Вы находитесь на странице: 1из 12

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Buffer merupakan larutan penyangga atau dapar. Sistem penyangga adalah


campuran larutan dua senyawa kimia yang meminimalkan perubahan pH ketika
asam atau basa ditambahkan atau dikeluarkan dari larutan tersebut. Sistem buffer
yang berasal dari asam lemah dan basa kuat. Asam merupakan suatu senyawa
yang memberikan protonnya kepada senyawa lain dan memiliki pH kurang dari 7.
Sedangkan basa merupakan senyawa menerima proton dari senyawa lain dan
memiliki pH lebih dari 7. Larutan penyangga memiliki pH yang konstan (tetap)
namun apabila diencerkan dengan larutan asam atau basa lebih dari 10 kali
mengakibatkan pH berubah. Buffer memiliki sifat yaitu suatu reaksi yang
reversibel.
Sistem buffer di dalam tubuh ternak sangat penting karena proses reaksi
enzim ataupun metabolisme zat makanan terjadi dalam kisaran pH yang sangat
sempit. Perubahan pH akan memengaruhi metabolisme nutrien di dalam sel yang
pada akhirnya dapat memengaruhi pertumbuhan, nafsu makan, metabolisme
vitamin, dan penyerapan zat makanan di usus halus.

Tujuan

Praktikum ini bertujuan mempelajari pengaruh penambahan larutan asam


dan larutan basa ke dalam larutan buffer serta membuat kurva titrasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Buffer

Larutan buffer adalah larutan yang mengandung asam lemah atau basa
lemah dan garamnya. Larutan buffer mempunyai kemampuan dalam
mempertahankan pH bila sedikit asam atau basa kuat ditambahkan kedalam
larutan tersebut. Buffer terbagi menjadi dua yaitu buffer asam dan buffer basa.
Buffer asam memiliki pH <7 yang contohnya cairan rumen, sedangkan buffer
basa memiliki pH >7 yang contohnya adalah buffer posphat. Buffer pada hewan
ternak sangat penting karena proses metabolisme terjadi pada pH tertentu.
Perubahan pH akan memengaruhi metabolisme nutrien di dalam sel yang pada
akhirnya dapat memengaruhi pertumbuhan, nafsu makan, metabolisme asam
amino dan energi, penggunaan mineral, metabolisme vitamin, dan penyerapan zat
makanan (Rohimah 2010).
Derajat keasaman atau pH itu sendiri merupakan suatu indeks kadar ion
hidrogen (H+) yang mencirikan keseimbangan asam dan basa. Derajat keasaman
suatu perairan, baik tumbuhan maupun hewan sehingga sering dipakai sebagai
petunjuk untuk menyatakan baik atau buruknya suatu perairan. Nilai pH juga
merupakan salah satu faktor yang memengaruhi produktivitas perairan. Biasanya
angka pH dalam suatu perairan dapat dijadikan indikator dari adanya
keseimbangan unsur-unsur kimia dan dapat mempengaruhi ketersediaan unsur-
unsur kimia dan unsur-unsur hara yang sangat bermanfaat bagi kehidupan
vegetasi akuatik. Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O2
maupun CO2. Tidak semua mahluk bisa bertahan terhadap perubahan nilai pH,
untuk itu alam telah menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan tidak
terjadi atau terjadi tetapi dengan cara perlahan. Dalam laboratorium, para peneliti
biokimia mengikuti reaksi in vitro dengan kondisi pH yang hanya berubah sekecil
mungkin, sehingga diperlukan larutan buffer yang efisien dan sesuai. Asam yang
sering dipakai yakni asam lemah seperti asam fosfat, asam asetat, asam glutarat,
dan asam tartrat, sedangkan basa yang sering digunakan yakni piridin, dan tris
(hidroksimetil) amino matan (Rohimah 2010).

