan kerja dan menimbulkan
efek, biotransformasi dan ekskresi. Tahap-tahap ini sangat penting bagi perjalanan
obat dalam tubuh dan hal ini akan dijelaskan dalam tulisan ini secara detil.
C. Biofarmasetika
Obat dalam bentuk padat (tablet, kapsul, pil) harus hancur (disintegrasi) menjadi
partikel kecil/granul supaya larut dalam cairan tubuh. Proses larutnya obat disebut
disolusi.
Jika obat diberikan melalui parenteral, maka tidak melalui fase biofarmasetika.
Obat dalam bentuk cair/larutan lebih cepat diserap oleh saluran gastrointestinal
daripada bentuk padat. Seperti diketahui, tidak 100 % tablet merupakan obat. Ada
bahan penolong yang terdiri dari bahan pengisi, bahan pengikat, bahan pelicin, atau
bahan penghancur. Faktor formulasi obat merupakan hal penting yang ikut
menentukan efek obat dalam tubuh. Faktor formulasi ini yang menyebabkan obat
dengan zat berkhasiat sama, dengan merek yang berbeda kemampuan berefeknya
dapat berbeda.
D. Farmakokinetika
Farmakokinetika adalah proses pergerakan obat untuk mencepai kerja obat. Terdiri
dari 4 proses, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme atau biotransformasi dan
ekskresi.
1. Absorpsi
Agar mencapai tempat bekerjanya (site of action), obat harus diabsorpsi. Kecepatan
absorpsi merupakan hal yang penting dan menentukan waktu yang dibutuhkan obat
hingga konsentrasi maksimal di plasma dan menghasilkan efek di reseptor.
Absorpsi obat sampai ke dalam sel dapat melalui cara :
a. Difusi pasif, yaitu bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Tahap
pertama obat harus berada pada larutan air (hidrofilik) pada permukaan
membran sel dan kemudian molekul obat akan melintasi membran dengan
melarut dalam lemak membran.
b. Transport aktif, yang mana ini akan memerlukan energi, karena obat bergerak
dari konsentrasi rendah ke tinggi. Biasanya ini terjadi pada usus halus untuk zat-
zat makanan : glukosa, asam amino, mineral dan beberapa vitamin.
Kebanyakan obat berupa elektrolit lemah, baik dalam bentuk asam lemah atau basa
lemah. Dalam larutan, elektrolit lemah ini akan terionisasi. Derajad ionisasi ini
tergantung dari pKa obat dan pH cairan tubuh. Pada lingkungan asam, obat bersifat
basa lemah akan terionisasi, sedangkan obat bersifat asam lemah tetap dalam
bentuk molekul/non-ion. Obat dalam bentuk ion sukar melintasi membran, karena
sukar larut dalam lemak. Sedang bentuk molekul akan mudah berdifusi melintasi
membran, karena larut dalam lemak.
Bioavailabilitas
Istilah ini menyatakan fraksi atau jumlah obat terhadap dosis, yang mencapai
sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif. Untuk obat-obat tertentu, tidak semua
yang diabsorpsi akan mencapai sirkulasi sistemik. Sebab sebagian akan
dimetabolisme oleh enzim di dinding usus pada pemberian per oral. Metabolisme
ini disebut eliminasi pra sistemik atau eliminasi tingkat pertama. Hal ini dapat
dikurangi jika obat diberikan secara parenteral, sublingual atau per rektal.
2. Distribusi
Setelah obat diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui darah,
cairan limfe dan cairan serebrospinal. . Selain tergantung aliran darah, distribusi
obat juga tergantung dari sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan dalam 2
fase. Fase pertama terjadi setelah absorpsi, yaitu organ yang perfusinya sangat
baik, misalnya jantung , hati, ginjal dan otak. Fase kedua jauh lebih luas, yaitu
mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas, misalnya otot, visera,
kulit dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu
yang lama.
Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel dan terdistribusi
ke dalam sel, sedang obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus
membran sel sehingga distribusinya terbatas pada cairan ekstrasel.
