Вы находитесь на странице: 1из 20

REFLEKSI KASUS Oktober 2017

“Kejang Demam Kompleks”

Nama : Nurul Amelya Amsyar


No. Stambuk : N 111 11 008
Pembimbing : dr. Amsyar Praja, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017

1
PENDAHULUAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (Suhu tubuh diatas 380C) yang disebabkan oleh proses estrakranium.

Menurut Konsensus Penatalaksanaan kejang demam adalah suatu kejadian pada

bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 6 bulan sampai 5 tahun, berhubungan

dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab

tertentu.1

Kejang demam terdiri dari kejang demam sederhana dan kejang demam

kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung

singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang

bersifat umum, tonik atau klonik, tanpa gerakan fokal dan tidak berulang dalam

waktu 24 jam1. Kejang demam kompleks ialah kejang demam yang lebih lama

dari 15 menit, fokal, multipel (lebih dari 1 kali kejang per episode demam).2

Kejang demam kompleks terjadi rata-rata 25 – 50 % dari seluruh kasus

kejang demam. Kejang demam kompleks berhubungan dengan peningkatan risiko

kejang demam berulang, kejang demam dengan status epileptikus dan epilepsi.

Kejang demam kompleks berhubungan dengan banyak faktor, seperti gejala

klinisnya, infeksi virus, faktor genetik dan metabolik, serta kemungkinan adanya

abnormalitas struktur otak. Gurner et al baru-baru ini berhasil memetakan suatu

lokus genetik di kromosom 12 yang berhubungan dengan peningkatan risiko

kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks juga memiliki kemungkinan

untuk menjadi salah satu gejala adanya infeksi meningitis bakterial akut. 2

2
Sekitar 30% pasien kejang demam hanya mengalami 1 kali episode

kejang, sementara sisanya mengalami lebih dari 1 kali episode kejang.

Tatalaksana kejang demam terbagi atas 3 hal, yaitu pengobatan fase akut, mencari

dan mengobati penyebab, dan pengobatan profilaksis terhadap berulangnya

kejang demam.3

Prognosis kejang demam kompleks lebih buruk jika dibandingkan dengan

kejang demam sederhana. Suatu penelitian menunjukkan adanya gangguan

memori pada anak berumur kurang dari 1 tahun. Risiko menjadi epilepsi

meningkat 7% atau 2-10 kali lipat lebih sering dibandingkan populasi umum.4

Pada laporan kasus ini, akan dibahas mengenai kejang demam kompleks pada

pasien anak yang dirawat di Ruang Kasuari RS Wirabuana Palu.

3
KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. N
JenisKelamin : Laki-laki
Usia : 1 tahun 3 bulan
Tanggal pemeriksaan : 13 Oktober 2017

Nama Orang Tua : Tn. A/Ny. E


Pekerjaan Orang Tua : Wiraswasta/ PNS
Agama : Islam

Keluhan Utama : Kejang

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien anak laki-laki masuk rumah sakit dengan keluhan kejang. Kejang dialami

dirumah pada jam 14.00 wita sebanyak 1 kali pada separuh bagian tubuh (sebelah

kiri tubuh). Kejang dialami ±30 menit. Saat kejang tangan mengepal, mata keatas,

dan kaki seperti menendang-nendang. Setelah kejang pasien langsung menangis.

Sebelum kejang pasien sempat demam sejak 1 hari sebelumnya. Serta ibu pasien

mengeluhkan anaknya mengalami Batuk(+) beringus(+), sesak (-), Muntah (+) 1x

sebelum kejang berisi makanan. BAB kesan biasa dan BAK lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah mengalami kejang sebelumnya pada umur 1 tahun.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang sama. Hipertensi (-), asma (-),

Diabetes Melitus (-)

4
Kemampuan dan Kepandaian anak:
Pasien mulai mengangkat kaki nya dan menggerakkan-gerakan tangannya untuk
bermain-main sendiri. Kadangkala juga memperhatikan tangannya yang bisa
bergerak-gerak.
Mengamati tangan : 1.5 bulan
Menegakkan kepala : 2 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 1 tahun
Berjalan : 1 tahun 2 bulan

