Вы находитесь на странице: 1из 5

Cara Efektif Mendeteksi Kecurangan (Fraud) dalam

Profesi Akuntansi
Fraud dalam akuntansi merupakan penghambat dalam pemanfaatan sumberdaya
sehingga menjadikan perhatian penting pihak manajemen atau pengambil keputusan
dalam sebuah organisasi.

Kekeliruan (Error) dan Kecurangan (Fraud)


Ada dua jenis kesalahan yang terjadi dalam akuntansi, yaitu kekeliruan (error) dan
kecurangan (fraud), perbedaan antara error dan fraud ini terletak pada ada atau tidaknya
unsur kesengajaan. Kekeliruan terjadi pada tahap pengelolaan transaksi, saat terjadinya
transakssi, dokumentasi, pencatatan jurnal, pencatatan debit kredit, dan laporan
keuangan. Jika kesalahan dilakukan dengan sengaja, maka hal tersebut merupakan
kecurangan.

Kecurangan adalah tindakan dimana seseorang dengan sengaja mengambil manfaat


atas orang lain untuk kepentingan pribadi. Sedangkan kejahatan adalah tindakan yang
sengaja dilakukan dimana perbuatan tersebut melanggar undang-undang dan terdapat
sangsi hukum atas kejahatan yang dilakukan. Perbedaan inilah yang harus diperhatikan,
karena tidak semua kecurangan adalah kejahatan, dan sebagian besar kejahatan bukan
kecurangan. Kecurangan atau fraud akan mengakibatkan kerugian perusahaan, namun
pihak berwajib hanya bisa mengambil tindakan atas kejahatan.

Dalam sebuah profesi, misalnya akuntansi juga tidak luput dari kecurangan. Akuntan
yang berbuat curang dalam prosedur akuntansi menyebabkan informasi akuntansi yang
dihasilkan tidak dapat digunakan oleh pihak yang menggunakannya. Informasi
akuntansi sebuah entiti sangatlah penting karena informasi tersebut digunakan sebagai
dasar penentuan kebijakan organisasi.

Faktor Penyebab Kecurangan (Fraud) dalam Akuntansi


Adapun faktor -faktor yang menyebabkan kecurangan dalam akuntansi meliputi:

1. Tekanan: dorongan seseorang untuk melakukan kecurangan yang dipicu oleh


alasan ekonomi, emosional, atau nilai.
2. Adanya peluang: kondisi yang memberikan peluang pada seseorang untuk
melakukan kecurangan. Misalnya lemahnya internal control atau penyelahgunaan
wewenang.
3. Rasionalisasi: pelaku mencari pembenaran sebelum melakukan kecurangan.
Seseorang melakukan rasionalisasi agar dirinya dapat mencerna tindakannya yang
ilegal agar tetap dapat mempertahankan jati dirinya sebagai orang yang dipercaya.

3 Kelompok Kecurangan (Fraud)


The Association of Certified Fraud Examiners, sebuah organisasi profesional yang
bergerak di bidang pemeriksaan kecurangan membagi kecurangan (fraud) kedalam tiga
kelompok yang berdasarkan perbuatan:

1. Penyimpangan aset: penyalahgunaan aset perusahaan. Fraud ini mudah dideteksi


karena dapat diukur/dihitung.
2. Pernyataan palsu: tindakan dari pihak manajemen untuk menutupi kondisi keuangan
yang sesungguhnya dengan membuat rekayasa keuangan dalam laporan keuangannya.
3. Korupsi: banyak terjadi di negara yang sedang berkembang dan kurangnya tata
kelola yang baik. Korupsi sulit dideteksi karena berbagai pihak bekerja sama dalam
menikmati keuntungan. Didalamnya termasuk konflik kepentingan, penyuapan,
pemerasan ekonomi, penerimaan yang ilegal.

Mendeteksi Terjadinya Kecurangan (Fraud)

Mendeteksi terjadinya kecurangan


dalam laporan keuangan dapat dilakukan dengan beberapa teknik dibawah ini:

1. Memeriksa jajaran manajerial


Kasus penggelapan, kecurangan laporan keuangan seringkali melibatkan pihak di
jajaran manajerial atau pengambil keputusan. Karena itu, jajaran manajemen harus
diselidiki untuk mengetahui tujuan mereka melakukan keurangan.

2. Adanya keterkaitan dengan pihak eksternal


Salah satu cara yang sering digunakan dalam melakukan kecurangan adalah dengan
memberikan bantuan pada organisasi baik yang nyata atau fiktif. Untuk itu harus
dideteksi adanya hubungan antara organisasi dengan lembaga keuangan, organisasi
dengan individu, eksternal auditor, lembaga pemerintahan, atau investor.

