Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN TEORI
fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung
(cardiac arrest). Resusitasi jantung paru otak dibagi dalam tiga fase : bantuan hidup dasar,
bantuan hidup lanjut, bantuan hidup jangka lama. Namun pada pembahasan kali ini lebih
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu tindakan
penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk menghentikan
Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat dengan teknik
ABC yaitu airway atau membebaskan jalan nafas, breathing atau memberikan nafas buatan,
dan circulation atau pijat jantung pada posisi shock. Namun pada tahun 2010 tindakan BLS
diubah menjadi CAB (circulation, breathing, airway). Tujuan utama dari BLS adalah untuk
melindungi otak dari kerusakan yang irreversibel akibat hipoksia, karena peredaran darah akan
3. Circulation :
Meraba dan menetukan denyut nadi karotis. Jika ada denyut nadi maka dilanjutkan dengan
memberikan bantuan pernafasan, tetapi jika tidak ditemukan denyut nadi, maka dilanjutkan
Untuk penolong non petugas kesehatan tidak dianjurkan untuk memeriksa denyut nadi korban.
Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah sternum). Penentuan lokasi
ini dapat dilakukan dengan cara tumit dari tangan yang pertama diletakkan di atas sternum,
kemudian tangan yang satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada di tengah sternum.
Jari-jari tangan dirapatkan dan diangkat pada waktu penolong melakukan tiupan nafas agar
Petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban jika korban
untuk dewasa minimal 2 inchi (5 cm), sedangkan untuk bayi minimal sepertiga dari diameter
anterior-posterior dada atau sekitar 1 ½ inchi (4 cm) dan untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm).
4. Airway. Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan
nafas melalui head tilt– chin lift. Caranya dengan meletakkan satu tangan pada dahi korban,
lalu mendorong dahi korban ke belakang agar kepala menengadah dan mulut sedikit terbuka
(Head Tilt) Pertolongan ini dapat ditambah dengan mengangkat dagu (Chin Lift). Namun jika
korban dicurigai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust yaitu
dengan mengangkat dagu sehingga deretan gigi Rahang Bawah berada lebih ke depan daripada
ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal yang masuk
Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua selama satu detik.
Untuk pemberian melalui bag mask pastikan menggunakan bag mask dewasa dengan volume
1-2 L agar dapat memeberikan ventilasi yang memenuhi volume tidal sekitar 600 ml.
detik/ventilasi atau sekitar 8-10 nafas/menit dan kompresi dada dapat dilakukan tanpa
interupsi.
Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi
dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan memeriksa
Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2, setelah terdapat advance
airway kompresi dilakukan terus menerus dengan kecepatan 100 kali/menit dan ventilasi tiap
6-8 detik/kali.
6. RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun, atau petugas ahli
datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari 10
detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway.
apakah ritme tersebut dapat diterapi kejut atau tidak, jika iya lakukan terapi kejut sebanyak 1
kali dan lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa ritme kembali. Namun jika ritme tidak dapat
diterapi kejut lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah
tersebut hingga petugas ACLS (Advanced Cardiac Life Support ) datang, atau korban mulai
bergerak.
tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah henti jantung dan ritme Ventricular
Fibrilation (VF) atau pulseless Ventrivular Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen RJP
yang paling penting adalah kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis segera
(early defibrillation).
Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda karena proses
pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut ke mulut atau mengambil
alat pemisah atau alat pernafasan lainnya. Dengan mengganti langkah menjadi C-A-B maka
kompresi dada akan dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus
kompresi dada (30 kali kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik).
Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari orang
sekitarnya. Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun salah satu yang menjadi alasan
adalah dalam algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas dan ventilasi mulut ke mulut dalam
Airway adalah prosedur yang kebanyakan ditemukan paling sulit bagi orang awam. Memulai
dengan kompresi dada diharapkan dapat menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak
korban yang bisa mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi mulut ke
konvensional (A-B-C) sebanyak 5 siklus (sekitar 2 menit) sebelum mengaktivasi sistem respon
darurat.
2. Pada bayi baru lahir, penyebab arrest kebanyakan adalah pada sistem pernafasan maka RJP
sebaiknya dilakukan dengan siklus A-B-C kecuali terdapat penyebab jantung yang diketahui.
