Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan berpengaruh


terhadap organ lainnya. Secara spesifik sistem saraf merupakan suatu sistem
protektif dari rangsangan yang membahayakan, dapat menghantarkan sinyal dari
satu sel saraf ke sel saraf lainnya untuk menghasilkan respon tubuh dan sebagai
sistem komunikasi untuk mengirimkan informasi ke otak. Pemeriksaan neurologik
merupakan suatu proses yang dibutuhkan bagi tenaga kesehatan untuk
mendiagnosa kondisi kesehatan neurologis pasien. Pemeriksaan ini
membutuhkan ketelitian dan pengalaman, yang terdiri dari sejumlah pemeriksaan
yang spesifik.

Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan dengan teliti dengan melihat


riwayat penyakit pasien dan kondisi fisiknya. Otak dan medula spinalis tidak
dapat dilihat, diperkusi, dipalpasi ataupun diauskultasi seperti sistem lainnya
dalam tubuh. Agar pemeriksaan neurologis dapat memberikan informasi yang
akurat, maka perlu di usahakan kerja sama yang baik antara pemeriksa dan
pasien dan pasien diminta untuk kooperatif (Brunner, 2001).

Pemeriksaan neurologis yang terdiri atas anamnesis, rangkuman gejala


pasien, dan pembahasan mengenai keluhan yang terkait pada anggota keluarga
pasien, akan memfokuskan pemikiran pemeriksa, mengarahkan pemeriksaan
fisik dan menjadi kunci pemeriksaan diagnostik. Hubungan erat antara gejala
neurologik dan gejala penyakit medis lainnya memerlukan evaluasi medis yang
lengkap dan akurat. Pengaturan pemeriksaan neurologis sangat penting dalam
mengikuti suatu urutan pemeriksaan tertentu sehingga tenaga medis dapat
mengevaluasi informasi yang ada dan langsung memeriksa segmen selanjutnya
yang belum diperiksa (Price dan Wilson, 2006)

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI| 1


1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Tujuan Umum makalah ini adalah mengetahui macam-macam teknik


pemeriksaan fisik sistem neuro.

1.2.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui status kesehatan neurologis pasien


2. Sebagai alat untuk menegakkan diagnosa
3. Mengetahui berbagai teknik pemeriksaan fisik sistem persarafan
4. Mengetahui hasil normal dan abnormal pemeriksaan fisik
5. Mengetahui macam-macam pemeriksaan fisik pada sistem persarafan

1.3. Implikasi dalam keperawatan

Sistem persarafan merupakan suatu sistem pengontrol seluruh sistem


tubuh manusia sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh dan
teliti. Pemeriksaan fisik neurologi dilakukan secara akurat oleh perawat sebagai
upaya mengetahui fungsi fisiologis dan patologis pasien, sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan secara tepat, cepat dan efisien. Pengamatan
dapat diperoleh dari respon pasien maupun perilaku pasien. Peran perawat
memberikan penyuluhan dan perubahan kebutuhan pasien sehingga diharapkan
dapat membantu mengurangi kesulitan gerak motorik halus maupun sensorik.

Pemeriksaan secara tidak tepat dapat berdampak buruk pada pasien


sebab diagnosa yang dibuat berdasarkan pemeriksaan tersebut akan menjadi
fatal sehingga perlu dilakukan pemeriksaan fisik secara cermat untuk
mengurangi kesalahan dalam pemeriksaan fisik.

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI| 2


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian sistem saraf

Sistem saraf manusia merupakan jalinan jaringan saraf yang saling


berhubungan, sangat khusus dan kompleks untuk mengkoordinasikan, mengatur
dan mengendalikan interaksi antara seorang individu dengan lingkungan
sekitarnya. Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf (neoron) dan sel-sel penyokong
(neuroglia dan sel schawnn) yang saling berkaitan dan terintegrasi satu sama
lain (Price dam Wilson, 2006).

2.2. Pengertian pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis adalah suatu proses yang membutuhkan


ketelitian dan pengalaman yang terdiri dari sejumlah pemeriksaan pada fungsi
yang sangat spesifik. Meskipun pemeriksaan neurologis sering terbatas pada
pemeriksaan yang sederhana, namun pemeriksaan ini sangat penting dilakukan
oleh pemeriksa, sehingga mampu melakukan pemeriksaan neurologis dengan
teliti dengan melihat riwayat penyakit dan keadaan fisik lainnya. Banyak fungsi
neurologik paisen yang dapat dikaji selama pengkajian riwayat dan pengkajian
riwayat fisik rutin. Salah satuya adalah mempelajari tentang pola bicara, status
mental, gaya berjalan, cara berdiri, kekuatan motorik,dan koordinasinya. Aktivitas
sederhana yang dapat memberikan informasi banyak bagi orang yang
melakukan pengkajian adalah saat berjabat tangan dengan pasien (Smeltzer dan
Bare, 2002).

