Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
METODE PENELITIAN
Lokasi
29
3.2 Flowchart (Diagram Alir)
Secara umum penelitian ini dilakukan melalui tahapan kerja seperti pada
diagram alir pada Gambar 3.2:
Mulai
Studi Literatur
Campuran Batako
1 Pc : 6 Ps
a. Menyiapkan Sampel: untuk fly ash bonggol jagung
menggunakan variasi penambahan 0%, 3%, 6%, 9%, 12%
dan 15% sedangkan untuk styrofoam menggunakan variasi
penambahan 0%, 20%, dan 40%.
b. Mendesain campuran atau menghitung kebutuhan material
A B
30
A B
Standart
Deviasi
Selesai
31
Flowchart pelaksanaan Tugas Akhir ini diawali dengan menentukan
konsep penelitian, lalu dilanjutkan studi pustaka, pengumpulan bahan (semen
portland, styrofoam, fly ash bonggol jagung, pasir, dan air), serta peralatan yang
dibutuhkan. Setelah bahan-bahan telah terkumpul dilanjutkan proses
ppencampuran bahan, kemudian campuran siap dilanjutkan dengan pencetakan
batako dengan cara manual, lalu dilakukan perawatan dan pengujian kuat tekan
pada umur 28 hari. Setelah melakukan pengujian dan mendapatkan data kemudian
dilakukan pembahasan sehingga mendapatkan hasil dan kesimpulan.
32
5. Air yang digunakan harus bersih dan tidak boleh mengandung asam serta
kandungan kimia lainya yang dapat merusak mutu batako.
3.2.3 Peralatan
1. Timbangan digunakan untuk menentukan berat bahan ata material (semen,
fly ash bonggol jagung, styrofoam, pasir, air).
2. Picnometer digunakan sebagai tempat takaan agregat halus dan semen saat
pengujian material yaitu berat jenis pasir dan berat jenis fly ash.
3. Loyang dan pengaduk digunakan sebagai tempat agregat halus, styrofoam,
fly ash bonggol jagung, dan semen pada saat penimbangan dan
pengovenan pada pengujian material. Pengaduk digunakan untuk
mengaduk material pada saat pengujian.
4. Cetakan batako digunakan untuk mencetak benda uji dengan ukuran
34×14×9 cm
5. Ayakan pasir digunakan untuk mengayak pasir.
6. Cangkul dan sekop digunakan sebagai alat unntuk mengambil agregat
halus.
33
d. Alat bantu lain
Langkah Kerja:
a. Menimbang picnometer.
b. Mimbang pasir kondisi SSD sebanyak 500 gr.
c. Memasukkan pasir dalam picnometer kemudian ditimbang.
d. Picnometer yang berisi pasir diisi air sampai penuh dan dipegang miring
(diputar-putar) hingga gelembung udara keluar.
e. Mengisi picnometer dengan air hingga batas kapasitas dan menimbang
beratnya.
Berat jenis pasir dapat dihitung dengan Rumus 3.1:
W1
Berat jenis pasir ………………………………....(3.1)
(W 1 W 3) W 2
Dengan:
W1 = Berat pasir kering oven (gr)
W2 = Berat pikno air + pasir sampai batas pembacaan (gr)
W3 = Berat air + picnometer (gr)
34
d. Pasir
Langkah Kerja
a. Menimbang pasir kering oven sebanyak 500 gr.
b. Mencuci pasir hingga bersih, yaitu dengan mengaduk pasir dengan air
cucian ke dalam saringan berkali-kali.
c. Pasir yang tertinggal di saringan dipindahkan ke dalam pan, dioven
dengan suhu 100±5̊ C.
