Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
METAFISIKA
OLEH:
KELAS : REGULER 1 E2
RUANG: A 202
MEDAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Manusia dikenal sebagai makhluk berfikir. Dan hal inilah yang menjadikan manusia
istimewa dibandingkan makhluk lainnya. Kemampuan berpikir atau daya nalar manusialah yang
menyebabkannya mampu mengembangkan pengetahuan berfilsafatnya. Dia mengetahui mana
yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, yang indah dan yang
jelek. Secara terus menerus manusia diberikan berbagai pilihan. Dalam melakukan pilihan ini
manusia berpegang pada filsafat atau pengetahuan.
Dengan berfilsafat manusia akan mampu mencintai kebijaksanaan, sehingga dengan hal itu
manusia mampu menjadi insan yang sempurna, sebab dia bisa mengoptimalkan akal ini untuk
berfikir.
Berpikir, meneliti dan menganalisa adalah proses awal dalam memperoleh ilmu
pengetahuan. Dengan berpikir, seseorang sebenarnya tengah menempuh satu langkah untuk
medapatkan pengetahuan yang baru. Aktivitas berpikir akan membuahkan pengetahuan jika
disertai dengan meneliti dan menganalisa secara kritis terhadap suatu obyek.
Secara historis filsafat merupakan induk ilmu, dalam perkembangannya ilmu makin
terspesifikasi dan mandiri, namun mengingat banyaknya masalah kehidupan yang tidak bisa
dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan untuk menjawabnya. Filsafat memberi
penjelasan atau jawaban substansial dan radikal atas masalah tersebut. Sementara ilmu terus
mengembangakan dirinya dalam batas-batas wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal.
Proses atau interaksi tersebut pada dasarnya merupakan bidang kajian Filsafat Ilmu, oleh
karena itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang pemisah antara
filsafat dengan ilmu, sehingga ilmu tidak menganggap rendah pada filsafat, dan filsafat tidak
memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas alam secara dangkal.
Maka dari itu marilah kita berfikir dengan membahas bersama makalah Filsafat Ilmu ini
yang membahas tentang : memehami dan menjelaskan metafisika, logika, sumber pengetahuan
dan sumber kebenaran.
BAB II
PEMBAHASAN
I. Metafisika
A. Pengertian Metafisika
Metafisika merupakan bagian dari aspek ontologi dalam kajian filsafat. Konsepsi metafisika
berasal dari bahasa Inggris: metaphysics, Latin: metaphysica dari Yunani meta ta physica (sesudah
fisika); dari kata meta (setelah, melebihi) dan physikos (menyangkut alam) atau physis (alam).
Metafisika merupakan bagian Filsafat tentang hakikat yang ada di sebalik fisika. Hakikat yang
bersifat abstrak dan di luar jangkauan pengalaman manusia. Tegasnya tentang realitas kehidupan
di alam ini: dengan mempertanyakan yang Ada (being), Alam ini wujud atau tidak? Siapakah kita
(manusia)? Apakah peranan kita (manusia) dalam kehidupan ini?. Metafisika secara prinsip
mengandung konsep kajian tentang sesuatu yang bersifat rohani dan yang tidak dapat diterangkan
dengan kaedah penjelasan yang ditemukan dalam ilmu yang lain.
1. Secara etimologi meta adalah tidak dapat di lihat oleh panca indera, sedangkan fisika adalah
fisik. Jadi metafisika adalah sesuatu yang tidak dapat di lihat secara fisik. Metafisika tidak bisa di
uji secara empiris karena keberadaanya yang abstrak.
2. Secara terminology metafisika Meta berasal (bahasa Italia) berarti setelah atau dibelakang.
Adapun istilah lain metafisika berakar dari kata Yunani, metataphysica. Dengan
membuang ta tambahan dan mengubah physica ke fisika (physics) jadilah istilah metafisika yang
berarti sesuatu di luar hal-hal fisik.
Istilah metafisika diketemukan Andronicus pada tahun 70 SM ketika menghimpun karya-karya
Aristoteles. Kata ini di-Arabkan menjadi ma’ ba’da al-thabi’ah (sesuatu setelah fisika). Menurut
penuturan para sejarahwan filsafat, kata ini pertama kali digunakan sebagai judul buku Aristoteles
setelah bagian fisika dan membuat pembahasan umum tentang eksistensi. Sebagian filosof Muslim
merasa lebih cocok menggunakan istilah ma qabla al-thabi’ah (sesuatu sebelum fisika).