system yang terpadu dan tidak terpecah-pecah. Sistem mengandung pengertian adanya
komponen-komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, mempunyai sasaran
(output) serta dampak yang diinginkan (outcome). Sistem yang bagus juga harus dapat diukur
dengan melalui proses evaluasi atau umpan balik yang berkelanjutan. Alasan kenapa upaya
pertolongan penderita harus dipandang sebagai satu system dapat diperjelas dengan skema di
bawah ini :
pada apa yang telah dia dapatkan pada periode Pre Hospital Stage bukan hanya tergantung pada
bantuan di fasilitas pelayanan kesehatan saja. Jika di tempat pertama kali kejadian penderita
mendapatkan bantuan yang optimal sesuai kebutuhannya maka resiko kematian dan kecacatan
dapat dihindari. Bisa diilustrasikan dengan penderita yang terus mengalami perdarahan dan
tidak dihentikan selama periode Pre Hospital Stage, maka akan sampai ke rumah sakit dalam
Begitu cedera terjadi maka berlakulah apa yang disebut waktu emas (The Golden
periode). Satu jam pertama juga sangat menentukan sehingga dikenal istilah The Golden
Hour. Setiap detik sangat berharga bagi kelangsungan hidup penderita. Semakin panjang
waktu terbuang tanpa bantuan pertolongan yang memadai, semakin kecil harapan hidup
korban. Terdapat 3 faktor utama di Pre Hospital Stage yang berperan terhadap kualitas hidup
ambulan gawat darurat 24 jam. Ironisnya penolong pertama di wilayah Indonesia sampai saat
tulisan ini dibuat adalah orang awam yang tidak terlatih dan minim pengetahuan tentang
kemampuan pertolongan bagi penderita gawat darurat.. Kecepatan penderita ditemukan sulit
kita prediksi tergantung banyak faktor seperti geografi, teknologi, jangkauan sarana tranport
dan sebagainya. Akan tetapi kualitas bantuan yang datang dan penolong pertama di tempat
Pada fase rumah sakit, Unit Gawat Darurat berperan sebagai gerbang utama jalan
masuknya penderita gawat darurat. Kemampuan suatu fasilitas kesehatan secara keseluruhan
dalam hal kualitas dan kesiapan dalam perannya sebagai pusat rujukan penderita dari pra rumah
tercermin dari kemampuan unit ini. Standarisasi Unit Gawat Darurat saat ini menjadi salah
satu komponen penilaian penting dalam perijinan dan akreditasi suatu rumah sakit. Penderita
dari ruang UGD dapat dirujuk ke unit perawatan intensif, ruang bedah sentral, ataupun bangsal
pertolongan bagi penderita dengan criteria gawat darurat yaitu penderita yang terancam nyawa
dan kecacatan, akan dipengaruhi banyak factor sesuai fase dan tempat kejadian cederanya.
Pertolongan harus dilakukan secara harian 24 jam (daily routine) yang terpadu dan terkordinasi
dengan baik dalam satu system yang dikenal dengan Sistem Pelayanan gawat Darurat Terpadu
(SPGDT). Jika bencana massal terjadi dengan korban banyak, maka pelayanan gawat darurat
harian otomatis ditingkatkan fungsinya menjadi pelayanan gawat darurat dalam bencana
(SPGDB). Tak bisa ditawar-tawar lagi, pemerintah harus mulai memikirkan terwujudnya
1. Sistem komunikasi
Kejelasan kemana berita adanya kejadian gawat darurat disampaikan, akan
memperpendek masa pra rumah sakit yang dialami penderita. Pertolongan yang datang dengan
segera akan meminimalkan resiko-resiko penyulit lanjutan seperti syok hipovolemia akibat
kehilangan darah yang berkelanjutan, hipotermia akibat terpapar lingkungan dingin dan
sebagainya. Siapapun yang menemukan penderita pertama kali di lokasi harus tahu persis
kemana informasi diteruskan. Problemnya adalah bagaimana masyarakat dapat dengan mudah
meminta tolong, bagaimana cara membimbing dan mobilisasi sarana tranportasi (Ambulan),
bagaimana kordinasi untuk mengatur rujukan, dan bagaimana komunikasi selama bencana
berlangsung.
2. Pendidikan
Penolong pertama seringkali orang awam yang tidak memiliki kemampuan menolong
yang memadai sehingga dapat dipahami jika penderita dapat langsung meninggal ditempat
kejadian atau mungkin selamat sampai ke fasilitas kesehatan dengan mengalami kecacatan
karena cara tranport yang salah. Penderita dengan kegagalan pernapasan dan jantung kurang
dari 4-6 menit dapat diselamatkan dari kerusakan otak yang ireversibel. Syok karena
kehilangan darah dapat dicegah jika sumber perdarahan diatasi, dan kelumpuhan dapat
dihindari jika upaya evakuasi & tranportasi cedera spinal dilakukan dengan benar. Karena itu
orang awam yang menjadi penolong pertama harus menguasai lima kemampuan dasar yaitu :
Golongan orang awam lain yang sering berada di tempat umum karena bertugas sebagai
pelayan masyarakat seperti polisi, petugas kebakaran, tim SAR atau guru harus memiliki
kemampuan tambahan lain yaitu menguasai kemampuan menanggulangi keadaan gawat
Penyakit anak
Penyakit dalam
Penyakit saraf
Penyakit Jiwa
masyarakat yang awam dalam bidang pertolongan medis baik secara formal maupun informal
dengan menggunakan kurikulum yang sama, bentuk sertifikasi yang sama dan lencana tanda
lulus yang sama. Sehingga penolong akan memiliki kemampuan yang sama dan memudahkan
3. Tranportasi
Tranportasi penderita dapat dilakukan melalui darat, laut dan udara. Alat tranportasi penderita
ke rumah sakit saat ini masih dilakukan dengan kendaraan yang bermacam-macam kendaraan
tanpa kordinasi yang baik. Hanya sebagian kecil yang dilakukan dengan ambulan, itupun
dengan ambulan biasa yang tidak memenuhi standar gawat darurat. Jenis-jenis ambulan untuk
suatu wilayah dapat disesuaikan dengan kondisi lokal untuk pelayanan harian dan bencana.