Kadar lumpur dengan cara kering dapat dihitung dengan Persamaan 3.2:
𝑊1−𝑊2
Kadar lumpur = × 100%...........................................................(3.2)
𝑊1
Dengan:
W1 = berat pasir kering oven (gr)
W2 = berat pasir bersih kering oven (gr)
2. Kebersihan pasir terhadap lumpur dengan cara basah (SNI 03-1970-1990)
Alat dan bahan yang digunakan:
a. Botol bening
b. Penggaris
c. Air
d. Pasir asli
Langkah Kerja:
a. Mengisi botol bening pasir dengan tinggi ± 6 cm.
b. Mengisi air ke dalam botol hingga penuh dan tutup rapat, kemudian
dikocok dan didiamkan selama 24 jam.
c. Endapan lumpur dan pasir masing-masing diukur tingginya.
Kadar lumpur dengan cara basah dapat dihitung menggunakan Persamaan
3.3:
ℎ
Kadar lumpur = 𝐻 × 100%....................................................................(3.3)
Dengan:
h = tinggi lumpur (mm)
H = tinggi pasir (mm)
35
C. Pengujian Air Resapan
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui penambahan berat dari suatu
agregat akibat air yang meresap melalui pori-pori. Proses penyerapan air dalam
bahan beton sangat berpengaruh terhadap waktu untuk beton mengeras.
Masing-masing bahan campuran beton mempunyai tingkat resapan yang
berbeda tergantung jumlah rongga udara yang terjadi. Pasir yang diuji harus
dalam keadaan SSD (Saturated Surface Dry) atau kering permukaan sesuai
dengan peraturan SNI 03-1970-1990. Proses penyerapan air dalam bahan beton
sangat berpengaruh terhadap waktu untuk beton mengeras. Masing-masing
bahancampuran beton mempunyai tingkat resapan yang berbeda tergantung
jumlah rongga udara yang terjadi.
Alat dan bahan yang digunakan:
a. Timbangan analitis 2600 gr.
b. Oven.
c. Pasir kondisi SSD (pasir yang sudah direndam selama 24 jam )
Langkah Kerja:
a. Menimbang pasir kondisi SSD sebanyak 500 gr.
b. Memasukkan kedalam oven setelah 24 jam.
c. Mengeluarkan pasir dan menimbang setelah dingin.
Air resapan pasir dapat dihitung dengan Persamaan 3.4:
𝑊1−𝑊2
Air Resapan Pasir = × 100%.............................................................(3.4)
𝑊2
Dengan:
W1= berat pasir SSD awal (gr)
W2= berat psir kering oven (gr)
36
Alat dan bahan yang digunakan:
a. Satu set ayakan ASTM : #4, #8, #16, #30, #50, #100.
b. Timbangan analitis 2600 gram.
c. Alat penggetar listrik (Shieve Shaker).
d. Pasir dalam keadaan kering oven
Langkah Kerja:
a. Mengeringkan pasir dalam oven dengan suhu 1100̊ C sampai beratnya tetap.
b. Menimbang pasir sebanyak 1000 gram.
c. Memasukkan pasir dalam ayakan dengan ukuran saringan paling besar
ditempatkan di atas, dan digetarkan dengan Sieve Shaker selama 10 menit.
d. Menimbang pasir yang tertinggal dalam ayakan.
e. Mengontrol berat pasir = 1000 gram.
37
Langkah Kerja:
a. Menimbang fly ash sebanyak 50 gr.
b. Menimbang picnometer 100 cc yang telah dibersihkan.
c. Memasukkan fly ash menggunakan funnel ke dalam picnometer dan
beratnya ditimbang.
d. Mengisi picnometer yang terisi fly ash dengan minyak tanah sampai
batas picnometer kemudian beratnya ditimbang.
e. Mengeluarkan fly ash dan minyak untuk dibersihkan.
f. Picnometer dalam keadaan kosong diisi minyak tanah hingga batas
picnometer kemudian beratnya ditimbang.
g. Dilakukan tiga percobaan.