Tampaknya, bagian yang berbeda adalah teologiutsulujiyyah. Dalam karya-karya para filosof
Muslim, semua pembahasan di atas digabungkan dalam bagian “ketuhanan dalam arti umum”.
Sedangkan teologi dikhususkan dengan nama “ketuhanan dalam arti khusus”. Maka, metafisika
dipakai untuk menyebut kumpulan soal-soal teoretis-intelektual filsafat dalam arti umum.
b. Al-Farabi
Bagi al-Farabi, filsafat mencakup matematika, dan matematika bercabang pada ilmu-ilmu lain,
sebagaimana ilmu itu berlanjut pada metafisika. Menurut al-farabi bagian metafisika ini secara
lengkap dipaparkan oleh aristoteles dalam metaphysics yang sering juga diacu dalam sumber-
sumber Arab sebagai “book of letters”, karya ini terdiri atas bagian utama yaitu:
1) Menelaah yang ada jauh keberadaannya atas ontologi
2) Menelaah beberapa kaidah pembuktian yang umum dalam logika, matematika dan fisika, atas
epistimologi
3) Menelaah apa dan bagaimana substansi-substansi mujarad (immaterial) yang berjenjang ini
menanjak dari yang terendah sampai ke yang tinggi dan berpuncak pada wujud yang sempurna.
Dan tak ada yang lebih sempurna dari apa yang telah ada.
Tuhan adalah wujud yang sempurna, ada tanpa suatu sebab, kalau ada sebab baginya, maka
adanya Tuhan tidak sempurna lagi. Berarti adanya Tuhan bergantung kepada sebab yang lain,
karena itu ia adalah substansi yang azali, yang ada dari semula dan selalu ada, substansi itu
sendiri telah cukup jadi sebab bagi keabadian wujudnya. Al-Farabi dalam metafisika nya tentang
ketuhanan hendak menunjukkan keesaan Tuhan, juga dijelaskan pula mengenai kesatuan antara
sifat dan zat (substansi) Tuhan, sifat Tuhan tidak berbeda dari zat Nya, karena Tuhan adalah
tunggal.
Tentang penciptaan alam (kosmologi) al-farabi cenderung memahami bahwa alam tercipta
melalu proses emanasi sejak zaman azali, sehingga tergambar bahwa penciptaan alam oleh
Tuhan, dari tidak ada menjadi ada, menuut al-Farabi, hanya Tuhan saja yang ada dengan
sendirinya tanpa sebab dari luar dirinya. Karena itu ia disebut wajib al-Wujudu zatih.
Allah menciptakan alam ini melalui emanasi, dalam arti bahwa wujud Tuhan melimpahkan wujud
alam semesta. Emanasi ini terjadi melalui tafakkur (berfikir) Tuhan tentang dzat-Nya yang
merupakan prinsip dari peraturan dan kebaikan dalam alam. Dengan kata lain, berpikirnya Allah
swt tentang dzat-Nya adalah sebab dari adanya alam ini. Dalam arti bahwa ialah yang memberi
wujud kekal dari segala yang ada. Berfikirnya Allah tentang dzatnya adalah ilmu Tuhan tentang
diri-Nya, dan ilmu itu adalah daya ( al-Qudrah) yang menciptakan segalanya, agar sesuatu
tercipta, cukup Tuhan mengetahuiNya.
Secara konseptual hierarki wujud menurut al-Farabi adalah sebagai berikut :
1. Tuhan yang merupakan sebab keberadaan segenap wujud lainnya.
2. Para Malaikat yang merupakan wujud yang sama sekali immaterial.
3. Benda-benda langit atau benda-benda angkasa (celestial).
c. Al-Razi
Persoalan metafisika yang dibahas oleh al-Razi seperti halnya yang ada pada filsafat yunani
kuno yaitu tentang adanya lima prinsip yang kekal yaitu: Tuhan, Jiwa Unversal, materi pertama,
ruang absolut, dan zaman absolut.
Secara prinsip tentang metafiska dikatakan bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan
substansi ketuhanan-nya kemudian akal, akal berfungsi menyadarkan manusia bahwa dunia
yang dihadapi sekarang ini bukanlah dunia yang sebenarnya, dunia yang sebenarnya itu dapat
dicapai dengan berfilsafat. Dalam karya tulis al-Razi, al-Tibb al-Ruhani (kedokteran Jiwa) tampak
jelas bahwa ia sangat tinggi menghargai akal, dikatakannya bahwa akal adalah karya terbesar
dari Tuhan bagi manusia.
