Вы находитесь на странице: 1из 19

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Pembuatan benda uji ini dilakukan dilakukan di Jl. Jember-Banyuwangi,
Mangir, Rogojampi, Kabupaten Bayuwangi. Pengujian bahan campuran dilakukan
di Laboratorium Politeknik Negeri Banyuwangi, yang beralamat Jl. Raya Jember
KM 13 Dsn. Labanasem Kecamatan Kabat Kabupaten Bayuwangi. Waktu
Penelitian dilakukan selama empat bulan yaitu pada bulan Maret 2018 - Juni
2018. Gambar lokasi tempat pembuatan batako dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Lokasi

Gambar 3.1 Lokasi Pembuatan Batako


Sumber: Google Maps, 2018

29
3.2 Flowchart (Diagram Alir)
Secara umum penelitian ini dilakukan melalui tahapan kerja seperti pada
diagram alir pada Gambar 3.2:

Mulai

Studi Literatur

Persiapan Bahan Batako

Semen Fly Ash Bonggol Pasir Styrofoam Air


Jagung

1. Lolos Saringan 1. BJ Pasir Digiling


no. 200 2. Air Resapan (Dihaluskan)
2. Berat Jenis 3. Kadar Lumpur
4. Analisa Saringan

Campuran Batako
1 Pc : 6 Ps
a. Menyiapkan Sampel: untuk fly ash bonggol jagung
menggunakan variasi penambahan 0%, 3%, 6%, 9%, 12%
dan 15% sedangkan untuk styrofoam menggunakan variasi
penambahan 0%, 20%, dan 40%.
b. Mendesain campuran atau menghitung kebutuhan material

A B

30
A B

Proses Pembuatan Batako:


Jumlah benda uji 90 buah
Tiap variasi penambahan fly ash dan
styrofoam sebanyak 5 buah.

Perawatan Benda Uji

Pengujian Fisik Umur 28 Hari:


1. Pengujian Visual
2. Pengujian Berat Volume
3. Pengujian Penyerapan Air

Pengujian Mekanik Umur 28 Hari


Pengujian Kuat Tekan Batako

Standart
Deviasi

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.2 Flowchart (Diagram Alir) Pengerjaan, (Hasil pengolahan, 2018).

31
Flowchart pelaksanaan Tugas Akhir ini diawali dengan menentukan
konsep penelitian, lalu dilanjutkan studi pustaka, pengumpulan bahan (semen
portland, styrofoam, fly ash bonggol jagung, pasir, dan air), serta peralatan yang
dibutuhkan. Setelah bahan-bahan telah terkumpul dilanjutkan proses
ppencampuran bahan, kemudian campuran siap dilanjutkan dengan pencetakan
batako dengan cara manual, lalu dilakukan perawatan dan pengujian kuat tekan
pada umur 28 hari. Setelah melakukan pengujian dan mendapatkan data kemudian
dilakukan pembahasan sehingga mendapatkan hasil dan kesimpulan.

3.2 Langkah – Langkah Penelitian


Dalam penelitian ini diperlukan beberapa langkah – langkah yang terdapat
pada Gambar 3.1 untuk mendapatkan hasil sesuai dengan tujuannya.

3.2.1 Studi Literatur


Studi literatur dilakukan dengan mempertimbangkan jurnal-jurnal, buku,
berita, dan sumber-sumber yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga
dapat dijadikan dasar dari penelitian ini dan dapat dijadikan referensi agar
mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu juga mempelajari
tentang cara-cara pengujian batako.

3.2.2 Persiapan Bahan Baku


Pada penelitian ini bahan baku limbah styrofoam dan bonggol jagung
diambil dari daerah Bagorejo. Bahan baku yang dipergunakan untuk pembuatan
batako ringan antara lain :
1. Semen (Portland Cement) yang digunakan adalah jenis semen Portland
Pozolan type I yang banyak beredar dipasaran dengan kemasan 50 kg/sak.
2. Pasir yang digunakan pasir yang bercampur dengan batu kerikil yang
nantinya bisa menyebabkan kualitas batako menjadi buruk karena pada
saat melakukan pencetakan akan terganjal oleh batu kerikil.
3. Styrofoam yang digunakan adalah limbah dari bahan-bahan elektronik.
4. Fly ash bonggol jagung yang digunakan dengan lolos saringan no. 200
yang didapat dari petani daerah Bagorejo.