Berat jenis fly ash dapat dihitung dengan Persamaan 3.5:
0,8×𝑊1
Berat jenis fly ash = (𝑊1−𝑊2+𝑊3) ..................................................(3.5)
Dengan:
0,8 = berat jenis minyak tanah
W1 = berat fly ash (gr)
W2 = berat fly ash + minyak + picnometer (gr)
W3 = berat minyak + picnometer (gr)
38
Tabel 3.1 Variasi Campuran Fly Ash Bonggol Jagung dan Styrofoam untuk Kuat
Tekan Batako
Prosentase Hari Jumlah Benda Uji
Fa 0% dan Sty 0% 28 5 buah
Fa 0% dan Sty 20% 28 5 buah
Fa 0% dan Sty 40% 28 5 buah
Fa 3% dan Sty 0% 28 5 buah
Fa 3% dan Sty 20% 28 5 buah
Fa 3% dan Sty 40% 28 5 buah
Fa 6% dan Sty 0% 28 5 buah
Fa 6% dan Sty 20% 28 5 buah
Fa 6% dan Sty 40% 28 5 buah
Fa 9% dan Sty 0% 28 5 buah
Fa 9% dan Sty 20% 28 5 buah
Fa 9% dan Sty 40% 28 5 buah
Fa 12% dan Sty 0% 28 5 buah
Fa 12% dan Sty 20% 28 5 buah
Fa 12% dan Sty 40% 28 5 buah
Fa 15% dan Sty 0% 28 5 buah
Fa 15% dan Sty 20% 28 5 buah
Fa 15% dan Sty 40% 28 5 buah
Jumlah 90 buah
Sumber: Analisi Data, 2018
39
menggunakan variasi penambahan 10%, 15%, dan 20% dan saat kuat tekan
pada variasi campuran 10% sudah mengalami penurunan kuat tekan terhadap
kuat tekan normal. Sehingga pada penelitian ini menggunakan variasi
penambahan fly ash bonggol jagung 0%, 3%, 6%, 9%, 12%, 15% terhadap
berat semen, sedangkan untuk penambahan variasi styrofoam sebesar 0%, 20%,
40% terhadap volume pasir. Adapun perhitungan komposisi campuran batako
dengan dimensi panjang 340 mm, lebar 19 mm, dan tebal 90 mm dan berat
rata-rata batako 5000 gr. Kebutuhan semen, pasir, air, fly ash, dan styrofoam
sebagai berikut:
40
g. Memasukkan kembali adonan batako ke dalam cetakan hingga penuh,
kenudian dipadatkan lagi.
h. Memasang cetakan penutup lalu di press dengan mesin cetak batako.
i. Melepas cetakan dengan hati-hati dan meletakkan adonan batako di tempat
yang teduh hingga kering dan keras. Setelah cukup keras batako direndam
dalam bak perendaman.
j. Setelah umur 28 hari dilakukan pengujian kuat tekkan.
41
1. Pengujian Visual
Pengujian ukuran dilakukan untuk melihat dan mengamati apakah batako
sudah sesuai dengan standart yang ditentukan, karena apabila belum sesuai
dengan SNI dapat mempengaruhi nilai kekuatan pada bangunan. Sedangkan
pengujian tampak luar dilakukan agar tidak mengurangi nilai jual. Apabila
tampak batako dari segi fisik sudah bagus, maka nilai jualnya akan baik.
Sebaliknya apabila secara fisik sudah tampak tidak kuat maka batako tersebut
tidak akan dipasarkan. Untuk mengetahui ukuran rata-rata batako, dipakai 5
buah benda uji yang utuh sebagai alat pengukur dipakai mistar sorong yang
dapat mengukur teliti sampai 1 mm atau bisa juga digunakan alat ukur yang
biasa dipakai dengan satuan cm (Arifin, 2016).
Setiap pengukuran panjang, lebar, tinggi atau tebal dinding
batakodilakukan paling sedikit lima kali pada tempat yang berbeda-beda,
kemudian dihitung nilai rat-rata dari lima pengukuran tersebut. Hasil analisa
pengukuran dari 5 buah benda uji ditetapkan berdasarkan SNI 03-0349-1989.
