Вы находитесь на странице: 1из 13

PEMBUATAN KOMPOS

I. TUJUAN PERCOBAAN
Membuat pupuk organic / kompos dengan menggunakan EM4

II. ALAT DAN BAHAN


2.1 ALAT YANG DIGUNAKAN
 Kantong polibag 2kg, 2buah
 Thermometer 100oc,1buah
 Batang pengaduk , 1buah
 Baskom,1buah
 Gelas kimia 100ml , 1buah
 penyemprot

2.2 BAHAN YANG DIGUNNAKAN


 EM4/stardex, 20 ml
 Sampah kota 20kg
 Tetes tebu/gula , 10ml
 Air secukupnya
 Pupuk kandang 2 kg

III. GAMBAR ALAT (terlampir)

IV. DASAR TEORI


Pengomposan dapat didefinisikan sebagai degradasi biokimia bahan organic
menjadi humus . bentuk sederhana pengomposan dilakukan secara anaerobic yang sering
menimbulkan gas seperti indol , skatol dan merkaptan pada suhu rendah . proses
pengomposan sacara anaerobic membutuhkan oksigen yang cukup dan tidak menghasilkan
gas yang berbahaya seperti pada anaerobic ( gumbira,e,1992).
Proses pengomposan dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti ukuran , bahan ,
kadar air , aerasi , ph , suhu dan perbandingan C dan N . ukuran partikel penting karena
bakteri dan jamur akan lebih mudah hidupp pada ukuran partikel yang lebih kecil .
Kadar air yang optimum penting untuk menghasilkan kompos yang baik karena
semua organism membutuhkan air bagi kelangsungan hidupnya . air adalah bahan penting
protoplasma sel yang berfungsi sebagai pelarut makanan . kadar air dibawah 20%
mengakibatkan proses metabolism terhambat dan berjalan lambat jika kadar air diatas
60%.
Ketersedian oksigen pada proses pengomposan secara aerobic merupakan hal yang
penting .proses yang dilakukan secara aerobic lebih efisien dari pada hal yang penting .
proses yang dilakukan secara aerobic lebih efisien dari pada anaerobic dalam mengurangi
bahan organic . Mikroorganisme sensitive terhadap perbuhan suhu proses mikroorganisme
mesofilik hidup pada suhu 8 – 45 oc dan termofilik tumbuh dan aktif di bawah suhu 65oc ,
tetapi aktivitas biologisnya dapat berlangsung sampai suhu 65 – 90oc .
Aktivitas organism dipertinggi dengan adanya nutrient yaitu karbon C sebagai
sumber energy dan nitrogen N sebagai zat pembentuk protoplasma . energy dibutuhkan
dalam jumlah yang lebih banyak dari pada zat pembentuk protoplasma sehingga karbon
lebih banyak dibutuhkan dari pada nitrogen . perbandingan C dengan N yang efektif untuk
pengomposan yaitu 25 : 23.
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-
bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasiberbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap,
dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003).
Sedangkanpengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian
secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik
sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami
tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran
bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan
aktivator pengomposan.
Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata
persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan
alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan
mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat
pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke
udara. DKI Jakartamenghasilkan 6000 ton sampah setiap harinya, di mana sekitar 65%-nya
adalah sampah organik. Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh
seluruh pasar yang ada di Jakarta, di mana 95%-nya adalah sampah organik. Melihat
besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk
mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan
kesejahteraan masyarakat (Rohendi, 2005)
Jenis – jenis kompos
 Kompos cacing (vermicompost), yaitu kompos yang terbuat dari bahan organik yang
dicerna oleh cacing. Yang menjadi pupuk adalah kotoran cacing tersebut.
 Kompos bagase, yaitu pupuk yang terbuat dari ampas tebu sisa penggilingan tebu di
pabrik gula.
 Kompos bokashi.
Manfaat kompos
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik
tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air
tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan
penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur
hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga d iketahui dapat membantu tanaman
menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada
tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, seperti menjadikan hasil panen lebih tahan
disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari
sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan

Aspek bagi tanah/tanaman:


1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang granulasi,
memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan
organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang
berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan
organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga
memengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan
tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos memberikan
peningkatan kadar Kaliumpada tanah lebih tinggi dari pada kalium yang disediakan pupuk
NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini
menyebabkan pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea),
menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK.
Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk
cacing (vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada pertumbuhan
bibit Salam (Eugenia polyanthaWight) pada media tanam subsoil. Indikatornya terdapat
pada diameter batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
penambahan pupuk anorganik tidak memberikan efek apapun pada pertumbuhan bibit,
mengingat media tanam subsoil merupakan media tanam dengan pH yang rendah sehingga
penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah
sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan memengaruhi serapan hara oleh
tanah, walau tanah dalam keadaan masam.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase (kompos yang
dibuat dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L)
meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian
dibandingkan degan yang tanpa kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti
terhadap penyerapan fosfor, kalium, dan sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk
anorganik secara bersamaan tidak meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter
dari batang, namun diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu.
Faktor yang memengaruhi proses Pengomposan
Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan
dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan
bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang
sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain,
atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat
menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1.
Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis
protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi
dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N
untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika
bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu,
ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus,
misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan
menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa
nitrogen.

Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih
luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi
akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan
(porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil
ukuran partikel bahan tersebut.
Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi
secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara
hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi
ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan(kelembapan). Apabila aerasi
terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak
sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di
dalam tumpukan kompos.
Porositas

Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung
dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan
diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan.
Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses
pengomposan juga akan terganggu.
Kelembaban (Moisture content)
Kelembapan memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme
mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme
dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air.
Kelembapan 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila
kelembapan di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih
rendah lagi pada kelembapan 15%. Apabila kelembapan lebih besar dari 60%, hara akan
tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan
terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
Temperatur/suhu
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu
dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi
oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi
dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC
menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan
membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan
hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan
benih-benih gulma.
pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk
proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar
antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada
bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara
temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi
amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada
fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
Kandungan Hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di
dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama
proses pengomposan.
Kandungan Bahan Berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi
kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa
bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama
proses pengomposan.
Lama pengomposan
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan,
metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator
pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa
minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.

V. PROSEDUR KERJA
1. Mencampurkan EM4 dan tetes tebu / gula
2. Menghancurkan sayuran lalu dicampurkan merata dengan pupuk kandang .
3. melarutan EM4 disiram ke dalam padatan tersebut sehingga merata , kemudian ditutup
.
4. Setiap 5 jam , temperature operasi dicatat hingga hari ke 5
5. Bila temperature diats 50oc , tutup dibuka dan dicampurkan dibolak – balik , kemudian
bagian atas ditutup kembali .
6. Setelah hari ke 6 campuran tersebut telah menjadi pupuk .
7. menyimpan pupuk dalam kantong / karung plastic yang telah disediakan
8. Mengamati warna dan tekstur kompos .
9. Menganalisa karakteristik kompos dengan mengukur C dan N nya .

Prosedur analisis
Analisis N dengan metode kjedal
 Proses destrusi
1. Sampel kompos ditimbang 0,5062gr
2. Memasukan kedalam tabung destruksi
3. Menambahkan 7,5 gr kjedal dan 20gr H2SO4 .
4. memasukan batu didih kedalam tabung destruksi
5. melakukan pemanasan , jika larutan dalam tabung telah berubah warna menjadi
hijau – kebiruan selama lebih kurang 2 jam , selanjutnya didinginkan sampai suhu
kamar .
 Proses destilas
1. Memasukan cuplikan kedalam labu destilasi dan diencerkan dengan 100 ml aquadest
dan destilat ditampung didalam 100ml H3BO3 2% dan 3 tetes mix indicator .
2. Titrasi destilat dengan HCL 0,1 N
perhitungan :
( V1−V2 ) N.F x 14 x 100%
%N = 𝐸