32
5. Air yang digunakan harus bersih dan tidak boleh mengandung asam serta
kandungan kimia lainya yang dapat merusak mutu batako.

3.2.3 Peralatan
1. Timbangan digunakan untuk menentukan berat bahan ata material (semen,
fly ash bonggol jagung, styrofoam, pasir, air).
2. Picnometer digunakan sebagai tempat takaan agregat halus dan semen saat
pengujian material yaitu berat jenis pasir dan berat jenis fly ash.
3. Loyang dan pengaduk digunakan sebagai tempat agregat halus, styrofoam,
fly ash bonggol jagung, dan semen pada saat penimbangan dan
pengovenan pada pengujian material. Pengaduk digunakan untuk
mengaduk material pada saat pengujian.
4. Cetakan batako digunakan untuk mencetak benda uji dengan ukuran
34×14×9 cm
5. Ayakan pasir digunakan untuk mengayak pasir.
6. Cangkul dan sekop digunakan sebagai alat unntuk mengambil agregat
halus.

3.2.4 Tahap Pelaksanaan


A. Pengujian Agregat Halus
Pengujian agregat halus yaitu melakukan pengujian terhadap pasir,
prosedur pengujian mengacu pada SNI 1970-2008, yang meliputi pengujian:
1. Berat jenis pasir (SNI 1970-2008)
Pasir untuk bahan bangunan bermacam-macam (pasir besi, kwarsa, lesti,
dll).Masing-masing jenis pasir mempunyai berat jenis yang berbeda-beda, pasir
yang digunakan untuk campuran beton juga tertentu dengan tingkat kekuatan
yang diinginkan. Untuk itu berat jenis pasir akan mempengaruhi kekuatan
beton itu sendiri.
Alat dan bahan yang digunakan:
a. Timbangan analitis 2600 gr.
b. Picnometer 1000 cc.
c. Pasir kondisi SSD (pasir yang sudah direndam selama 24 jam).

33
d. Alat bantu lain
Langkah Kerja:
a. Menimbang picnometer.
b. Mimbang pasir kondisi SSD sebanyak 500 gr.
c. Memasukkan pasir dalam picnometer kemudian ditimbang.
d. Picnometer yang berisi pasir diisi air sampai penuh dan dipegang miring
(diputar-putar) hingga gelembung udara keluar.
e. Mengisi picnometer dengan air hingga batas kapasitas dan menimbang
beratnya.
Berat jenis pasir dapat dihitung dengan Rumus 3.1:
W1
Berat jenis pasir  ………………………………....(3.1)
(W 1  W 3)  W 2
Dengan:
W1 = Berat pasir kering oven (gr)
W2 = Berat pikno air + pasir sampai batas pembacaan (gr)
W3 = Berat air + picnometer (gr)

B. Pengujian Kadar Lumpur


Pengujian kadar lumpur pasir dalam penelitian ini ada dua cara yaitu cara
kering dan basah. Dalam hal ini pengujian kadar lumpur dilakukan untuk
mengurangi kandungan lumpur yang ada, karena lumpur dapat mengganggu
proses hidrasi semen sehingga kekuatan semen untuk mengikat material pasir
dan kerikil akan berkurang akibatnya kekuatan beton yang dibuat tidak dapat
tercapai. Pengujian kebersihan pasir terhadap lumpur ini dilakukan sesuai
dengan peraturan SNI 03-1970-1990. Agregat halus yang baik harus bebas dari
bahan organik, lempung, partikel yang lebih kecil dari saringan no. 100, atau
bahan-bahan lain yang bisa merusak campuran beton.
1. Kebersihan pasir terhadap lumpur dengan cara kering
Alat dan bahan yang digunakan:
a. Timbangan analistis 2600 gr.
b. Saringan 0,063 gr dan pan.
c. Oven.