Natrium Hidroksida (NaOH)

Basa merupakan akseptor ion hidrogen. Basa yang larut dalam air disebut
alkali. Alkali berdisosiasi dalam air untuk memberikan ion hidroksida OH-. Basa
memiliki karakteristik yaitu memiliki rasa sedikit pahit atau rasa logam, bersifat
korosif (membaka jaringan), membuat kertas lakmus menjadi biru, memiliki pH
lebih dari 7, dan apabila bereaksi dengan asam akan membentuk garam dan air
(netralisasi). Natrium hidroksida merupakan basa kuat dan dapat berdisosiasi
sempurna dalam larutan. Natrium hidroksida (soda kaustik) berfungsi sebagai zat
pembersih kuat terutama untuk kotoran berminyak seperti pembersih oven (James
2008).

Asam Klorida (HCl)

Asam klorida (HCl) adalah gas yang tidak berwarna yang dilarutkan dalam
air. Azizah (2010) mengemukakan bahwa asap HCl dan ion-ionnya yang
terbentuk dalam larutan, keduanya berbahaya bagi jaringan tubuh manusia. Asam
klorida merupakan asam kuat karena dapat berdisosiasi sempurna dalam
larutan. Asam klorida terdapat di lambung dan terlibat dalam pencernaan protein
serta menurunkan jumlah bakteri dari makanan yang ditelan (James 2008).

Saliva Buatan (Mc Dougall)

Cairan eksokrin yang terdiri dari 99% air, berbagai elektrolit yaitu sodium,
potasium, kalsium, kloride, magnesium, bikarbonat, fosfat, dan terdiri dari protein
yang berperan sebagai enzim, immunoglobulin, antimikroba, glikoprotein
mukosa, albumin, polipeptida, dan oligopeptida yang berperan dalam kesehatan
rongga mulut yang terdapat pada saliva. Saliva buatan memiliki fungsi sebagai
penyangga fosfat. Gigi dapat larut jika dimasukkan pada larutan asam yang kuat.
Email gigi yang rusak dapat menyebabkan kuman masuk ke dalam gigi. Adanya
air liur yang mengandung larutan penyangga fosfat yang dapat menetralisir asam
yang terbentuk dari fermentasi sisa-sisa makanan. Air ludah dapat
mempertahankan pH pada mulut sekitar 6,8. Penggunaan saliva buatan atau
larutan Mc. Dougall pada proses evaluasi in vitro bertujuan untuk
mempertahankan pH selama proses fermentasi berlangsung. Saliva yang terbentuk
didalam acini bersifat isotonik, saliva mengalir melalui duktus dan mengalami
perubahan menjadi hipotonik. Kandungan hipotonik saliva terdiri dari glukosa,
sodium, klorida, urea dan memiliki kapasitas untuk memberikan kelarutan
substansi yang memungkinkan gustatory buds merasakan aroma yang
berbeda. Saliva membentuk lapisan seromukos yang berperan sebagai pelumas
dan melindungi jaringan rongga mulut dari agen-agen yang dapat mengiritasi.
Mucin sebagai protein dalam saliva memiliki peranan sebagai
pelumas, perlindungan terhadap dehidrasi, dan dalam proses pemeliharaan
viskoelastisitas saliva. Saliva buatan atau Larutan McDougall berperan sebagai
larutan penyangga atau buffer dalam medium atau sebagai pengganti fungsi
saliva. Penggunaan saliva buatan penting untuk mempertahankan pH supaya tetap
berada dalam kisaran normal. Larutan saliva buatan (buffer) McDougall
(campuran 58,80g NaHCO3, 48g Na2HPO4.7H2O, 3,42g KCl, 2,82g NaCl,
0,72gMgSO4.7H2O, 0,24g CaCl2 dalam 6 liter akuades) (Tanuwiria et al
2006).

Buffer Fosfat

Sistem buffer fosfat serupa sistem buffer bikarbonat. Garam natrium dari
hidrogen fosfat berperan sebagai asam lemah dan monohidrogen fosfat berperan
sebagai basa lemah. Buffer fosfat akan mempertahankan pH fluida intraseluler
dan tubulus ginjal dan tidak mempertahankan pH darah, namun buffer penting
untuk urin (James 2008).