3. Sifat organisasi
Sebuah kecurangan seringkali tidak terendus karena adanya struktur organisasi yang
digunakan untuk menyembunyikan kecurangan tersebut. Misalnya struktur organisasi
yang terlalu kompleks atau tidak adanya internal audit dalam sebuah departemen.
Untuk itu peneliti harus mengetahui seluk beluk organisasi termsuk pemilik
perusahaan.

4. Laporan keuangan dan karakteristik operasional


Melakukan pemeriksaan diantaranya rekening pendapatan, aset, kewajiban,
pengeluaran atau ekuitas. Tanda kecurangan yang seringkali terdeteksi adalah adanya
perubahan dalam laporan keuangan.

5. Auditor Internal
Merupakan aktivitas konsultasi yang independen dan obyektif untuk menambah nilai
dan memperbaiki operasional organisasi. Definisi lainnya adalah penilaian yang
dilakukan oleh personel dalam organisasi uang memiliki kompetensi dalam hal
meneliti catatan akuntansi perusahaan dan pengendalian internal dalam perusahaan.
Tujuan dari auditor internal adalah untuk membantu pihak manajemen dalam
pertanggungan jawab dengan memberikan analisa, saran, penilaian tentang kegiatan
yang diaudit.

6. Auditor eksternal
Auditor eksternal diperlukan untuk mendeteksi kecurangan dalam organisasi serta
melakukan analisa jika auditor internal mengalami kesulitan.

Timbulnya kecurangan (fraud) dalam laporan keuangan harus dicegah. Faktor yang
paling menentukan dalam melakukan tindakan pencegahan tersebut adalah dari internal
perusahaan, karena mereka yang secara langsung terjun dalam operasional organisasi.
Karena itu sosok pimpinan yang amanah dan anti kecurangan sangat dibutuhkan untuk
itu. Selain dari internal organisasi, adanya keterlibatan pihak luar seperti auditor
eksternal dapat memberikan penilaian yang obyektif dimana untuk memastikan laporan
keuangan yang dihasilkan adalah wajar yaitu bebas dari keraguan dan ketidakjujuran.
Karena penilaiannya tersebut, maka seorang auditor eksternal hendaklah memiliki
sikap profesionalisme dalam menjalankan tugasnya.

Pendeteksian fraud adalah suatu tindakan untuk mengetahui bahwa fraud terjadi, siapa pelaku, siapa
korbannya, dan apa penyebabnya. Kunci pada pendeteksian fraud adalah untuk dapat melihat adanya
kesalahan ketidakberesan.

Fraud (kecurangan) pada hakekatnya tersembunyi dan pelakunya pada umumnya juga akan
menyembunyikan jejaknya. Oleh karena itu pendeteksian fraud juga tidak dapat dilakukan langsung dengan
melihat jejak yang ditinggalkannya.

Pendeteksian fraud dilakukan dengan mengidentifikasi tanda-tanda atau gejala tidak pasti terjadi fraud, tetapi
setiap terjadi fraud selalu diikuti dengan adanya tanda-tanda atau gejala fraud. Oleh karena itu dengan
mengenali gejala dapat mengenali sinyal atau mengenal adanya indikasi fraud.

Gejala-gejala atau tanda-tanda terjadinya fraud dapat ditunjukkan dari individu pelaku, dari organisasi, dan
dari luar organisasi. Tanda-tanda dari pelaku tampak dari perubahan gaya hidup dan tindak tanduknya atau
perilaku yang mencurigakan.

Organisasi yang ada menunjukkan berbagai kondisi yang kondusif terjadinya fraud, terutama sebagai akibat
lemahnya pengendalian intern baik dalam rancangan struktur pengendalian maupun dalam pelaksanaan.

Kondisi lain ialah adanya keganjilan-keganjilan dalam akuntansinya dan pada hasil berbagai analisis atas
pertanggungjawaban keuangan dan aktivitasnya.

Di samping itu, banyak pengaduan dari luar organisasi seperti pelanggan, rekanan, atau dari pemasok.
Pendeteksian fraud dapat melalui:
1. Identifikasi gejala dan dengan identifikasi bendera merah (red flags)
2. Pendeteksian fraud dengan critical point of auditing
3. analisis kepekaan (job sensitivity analysis).

Para atasan langusng atau manajer suatu unit organisasi, auditor internal, atau fraud examiner harus cepat
tanggap dan segera melakukan penelaahan lebih lanjut terhadap hasil pendeteksian fraud tersebut sehingga
potensi fraud dapat dicegah dan fraud dapat dicegah dan fraud yang telah terjadi dapat dihentikan dan
ditindaklanjuti.

Langkah-Langkah Menteksi Kecurangan

Langkah awal dari pendeteksian fraud ialah:


Pertama, memahami aktivitas organisasi dan mengenal serta memahami seluruh sektor usaha.

Pada pemahaman aktivitas organisasi ini, sertakan personel yang berpengalaman dalam tim deteksi dan
lakukan wawancara dengan personel kunci dari organisasi. Pada pemahaman itu diidentifikasi apakah
organisasi telah menerapkan pengendalian maupun dalam pelaksanaan.