Setelah perawatan 28 hari batako yang diuji harus dalam keadaan kering.
Tahapan yang harus dilakukan yaitu:
a. Membersihkan permukaan benda uji batako dari berbagai kotoran yang
menempel.
b. Mengukur panjang, lebar, dan tebal batako dengan penggaris ataupun
mistar sorong.
c. Melakukan pengamatan benda uji seperti: keadaan permukaan, kerapatan
dan keadaan sudut-sudutnya.
42
3. Pengujian Penyerapan Air
Prosentase berat air yang mampu diserap agregat di dalam air disebut
serapan air, sedangkan banyaknya air yang terkandung dalam agregat disebut
kadar air. Besar kecilnya penyerapan air sangat dipengaruhi pori atau rongga
yang terdapat pada beton. Semakin banyak pori yang terkandung dalam beton
maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan
berkurang. Rongga (pori) yang terdapat pada beton terjadi karena kurang
tepatnya kualitas dan komposisi material penyusunnya. Pengaruh rasio yang
terlalu besar dapat menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak
bereaksi dan kemudian menguap dan meninggalkan rongga (Arifin, 2016).
Pengujian penyerapan air batako menggunakan acuan pada SNI 03-0349-1989,
prosedur pengujiannya sebagai berikut:
a. Merendam benda uji seutuhnya dalam air bersih yang bersuhu ringan
selama 24 jam.
b. Mengangkat benda uji dari rendaman dan air sisanya dibiarkan meniris
c. Lalu permukaan bidang diseka dengan kail lembab, agar air yang berlebihan
di bidang permukaan benda uji terserap kain lembab tersebut.
d. Menimbang benda uji tersebut.
e. Mengeringkan benda uji dengan mengoven suhu 105̊ ± 5̊ C, sampai beratnya
tetap.
f. Selisih penimbangan dalam keadaan basah dan keadaan kering adalah
jumlah penyerapan air.
Penyerapan air pada batako dapat dihitung berdasarkan persen berat benda uji
kering yang dapat dilihat pada Persamaan 3.6.
(𝑀𝑗−𝑀𝑘)
Wa = × 100%.................................................................................(3.6)
𝑀𝑘
Dimana:
Wa = Water Absorption (%)
Mk = Massa benda kering (gr)
Mj = Massa bend dalam kondisi jenuh (gr)
Berdasarkan PUBI, (1982) tentang bata beton (batako), persyaratan nilai
penyerapan air maksimum adalah 25%.
43
4. Pengujian Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan dihentikan setelah dial pembacaan pada alat
compression test berhenti. Hal ini menunjukan bahwa kuat tekan dari benda uji
tersebut sudah maksimal. Tekanan dikerjakan pada bidang-bidang sisi yang
rata. Pengujian ini bertujuan untuk menguji dan mengetahui kuat tekan batako
dengan bahan campuran fly ash dan juga styrofoam pada semen dan air.
Langkah-langkah dalam pengujian benda uji adalah:
a. Menyiapkan benda uji dan peralatan.
b. Menimbang benda uji untuk mendapatkan data berat volume.
c. Meratakan permukaan beton dengan alat yang tesedia apabila permukaan
beton tidak rata.
d. Menempatkan benda uji ke dalam mesin kuat tekan.
e. Menyalakan mesin kuat tekan supaya benda uji mendapatkan beban.
Pengujian kuat tekan dihentikan setelah dial pembacaan pada alat
compression test berhenti (beton tidak kuat lagi menahan beban).
f. Mencatat beban maximum yang dapat diterima benda uji.
g. Mengeluarkan benda uji.