Cairan Rumen

Perut hewan ruminansia terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan


abomasum. Volume rumen pada ternak sapi dapat mencapai 100 liter atau lebih
dan untuk domba berkisar 10 liter (Putnam 1991). Bagian cair dari isi rumen
sekitar 8-10% dari berat sapi yang dipuasakan sebelum dipotong (Gohl 1981).
Cairan rumen merupakan limbah yang diperoleh dari rumah potong hewan yang
dapat mencemari lingkungan apabila tidak ditangani dengan baik. Bagian cair dari
isi rumen kaya akan protein, vitamin B kompleks serta mengandung enzim-enzim
hasil sintesa mikroba rumen (Gohl 1981).
Church (1979) menyatakan bahwa cairan rumen mengandung enzim alfa
amilase, galaktosidase, hemiselulosa dan selulosa. Rumen merupakan tabung
besar untuk menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Kerja
ekstensif bakteri dan mikroba terhadap zat-zat makanan menghasilkan produk
akhir yang dapat diasimilasi. Kondisi dalam rumen adalah anaerobik dengan
temperatur 38-420oC. Tekanan osmosis pada rumen mirip dengan tekanan aliran
darah, pH dipertahankan oleh adanya absorpsi asam lemak dan amoniak. Saliva
yang masuk kedalam rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu
mempertahankan pH tetap pada 6,8. Saliva bertipe cair membuffer asam-asam
hasil fermentasi mikroba rumen. Selain itu, saliva merupakan pelumas dan
surfactant yang membantu didalam proses mastikasi dan ruminasi. Saliva
mengandung elektrolit-elektrolit tertentu seperti Na, K, Ca, Mg, P, dan urea yang
mempertinggi kecepatan fermentasi mikroba. Sekresi saliva dipengaruhi oleh
bentuk fisik pakan, kandungan bahan kering, volume cairan isi perut, dan
stimulasi psikologis (Arora 1989).

MATERI DAN METODE

Materi

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain yaitu pipet mohr,
sendok, bulb, kertas indikator pH, botol selai, gelas ukur, aquadest dan pippet.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah cairan rumen, larutan Hcl
0,05 N, larutan NaOH 0,05 N, larutan buffer fosfat dan larutan saliva buatan (mc
dougall).