Ketrangan :
V1 = volume titrasi sampel
V2 = volume titrasi blanko
F = factor asam
N = normalitas asam
E = berat sampel

VI. DATA PENGAMATAN

N HARI/TANGG SUHU PH TINGG BENTUK BAU


O AL I FISIK
1 Senin/12-06- a. 30℃ a. 6,4 Masih Hitam Bau
2017 b. 30℃ b. 6,4 tinggi kecoklatan,belu khas
m homogen, EM4
masih terdapat dan
potongan sayur, pupuk
keadaan tanah kandan
sedikit basah g
2 Rabu/14-06- a. 30℃ a. 7 Semaki Hitam, belum Bau
2017 b. 30℃ b. 7, n homogen,agak khas
3 rendah sedikit lembab tanah
3 Jum’at/16-06- a. 31,5℃ a. 7, Semaki Hitam, sudah Bau
2017 b. 31,5℃ 5 n mulai khas
b. 8, rendah homogen, tanah
0 sedikit lembab
4 Senin/19-06-2- a. 31,5℃ a. 8, Semaki Hitam, sedikit Bau
17 b. 32℃ 5 n menggumpal khas
b. 8, rendah dan basah tanah
5

Keterangan
“a” = kompos yang terbuka sebagian
“b” = kompos yang tertutup rapat

HARI/TANGGAL KETERANGAN BERAT BERAT KADAR


SEBELUM SETELAH AIR
PENGERINGAN PENGERINGAN
Senin/12-06-2017 Kompos terbuka 5,0095 gr 2,8700 gr 2,1395 gr
sebagian
Senin/12-06-2017 Kompos tertutup 5,0095 gr 2,8700 gr 2,1395 gr
rapat
Senin/19-06-2017 Kompos terbuka 5,0060 gr 2,6565 gr 3,3495 gr
sebagian
Senin/19-06-2017 Kompos tertutup 5,0067 gr 1,3615gr 3,6452 gr
rapat

VII. PERHITUNGAN
1) Menghitung kadar air dalam kompos (awal)
% kadar air
berat kompos + kertas saring awal ) – ( berat kertas saring + kompos setelah kering )
= x 100%
Berat kertas saring awal + kompos
(5,0095 𝑔𝑟)− (2,8700 𝑔𝑟)
= x 100%
5,0095 𝑔𝑟
= 42,7088 %

Menghitung kadar air dalam kompos (akhir)


a. Kompos terbuka sebagian
% kadar air
berat kompos + kertas saring awal ) – ( berat kertas saring + kompos setelah kering )
= x 100%
Berat kertas saring awal + kompos
(5,0060 𝑔𝑟)− (1,6565 𝑔𝑟)
= x 100%
5,0060 𝑔𝑟

= 66,9097 %

b. Kompos tertutup rapat


% kadar air
berat kompos + kertas saring awal ) – ( berat kertas saring + kompos setelah kering )
= x 100%
Berat kertas saring awal + kompos
(5,0067 𝑔𝑟)− (1,3615 𝑔𝑟)
= x 100%
5,0067 𝑔𝑟