4. Pendanaan
Sumber pendanaan cukup memungkinkan karena system asuransi yang kini berlaku di
Indonesia. Pegawai negeri punya ASKES, pegawai swasta memiliki jamsostek, masyarakat
Penilaian, perbaikan dan peningkatan system harus dilakukan secara periodic untuk
1. KONSEP MEDIS
A. Pengertian
1. Menurut Brunner & Sudarth, 2002 infark miokardium mengacu pada proses rusaknya
jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner
berkurang.
2. Menurut Suyono, 1999 infark miokard akut atau sering juga disebut akut miokard infark
adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
3. Infark mioakard adalah suatu keadan ketidakseimbangan antara suplai & kebutuhan
oksigen miokard sehingga jaringan miokard mengalami kematian. Infark menyebabkan
kematian jaringan yang ireversibel. Sebesar 80-90% kasus MCI disertai adanya trombus, dan
berdasarkan penelitian lepasnya trombus terjadi pada jam 6-siang hari. Infark tidak statis dan
dapat berkembang secara progresif.
B. ETIOLOGI
Ada tiga penyebab terjadiya infark iokard akut yaitu :
1) Thrombus
2) Penimbunan lipid pada jaringan fibrosa
3) Syok / perdarahan
C. Patofisiologi
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan aritmia.
Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan
sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume)
dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25
mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal
jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi
juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan
kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan
curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini
jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau
bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih
normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard
yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi
perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena
infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang
nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia. Perubahan-perubahan
hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang fungsi jantung akan membaik
walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik
mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena
terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi.
Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark
meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut
dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-
jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter,
daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga
berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami
peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat,
sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan
fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.
D. Manifestasi Klinik
Pada infark miokard dikenal istilah TRIAS, yaitu:
1. Nyeri :
a. Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak
mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke
bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional),
menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau
nitrogliserin.
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala
terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati
yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
.
2. Laboratorium (Pemeriksaan enzim jantung) :
a. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-
24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
b. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
c. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata / khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam,
kembali normal dalam 3 atau 4 hari
3. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah
ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian adalah adanya gelombang
Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
E. Pemeriksaan Penunjang
2 Enzim Jantung.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan
kontraktilitas, misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
3 . Elektrolit
5
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses
6
Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai
penyebab IMA.
GDA
9 . Ekokardiogram
10
15
FF.pena
. Pe
F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga memperkecil
kemungkinan terjadinya komplikasi.
Adapun penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien yang menderita infark miokard akut
adalah sebagai berikut :
