Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
S (73 th)
DENGAN RISIKO KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI JARINGAN OTAK
e.c STROKE NON HEMORAGIC (SNH)
DI RUANG RAJAWALI 3B RSUP. DR. KARIADI, SEMARANG
Oleh:
Navy Dwi Puspitaningrum 22020117210009
Yaser Woretma 22020117210020
Fitriya Irawati 22020117210023
Yurongki Donana 220201172100
Suryo Prasetyo Aji 220201172100
0
BAB II
TINJAUAN TEORI
- Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
b. Embolisme
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik
d. Fibrilasi atrium
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga
darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan
mengeluarkan embolus-embolus kecil.
e. Hiperkolesterolemia
Meningkatnya kadar kolesterol di dalam darah.
f. Koagulasi intravascular diseminata
1
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral
g. Koagulopati (mis: anemia, sel sabit)
h. Gangguan serebrovaskular, penyakit neurologis, trauma, dll
Tindakan :
3. Faktor Resiko
a. Non-Modifiable (tidak dapat dimodifikasi)
1) Usia.
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan pada otak meningkat seiring
dengan pertambahan usia, dua kali lipat lebih besar ketika seseorang
berusia 55 tahun. Hal ini dapat dilihat banyaknya gangguan pada
kardiovaskuler, neurologi dan penyakit lainnya. (American Heart
Association, 2013).
2) Jenis kelamin.
ketidakefektifan perfusi jaringan pada otak juga lebih umum terjadi pada
laki-laki dari pada wanita, namun lebih banyak wanita meninggal akibat
ketidakefektifan perfusi jaringan pada otak dari pada laki-laki.
3) Ras.
Ras Africa- America (berkulit hitam) memiliki resiko yang lebih besar
mengalami stroke daripada ras yang berkulit putih. Hal ini berhubungan
dengan tingginya insiden hipertensi, obesitas, dan diabetes mellitus pada
ras Africa- America (Zomorodi dalam Lewis, Sharon L et al, 2011).
4) Riwayat keluarga.
Riwayat keluarga dapat menjadi pencetus terhadap kejadian penyakit
kardiovaskuler, metabolisme, neurologi yang dapat menyebabkan risiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak, misal pada serangan TIA
sebelumnya, atau stroke sebelumnya juga meningkatkan risiko terjadinya
2
ketidakefektifan perfusi jaringan pada otak. (American Heart Association,
2013)
b. Modifiable (dapat dimodifikasi)
1) Hipertensi.
2) Penyakit jantung.
3) Dibetes melitus.
5) Merokok.
3
6) Obesitas.
Obesitas juga berkaitan dengan hipertensi, kadar gula darah tinggi, dan kadar
lipid darah, yang semuanya meningkatkan risiko terjadinya ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
4
4. Pathways
Faktor penyebab : thrombosis, emboli, kualitas pembuluh darah tidak baik
Oklusi
Penglihatan:
Iskemia Diplopia,
Hilang separuh
lapang pandang,
hipoksia Pandangan kabur
Nervus 2,3,4,6
Gangguan
Pendengaran Persepsi sensori
Peningkatan as. laktat Metabolisme
anaerob Nervus 8
Pengecap :
Edema emboli Aktivitas elektrolit terganggu Nervus 7, 9,10,12 hilang rasa
Perfusi otak menurun Nekrosis jaringan otak Defisit neurologi Nervus 11 Reflek menelan Intake tidak
menurun
adekuat
5
5. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik klien yang mengalami Ketidak efektifan perfusi jaringan ke otak
menurut (Black & Hawk, 2009), meliputi:
a. Kehilangan Motorik.
b. Aphasia
c. Disatria,
d. Apraksia
e. Disfagia
g. Horner’s syndrome
Hal ini disebabkan oleh paralisis nervus simpatis pada mata sehingga bola
mata seperti tenggelam, ptosis pada kelopak mata atas, kelopak mata bawah
agak naik keatas, kontriksi pupil dan berkurangnya air mata.
h. Unilateral neglected
j. Perubahan perilaku
Terjadi jika arteri yang terkena stroke bagian otak yang mengatur perilaku dan
emosi mempunyai porsi yang bervariasi, yaitu bagian kortek serebral, area
temporal, limbik, hipotalamus, kelenjar pituitari yang mempengarui korteks
motorik dan area bahasa.