Metode

Metode pertama yaitu larutan buffer fosfat diambil sebanyak 20 ml dengan


gelas ukur. Kemudian ukur pH setelah dimasukkan kedalam botol selai. Larutan
NaOH 0,05 N diambil sebanyak 10 ml dengan pipet mohr, diukur pHnya dan
dimasukkan ke dalam botol selai berisi buffer fosfat. Larutan tersebut diaduk
dengan sendok lalu ukur pH dengan kertas indikator pH. Larutan NaOH 0,05 N
ditambahkan hingga terjadi perubahan pH yang mengarah pada pH NaOH (setiap
penambahan NaOH adalah 10 ml). Setiap penambahan NaOH 0,05 N dicatat pH-
nya. Lakukan prosedur yang sama untuk larutan buffer fosfat 20 ml dan HCl 0,05
N 10 ml (pH mendekati HCl).
Metode kedua, saliva buatan diambil sebanyak 20 ml dengan gelas ukur,
kemudian ukur pH setelah dimasukkan kedalam botol selai. Larutan HCl 0,05 N
diambil sebanyak 10 ml dengan pipet mohr, lalu saliva buatan dititrasi
menggunakan HCl, lalu ukur pH dengan kertas indikator pH. Larutan HCl 0,05 N
ditambahkan hingga terjadi perubahan pH yang mengarah pada pH HCl (setiap
penambahan HCl adalah 10 ml). Setiap penambahan HCl 0,05 N dicatat pH-nya.
Selanjutnya, HCl 0,05 N diganti dengan NaOH 0,05 N dan dilakukan prosedur
yang sama seperti diatas. Tetapi pada larutan kedua, larutan yang ditambahkan
adalah NaOH 0,05 N.
Metode ketiga, pengambilan cairan rumen sebanyak 20 ml dengan pipet
mohr, kemudian ukur pH setelah dimasukkan kedalam botol selai. Cuci pipet
mohr hingga bersih setelah itu larutan NaOH 0,05 N diambil sebanyak 10 ml
dengan pipet mohr, diukur pHnya dan dimasukkan ke dalam botol selai berisi
cairan rumen. Larutan tersebut diaduk dengan sendok lalu ukur pH dengan kertas
indikator pH. Larutan NaOH 0,05 N ditambahkan hingga terjadi perubahan pH
yang mengarah pada pH NaOH (setiap penambahan NaOH adalah 10 ml). Setiap
penambahan NaOH 0,05 N dicatat pH-nya. Pada larutan kedua, NaOH 0,05 N
diganti dengan HCl 0,05 N dan dilakukan prosedur yang sama seperti diatas.
Tetapi pada larutan kedua, larutan yang ditambahkan adalah HCl 0,05 N.
Metode keempat, larutan NaOH 0,05 N diambil sebanyak 20 ml dengan
gelas ukur, kemudian ukur pH setelah dimasukkan kedalam botol selai. Larutan
HCl 0,05 N diambil sebanyak 10 ml dengan pipet mohr, lalu larutan NaOH
dititrasi menggunakan HCl, lalu ukur pH dengan kertas indikator pH. Larutan HCl
0,05 N ditambahkan hingga terjadi perubahan pH yang mengarah pada pH HCl
(setiap penambahan HCl adalah 10 ml). Setiap penambahan HCl 0,05 N dicatat
pH-nya. Selanjutnya, NaOH 0,05 N diganti dengan HCl 0,05 N dan dilakukan
prosedur yang sama seperti diatas. Tetapi pada larutan kedua, larutan yang
ditambahkan adalah HCl 0,05 N.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Di bawah ini merupakan data hasil praktikum dalam bentuk tabel dari
titrasi buffer fosfat dengan NaOH 0,05 N dan HCl 0,05 N.

Tabel 1 Titrasi buffer fosfat dengan NaOH 0,05 N dan HCl 0,05 N
Volume NaOH 0,05 N pH Volume HCl 0,05 N pH
0 8 0 8
10 10 10 7
20 11 20 2

Grafik 1
pH
11
: NaOH 0,05 N
10
: HCl 0,05 N
8

2
Volume
10 20 30 40 50

Titrasi buffer fosfat dengan NaOH 0,05 N dan HCl 0,05 N

Berikut ini merupakan data hasil praktikum dalam bentuk tabel dari titrasi
saliva Mc. Dougall dengan NaOH 0,05 N dan HCl 0,05 N.
Tabel 2 Titrasi saliva buatan dengan NaOH 0.05 N dan HCl 0.05 N
Volume NaOH 0,05 N pH Volume HCl 0,05 N pH
0 10 0 10
10 11 10 9
20 7
30 6
40 5
50 2

Grafik 2
pH
11
: NaOH 0,05 N
10 :
HCl 0,05 N
8

2
Volume
10 20 30 40 50

Titrasi saliva buatan dengan NaOH 0.05 N dan HCl 0.05 N

Berikut ini merupakan data hasil praktikum dalam bentuk tabel dari titrasi
cairan rumen dengan NaOH 0,05 N dan HCl 0,05 N.

Tabel 3 Titrasi cairan rumen dengan NaOH 0,05 N dan HCl 0,05 N
Volume NaOH 0,05 N pH Volume HCl 0,05 N pH
0 7 0 7
10 7 10 5
20 8 20 4
30 9 30 4
40 10 40 4
50 10 50 3
60 10 60 3
70 11 70 2
Grafik 3
pH
11

: HCl 0,05 N
10
: NaOH 0,05 N
8

2
Volume
10 20 30 40 50 60 70

Titrasi cairan rumen dengan NaOH 0,05 N dan HCl 0,05 N

Berikut ini merupakan data hasil praktikum dalam bentuk tabel dari titrasi
NaOH 0,05 N dengan HCl 0,05 N.