Distribusi obat juga dipengaruhi oleh ikatan obat pada protein plasma, di mana :
hanya obat bebas yang tidak berikatan dengan protein plasma yang bersifat
aktif dan memberikan respon atau efek.
Obat yang berikatan dengan protein plasma bersifat in-aktif
Obat yang berikatan protein plasma tidak mampu melintasi membran
biologik
Penurunan kadar protein plasma atau albumin dari pasien dapat
menyebabkan banyak obat bebas dalam sirkulasi dan dapat terjadi kelebihan
dosis.
Distribusi Gambar 3 :
Distribusi obat
Reaksi fase I, yaitu mengubah molekul obat menjadi lebih polar dan mudah larut
air, meliputi reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Sitokrom P-450 akan mengatur
reaksi oksidasi dan terjadi di mitokondria dan plasma sel . Reaksi reduksi terjadi di
mikrosom sel hati dan jaringan . Sedang reaksi hidrolisis dikatalisis oleh enzim
esterase dan terjadi di sel hati, plasma, saluran cerna dan tempat lain. Metabolit
(yaitu produk yang dihasilkan dari metabolisme atau reaksi fase ini) boleh jadi
bersifat inaktif, kurang aktif, atau lebih aktif dari bentuk aslinya.
Reaksi fase II atau disebut reaksi konyugasi akan mengikat metabolit hasil reaksi
fase I dengan substrat endogen, misalnya asam glukoronat, sulfat, asetat atau asam
amino. Metabolit reaksi fase II ini bersifat tidak atau kurang toksis dari bentuk
aslinya. Glukoronid merupakan metabolit utama dari obat yang mempunyai gugus
fenol, alkohol atau asam karbosilat.
Meskipun sebagian besar obat mengalami kedua fase reaksi tersebut secara
bersamaan, namun ada juga obat yang mengalami reaksi fase I saja, atau reaksi fase
II saja.
Waktu paruh (t1/2) dari suatu obat adalah waktu yang dibutuhkan oleh separuh
konsentrasi obat untuk dieliminasi. Waktu paruh 4-8 jam dianggap singkat, dan 24
jam atau lebih dianggap panjang.
4. Ekskresi
Ini adalah tahap akhir dari perjalanan obat di dalam tubuh. Metabolit hasil
proses biotransformasi yang dijelaskan di muka sekarang dikeluarkan tubuh melalui
ginjal bersama urine. Sudah jelas metabolit ini sifat fiskokimianya berbeda dari
bentuk aslinya, bersifat polar dan mudah larut air. Obat yang bersifat polar (dalam
Puncak Kerja
Konsentrasi
obat
MEC
T0 T1 T2 T3 waktu
Ikatan antara obat dan reseptor dapat dilukiskan sebagai ikatan anak kunci dan
lubang kunci dan dapat digambarkan sebagai berikut :
+
obat reseptor efek
Menurut teori pendudukan reseptor, intensitas efek obat berbanding lurus dengan
fraksi reseptor yang diduduki obat dan efeknya maksimal saat seluruh reseptor
diduduki obat.
Potensi
Menunjukkan kisaran dosis obat yang menimbulkan efek. Besarnya ditentukan
oleh :
Kadar obat yang mencapai reseptor, yang tergantung sifat farmakokinetik
obat
Afinitas obat terhadap reseptornya
Variabel ini tidaklah begitu penting, karena dalam penggunaan obat digunakan
dosis yang sesuai dengan potensinya
Slope
Atau kemiringan. Ini merupakan variabel yang penting, karena menunjukkan
batas keamanan obat. Slope yang curam, misalnya untuk fenobarbital,
Daftar Pustaka
Deglin, Vallerand. 2005. Pedoman Obat Untuk Perawat. Jakarta: EGC. Penerbit
Buku Kedokteran
FKUI, Bagian Farmakologi. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Gaya Baru:
Jakarta
Katzung, B.G. (2002). Farmakologi Dan Klinik. Edisi Kedua. Surabaya: Universitas
Airlangga Press.
Tan, H.T. dan K. Rahardja. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi Keenam. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit PT
Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.