34
d. Pasir
Langkah Kerja
a. Menimbang pasir kering oven sebanyak 500 gr.
b. Mencuci pasir hingga bersih, yaitu dengan mengaduk pasir dengan air
cucian ke dalam saringan berkali-kali.
c. Pasir yang tertinggal di saringan dipindahkan ke dalam pan, dioven
dengan suhu 100±5̊ C.
Kadar lumpur dengan cara kering dapat dihitung dengan Persamaan 3.2:
𝑊1−𝑊2
Kadar lumpur = × 100%...........................................................(3.2)
𝑊1

Dengan:
W1 = berat pasir kering oven (gr)
W2 = berat pasir bersih kering oven (gr)
2. Kebersihan pasir terhadap lumpur dengan cara basah (SNI 03-1970-1990)
Alat dan bahan yang digunakan:
a. Botol bening
b. Penggaris
c. Air
d. Pasir asli
Langkah Kerja:
a. Mengisi botol bening pasir dengan tinggi ± 6 cm.
b. Mengisi air ke dalam botol hingga penuh dan tutup rapat, kemudian
dikocok dan didiamkan selama 24 jam.
c. Endapan lumpur dan pasir masing-masing diukur tingginya.
Kadar lumpur dengan cara basah dapat dihitung menggunakan Persamaan
3.3:

Kadar lumpur = 𝐻 × 100%....................................................................(3.3)

Dengan:
h = tinggi lumpur (mm)
H = tinggi pasir (mm)

35
C. Pengujian Air Resapan
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui penambahan berat dari suatu
agregat akibat air yang meresap melalui pori-pori. Proses penyerapan air dalam
bahan beton sangat berpengaruh terhadap waktu untuk beton mengeras.
Masing-masing bahan campuran beton mempunyai tingkat resapan yang
berbeda tergantung jumlah rongga udara yang terjadi. Pasir yang diuji harus
dalam keadaan SSD (Saturated Surface Dry) atau kering permukaan sesuai
dengan peraturan SNI 03-1970-1990. Proses penyerapan air dalam bahan beton
sangat berpengaruh terhadap waktu untuk beton mengeras. Masing-masing
bahancampuran beton mempunyai tingkat resapan yang berbeda tergantung
jumlah rongga udara yang terjadi.
Alat dan bahan yang digunakan:
a. Timbangan analitis 2600 gr.
b. Oven.
c. Pasir kondisi SSD (pasir yang sudah direndam selama 24 jam )
Langkah Kerja:
a. Menimbang pasir kondisi SSD sebanyak 500 gr.
b. Memasukkan kedalam oven setelah 24 jam.
c. Mengeluarkan pasir dan menimbang setelah dingin.
Air resapan pasir dapat dihitung dengan Persamaan 3.4:
𝑊1−𝑊2
Air Resapan Pasir = × 100%.............................................................(3.4)
𝑊2

Dengan:
W1= berat pasir SSD awal (gr)
W2= berat psir kering oven (gr)

D. Pengujian Analisa Saringan Pasir


Agregat merupakan komponen beton paling berperan dalam menentukan
besarnya volume beton. Pada beton biasanya terdapat 70-75 % volume agregat.
Agregat terbagi atas agregat halus umumnya terdiri dan pasir atau partikel-
partikel yang lewat saringan standar ASTM #4 atau 5 mm dan #100. Agregat
halus merupakan pengisi yang berupa pasir, variasi ukuran dan sesuatu dengan
standart analisa saringan dan ASTM.