3. Objek Metafisika
Objek metafisika itu sendiri menurut Prof. B. Delfgaauw adalah objek yang tidak dapat ditangkap
dengan panca indera. Menurut Hoffmann objek metafisika adalah pikiran, gerak waktu, sebab,
akibat, tujuan, cara, hukum, moral, dll.
II. Logika
A. Pengertian Logika
Logika berasal dari kata Yunani Kuno yaitu (Logos) yang artinya hasil pertimbangan akal pikiran
yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Secara singkat, logika berarti ilmu,
kecakapan atau alat untuk berpikir lurus.
Sebagai ilmu, logika disebut sebagai logika Epiteme (Latin:logika scientia) yaitu logika adalah
sepenuhnya suatu jenis pengetahuan rasional atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang
mempelajari kecakapan untuk berpikir lurus, tepat dan teratur. Ilmu disini mengacu pada
kecakapan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk
mewujudkan pengetahuan kedalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga
diartikan dengan masuk akal. Oleh karena itu logika terkait erat dengan hal-hal seperti pengertian,
putusan, penyimpulan, silogisme.
Logika sebagai ilmu pengetahuan dimana obyek materialnya adalah berpikir (khususnya
penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika adalah berpikir/penalaran yang ditinjau dari
segi ketepatannya. Penalaran adalah proses pemikiran manusia yang berusaha tiba pada
pernyataan baru yang merupakan kelanjutan runtut dari pernyataan lain yang telah diketahui
(Premis) yang nanti akan diturunkan kesimpulan.
Logika juga merupakan suatu ketrampilan untuk menerapkan hukum-hukum pemikiran dalam
praktek, hal ini yang menyebabkan logika disebut dengan filsafat yang praktis. Dalam proses
pemikiran, terjadi pertimbamgan, menguraikan, membandingkan dan menghubungkan pengertian
yang satu dengan yang lain. Penyelidikan logika tidak dilakukan dengan sembarang berpikir.
Logika berpikir dipandang dari sudut kelurusan atau ketepatannya. Suatu pemikiran logika akan
disebut lurus apabila pemikiran itu sesuai dengan hukum-
hukum serta aturan yang sudah ditetapkan dalam logika. Dari semua hal yang telah dijelaskan
tersebut dapat menunjukkan bahwa logika merupakan suatu pedoman atau pegangan untuk
berpikir.
Menurut defenisi logika, logika ialah ilmu tentang pedoman ( peraturan ) yang dapat menegakkan
pikiran dan menunjukkan kepada kebenaran dalam lapangan yang tidak bisa dijamin
kebenarannya.
Tidak hanya de facto , menurut kenyataannya kita sering berfikir, secara de jure. Berpikir tidak
dapat dijalankan semau-maunya. Realitas begtu banyak jenis dan macamnya, maka berpikir
membutuhkan jenis-jenis pemikiran yang sesuai. Pikiran diikat oleh hakikat dan struktur tertentu,
hingga kini belum seluruhnya terungkap. Pikiran kita tunduk kepada hokum-hukum tertentu.
Memang sebagai perlengkapan ontologisme, pikiran kita dapat bekerja secara spontan, alami, dan
dapat menyelesaikan fungsi dengan baik, lebih-lebih dalam hal yang biasa, sederhana, dan jelas.
Namun, Tidak demikianlah halnya apabila menghadapi bahan yang sulit, berliku-liku dan apabila
harus mengadakan pemikiran yang panjang dan sulit sebelum mencapai kesimpulan.
Dalam situasi seperti ini dibutuhkan adanya yang formal, pengertian yang sdara akan hokum-
hukum pikiran beserta mekanismenya secara eksplisit. Maksudnya hokum-hukum pikiran beserta
mekanisme dapat digunakan secara sadar dalam mengontrol perjalanan pikiran yang sulit dan
panjang itu.
B. Macam-macam Logika
Dalam filsafat logika terdapat didalamnya banyak sekali materi yang disajikan. Yang salah
satunya adalah tentang logika, dan logika sendiri terdapat juga macam-macamnya yaitu :
1. Logika Alamiah
Logika Alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum
mendapat pengaruh-pengaruh dari luar, yakni keinginan-keinginan dan kecenderungan-
kecenderungan yang subyektif. Yang mana logika alamiah manusia ini ada sejak manusia
dilahirkan. Dan dapat disimpulkan pula bahwa logika alamiah ini sifatnya masih murni.
2. Logika Ilmiah
Logika alamiah, logika ilmiah ini menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus
ditepati dalam setiap pemikiran. Dengan adanya pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat
bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah ini juga
dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau setidaknya dapat dikurangi. Sasaran dari logika
ilmiah ini adalah untuk memperhalus dan mempertajam pikiran dan akal budi.