Anamnesis Makanan:
ASI eksklusif: 0-6 bulan
Susu formula: 6 bulan-sekarang
Bubur saring: 8 bulan-sekarang
Nasi: 1 tahun-sekarang

Riwayat kehamilan dan persalinan :


Ibu rutin kunjungan ANC 4 kali, selama hamil ibu tidak pernah sakit.
Persalinan secara normal dirumah ditolong oleh bidan. Bayi langsung menangis.
BBL 2600 gr dan PBL tidak diketahui

Riwayat Imunisasi :
Imunisasi dasar lengkap

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis

2. Pengukuran
Tandavital Nadi : 130 kali/menit, reguler, kuat angkat

5
Suhu : 39°C
Respirasi : 40 kali/menit
Berat badan : 11 kg
Tinggi badan : 85cm
Status gizi : Gizi baik (z score 0, -1)
3. Kulit : Warna : Sawo matang
Efloresensi : tidak ada
Pigmentasi : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Turgor : cepat kembali
Kepala: Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal,
alopesia (-)
Mata : Palpebra : edema (-/-)
Konjungtiva : pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Refleks cahaya : (+/+)
Refleks kornea : (+/+)
Cekung : (-/-)
Telinga : Sekret : tidak ada
Serumen : minimal
Nyeri : tidak ada
Hidung :Pernapasan cuping hidung : tidakada
Epistaksis : tidak ada
Sekret : ada
Mulut : Bibir : sianosis (-), kering (-)
Lidah :tidak kotor
4. Leher
 Pembesaran kelenjar leher : -/-
 Kaku kuduk : -
 Faring : tidak hiperemis

6
 Tonsil : T2/T2 hiperemis
5. Toraks
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk : simetris
Dispnea : tidak ada
Retraksi : tidak ada
Palpasi : Vokal fremitus: simetris
Perkusi : Sonor kiri=kanan
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronchovesikuler (+/+)
Suara Napas Tambahan : Rhonchi (-/-) Wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Pekak, Dalam batas normal
Auskultasi : Suara dasar : S1 dan S2 murni, regular
Bising :-
6. Abdomen
Inspeksi : Bentuk cembung
Auskultasi : bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Bunyi timpani
Palpasi : Nyeri tekan suprapubik
Ekstremitas : akral hangat, edem tidak ada, Rumple leede test (-)
7. Genitalia : fimosis (-)
8. Otot-otot : hipotrofi (-)

Pemeriksaan Tambahan:
Brudzinki (-), kaku kuduk (-).

7
Pemeriksaan Laboratorium
WHOLE BLOOD Hasil Rujukan Satuan
Hemoglobin 11.2 11,5 – 17,0 g/dl
Sel darah merah 4,43 3,80 – 6,50 106/mm3
Sel darah putih 13.9 4,0 – 10,0 103/mm3
Hematokrit 32.5 37,0 – 54,0 %
Trombosit 284 150 – 500 103/mm3

RESUME
Pasien anak laki-laki masuk rumah sakit dengan keluhan kejang. Kejang

dialami dirumah pada siang hari sebanyak 1 kali pada sebelah kiri tubuh. Kejang

dialami ± 30 menit. Saat kejang tangan mengepal, mata keatas, dan kaki seperti

menendang-nendang, terjadi hanya pada bagian kiri tubuh pasien. Setelah kejang

pasien langsung menangis. Sebelum kejang pasien sempat demam sejak 1 hari

sebelumnya. Serta ibu pasien mengeluhkan anaknya batuk (+), flu(+), muntah (+)

1 x berisi makanan. BAB kesan biasa dan BAK lancar.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis, tampak

sakit sedang, gizi baik. Tonsil T2/T2. Pemeriksaan tanda vital didapatkan nadi

130x/menit, reguler, kuat angkat, respirasi 40 kali/menit, suhu 39oC. Pada

pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan : WBC: 13,9 x103/uL (↑)