36
Alat dan bahan yang digunakan:
a. Satu set ayakan ASTM : #4, #8, #16, #30, #50, #100.
b. Timbangan analitis 2600 gram.
c. Alat penggetar listrik (Shieve Shaker).
d. Pasir dalam keadaan kering oven
Langkah Kerja:
a. Mengeringkan pasir dalam oven dengan suhu 1100̊ C sampai beratnya tetap.
b. Menimbang pasir sebanyak 1000 gram.
c. Memasukkan pasir dalam ayakan dengan ukuran saringan paling besar
ditempatkan di atas, dan digetarkan dengan Sieve Shaker selama 10 menit.
d. Menimbang pasir yang tertinggal dalam ayakan.
e. Mengontrol berat pasir = 1000 gram.

E. Pengujian Fly Ash (Bonggol Jagung)


Pengujian fly ash bonggol jagung dilakukan dengan penyaringan fly ash
dan pengujian berat jenis fly ash.
1. Penyaringan Fly Ash bertujuan untuk mendapatkan ukuran yang
direncanakan yaitu fly ash yang lolos ayakan no.200. Tahap penyaringan
fly ash adalah (Syaka, 2013):
a. Mengumpulkan bahan bonggol jagung.
b. Membakar bonggol jagung dengan suhu 300̊ C.
c. Penyaringan fly ash dengan menggunakan ayakan no.200.
d. Fly ash yang lolos di saringan no. 200 digunakan sebagai bahan
tambahan semen pada campuran pembuatan batako.
2. Pengujian berat jenis fly ash bertujuan untuk mengetahui sifat fisik pada
fly ash (Syaka, 2013):
Alat dan bahan yang digunakan di dalam pengujian berat jenis fly ash:
a. Timbangan analitis 2600 gr.
b. Picnometer 100 cc.
c. Funnel dan pan.
d. Fly ash.
e. Minyak tanah

37
Langkah Kerja:
a. Menimbang fly ash sebanyak 50 gr.
b. Menimbang picnometer 100 cc yang telah dibersihkan.
c. Memasukkan fly ash menggunakan funnel ke dalam picnometer dan
beratnya ditimbang.
d. Mengisi picnometer yang terisi fly ash dengan minyak tanah sampai
batas picnometer kemudian beratnya ditimbang.
e. Mengeluarkan fly ash dan minyak untuk dibersihkan.
f. Picnometer dalam keadaan kosong diisi minyak tanah hingga batas
picnometer kemudian beratnya ditimbang.
g. Dilakukan tiga percobaan.
Berat jenis fly ash dapat dihitung dengan Persamaan 3.5:
0,8×𝑊1
Berat jenis fly ash = (𝑊1−𝑊2+𝑊3) ..................................................(3.5)

Dengan:
0,8 = berat jenis minyak tanah
W1 = berat fly ash (gr)
W2 = berat fly ash + minyak + picnometer (gr)
W3 = berat minyak + picnometer (gr)

3.2.5 Campuran Batako


a. Menyiapkan Sampel Batako
Menyiapkan sampel batako untuk dilakukannya pengujian kuat tekan pada
umur 28 hari. Pengujian berat volume pada umur 28 hari danuntuk pengujian
penyerapan air (water absorbsi) dan ketahanan terhadap rembesan pada umur
28 hari. Masing- masing benda uji dari tiap-tiap pengujian ada 5 buah yang
mengacu pada SNI 03-0349-1989. Sampel disiapkan dengan variasi 0%, 3%,
6%, 9%, 12%, 15%, fly ash terhadap berat semen dan 0%, 20%, 40%
styrofoam terhadap volume pasir. Jumlah sampel dan variasinya dijabarkan
pada Tabel 3.1.