Pengendalian intern bukan saja untuk mencegah fraud, tetapi dirancang pula untuk mendeteksi fraud secara
dini karena pengendalian intern
dapat digunakan sebagai pengendalian detektif.

Berbagai sarana kendali yang ada, dirancang untuk dapat mencegah fraud secara otomatis sehingga setiap
tindak fraud dapat terdeteksi tanpa menunggu hasil audit. Dari hasil pemahaman aktivitas organisasi tersebut
dapat mengidentifikasi fraud yang terjadi pada aktivitas itu.

Kedua, memahami tanda-tanda penyebab terjadinya fraud.


Tanda-tanda penyebab terjadinya fraud berupa berbagai keanehan, keganjilan, dan penyimpangan dari
keadaan yang seharusnya serta kelemahan dalam pengendalian intern.

Tanda-tanda tersebut diperoleh dari berbagai informasi, tetapi hasilnya masih merupakan tanda-tanda umum
yang masih harus dianalisis dan dievaluasi. Bila ada indikasi kuat, dilakukan investigasiterhadap gejala
tersebut.

Pendeteksian fraud terhadap gejala dan tanda-tanda fraud dapat pula dilakukan terhadap kondisi atau situasi
tertentu yang disebut bendera merah (red flags) yaitu suatu kondisi yang member isyarat dini terjadinya
fraud (fraud warning sign).

Seperti halnya pada gejala, tidak semua bendera merah dipastikan terjadi fraud, tetapi setiap fraud selalu
tampak adanya kondisi yang member isyarat adanya fraud baik dari pelaku,organisasi,maupun jenis
fraudnya.

Ketiga Pendeteksian dengan critical point of auditing dan teknik analisis kepekaan (job sensitivity
analysis).
Critical point of auditing adalah teknik pendeteksian fraud melalui audit atas catatan akuntansi yang
mengarah pada gejala atau kemungkinan terjadinya. Teknik analisis kepekaan adalah teknik pendeteksian
fraud didasarkan pada analisis dengan memandang pelaku potensial.

Analisisnya ditujukan pada posisi tertentu apakah ada peluang tindakan fraud dan apa saja yang dapat
dilakukan.Banyak teknik pendeteksian fraud sesuai dengan jenis fraud. Secara umum, upaya mendeteksi
fraud antara lain dilakukan dengan:

Pengujian pengendalian intern.

Meliputi pengujian pelaksanaannya secara acak dan mendadak. Hal ini untuk mendeteksi fraud yang
dilakukan dengan kolusi sehingga pengendalian intern yang ada tidak berfungsi efektif. Contoh:
Dalam sistem pengendalian intern diatur bahwa pengeluaran barang dari gudang harus didukung dokumen
pengeluaran yang disahkan oleh otoritasnya. Karena adanya kolusi dinyatakan barang yang keluar
jumlahnya X kg dan kualitas B. Kenyataannya , barang yang keluar sebenarnya sebanyak Y kg dan
kualitasnya A. Jejak barang yang keluar di catatan/akuntansinya dan dokumennya sehingga bila diteliti tidak
terdeteksi bahwa barang yang keluar sebanyak Y kg dengan kualitas A. Apabila dilakukan pengecekan
mendadak pada saat barang keluar, barulah kecurangan tersebut terdeteksi.

Pengujian audit keuangan atau audit operasional.

Pada kedua jenis audit itu tidak ada keharusan auditor untuk dapat mendeteksi dan mengungkap adanya
fraud, akan teteapi auditor harus merancang dan melaksanakan auditnya sehingga fraud dapat terdeteksi.

Penggunaan prinsip pengecualian (exepction) dalam pengendalian dan prosedur.Pengecualian


dimaksud antara lain:
1. Adanya pengendalian intern yang tidak dilaksanakan atau dikompromosikan.
2. Transaksi-transaksi yang janggal misalnya : waktu transaksi pada hari minggu atau hari libur lain,
jumlah frekuensi transaksi terlalu banyak atau terlalu sedikit. Tempat transaksi terlalu menyimpang
dari biasanya.
3. Tingkat motivasi, moral dan kepuasan kerja terus menerus menurun.
4. Sistem pemberian penghargaan yang ternyata mendukung pelaku tidak etis.
Dilakukan kaji ulang terhadap penyimpangan dalam kinerja operasi. Dari hasil kaji ulang diperoleh
penyimpangan yang mencolok dalam hal anggaran, rencana kerja, tujuan, dan sasaran organisasi.
Penyimpangan tersebut bukan karena adanya sebab yang wajar dari aktivitas bisnis yang lazim.

Pendekatan reaksi meliputi adanya pengaduan dan keluhan karyawan, kecurigaan, dan instuisi
atasan.

Вам также может понравиться