Tabel 4 Titrasi NaOH 0,05 N dengan HCl 0,05 N


Volume NaOH 0,05 N pH Volume HCl 0,05 N pH
0 1 0 11
10 2 10 10
20 4 20 3
30 8 30 2
40 10

Grafik 4
pH
11

10
: HCl 0,05 N
8
: NaOH 0,05 N
6

Volume
10 20 30 40

Titrasi NaOH 0,05 N dengan HCl 0,05 N


Pembahasan

Larutan buffer adalah larutan yang mengandung asam lemah atau basa
lemah dan garamnya. Larutan buffer mempunyai kemampuan dalam
mempertahankan pH bila sedikit asam atau basa kuat ditambahkan kedalam
larutan tersebut. Buffer terbagi menjadi dua yaitu buffer asam dan buffer basa.
Buffer asam memiliki pH <7 yang contohnya cairan rumen, sedangkan buffer
basa memiliki pH >7 yang contohnya adalah buffer posphat. Buffer pada hewan
ternak sangat penting karena proses metabolisme terjadi pada pH tertentu.
Perubahan pH akan memengaruhi metabolisme nutrien di dalam sel yang pada
akhirnya dapat memengaruhi pertumbuhan, nafsu makan, metabolisme asam
amino dan energi, penggunaan mineral, metabolisme vitamin, dan penyerapan zat
makanan (Rohimah 2010). Prinsip kerja buffer yaitu larutan penyangga tidak akan
berubah pH nya karena memiliki komponen yang saling mempertahankan harga
pH. Komponen tersebut antara lain adalah komponen asam yang menahan
kenaikan pH dan komponen basa yang menahan penurunan pH. (Yunitasari et al.
2013).
Dalam praktikum ini digunakan bahan berupa titrasi buffer fosfat dengan
NaOH dan HCl. Sebelum dititrasi pH buffer fosfat awal 8 kemudian diberi NaOH
dengan volume sampai 20 ml pH menunjukkan basa atau meningkat hingga pH
11. Sedangkan diberi HCl pH menunjukkan asam atau menurun hingga pH 2.
Titrasi saliva buatan dengan NaOH dan HCl. Sebelum dititrasi pH awalnya 10
kemudian diberi NaOH dengan volume 10 ml pH meningkat menjadi 11. Proses
selanjutnya saat diberikan HCl berbeda dengan larutan sebelumnya, HCl
membutuhkan volume yang cukup banyak hingga 50 ml untuk pH berubah
menjadi 2. Titrasi cairan rumen dengan NaOH dan HCl. pH awal menunjukkan 7
namun setelah dititrasi dengan NaOH membutuhkan volume hingga 70 ml untuk
mendapatkan pH 11, begitupun dengan volume HCl yang dibutuhkan hingga 70
ml untuk mendapatkan pH 2. Percobaan titrasi NaOH dengan HCl. Diketahui
bahwa jika semakin banyak penambahan larutan asam HCl 0.05 N maka pada
larutan NaOH didapat semakin asam. Pada percobaan setelah penambahan 30 ml
larutan HCl 0.05 N, pH larutan HCl yang awalnya 11 turun hingga
menjadi bernilai 2. Sedangkan semakin banyak penambahan larutan basa NaOH
maka larutan HCl akan semakin basa. Pada awalnya pH 1 setelah diberi larutan
NaOH hingga volume 40 ml pH berubah menjadi 10 ataupun 11. Hal ini
menunjukan jika cairan rumen dan saliva buatan sama-sama lebih kuat komponen
untuk mempertahankan pH. Sedangkan buffer fosfat memiliki komponen yang
tidak dapat mempertahankan pH. Selain itu dikarenakan buffer fosfat merupakan
buffer basa yang tersusun atas garam natrium dari hidrogen fosfat yang berperan
sebagai asam lemah dan monohidrogen fosfat berperan sebagai basa lemah (James
2008).
Sistem tubuh yang mengatur kadar asam-basa terdiri atas 3 yaitu sistem
buffer kimiawi, sistem regulasi respirasi (paru), dan sistem regulasi renal (ginjal).
Sistem buffer terbagi menjadi sistem buffer bikarbonat, sistem buffer fosfat,
sistem buffer protein, sistem buffer hemoglobin, dan sistem buffer
amonia. Semua sistem buffer bekerja sama dalam mempertahankan pH. Sistem
buffer dalam tubuh ternak sama prinsip kerjanya dengan sistem buffer dalam
tubuh manusia (James 2008). Tetapi pada ternak ruminansia memiliki sistem
buffer yang berbeda karena ternak ini memiliki protein mikroba.
Sistem buffer pada ternak ruminansia adalah sistem yang mengontrol atau
mempertahankan pH rumen. Pemberian konsentrat yang berlebihan dapat
mengakibatkan menurunnya pH rumen dengan timbulnya gejala asidosis. Untuk
mengatasi penurunan pH rumen akibat penggunaan konsentrat ini maka dapat
dilakukan dengan penambahan mineral penyangga (buffer). Contoh mineral buffer
adalah NaHC03, CaC03, KHCO3, Na2CO3 dan MgO. Sistem buffer ini dalam
tubuh ternak ini penting dalam optimalisasi kerja enzim karena enzim dapat
bekerja pada pH netral (Joseph 2001).