38
Tabel 3.1 Variasi Campuran Fly Ash Bonggol Jagung dan Styrofoam untuk Kuat
Tekan Batako
Prosentase Hari Jumlah Benda Uji
Fa 0% dan Sty 0% 28 5 buah
Fa 0% dan Sty 20% 28 5 buah
Fa 0% dan Sty 40% 28 5 buah
Fa 3% dan Sty 0% 28 5 buah
Fa 3% dan Sty 20% 28 5 buah
Fa 3% dan Sty 40% 28 5 buah
Fa 6% dan Sty 0% 28 5 buah
Fa 6% dan Sty 20% 28 5 buah
Fa 6% dan Sty 40% 28 5 buah
Fa 9% dan Sty 0% 28 5 buah
Fa 9% dan Sty 20% 28 5 buah
Fa 9% dan Sty 40% 28 5 buah
Fa 12% dan Sty 0% 28 5 buah
Fa 12% dan Sty 20% 28 5 buah
Fa 12% dan Sty 40% 28 5 buah
Fa 15% dan Sty 0% 28 5 buah
Fa 15% dan Sty 20% 28 5 buah
Fa 15% dan Sty 40% 28 5 buah
Jumlah 90 buah
Sumber: Analisi Data, 2018

b. Desain Campuran untuk Kebutuhan Batako


Berdasarkan dari hasil penelitian yang pernah dilakukan, maka penelitian
yang akan dilakukan saat ini adalah menggunakan bahan campuran fly ash
bonggol jagung dan styrofoam untuk mendapatkan batako yang berkualitas
dengan cara mengikuti komposisi campuran styrofoam yaitu 1Pc : 6Ps dan
variasi penambahan 0%, 20%, dan 40% yang pernah dilakukan oleh Arifin,
(2016). Sedangkan untuk komposisi campuran fly ash bonggol jagung
mengikuti penelitian dari Juwanto, dkk., (2015). Penelitian yang dilakukan

39
menggunakan variasi penambahan 10%, 15%, dan 20% dan saat kuat tekan
pada variasi campuran 10% sudah mengalami penurunan kuat tekan terhadap
kuat tekan normal. Sehingga pada penelitian ini menggunakan variasi
penambahan fly ash bonggol jagung 0%, 3%, 6%, 9%, 12%, 15% terhadap
berat semen, sedangkan untuk penambahan variasi styrofoam sebesar 0%, 20%,
40% terhadap volume pasir. Adapun perhitungan komposisi campuran batako
dengan dimensi panjang 340 mm, lebar 19 mm, dan tebal 90 mm dan berat
rata-rata batako 5000 gr. Kebutuhan semen, pasir, air, fly ash, dan styrofoam
sebagai berikut:

3.2.6 Tahap Pencetakan Batako


Pencetakan batako untuk penelitian ini dilakukan melalui tahapan
pembuatan benda uji batako styrofoam dan fly ash, benda uji dibuat dengan cara
yang sama dengan pembuatan batako secara manual brikut langkah kerjanya:
a. Menyiapkan semua bahan dan alat yang diperlukan seperti: semen, pasir,
fly ash, styrofoam, timbangan, cetakan batako dengan ukuran 340
mm×150 mm×100 mm.
b. Menghancurkan styrofoam dengan alat penghancur.
c. Mengayak pasir untuk mendapatkan pasir yang halus dengan
menggunakan saringan atau ayakan.
d. Menimbang semen, fly ash, styrofoam, dan pasir dengan perbandingan
1Pc:6Ps sebagai kontrol dengan variasi penambahan fly ash 0%, 3%, 6%,
9%, 12%, 15% terhadap berat semen dan styrofoam 0%, 20%, 40%
terhadap volume pasir.
e. Mencampurkan bahan dengan perbandingan masing-masing tersebut,
mengaduk semua bahan sampai rata, adonan batako yang sudah dicampur
hingga rata ditambah air secukupnya. Air ditakar sesuai FAS yang
direncanakan.
f. Memasukkan adonan batako ke dalam cetakan setinggi 2/3 bagian cetakan,
kemudian dipadatkan dengan cara ditumbuk sampai benar-benar padat
dengan alat pemadat.

40
g. Memasukkan kembali adonan batako ke dalam cetakan hingga penuh,
kenudian dipadatkan lagi.
h. Memasang cetakan penutup lalu di press dengan mesin cetak batako.
i. Melepas cetakan dengan hati-hati dan meletakkan adonan batako di tempat
yang teduh hingga kering dan keras. Setelah cukup keras batako direndam
dalam bak perendaman.
j. Setelah umur 28 hari dilakukan pengujian kuat tekkan.