= 72,8064 %

VIII. ANALISA PERCOBAAN


Pada pratikum kali ini bertujuan untuk membuat kompos dengan menggunakan
EM4 . pada percobaan kompos kali ini menggunakan limbah sayur, serbuk kayu, pupuk
kandang dan EM4 . limbah sayur yang sudah tuidak digunakan lagi dipotong – potong
dengan sangat kecil agar mudah terurai oleh mikroorganisme . mikroorganisme yang
digunakan adalah EM4 . EM4 merupakan mikroorganisme (bakteri) pengurai yang dapat
membantu dalam pembusukan sampah organik
Adapun langkah kerja dalam percobaan ini, Limbah sayur yang sudah dipotong –
potong tadi selanjutnya ditambahkan dengan serbuk kayu diaduk hingga rata ,
ditambahakan pupuk kandang lalu diratakan kembali lalu disemprotkan dengan
menggunakan EM4 yang sudah terlarut dengan glukosa. perbandingan antara sampah
sayuran, seruk kayu dan pupuk kandang yaitu 3 : 1 : 1 . dengan 9 kg sampah sayuran, 3 kg
serbuk kayu dan 3 kg pupuk kandang. selanjutnya dipindahkan kedalam polibag.
Didiamkan selama satu minggu , setelah itu diukur dengan kertas pH untuk mengetahui
kadar pHnya .
Dari pencampuran bahan dan proses pengamposan dilakukan selama 7 hari terjadi
kenaikan suhu, kenaikan PH dan perubahan warna kompos pada saat pengukuran awal
kompos. Pada pengukuran hari senin kedua PH nya sama yaitu 6,4 dengan suhu
30℃, pengkuran hari rabu suhunya masih sama tetapi terjadi peruban PH menjadi 7,0
untuk sampel kompos yang terbuka sebagian dan 7,3 untuk sampel kompos yang tertutup
rapat, pada hari jum’at suhu untuk kedua sampel sama yaitu pada 31,5℃ dengan PH untuk
kompos yang terbuka sebagian 7,5 dan PH yang tetutup yaitu 8,0. Pada hari senin
selanjutnya suhu pada kedua sampel berbeda. 31,5℃ untuk sampel kompos yang tertutup
dan 32℃ untuk sampel yang terbuka dengan PH pada kedua sampel sama yaitu pada 8,5 .
Pada pembuatan kompos kali ini menggunakan sistem aerobik, dimana pada
prosesnya menggunkan bakteri pengurai yang terdapat pada EM4 dan pupuk kandang.
Prosess pengomposan dipengaruhi oleh lingkungan seperti ukuran bahan, kadar air, PH,
suhu dan perbandingan C dan N, ukuran partikel yang kecil sangat penting karena bakteri
yang hidup akan lebih mudah menyesuaikan terhadap lingkungannya. sedangkan untuk
mengetahui kadar airnya , sampel kompos dikeringkan didalam oven .
Kadar air yang terdapat pada sampel sebelum diproses pengomposan yaitu
42,7088% sedangkan untuk kadar air pada sampel 1 setelah proses pengomposan yaitu
sebesar 66,9097 % dan untuk persen kadar air yang terdapat pada sampel 2 yaitu 72,8064
% . dari data tersebut dapat dilihat bahwa kadar air yang terdapat dalam sampel banyak.
Itulah yang menyebabkan sampel pada 1 dan 2 lembab.

IX. KESIMPULAN
Setelah melakukan percobaan ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Kompos adalah hasil pembusukan bahan – bahan organic yang hancur dan
menghasilkan tanah yang baru dan mengandung unsure hara yang tinggi yang baik
untuk pertumbuhan tanaman .
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi pembusukan kompos yaitu faktor lingkungan ,
ukuran bahan – bahan yang digunakan kadar air , aerasi , pH , suhu , serta
perbandingan C dan N .
3. Kadar air pada sampel sebelum proses pengomposan
a. Pada sampel 1 = 42,7088 %
b. Pada sampel 2 = 42,7088 %
4. Kadar air yang terdapat pada sampel setelah proses pengomposan
a. Pada sampel 1 = 66,9097 %
b. Pada sampel 2 = 72,8064 %
5. Pembuatan kompos yang di lakukan berhasil karena bau kompos tidak menyengat
(berbau tanah) dan warna kompos coklat kehitaman.

X. DAFTAR PUSTAKA
I. Jobsheet . teknik pengolahan limbah . politeknik negri sriwijaya . Palembang . 2014
http://id.wikipedia.org/wiki/kompos
GAMBAR ALAT

GELAS KIMIA TERMOMETER

KANTONG POLIBAG
EM4

PENGADUK PENGADUK KAYU

BASKOM TERMOMETER

Вам также может понравиться