1. Rawat ICCU, puasa 8 jam
2. Tirah baring, posisi semi fowler.
3. Monitor EKG
4. Infus D5% 10 – 12 tetes / menit
5. Oksigen 2 – 4 liter / menit
6. Analgesik : morphin 5 mg atau petidin 25 – 50 mg
7. Obat sedatif : diazepam 2 – 5 mg
8. Bowel care : laksadin
9. Antikoagulan : heparin tiap 4 – 6 jam / infus
10. Diet rendah kalori dan mudah dicerna
11. Psikoterapi untuk mengurangi cemas.
5) QRS lebar, gambaran EKG-nya bisa berupa : Ventrikel Takikardi atau Atrial Fibrilasi
dengan aberan. Kedua gambarannya sama dengan di atas (henti jantung), hanya saja secara
klinis pasien tampak sadar dan nadi atau heart rate masih dapat diperiksa. 3. Bradikardi
Bradikardi yaitu heart rate < 60 kali/ menit, dapat berupa :
1) Irama : sinus
1) Irama : sinus
3) Gelombang P : normal, ada gelombang P yang tidak diikuti QRS 4) Interval PR : normal
atau memanjang secara konstan diikuti blok 5) Gelombang QRS : normal e. Total AV blok
Kriteria : 1) Irama : sinus 2) Heart Rate : biasanya < 60 kali/menit, dibedakan heart rate
gelombang P dan kompleks QRS 3) Gelombang P : normal, tapi gelombang P dan QRS
berdiri sendiri 4) Interval PR : berubah-ubah/tidak ada 5) Gelombang QRS : normal 6) dari
bradikardi, yang biasanya menimbulkan kegawatan adalah AV blok derajat 2 dan 3 Iskemik
Miokard ditandai dengan adanya depresi ST atau gelombang T terbalik, injuri ditandai
dengan adanya ST elevasi. Infark miokard ditandai adanya gelombang Q patologis. Pada fase
awal terjadinya infark ditandai gelombang T yang tinggi sekali (hiperakut T) kemudian pada
fase sub akut ditandai T terbalik lalu pada fase akut ditandai ST elevasi. Pada fase lanjut (old)
ditandai dengan terbentuknya gelombang Q patologis Lokasi infark : 1) Anterior : V2 – V4 2)
Anteroseptal : V1 – V3 3) Anterolateral : V5, V6, I dan aVL 4) Ekstensive anterior : V1 –
V6, I dan aVL 5) Inferior : II, III, aVF 6) Posterior : V1, V2 (resiprokal/seperti cermin)
Contoh infark miokard : Infark miokard (IM) akut inferior (ST elevasi di II, III, aVF) +
iskemik ekstensif anterior (ST depresi di I, aVL, V1 s/d V6) Ventrikel kanan : V1, V3R, V4R
H.
Komplikasi
1. Aritmia
2. Bradikardia sinus
3. Irama nodal
6. Asistolik
7. Takikardia sinus
9. Takikardia supraventrikel
18. Tromboembolisme
19. Perikarditis
1. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a. Airways
b. Breathing
c. Circulation
2). Takikardi
4). Edema
5). Gelisah
6). Akral dingin
2. Pengkajian Sekunder
a. Aktifitas Gejala :
1). Kelemahan
2). Kelelahan
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes
mellitus.
Tanda :
1). Tekanan darah Dapat normal / naik / turun Perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk atau berdiri.
2). Nadi Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).
3). Bunyi jantung Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung
atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.
4). Murmur Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
7). Edema Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum, krekles mungkin
ada dengan gagal jantung atau ventrikel.
8). Warna Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir.
c. Integritas ego
Gejala :
Menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah
pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga.
Tanda :
Menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang,
fokus pada diri sendiri, koma nyeri. d. Eliminasi Tanda : Normal, bunyi usus menurun.
Gejala : Mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau rasa terbakar
Tanda : Penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan.
f. Higiene
g. Neurosensori
Gejala : Pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
Gejala : Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam
dan viseral)
. i. Pernafasan
Gejala :
2) Dispnea nocturnal
Tanda :
3) Pucat, sianosis
j. Interaksi sosial
Gejala :
1) Stress
Tanda
3) Menarik diri
B. Penyimpangan KDM
C. Diagnosa Keperawatan
D. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri ditandai
dengan :
b. Wajah meringis
c. Gelisah
d. Delirium
Kriteria Hasil:
3) Tidak gelisah
4) Nadi 60-100 x / menit,
5) TD 120/ 80 mmHg
Intervensi :
b. Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat.
c. Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, misalnya nafas dalam, perilaku distraksi,
visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
e. Monitor tanda-tanda vital ( nadi & tekanan darah ) tiap dua jam.
Intervensi :
f. Berikan oksigen sesuai kebutuhan g. Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai
indikasi h. Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan i. Berikan makanan sesuai diitnya
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau
kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler ditandai dengan :
a. Dispnea berat
b. Gelisah
c. Sianosis
d. Perubahan GDA
e. Hipoksemia Tujuan : Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (Pa O2 < 80 mmHg,
Pa CO2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg ) setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama di RS. Kriteria hasil : a. Tidak sesak nafas b. Tidak gelisah c. GDA dalam batas
Normal ( Pa O2 < 80 mmHg, Pa CO2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg )
Intervensi :
a. Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan
b. Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan adanya bunyi
tambahan misal krakles, ronki dll.
c. Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya batuk,
penghisapan lendir dll.
d. Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
e. Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau tanda
vital berubah.
Intervensi :
a. Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas
b. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
c. Ajarkan tehnik relaksasi
d. Minimalkan rangsang yang membuat stress
e. Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan
f. Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang dengan suasana tenang
g. Berikan support mental
h. Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius ; 2000
http://blog.ilmukeperawatan.com/asuhan-keperawatan-akut-miocard-infark.html
http://tutorialkuliah.wordpress.com/2008/12/20/asuhan-keperawatan-pada-klien-akut-
miokard-infak-ami/
http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-infark-miokard-akut/
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/infark-miokard/
http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-infark.html
Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta:
EGC; 1994.
BAB 3