3.2.7 Perawatan Benda Uji


Perawatan benda uji yaitu dengan melakukan perendaman terhadap batako
yang baru dikeluarkan dari cetakan dalam jangka waktu sesuai dengan umur yang
akan diuji yaitu 28 hari lalu diangin-anginkan yang kemudian akan dites kuat
tekan dan resapan batako setelah benda uji dikeluarkan dari dalam air sehari
sebelum dites kuat tekan. Perendaman ini dilakukan untuk menghindari pengaruh
cuaca terhadap proses pengerasan benda uji yang dapat mempengaruhi kekuatan
batako (Iftinan, 2017).

3.2.8 Proses Pengujian


Berdasarkan dari hasil penelitian yang pernah dilakukan, maka pada
penelitian yang akan dilakukan saat ini adalah mengkombinasikan antara
styrofoam dan fly ash denan tujuan untuk mendapatakan batako berkualitas dan
berat menjadi lebih ringan dengan cara mengikuti komposisi campuran yang
pernah dilakukan peneliti terdahulu. Dalam penelitian ini mutu yang inigin
dicapai adalah A1 dengan kuat tekan rata-rata 20 kg/cm2, yang untuk konstruksi
yang tidak memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi lainnya yang selalu
terlindungi dari cuaca luar (PUBI, 1982). Jenis pengujian batako ada dua
pengujian yaitu pengujian secara mekanik dan pengujian secara fisik. Pengujian
mekanik batako adalah pengujian kuat tekan sedangkan pengujian secara fisik
batako adalah pengujian sifat tampak, ukuran, berat volume, dan penyerapan air.
Adapun pengujian batako antara lain sebagai berikut:

41
1. Pengujian Visual
Pengujian ukuran dilakukan untuk melihat dan mengamati apakah batako
sudah sesuai dengan standart yang ditentukan, karena apabila belum sesuai
dengan SNI dapat mempengaruhi nilai kekuatan pada bangunan. Sedangkan
pengujian tampak luar dilakukan agar tidak mengurangi nilai jual. Apabila
tampak batako dari segi fisik sudah bagus, maka nilai jualnya akan baik.
Sebaliknya apabila secara fisik sudah tampak tidak kuat maka batako tersebut
tidak akan dipasarkan. Untuk mengetahui ukuran rata-rata batako, dipakai 5
buah benda uji yang utuh sebagai alat pengukur dipakai mistar sorong yang
dapat mengukur teliti sampai 1 mm atau bisa juga digunakan alat ukur yang
biasa dipakai dengan satuan cm (Arifin, 2016).
Setiap pengukuran panjang, lebar, tinggi atau tebal dinding
batakodilakukan paling sedikit lima kali pada tempat yang berbeda-beda,
kemudian dihitung nilai rat-rata dari lima pengukuran tersebut. Hasil analisa
pengukuran dari 5 buah benda uji ditetapkan berdasarkan SNI 03-0349-1989.
Setelah perawatan 28 hari batako yang diuji harus dalam keadaan kering.
Tahapan yang harus dilakukan yaitu:
a. Membersihkan permukaan benda uji batako dari berbagai kotoran yang
menempel.
b. Mengukur panjang, lebar, dan tebal batako dengan penggaris ataupun
mistar sorong.
c. Melakukan pengamatan benda uji seperti: keadaan permukaan, kerapatan
dan keadaan sudut-sudutnya.

2. Pengujian Berat Volume


Berat volume dalah berat per satuan volume dengan maksud sebagai
pegangan dalam pengujian untuk menentukan berat isi beton segar serta
banyaknya semen per meter kubik beton. Pengujian berat volume ini dilakukan
untuk mengetahui berat dalam setiap volume pada batako dan pengujian ini
dilakukan setelah perawatan umur 28 hari (Arifin, 2016).