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI| 3


BAB 3

KAJIAN TEORI

Pemeriksaan fisik neuron terdiri dari beberapa tahapan yang dilakukan


berdasarkan dari pemeriksaan imobilitas sampai pemeriksaan mobilitas, antara
lain.

3.1. Pemeriksaan GCS

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang


terhadap rangsangan dari lingkungan. Perubahan tingkat kesadaran dapat
diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia
otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah
ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala. Adanya defisit
tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem
aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan
dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).
Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat
kesadaran dapat menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia),
kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan syok), penyakit metabolic seperti
diabetes mellitus (koma ketoasidosis), dehidrasi, asidosis, alkalosis, pengaruh
obat-obatan, alkohol, keracunan, hipertermia, hipotermia, peningkatan tekanan
intrakranial (karena perdarahan, stroke, tumor otak), infeksi (encephalitis),
epilepsi.

Jenis-jenis tingkat kesadaran antara lain:

3.1.1. Secara Kualitatif

1. Compos Mentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,


dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2. Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI| 4


4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
5. Stupor (separu koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

3.1.2. Secara Kuantitatif

Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil subjektif
mungkin adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk
menentukan derajat cedera kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan
motorik diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, makan
dikatakan seseorang mengalami cedera kepala, yang menunjukan adanya
penurunan kesadaran.

1. Menilai respon membuka mata (E)


(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsang nyeri, misalnya
menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
2. Menilai respon verbal/respon bicara (V)
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, bicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang)
disorientasi tempat dan waktu
(3) : kata – kata saja (bicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas,
namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh..., bapak ...”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
3. Menilai respon motorik (M)
(6) : mengikuti perintah

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI| 5


(5) : melokalisir nyeri (menjangkau dan menjauhi stimulus saat diberi
Rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghinda/menarik extremitas atau tubuh menjauhi
Stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas
Dada dan kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi
Tubuh, dengan jari mengepal dan kaki extensi saat diberi
Rangsang nyeri)
(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan


dalam simbol E...V...M selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan, nilai GCS yang
tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Setelah dilakukan penilaian maka dapat diambil kesimpulan :
(compos Mentis (GCS : 15-14)/Apatis (GCS : 13-12)/Somnolen (11-
10)/Delirium (GCS : 9-7)/Sporo Coma (GCS : 6-4)/Coma (GCS : 3)).

3.2. Memeriksa Nervus Cranialis

3.2.1. Nervus I, Olfaktorius (pembau)


Anjurkan klien mengidentifikasi berbagai macam jenis bau-bauan dengan
memejamkan mata, gunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi,
tembakau, parfum atau rempah-rempah.

3.2.2. Nervus II, Opticus (penglihatan)


Melakukan pemeriksaan visus, dapat dilakukan dengan:

a. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)


Dengan Kartu snellen, Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam
meter antara pasien dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas,
pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal
bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus
6/6)

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI| 6


b. Pemeriksaan Penglihatan Perifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang
saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dari mata hingga korteks oksipitalis.
Dapat dilakukan dengan:
Tes Konfrontasi, Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm, Objek yang
digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut. Objek yang
digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang
kanan dan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam
keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lurus ke depan dan
tidak boleh melirik ke arah objek tersebut. Syarat pemeriksaan lapang pandang
pemeriksa harus normal.

c. Refleks Pupil
i. Respon cahaya langsung
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak
memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk
melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini
pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil.
ii. Respon cahaya konsensual
jika pupil yang disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan
ukuran yang sama.

d. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)


Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus
dapat diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu
pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus
optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar
ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.

e. Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada nervus optikus.