DIAGNOSA
Kejang demam kompleks
Tonsillofaringitis

TERAPI
 IVFD Ringer laktat 15 tetes per menit

8
 Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml, 4 x 120 mg (1 cth)
 Diazepam pulv 3x2 mg
 Cefadroxil 2x150 mg pulv
 Pulv batuk: 3 x 1
GG 35 mg
CTM 1 mg

ANJURAN PEMERIKSAAN
1. EEG
2. Pungsi lumbal

FOLLOW UP
Tanggal 14/10/2017
S : Demam (+), kejang (-), batuk (+), flu(+)
O: Tanda vital :
Nadi : 116 kali/menit, reguler, kuatangkat
Suhu : 38 °C
Respirasi : 32 kali/menit
Kulit : tidak ada kelainan
Kepala : tidak ada kelainan
Leher : Tonsil T2/T2 tidak hiperemis
Dada : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Genitalia : dalam batas normal
Otot : dalam batas normal
A: Tonsillofaringitis
P:

 IVFD Ringer laktat 15 tetes per menit


 Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml, 4 x 120 mg (1 cth)
 Diazepam pulv 3x2 mg

9
 Cefadroxil 2x150 mg pulv
 Pulv batuk: 3 x 1
GG 35 mg
CTM 1 mg

Tanggal 15/10/2017
S :Panas (-), kejang (-), Batuk (+), flu(+)
O: Tandavital :
Nadi : 105 kali/menit, reguler, kuatangkat
Suhu : 37.5°C
Respirasi : 30 kali/menit
Kulit : tidak ada kelainan
Kepala : tidak ada kelainan
Leher : Tonsil T2/T2 tidak hiperemis
Dada : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Genitalia : dalam batas normal
Otot : dalam batas normal
A: Tonsillofaringitis
P:

 IVFD Ringer laktat 15 tetes per menit


 Cefadroxil 2x150 mg pulv
 Pulv batuk: 3 x 1
GG 35 mg
CTM 1 mg

10
DISKUSI

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium tanpa

adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut dan tidak ada

riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak

berumur 6 bulan – 5 tahun.1,3

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu

terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,

perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus,

dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak

akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3

kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia

dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,

temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat

keluarga epilepsi. Kejang demam dapat diturunkan secara autosom dominan

melalui kromosom 19p dan 8q 12-21, sehingga penting untuk dilakukan

anamnesis riwayat kejang demam pada keluarga.1,3

Kejang demam tidak menunjukkan adanya abnormalitas pada

elektroensefalografi (EEG) serta biasanya dapat sembuh secara sempurna.

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya

kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang

demam. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam

11
yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6

tahun, atau kejang demam fokal. EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk

menentukan adanya focus kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih

lanjut.1

Selain adanya faktor genetika, kejang demam jarang berkembang menjadi

epilepsi (Kejang demam yang disebabkan keadaan ekstrakranial harus dipisahkan

dari keadaan intrakranial, sehingga perlu dilakukan pungsi lumbal pada pasien

yang mengalami demam, khususnya pada pasien berusia di bawah 18 bulan

dengan kejang demam pertama kali meskipun tidak ada tanda spesifik meningitis.

Indikasi dilakukannya pungsi lumbal adalah:2,4

- Terdapat tanda dan gejala rangsangan meningeal

- Adanya kecurigaan Infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

klinis

- Dipertimbangkan pada anak dengan kejang desertai demam yang

sebelumnya telah mendapat antibiotic dan pemberian antibiotic tersebut

dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis

Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri

berikut:

1. Kejang lama > 15 menit

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

12
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko

berulangnya kejang demam adalah :

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga

2. Usia kurang dari 12 bulan

3. suhu tubuh kurang dari 39oC saat kejang

4. interval singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang

5. apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam

adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan

berulangnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang

demam paling besar pada tahun pertama.[1]

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan bahwa kejang demam yang

dialami pasien pada kasus ini adalah kejang demam kompleks karena kejang

dengan durasi 30 menit dan bersifat fokal atau hanya terjadi pada sebelah kiri

tubuh pasien.