42
3. Pengujian Penyerapan Air
Prosentase berat air yang mampu diserap agregat di dalam air disebut
serapan air, sedangkan banyaknya air yang terkandung dalam agregat disebut
kadar air. Besar kecilnya penyerapan air sangat dipengaruhi pori atau rongga
yang terdapat pada beton. Semakin banyak pori yang terkandung dalam beton
maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan
berkurang. Rongga (pori) yang terdapat pada beton terjadi karena kurang
tepatnya kualitas dan komposisi material penyusunnya. Pengaruh rasio yang
terlalu besar dapat menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak
bereaksi dan kemudian menguap dan meninggalkan rongga (Arifin, 2016).
Pengujian penyerapan air batako menggunakan acuan pada SNI 03-0349-1989,
prosedur pengujiannya sebagai berikut:
a. Merendam benda uji seutuhnya dalam air bersih yang bersuhu ringan
selama 24 jam.
b. Mengangkat benda uji dari rendaman dan air sisanya dibiarkan meniris
c. Lalu permukaan bidang diseka dengan kail lembab, agar air yang berlebihan
di bidang permukaan benda uji terserap kain lembab tersebut.
d. Menimbang benda uji tersebut.
e. Mengeringkan benda uji dengan mengoven suhu 105̊ ± 5̊ C, sampai beratnya
tetap.
f. Selisih penimbangan dalam keadaan basah dan keadaan kering adalah
jumlah penyerapan air.
Penyerapan air pada batako dapat dihitung berdasarkan persen berat benda uji
kering yang dapat dilihat pada Persamaan 3.6.
(𝑀𝑗−𝑀𝑘)
Wa = × 100%.................................................................................(3.6)
𝑀𝑘

Dimana:
Wa = Water Absorption (%)
Mk = Massa benda kering (gr)
Mj = Massa bend dalam kondisi jenuh (gr)
Berdasarkan PUBI, (1982) tentang bata beton (batako), persyaratan nilai
penyerapan air maksimum adalah 25%.

43
4. Pengujian Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan dihentikan setelah dial pembacaan pada alat
compression test berhenti. Hal ini menunjukan bahwa kuat tekan dari benda uji
tersebut sudah maksimal. Tekanan dikerjakan pada bidang-bidang sisi yang
rata. Pengujian ini bertujuan untuk menguji dan mengetahui kuat tekan batako
dengan bahan campuran fly ash dan juga styrofoam pada semen dan air.
Langkah-langkah dalam pengujian benda uji adalah:
a. Menyiapkan benda uji dan peralatan.
b. Menimbang benda uji untuk mendapatkan data berat volume.
c. Meratakan permukaan beton dengan alat yang tesedia apabila permukaan
beton tidak rata.
d. Menempatkan benda uji ke dalam mesin kuat tekan.
e. Menyalakan mesin kuat tekan supaya benda uji mendapatkan beban.
Pengujian kuat tekan dihentikan setelah dial pembacaan pada alat
compression test berhenti (beton tidak kuat lagi menahan beban).
f. Mencatat beban maximum yang dapat diterima benda uji.
g. Mengeluarkan benda uji.
Perhitungan kuat tekan batako mengacu pada SNI 03-0349-1989 dan dihitung
dengan Persamanan 3.7 berikut:
𝑃
Fmaks = 𝐴....................................................................................................(3.7)

Dimana:
P = Kuat Tekan (kg)
A = Luas permukaan benda uji (cm2)
Fmaks = Gaya maksimum (kg/cm2)

3.2.9 Standart Deviasi (SNI 03-6815-2002)


Standart deviasi merupakan parameter statistika yang paling banyak
digunakan untuk menentukan besarnya variabilitas suatu sampel. Besarnya angka
tersebut diperkirakan melalui harga (s). Besarnya harga (s) tidaklah absolute
melainkan bervariasi dari sampel ke sampel. Dalam ilmu statistika, satndart
deviasi sering disebut dengan simpangan baku yaitu suatu ukuran yang
menggambarkan tingkat penyebaran data dari nilai rata-rata (Arifin, 2016).