SIMPULAN

Kemampuan mempertahankan pH cairan rumen terhadap asam lebih baik


dari pada larutan saliva McDougall. Cairan rumen merupakan buffer asam yang
mempertahankan pH pada kondisi asam sehingga cairan rumen membutuhkan
penambahan HCl yang sangat banyak. Sedangkan buffer fosfat adalah buffer basa
yang mempertahankan pH pada larutan buffer fosfat dan NaOH. Cairan rumen
yang diberi HCl dan NaOH membutuhkan penambahan volume yang banyak. Hal
ini membuktikan bahwa buffer dapat mempertahankan pH-nya dari pada larutan
lain.

DAFTAR PUSTAKA

Arora SP. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Yogyakarta (ID):


Gadjah Mada University Press.
Azizah Utiya. 2010. Sifat-sifat asam, basa, dan garam. http://www.chem-is-try.org
/materi_kimia/kimia_dasar/asam_dan_basa/sifat-sifat-asam-basa-dan
garam/.(9 Februari 2016)
Church DC. 1979. Digestive Physology and Nutrition of Ruminant 2nd Edition.
Oregon (USA): Oxford Press.
Gohl BO.1981.Topical Feed, Food and Agriculture. Organitation of The United
Nation. Rome (UK).
James Joyce et al. 2008. Prinsip-Prinsip Sains Untuk Keperawatan. Jakarta (ID):
Erlangga.
Joseph G. 2001. Status asam basa pada ternak kerbau lumpur (Bubalus bubalis)
yang diberi pakan jerami padi dan konsentrat dengan penambahan
natrium. J. Ilmu Ternak dan Vet. 6 (4): 235-238.
Putnam PA. 1991. Handbook of Animal Science. San Diego (USA): Academic
Press.
Rohimah.2010.Buffer.http://www.scribd.com/doc/54930697/Buffer2.(20 Februari
2016)
Tanuwiria UH, Budinuryanto DC, S Darodjah, dan Putranto WS.2006.Studi
suplemen kompleks mineral minyak dan mineral-organik dan pengaruhnya
terhadap fermentabilitas dan kecernaan ransum in vitro serta pertumbuhan
pada domba jantan. Jurnal Protein 14 (2): 17.
Yunitasari W, Susilowati E, dan Nurhayati ND.2013. Pembelajaran direction
instruction disertai hierarki konsep untuk mereduksi miskonsepsi siswa
pada materi larutan penyangga kelas XI IPA semester genap.Jurnal
Pendidikan Kimia 3(2) : 182-190.
LAMPIRAN

Вам также может понравиться