Pada kasus ini, kejang didahului oleh demam yang disebabkan oleh

tonsillofaringitis yang ditandai dengan batuk, flu, dan pada pemeriksaan fisik

didapatkan tonsil T2/T2. Berdasarkan pemeriksaan lab didapatkan leukosit 13,9 x

103 /mikroliter sehingga dalam terapinya diberikan antibiotik.

Pada kasus ini pasien masuk dengan Kejang yang terjadi sebanyak 1 kali yang

berlangsung 30 menit. Dimana sebelumnya pasien memiliki riwayat kejang

demam kompleks yang terjadi pada usia 1 tahun. Pada saat kejang berlangsung

pasien juga mengalami demam. Untuk menegakkan diagnosis kejang demam anak

13
berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,

kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang

disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam

kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun

mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi

SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Kejang demam yang

tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi Livingston

digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam. (epilepsy triggered off

by fever). Kejang atau epilepsi yang diprovokasi oleh demam ini mempunyai

suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam

hanya merupakan faktor pencetusnya saja.

Menurut Soetomenggolo (1999) ada 3 (tiga) hal yang perlu dikerjakan pada

proses tata laksana kejang demam, yaitu:

1. Pengobatan Fase Akut

Pada waktu pasien sedang mengalami kejang, semua pakaian yang ketat

harus dibuka dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah

terjadinya aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigen terjamin. Pengisapan

lendir dilakukan secara teratur, diberikan oksigen, kalau perlu dilakukan

intubasi. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,

pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan

pemberian kompres dan antipiretik (paracetamol oral 10 mg/kgBB 4 kali

sehari). Diazepam intravena dengan dosis 0,2 -0,5mg/kgBB perlahan-lahan

dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis

14
maksimal 10 mg. diazepam rectal dapat diberikan saat kejang dengan dosis

BB<12 kg dosis 5 mg, BB>12 kg dosis 10 mg rektal). Pemberian secara

intravena atau intrarektal merupakan pilihan utama dengan karena memiliki

masa kerja yang singkat.

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang


1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti
7. Bawa kedokter atau Rumah Sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih1

2. Profilaksis Intermitten

Pengobatan profilaksis intermitten dengan antikonvulsan segera diberikan

pada waktu pasien demam dengan suhu rektal lebih dari 38℃. Terapi

intermitten harus dapat masuk dan bekerja pada otak. Diazepam oral efektif

mencegah timbulnya kejang demam berulang dan bila diberikan intermitten

hasilnya lebih baik karena penyerapannya yang cepat. Diazepam intermittent

dapat diberikan per-oral maupun rektal. Dosis diazepam oral 0,3 mg/kg/kali.

Dosis rektal BB<12 kg dosis 5 mg, BB>12 kg dosis 10 mg.2

3. Profilaksis Terus Menerus

15
Pemberian fenobarital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis menunjukkan

hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Obat lain

yang dapat digunakan untuk profilaksis kejang demam ialah asam valproat

yang memiliki efek sama bahkan lebih baik dibandingkan dengan

fenobarbital, meskipun memiliki efek samping hepatotoksik. Dosis asam

valproat adalah 15-40 mg/kgBB terbagi dalam 2 dosis. Profilaksis terus

menerus dapat berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat

yang dapat berpotensi menyebabkan kerusakan otak di kemudian hari namun

tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi. Pengobatan diberikan selama 1

tahun, penghentian rumat untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering

off, namun dilakukan saat anak tidak sedang demam. Indikasi profilaksis

terus menerus adalah:

1) Sebelum kejang demam pertama sudah ada kelainan neurologis atau

perkembangan, misalnya serebral palsi, hidrosefalus, hemiparesis.

2) Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung

3) Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan

neurologis sementara atau menetap

4) Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis bila kejang demam terjadi

pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel

dalam satu episode demam.2,5

Pasien ini juga mengalami Tonsilofaringitis yang merupakan peradangan


pada tonsil atau faring ataupun keduanya yang disebabkan oleh bakteri (seperti
str. Beta hemolyticus, str. Viridans, dan str. Pyogenes) dan juga oleh virus.
Penyakit ini dapat menyerang semua umur.6 Tonsilofaringitis biasanya

16
disebabkan oleh virus, lebih sering disebabkan oleh virus common cold
(adenovirus, rhinovirus, influenza, coronavirus, respiratory syncytial virus), tapi
kadang-kadang disebabkan oleh virus Epstein-Barr, herpes simplex,
cytomegalovirus, atau HIV. Sekitar 30% kasus disebabkan oleh bakteri, dimana
bakteri Streptococcus β-hemoliticus group A adalah yang paling sering, namun
Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae,
dan Chlamydia pneumoniae juga dapat menjadi penyebab.6
Pada kasus, terjadi peningkatan leukosit sehingga kemungkinan
penyebabnya adalah bakteri. Untuk menentukan apakah streptococcus merupakan
bakteri penyebab pada kasus ini, maka perlu dilakukan skor validasi, dimana skor
ini juga akan menentukan apakah pada pasien ini perlu pemberian antibiotik
ataukah tidak. Untuk parameter dan nilai dari skor validasi adalah sebagai
berikut:6
1. Demam :1
2. Tidak batuk :0
3. Adenopati servikal anterior :1
4. Pembengkakan tonsil :1
5. Usia
a. 3-14 tahun :0
b. 15-45 tahun :0
c. > 45 tahun :0
Pada pasien ini didapatkan skor validasi 3, yaitu adanya demam,
pembengkakan tonsil dan adenopati servikal anterior lunak, sehingga perlu
diberikan antibiotik. Untuk itu, pada pasien diberikan antibiotik cefadroxil pulv
2x150mg. Pasien juga mengeluh batuk dan flu sehingga diberikan Puyer batuk
3x1 (GG 35 mg, CTM 1 mg).
Prognosis pada kasus kejang demam kompleks adalah adanya kemungkinan

gangguan memori bila kejang demam kompleks terjadi pada anak berumur kurang

dari 1 tahun. Pada penelitian juga didapatkan adanya gangguan pada hipokampus

pada kejang demam yang berlangsung lama. Mortalitas jangka panjang tidak

17
meningkat pada kejang demam, namun terdapat sedikit peningkatan mortalitas 2

tahun setelah kejang demam kompleks. Risiko menjadi epilepsy meningkat

sampai 7% atau 2-10 kali lipat lebih sering dibandingkan populasi umum. Faktor

risiko terjadinya epilepsy di kemudian hari adalah kejang demam kompleks,


3
ditambah riwayat keluarga dengan epilepsy, dan adanya kelainan neurologis.

Prognosis pada pasien ini adalah dubia dikarenakan kejang demam yang terjadi

adalah kejang demam kompleks yang berkaitan dengan risiko seperti diatas.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. UKK Neurologi IDAI. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. 2016.

2. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi

Ikatan Dokter Anak Indonesia 2006

3. Roberton DM, South M. Practical Paediatrics Sixth Edition. UK: Churchill

Livingstone, 2007.

4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Neurologi. Jakarta : Badan Penerbit

IDAI, 2008.

5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Seminar Dokter Umum Peningkatan Kualitas

Pelayanan Kesehatan Anak Pada Tingkat Pelayanan Primer. Jakarta: 2013.

6. Behrman, R. E., Kliegman, R., Arvin, A. M. 2015. Nelson Textbook of

Pediatrics 19th Edition. Hal 23,58. Philadelphia: Elsevier

7. Rudolph, A. M. et al. 2014. Buku Ajar Pediatri Rudolph Edisi 20 Volume 3.

Jakarta: EGC

19
081341007392

20

Вам также может понравиться