44
Koefisien variasi merupakan suatu ukuran variasi yang dapat digunakan
untuk membandingkan satuan yang berbeda. Jika membandingkan berbagai
variasi atau dua variabel yang mempunyai satuan yang berbeda maka tidak dapat
dilakukan dengan menghitung ukuran penyebaran yang sifatnya absolut.
Koefisien variasi adalah suatu perbandingan antara simpangan baku dengan nilai
rata-rata dan dinyatakan dengan persentase. Besarnya koefisien variasi akan
berpengaruh terhadap kualitas sebaran data. Jadi jika koefisien variasi semakin
kecil maka datanya semakin homogen dan jika koefisien korelasi semakin besar
maka datanya semakin homogen (Arifin, 2016).
Standart deviasi dapat ditentukan melalui Persamaan 3.8 dan koefisien
variasi dapat ditentukan melalui Persamaan 3.9 berikut:
s = {[(𝑥1 − 𝑥)2 + (𝑥2 − 𝑥)2+ ........... + (𝑥𝑛 − 𝑥)2 ]/ (𝑛 − 1)}1/2...................(3.8)
Dimana:
s = Standart deviasi
𝑥1 = Hasil pengujian individu
𝑥 = Hasil uji rata-rata
n = Jumlah pengujian
𝜎
V = 𝑥 ...................................................................................................................(3.9)

Dimana:
V = Koefisien variasi (%)
𝜎 = Standart deviasi
𝑥 = Rata-rata kuat tekan
3.2.10 Jadwal Kegiatan
Pelaksanaan tugas akhir ini direncanakan selesai kurang lebih dalam kurun
waktu 5 bulan, baik itu dalam pengujian material, pembuatan benda uji serta
penyusunan laporan proyek akhir, termasuk publikasi hasil penelitian. Adapun
kegiatan utama yang dilakukan sebagai berikut :
1. Studi Pustaka
Penyusunan ketentuan yang natinya digunakan untuk menyusun laporan
tugas akhir dari berbagai sumber yang terkait.
2. Pembuatan Proposal

45
Dimana pembuatan proposal digunakan untuk mengajukan pembuatan
tugas akhir yang akan dikerjakan.
3. Seminar Proposal
Dimana pada nantinya materi yang akan digunakan pada saat pengajuan
tugas akhir akan ditentukan layak atau tidaknya untuk dilanjutkan melalui
penelitian yang akan dilaksanakan.
4. Revisi Proposal
Dimana Revisi dikerjakan untuk memperbaiki proposal dari seminar
proposal yang telah dilaksanakan.
5. Pembuatan Sampel, Perawatan dan Pengujian
Pembuatan, perawatan dan pengujian sampel dilaksakan di kampus
Politeknik Negeri Banyuwangi Program Studi Teknik Sipil.

6. Pengolahan Data
Setelah pengujian dilaksanakan maka tahap selanjutnya yaitu mengolah
data atau hasil dari pengujian menjadi sebuah laporan tugas akhir.
7. Hasil dan Pembahasan
Hasil akhir atau kesimpulam yang penulis dapatkan selama pengerjaan
tugas akhir beserta rekomendasi yang disarankan.
8. Pembuatan Laporan Tugas Akhir
Penyusunan laporan ini dimulai dariawal penelitian sampai akhir kegiatan
penelitian. Selama jangka waktu ini juga dilakukan kegiatan asistensi
laporan kepada dosen pembimbing yang sudah ditentukan.
9. Seminar Tugas Akhir
Tugas Akhir dipublikasikan
10. Sidang Proyek Akhir
Pertanggung jawaban hasil tugas akhir.
Adapun rincian jadwal pelaksanaan kegiatan proyek akhir dapat dilihat pada
Tabel 3.2.

46
47

Вам также может понравиться