2. Klasifikasi.
Sebuah konsep klasifikasi, seperti panas dan dingin, hanyalah menempatkan objek tertentu dalam
sebuah kelas. Suatu konsep perbandingan, seperti lebih panas atau lebih dingin, hal ini
mengemukakan hubungan mengenai objek tersebut dalam norma yang mencakup pengertian yang
lebih atau kurang, dibandingkan objek lain. jauh sebelum ilmu mengembangkan temperature yang
dapat diukur. Objek ini lebih panas dibandingkan dengan objek itu.
Konsep seperti ini mempunyai kegunaan yang sangat banyak contohnya pelamar pekerja yang
terdiri dari 30 orang persyaratan telah ditentukan. Dari contoh ini ahli psikologi umpamanya dapat
memutuskan bahwa ilmu orang dari pelamar mempunyai imajinasi yang baik. Sepuluh orang
mempunyai imajinasi yang agak rendah, dan yang lainnya mempunyai imajinasi yang bisa
dikatakan tak tergolong baik atau rendah. Konsep ini dapat kita gunakan sebagi perbandingan.
Kita dapat mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai imajinasi yang baik adalah lebih baik
dibandingkan mereka yang mempunyai imajinasi yang buruk. Walaupun begitu andai kata ahli
psikologi mengembangkan suatu metode perbandingan yang mampu menempatkan ketiga puluh
orang tersebut dalam suatu urutan berdasarkan kemampuannya masing-masing, kita akan lebih
mengetahui secara lebih baik banyak lagi tentang mereka dibandingkan dengan pengetahuan yang
berdasarkan klasifikasi kuat, lemah, dan sedang.
Kita takBOLEH mengecilkan kegunaan konsep klasifikasi terutama pada bidang-bidang dimana
metode keilmuan dan metode kuantitatif belum berkembang. Sekarang psikologi telah
mempergunakan metode kuantitatif secara lebih sering, namun masih terdapat daerah-daerah
dalam psikologi dimana konsep perbandingan yang bisa diterapkan.
3. Aturan Defenisi
Defenisi secara etimologi adalah suatu usaha untuk memberi batasan terhadap sesuatu yang
dikehendaki seseornag untuk memindahkannya kepada orang lain. Dengan kata lain, menjelaskan
materi yang memungkinkan cendekiawan untuk membahas tentang hakikatnya.
Defenisi mempunyai peranan penting dalam pembahasan yang berkaitan dengan penjelasan
tashawwurat dan pembatasan makna lafadz mufradah, dan disegi lain terkait dengan pembahasan
tashdiqat dan lafadz murakkab.
Sedangkan pengertian defenisi secara terminology adala sesuatu yang menguraikan makna lafadz
kulli yang menjelaskan karakterirtik khusus pada diri individu. Penulis memberi pengertian
defenisi sebagai pengurai makna lafadz kulli karena lafadz juz’I tidak mempunyai pengertian
terminology dengan adanya perubahan karakteristik yang konsisten yang menyertainya.
Defenissi yang baik adalah jami’ wa mani ( menyeluruh dan membatasi ). hal ini sejalan dengan
kata defenisi itu sendiri, yaitu membatasi. Salah satu contoh yang sering diungkapkan adalah
manusia adalah binatang yang berakal. Binatang adalah genus sedangkan berakal adalah
differensia, pembeda utama manusia dengan makhluk-makhluk lain . Jadi, defenisi yang valid
dalam logika perlu batasan yang jelas antara objek-objek yang didefenisikan.
2. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar
diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan
menangkap objek.
Dalam penyusunan ini akal menggunakan konsep-konsep rasional atau ide-ide universal. Konsep
tersebut mempunyai wujud dalam alam nyata yang bersifat universal. Yang dimaksud dengan
prinsip-prinsip universal adalah abstraksi dari benda-benda kongkret, seperti hukum kausalitas
atau gambaran umum tentang benda tertentu. Sebaliknya bagi empirisme hukum tersebut tidak
diakui.
Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak dalam ide dan bukunya
di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai
dengan atau yang menunjuk kepada kenyataan, kebenaran hanya ada di dalam pikiran kita dan
hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
3. Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Ia juga
mengatakan bahwa intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak.
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu.
Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah dan tiba-tiba saja menemukan
jawaban atas permasalahan tersebut. Tanpa melalui proses berfikir yang berliku-liku tiba-tiba saja
dia sudah sampai disitu. Jawaban atas permasalahan yang sedang dipikirkannya muncul
dibenaknya bagaikan kebenaran yang membukakan pintu. Atau bisa juga, intuisi ini bekerja dalam
keadaan yang tidak sepenuhnya sadar, artinya jawaban atas suatu permasalahan ditemukan tidak
tergantung waktu orang tersebut secara sadar sedang menggelutnya. Namun intuisi ini bersifat
personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur maka
intuisi ini tidak bisa diandalkan.
4. Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia. Pengetahuan ini
disalurkan oleh nabi-nabi yang diutusnya sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan
bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah-
masalah yang bersifat transedental seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di
akhirat nanti. Pengetahuan ini didasarkan kepada kepercayaan akan hal-hal yang ghaib
(supernatural). Keparcayaan kepada Tuhan yang merupakan sumber pengetahuan, kepercayaan
kepada nabi sebagai perantara dan kepercayaan terhadap wahyu sebagai cara
penyampaian,merupakan dasar dari penyusunan pengetahuan ini. Kepercayaan merupakan titik
tolak dalam agama. Suatu pernyataan harus dipercaya dulu untuk dapat diterima: pernyataan ini
bisa saja selanjutnya dikaji dengan metode lain.
B. Teori Kebenaran
Dalam perkembangan pemikiran filsafat perbincangan tentang kebenaran sudah dimulai sejak
Plato yang kemudian di teruskan oleh Aristoteles. Plato melalui metode dialog membangun teori
pengetahuan yang paling awal. Sejak itulah teori pengetahuan berkembang terus untuk
mendapatkan penyempurnaan sampai kini
Untuk mengetahui apakah pengetahuan kita mempunyai nilai kebenaran atau tidak. Hal ini
berhubungan erat dengan sikap, bagaimana cara memperoleh pengetahuan? Apakah hanya
kegiatan dan kemampuan akal pikir ataukah melalui kegiatan indra? Yang jelas bagi seorang
skeptis pengetahuan tidaklah mempunyai nilai kebenaran, karena semua diragukan atau
keraguan itulah yang merupakan kebenaran.
1. Teori-teori Kebenaran Secara Tradisional
a. Teori Kebenaran Saling Berhubungan (Coherence Theory of truth)
Teori koherensi dibangun oleh para pemikir rationalis seperti Leibniz, Spinoza, Hegel, dan
Bradley. Menurut Kattsoft (1986) dalam bukunya Elements of Philosopy teori dijelaskan” ... suatu
proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan ide-
ide dari proposisi yang telah ada atau benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan
saling berhubungan dengan pengalaman kita.”
b. Teori Kebenaran Saling Berkesesuaian (Corespondence Theory of Truth)
Teori kebenaran korespodensi adalah teori kebenaran yang paling awal dan paling tua. Teori
tersebut berangkat dari teori pengetahuan Aristoteles yang menyatakan segala sesuatu yang
diketahui adalah suatu yang dapat dikembalikan pada kenyataaan yang dikenal oleh subjek.
c. Teori Kebenaran Inherensi (Inherence Theory of Truth)
Kattsoff (1986) menguraikan tentang teori kebenaran pragmatis ini adalah penganut pragmatisme
meletakan ukuran kebenaran dalam salah satu macam konsekuensi.
d. Teori Kebenaran Berdasarkan Arti (Semantic Theory of Truth)
Proposisi itu ditinjau dari segi artinya atau maknanya. Apakah proposisi yang merupakan pangkal
tumpuannya itu mempunyai referen yang jelas. Oleh sebab itu, teori ini mempunyai tugas untuk
menguakkan kesahan dari proposisi dalam referensinya.
Kesimpulan
Metafisika adalah cabang filsafat yang harus di teliti keberadaanya. Karena Objek metafisika
adalah objek yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera. Objek metafisika adalah pikiran,
gerak waktu, sebab, akibat, tujuan, cara, hukum, moral, dll.
Logika ialah ilmu tentang pedoman ( peraturan ) yang dapat menegakkan pikiran dan
menunjukkan kepada kebenaran dalam lapangan yang tidak bisa dijamin kebenarannya.
Macam-macam logika ada 2 yaitu :
1. Logika Alamiah
2. Logika Ilmiah
Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu , atau segala perbuatan manusia untuk
memahami suatu objek yang dihadapinya, atau hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek
tertentu.
Pengetahuan yang ada pada kita diperoleh dengan menggunakan berbagai alat yang ,merupakan
sumber pengetahuan tersebut. Dalam hal in ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan
antara lain:
1. Empirisme
2. Rasionalisme
3. Intuisi
4. Wahyu