6. Komplikasi
Komplikasi ketidakefektifan perfusi jaringan otak meliputi (Smeltzer & Bare, 2002):
b. Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (pemberian intarvena)
1
harus menjamin penurunn viskositas darah dan memperbaiki aliran darah
serebral.
c. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium
atau dapat berasal dari katup jantung prostetik.
7. Pemeriksaan
(Zomorodi, 2011 & Edward, 2018)
a. Pemeriksaan Fisik
b. Pemeriksaan Neurologi
2
Sensorik selaput lendir rongga mulut
VIII Nervus auditorius Sensorik Telinga, rangsangan pendengaran
IX Nervus vagus Sensorik dan motorik Faring, tonsil, dan lidah, rangsangan
citarasa
X Nervus vagus Sensorik dan motorik Faring, laring, paru-paru dan
esophagus
XI Nervus asesorius Motorik Leher, otot leher
XII Nervus hipoglosus Motorik Lidah, citarasa, dan otot lidah
c. Pemeriksaan Laboratorium
d. Pemeriksaan Radiologi
3
2) CT perfusion
3) CT angiografi (CTA)
4) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih
awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI
lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang
agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke
akut. MR T1 dan T2 standar dapat dikombinasikan dengan protokol lain
seperti diffusion-weighted imaging (DWI) dan perfussion-weighted imaging
(PWI) untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke non
hemoragik akut.
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis
atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks
karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi
vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis
intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi)
dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai
mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk
mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat
untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga
berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.
4
8. Penatalaksanaan ( AHA, 2013)
a. Medis
1) Terapi Trombolitik
2) Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotis dan infark serebral akibat kardioemboli
4) Pembedahan
- Karotis Endarterektomi
5
b. Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang terkait dengan ketidakefektifan perfusi
jaringan ke otak adalah (NANDA, 2016).
1) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal
dan kelemahan anggota gerak.
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neurologis,
disfungsi neuromuskular
3) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan
ketidakmampuan untuk merasakan bagian tubuh.
4) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik,
kerusakan neuromuskuler.
5) Konstipasi berhubungan dengan aktifitas fisik tidak adekuat.
Intervensi Keperawatan:
1) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal
dan kelemahan anggota gerak.
Nursing Outcome Classification (NOC)
- Joint Movement : Active
- Mobility Level
- Self care : ADLs
- Transfer performance
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….gangguan mobilitas fisik
teratasi dengan kriteria hasil:
- Klien meningkat dalam aktivitas fisik
- Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
- Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
- Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
Nursing Interventions Calssification (NIC)
Exercise therapy : ambulation
- Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat
latihan
- Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
- Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
- Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
6
- Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
- Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
- Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
ADLs ps.
- Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
- Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
NOC:
- Respiratory status : Ventilation
- Respiratory status : Airway patency
- Vital sign Status
Kriteria hasil:
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dg mudah, tidakada pursed lips)
- Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
- Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan)
NIC:
Airway Management
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Pasang mayo bila perlu
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
- Berikan bronkodilator :
- Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
7
- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
- Monitor respirasi dan status O2
- Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
- Pertahankan jalan nafas yang paten
- Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
- Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
- Monitor vital sign
- Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk
memperbaiki pola nafas.
- Ajarkan bagaimana batuk efektif
- Monitor pola nafas
NOC :
- Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Kriteria hasil:
- Klien terbebas dari bau badan
- Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
- Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
NIC :
Self Care assistane : ADLs
- Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
- Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias, toileting dan makan.
- Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan
self-care.
- Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
- Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya.
- Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
8
- Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
- Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-
hari.
NOC
Kriteria Hasil:
- Pasien dapat berkomunikasi.
- Lisan, tulisan, dan non verbal meningkat.
- Komunikasi ekspresif (kesulitan berbicara): ekspresi pesan verbal atau
non verbal yang bermakna.
- Gerakan terkoordinasi: mampu mengkoordinasi gerakan dalam
menggunakan isyarat.
Nursing Interventions Calssification (NIC)
Aktivitas keperawatan
- Kaji dan dokumentasi kemampuan untuk berbicara.
- Beri anjuran kepada pasien dan keluarga tentang penggunaan alat bantu
bicara.
- Konsultasi dengan dokter tentang kebutuhan terapi wicara.
- Dorong atau ajari pasien untuk berkomunikasi secara perlahan
- Berikan penguatan positif dengan sering.
5) Konstipasi berhubungan dengan aktifitas fisik tidak adekuat.
NOC:
- Bowl Elimination
- Hidration
Kriteria hasil:
- Pola BAB dalam batas normal
- Feses lunak
- Cairan dan serat adekuat
- Aktivitas adekuat
- Hidrasi adekuat
9
NIC :
Constipation management
- Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan konstipasi
- Monitor tanda-tanda ruptur bowel/peritonitis
- Jelaskan penyebab dan rasionalisasi tindakan pada pasien
- Konsultasikan dengan dokter tentang peningkatan dan penurunan bising
usus
- Kolaburasi jika ada tanda dan gejala konstipasi yang menetap
- Jelaskan pada pasien manfaat diet (cairan dan serat) terhadap eliminasi
- Jelaskan pada klien konsekuensi menggunakan laxative dalam waktu
yang lama
- Kolaburasi dengan ahli gizi diet tinggi serat dan cairan
- Dorong peningkatan aktivitas yang optimal
- Sediakan privacy dan keamanan selama BAB
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association, (AHA), (2013). Guidelines for the Early Management of
Patients with Acute Ischemic Stroke. American Association of neurological sugeons
and Congress of neurological Surgeons
Black, J. and Hawks, J. (2009). Medical Surgical Nursing: Clinical Management for Positive
Outcomes 8th edition. Singapore: Elsevier.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M. & Wagner, C. M. (2013). Nursing
interventions classification (NIC). Edisi keenam (Edisi Bahasa Indonesia). Terjemahan
oleh Nurjannah, I. & Roxsana, D. T. 2016. Yogyakarta: Mocomedia
10
Edward, Jauch, 2108. Ischemic Stroke. Medscape. Updated Jan 26, 2018
Go, Alan S., Mozaffarin, D., Roger, Veronique L., Benjamin, Emelia J., Berry, Jarett D.,
Borden, William D. (2013). Heart Disease and Stroke Statistics—2013 Update: A
Report From the American Heart Association. 127, e132-e139.
Herdman TH & Kamitsuru S. (2016). NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions
& Classification, 10nd ed. Oxford: Willey Blackwell
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L. & Swanson, E. (2013). Nursing outcomes
classification (NOC) pengukuran outcomes kesehatan. Edisi Kelima (Edisi Bahasa
Indonesia). Terjemahan oleh Nurjannah, I. & Roxsana, D. T. 2016 Yogyakarta:
Mocomedia
Smelzer, Suzanne C dan Brenda Bare. (2002). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical
Surgical Nursing 10th ed. Philadelpia: Lippincot Williams & Wilkins
Zomorodi, Meg. (2011). Nursing Management Stroke. In: Lewis, Sharon L et al, Medical
Surgical Nursing: Assessment And Management Of Clinical Problem (8th ed., pp.
1459-1484). United States of America: Elsevier Mosby
11