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI| 7


3.2.3. Nervus III, Oculomotorius

a. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas
kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral.
Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari
pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepala ke belakang / ke
atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik
pula.

b. Gerakan bola mata


Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke
arah medial, atas dan bawah, sekaligus ditanyakan adanya penglihatan ganda
(diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan
bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan
deviasi conjugate ke satu sisi.

c. Pemeriksaan pupil meliputi :

i. Bentuk dan ukuran pupil

ii. Perbandingan pupil kanan dan kiri

iii. Refleks pupil, Meliputi pemeriksaan:


1. Refleks cahaya langsung (bersama N. II)

2. Refleks cahaya tidak langsung (bersama N. II)

3. Refleks pupil akomodatif atau konvergensi

3.2.4. Nervus IV, Throclearis


Pergerakan bola mata ke bawah dalam, gerak mata ke lateral bawah,
strabismus konvergen, diplopia

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI| 8


3.2.5. Nervus V, Thrigeminus
- Cabang optalmicus : Memeriksa refleks berkedip klien dengan menyentuhkan
kapas halus saat klien melihat ke atas

- Cabang maxilaris : Memeriksa kepekaan sensasi wajah, lidah dan gigi

- Cabang Mandibularis : Memeriksa pergerakan rahang dan gigi

3.2.6. Nervus VI, Abdusen


Pergerakan bola mata ke lateral

3.2.7. Nervus VII, Facialis


Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan dahi (dibagian yang lumpuh
lipatannya tidak dalam), mimik, mengangkat alis, menutup mata (menutup mata
dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa), moncongkan bibir atau
menyengir, memperlihatkan gigi, bersiul (suruh pasien bersiul, dalam keadaan
pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama kuat. Bila ada kelumpuhan
maka angin akan keluar kebagian sisi yang lumpuh)

3.2.8. Nervus VIII, Aditorius/vestibulokokhlearis


Memeriksa ketajman pendengaran klien, dengan menggunakan
gesekanjari detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk
membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber.

3.2.9. Nervus IX, Glosopharingeal


Memeriksa gerakan reflek lidah, klien diminta m engucap AH, menguji
kemampuan rasa lidah depan, dan gerakan lidah ke atas, bawah, dan samping.
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya
dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan
palatom), kesulitan menelan dan disartria. Pasien disuruh membuka mulut dan
inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula,
kemudian pasien disuruh menyebut “ah” jika uvula terletak ke satu sisi maka ini
menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula
tertarik kearah sisi yang sehat. Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI| 9


lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah komponen
motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spacula, jangan
lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula
tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi
palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh
maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara
agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral),
kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada posterior lidah
(N. IX)

3.2.10. Nervus X, Vagus


Memeriksa sensasi faring, laring, dan gerakan pita suara

3.2.11. Nervus XI, Accessorius


Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat
bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk
menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya
dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot
sternokleido mastoideus.

3.2.12. Nervus XII, hypoglosal


Pemeriksaan saraf hipoglosus dengan cara :
Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi
dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Pasien
diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi kearah sisi yang lemah jika
terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral. Lesi UMN dari N
XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi
lesi UMN bilateral dari N, IX, X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.

3.3. Memeriksa fungsi motorik

3.3.1. pengamatan
-Gaya berjalan dan tingkah laku

-Simetri tubuh dan extermitas

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI| 10


-Kelumpuhan badan dab anggota gerak

3.3.2. Gerakan volunter


Yang di periksa adalah pasien atas pemeriksa, misalnya
-Mengangkat kedua tangan dan bahu

-Fleksi dan extensi artikulus kubiti

-Mengepal dan membuka jari tangan

-Mengankat kedua tungkai pada sendi panggul

-Fleksi dan ekstansi artikulus genu

-Plantar fleksi dan dorsal fleksi plantar kaki

-Gerakan jari-jari kaki

3.3.3. Palpasi
-Pengukuran besar otot

-Nyeri tekan

-Kontraktur

-Konsistensi (kekenyalan)

-Konsistensi otot yang meningkat : meningitis, kelumpuhan

-Konsitensi otot yanag menurun terdapat pada: kelumpuhan akibat lesi,


kelumpuhan akibat denerfasi otot

3.4. Memeriksa fungsi sensorik


Kepekaan saraf perifer. klien diminta memejamkan mata
a. Menguji sensasi nyeri: dengan menggunakan Spatel lidah yang di patahkan
atau ujung kayu aplikator kapasdigoreskan pada beberapa area kulit, Minta klien
untuk bersuara pada saat di rasakan sensasi tumpul atau tajam.
b. Menguji sensai panas dan dingin: dengan menggunakan Dua tabung tes, satu
berisi air panas dan satu air dingin, Sentuh kulit dengan tabung tersebut minta
klien untuk mengidentifikasi sensasi panas atau dingin.