Perhitungan kuat tekan batako mengacu pada SNI 03-0349-1989 dan dihitung
dengan Persamanan 3.7 berikut:
𝑃
Fmaks = 𝐴....................................................................................................(3.7)
Dimana:
P = Kuat Tekan (kg)
A = Luas permukaan benda uji (cm2)
Fmaks = Gaya maksimum (kg/cm2)
44
Koefisien variasi merupakan suatu ukuran variasi yang dapat digunakan
untuk membandingkan satuan yang berbeda. Jika membandingkan berbagai
variasi atau dua variabel yang mempunyai satuan yang berbeda maka tidak dapat
dilakukan dengan menghitung ukuran penyebaran yang sifatnya absolut.
Koefisien variasi adalah suatu perbandingan antara simpangan baku dengan nilai
rata-rata dan dinyatakan dengan persentase. Besarnya koefisien variasi akan
berpengaruh terhadap kualitas sebaran data. Jadi jika koefisien variasi semakin
kecil maka datanya semakin homogen dan jika koefisien korelasi semakin besar
maka datanya semakin homogen (Arifin, 2016).
Standart deviasi dapat ditentukan melalui Persamaan 3.8 dan koefisien
variasi dapat ditentukan melalui Persamaan 3.9 berikut:
s = {[(𝑥1 − 𝑥)2 + (𝑥2 − 𝑥)2+ ........... + (𝑥𝑛 − 𝑥)2 ]/ (𝑛 − 1)}1/2...................(3.8)
Dimana:
s = Standart deviasi
𝑥1 = Hasil pengujian individu
𝑥 = Hasil uji rata-rata
n = Jumlah pengujian
𝜎
V = 𝑥 ...................................................................................................................(3.9)
Dimana:
V = Koefisien variasi (%)
𝜎 = Standart deviasi
𝑥 = Rata-rata kuat tekan
3.2.10 Jadwal Kegiatan
Pelaksanaan tugas akhir ini direncanakan selesai kurang lebih dalam kurun
waktu 5 bulan, baik itu dalam pengujian material, pembuatan benda uji serta
penyusunan laporan proyek akhir, termasuk publikasi hasil penelitian. Adapun
kegiatan utama yang dilakukan sebagai berikut :
1. Studi Pustaka
Penyusunan ketentuan yang natinya digunakan untuk menyusun laporan
tugas akhir dari berbagai sumber yang terkait.
2. Pembuatan Proposal
45
Dimana pembuatan proposal digunakan untuk mengajukan pembuatan
tugas akhir yang akan dikerjakan.
3. Seminar Proposal
Dimana pada nantinya materi yang akan digunakan pada saat pengajuan
tugas akhir akan ditentukan layak atau tidaknya untuk dilanjutkan melalui
penelitian yang akan dilaksanakan.
4. Revisi Proposal
Dimana Revisi dikerjakan untuk memperbaiki proposal dari seminar
proposal yang telah dilaksanakan.
5. Pembuatan Sampel, Perawatan dan Pengujian
Pembuatan, perawatan dan pengujian sampel dilaksakan di kampus
Politeknik Negeri Banyuwangi Program Studi Teknik Sipil.
6. Pengolahan Data
Setelah pengujian dilaksanakan maka tahap selanjutnya yaitu mengolah
data atau hasil dari pengujian menjadi sebuah laporan tugas akhir.
7. Hasil dan Pembahasan
Hasil akhir atau kesimpulam yang penulis dapatkan selama pengerjaan
tugas akhir beserta rekomendasi yang disarankan.
8. Pembuatan Laporan Tugas Akhir
Penyusunan laporan ini dimulai dariawal penelitian sampai akhir kegiatan
penelitian. Selama jangka waktu ini juga dilakukan kegiatan asistensi
laporan kepada dosen pembimbing yang sudah ditentukan.
9. Seminar Tugas Akhir
Tugas Akhir dipublikasikan
10. Sidang Proyek Akhir
Pertanggung jawaban hasil tugas akhir.
Adapun rincian jadwal pelaksanaan kegiatan proyek akhir dapat dilihat pada
Tabel 3.2.
46
47