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI| 11


c. Sentuhan ringan : dengan menggunakan Bola kapas atau lidi kapas, Beri
sentuhan ringan ujung kapas pada titik-titik berbeda sepanjang permukaan kulit
minta klien untuk bersuara jika merasakan sensasi
d. Vibrasi/getaran : dengan garputala, Tempelkan batang garpu tala yang sedang
bergetar di bagian distal sendi interfalang darijari dan sendiinterfalang dari ibu jari
kaki, siku, dan pergelangantangan. Minta klien untuk bersuara pada saat dan
tempat di rasakan vibrasi.

3.5. Memeriksa reflek kedalaman tendon


1. Reflek fisiologis
a. Reflek bisep:
-Posisi:dilakukan dengan pasien duduk, dengan membiarkan lengan untuk
beristirahat di pangkuan pasien, atau membentuk sudut sedikit lebih dari 90
derajat di siku.
-Identifikasi tendon:minta pasien memflexikan di siku sementara pemeriksa
mengamati dan meraba fossa antecubital. Tendon akan terlihat dan terasa
seperti tali tebal.
-Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps
brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku.
-Respon : fleksi lengan pada sendi siku
b. Reflek trisep :

- Posisi :dilakukan dengan pasien duduk. dengan Perlahan tarik lengan keluar
dari tubuh pasien, sehingga membentuk sudut kanan di bahu. atau Lengan
bawah harus menjuntai ke bawah langsung di siku

- Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku
dan sedikit pronasi

- Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku


c. Reflek brachiradialis

- Posisi: dapat dilakukan dengan duduk. Lengan bawah harus beristirahat


longgar di pangkuan pasien.

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI| 12


- Cara : ketukan pada tendon otot brakioradialis (Tendon melintasi (sisi ibu jari
pada lengan bawah) jari-jari sekitar 10 cm proksimal pergelangan tangan. posisi
lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.

- Respons: - flexi pada lengan bawah

- supinasi pada siku dan tangan


d. Reflek patella

- posisi klien: dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring terlentang

- Cara : ketukan pada tendon patella

- Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris


e. Reflek achiles

- Posisi : pasien duduk, kaki menggantung di tepi meja ujian. Atau dengan
berbaring terlentang dengan posisi kaki melintasi diatas kaki di atas yang lain
atau mengatur kaki dalam posisi tipe katak.

- Identifikasi tendon:mintalah pasien untuk plantar flexi.

- Cara : ketukan hammer pada tendon achilles

- Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius

2. Reflek Pathologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus tertentu.
a. Reflek babinski:
- Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki diluruskan.

- Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien agar kaki tetap
pada tempatnya.

- Lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior

- Respon : posisitf apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan
pengembangan jari kaki lainnya
b. reflek chaddok

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI| 13


-penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari
posterior ke anterior
- Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari, disertai mekarnya (fanning) jari-
jari kaki lainnya.
c. Reflek schaeffer
- Menekan tendon achilles.

- Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya.
d. Reflek oppenheim
- Pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari proksiml ke distal

- Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya.
e. Reflek Gordon

- menekan pada musculus gastrocnemius (otot betis)

- Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning)
jari-jari kaki lainnya.

3. Reflek superfisial

-dengan cara menggores kulit abdomen dengan empat goresan yang


membentuk segi empat dibawah xifoid.

3.6. Pemeriksaan bahasa dan bicara

Salah satu pemeriksaan yang perlu diperhatikan pada saat pasien berbicara
dan menangkap inti pembicaraan sebab hal ini menjadi fungsi hemisfer dominan.
Hemisfer kiri adalah bagian yang dominan untuk berbicara yang pada umumnya
terjadi pada pengguna tangan kanan dominan, sebagian juga pada orang kidal.

Beberapa gangguan bicara dapat menandakan adanya gangguan pada


sistem neuronnya. Ada 3 jenis gangguan yang dapat dikategorikan gangguan
bicara, yaitu:

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI| 14


1. Disartria adalah suatu gangguan yang menyerang system otot bicara
sehingga terjadi penurunan kemampuan artikulasi, enumerasi, dan irama
bicara. Misalnya saat pasien diminta untuk menirukan kata “endokarditis”
maka dapat diperkirakan pasien tidak dapat menirukan kata tersebut.
Penurunan fungsi otot bicara tersebut dapat disebabkan oleh sklerosis
amiotropik lateral, paralisis pseudobulbar, atau miastenia gravis.
2. Disfonia adalah suatu gangguan pada suara, atatu vokalisasi. Berbeda
dengan disartia yang terdeteksi disebabkan oleh gangguan neuro, pada
disfonia juga dapat disebabkan non-neurologis tetapi penyebab
neurologisnya yaitu cedera saraf rekuren laringeus dan tumor otak.
Karakteristik penderita disfonia adalah pasien diminta untuk
mengucapkan kata “E” maka suara pasien terdengar parau dan kasar.
3. Afasia merupakan suatu istilah yang menyebutkan adanya hilangnya
kemampuan untuk memahami, mengeluarkan dan menyatakan konsep
bicara. Afasia dibagi menjadi 2 yaitu afasia motorik yang merupakan
istilah hilangnya suatu konsep pemikiran seseorang yag tidak dapat
diungkapkan dengan kata-kata atau tulisan serta afasia sensorik
merupakan hilangnya kemampuan untuk memahami suatu percakapan.
Karakteristik penyebab afasia adalah adanya gangguan serebrovaskular
yang mengenai arteria serebri media.

3.7. Pemeriksaan status dan fungsi mental

Pada pemeriksaan ini lebih menunjukkan fungsi neuron bagian korteks yang
lebih tinggi termasuk memberikan suatu alasan pada setiap kasus yang dialami,
menggunakan abstraksi, membuat perencanaan, dan memberi penilaian.

Pemeriksaan status dan fungsi mental memiliki hubungan dengan


pemeriksaan bahasa sebab pemeriksaan bahasa merupakan modal fungsi
korteks. Perubahan perilaku seseorang berkaitan dengan disfungsi otak organic,
maka dari itu perawat perlu memeriksa riwayat keluarga pasien untuk
menentukan penyebab perilaku yang berhubungan dengan status mental pasien.

Pemeriksaan mental pasien dapat dievaluasi dengan cara memeinta pasien


menyebutkan 6 digit nomor yang sebelumnya telah ditentukan oleh pemeriksa

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI| 15


serta pasien dapat diminta menyebutkan 6 macam Negara yang berbeda. Hal
tersebut dapat menentukan status dan fungsi mental pasien.

3.8. Pemeriksaan Tanda Meningeal

3.8.1. Kaku duduk

Posisikan tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang


sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu
mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat
kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.
Normalnya dagu pasien akan menempel di dada dan tidak ada tahanan.

3.8.2. Brudzinsky I

Letakkan satu tangan perawat di bawah kepala pasien dan tangan lain di
dada pasien untuk mencegah badan tidak terangkat kemudian kepala pasien di
fleksikan ke dada secara pasif. Brudzinsky akan positif bila kedua tungkai bawah
akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut

3.8.3. Brudzinsky II

Tanda Brudzinsky II positif bila fleksi klien pada sendi panggul secra pasif akan
diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.

3.8.4. Tanda Kerniq

Pasien diposisikan telentang, kemudian fleksikan tungkai atas agak lurus lalu
luruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normalnya dapat membentuk sudut
135 terhadap tungkai bawah.

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI| 16


BAB 4

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan berpengaruh


terhadap organ lainnya. Pemeriksaan neurologik merupakan suatu proses yang
dibutuhkan bagi tenaga kesehatan untuk mendiagnosa kondisi kesehatan
neurologis pasien. Tujuan Pemeriksaan fisik yaitu Mengetahui sistem persarafan,
Mengetahui status kesehatan neurologis pasien, Sebagai alat untuk menegakkan
diagnosa. Anamnese, Inspeksi, Pemeriksaan bahasa dan bicara, Pemeriksaan
status dan fungsi mental, Pemeriksaan GCS, Pemeriksaan Tonus Otot,
Pemeriksaan Motorik, Pemeriksaan Tanda Meningeal, Pemeriksaan Refleks.

4.2. Saran

Sistem saraf sangat berpengaruh terhadap segala sistem yang ada dalam
tubuh manusia. Hampir semua penyakit berhubungan dengan sistem saraf, oleh
karena itu disarankan bagi para pembaca untuk mendeteksi secara dini kondisi
kesehatanya dan dilakukan pemeriksaan fisik khususnya neurologik.

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI| 17


DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C. 1987.Fisiologi kedokteran. Edisi ke 5. Jakarta: EGC.

Price, A Silvia dan Wilson, M Lorraine. 1995. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-
proses penyakit. Jakarta: EGC.

Matondang, Corry S, dkk. 2000. Diagnosis Fisis pada Anak. Jakarta: PT Sagung
Seto.

Engel, Joyce. 1998. Pengkajian Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Priharjo, Robbert. 1996. Pemeriksaan Fisik Keperawatan. Jakarta: EGC.

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta:


Salemba Medika.

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI| 18

Вам также может понравиться