Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Penelitian internasional mengindikasikan bahwa para guru dan sekolah adalah pihak-pihak
yang memberikan kontribusi terbesar terhadap hasil mutu pendidikan peserta didik. Untuk alasan
di atas, cakupan Sistem Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan perlu diarahkan pada
penjaminan dan meningkatkan mutu untuk guru, kepala sekolah, sekolah, dan tenaga inti lainnya
di sekolah serta sistem yang mendukung pekerjaan mereka. Definisi penjaminan dan peningkatan
mutu pendidikan dasar dan menengah dirumuskan sebagai: Serangkaian proses dan sistem yang
terkait untuk mengumpulkan, menganalisa dan melaporkan data mengenai kinerja dan mutu
tenaga pendidik dan kependidikan, program dan lembaga.
Delapan Standar Pendidikan Nasional (NSP) menyediakan acuan untuk mengkaji pencapaian
pendidikan, mutu pendidikan dan bidang yang membutuhkan peningkatan mutu pendidikan.
Pendidikan dasar dan menengah di Indonesia beroperasi dalam suatu konteks manajemen dan
pemerintahan yang mendelegasikan sebagian besar tanggung jawab implementasinya kepada
propinsi, kabupaten dan sekolah.
Agar dapat berjalan dengan efektif dalam konteks kebijakan dan manajemen ini, sistem
penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan perlu menyediakan fleksibilitas yang memadai yang
akan memungkinkan kabupaten dan sekolah untuk mengkaji dan meningkatkan mutu di wilayah
prioritas yang mencerminkan faktor kontekstual lokal dan spesial.
Penjaminan mutu pendidikan dilakukan atas dasar prinsip keberlanjutan, terencana dan
sistematis, dengan kerangka waktu dan target-target capaian mutu. SPMP merupakan sistem
terbuka yang terus disempurnakan secara berkelanjutan. Penyelenggara satuan atau program
pendidikan wajib menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk terlaksananya penjaminan
mutu. Sementara itu, pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota wajib
mensupervisi, mengawasi, dan mengevaluasi, serta dapat memberi fasilitasi, saran, arahan, dan
bimbingan kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten atau kota, dan penyelenggara
satuan pendidikan sesuai kewenangannya berkaitan dengan penjaminan mutu satuan pendidikan.
Kegiatan tersebut harus dapat bekerja sama dengan :
Namun sangat disayangkan, sampai saat ini, pemerintah belum mengeluarkan pendoman
atau juknis yang jelas tentang pemaparan dari permendiknas no.63 yang telah ditetapkan setahun
yang lalu. Disamping itu, pemerintah belum mensosialisasikan permendiknas ini secara optimal
kepada seluruh stakeholder yang berkepentingan sehingga banyak terjadi kesimpangsiuran akan
persepsi dari proses implementasinya. Ditambah lagi dengan adanya sistem otonomi daerah yang
ada di negara kita yang belum dilaksanakan secara utuh sehingga mengakibatkan terjadinya
banyak tembok penghalang dalam proses komunikasinya. Hal ini terjadi karena pemerintah pusat
yang mengeluarkan permendiknas tersebut tidak memiliki wewenang penuh dalam hal pengaturan
institusi sekolah. Di era otonomi sekarang ini, institusi sekolah sepenuhnya adalah wewenang
kabupaten/kota dalam tataran pelaksanaan. Tidak dapat dipungkiri bila pemerintah pusat tidak
dapat berkoordinasi dan bekerja sama dengan pemerintah daerah maka konsep yang telah
terbangun tentang penjaminan mutu pendidikan akan terasa sia-sia dan tidak akan dapat
diimplementasikan secara sempurna.
Untuk itu diperlukan pola hubungan kerja (networking) yang memungkinkan proses
penjaminan mutu pendidikan dapat berhubungan langsung secara fungsional dengan semua pihak
yang terlibat dalam peningkatan mutu pendidikan. Hubungan fungsi tersebut perlu ditindak lanjuti
dengan hubungan struktural jika diperlukan. Dengan pola networking yang baik dan tepat tentunya
akan terjalin komunikasi horizontal yang intensif yang dapat memudahkan proses administrasi
maupun implementasi dari sistem penjaminan mutu pendidikan.
Bila kita lihat, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, dimana
proses dan berbagai kebijakan banyak diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat atas dengan tidak
semaksimal mungkin mengkomunikasikan serta mengsosialisasikan dengan baik ke tataran
bawah. Oleh karenanya banyak persoalan proses rancangan implementasi yang diproyeksikan di
tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro
(sekolah) sehingga seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
Sekolah sebagai institusi pelaksana pendidikan yang paling utama dengan berbagai keragaman
potensi peserta didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, harus senantiasa
dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan mutu
pendidikan. Oleh karenanya, sudah sepatutnya sekolah diberikan kepercayaan untuk mengelola
institusinya sendiri sesuai dengan kondisi realistis yang ada dan kebutuhan peserta didiknya. Untuk
itu perlu adanya standar yang diatur dan disepakati secara nasional untuk dijadikan indikator
penilaian bagi keberhasilan peningkatan mutu dari institusi tersebut.
Saat ini, pemerintah telah menetapkan standar tersebut dengan adanya 8 standar nasional
pendidikan yang menjadi pijakan utama bagi sekolah dalam memberikan pendidikan yang bermutu
bagi peserta didik. Pemerintah memiliki peranan penting dalam mensosialisasikan konsep dasar
mutu pendidikan bagi sekolah khususnya kepada masyarakat. Selain itu pemerintah harus dapat
menggalang kesadaran bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua
komponen masyarakat, dengan fokus peningkatan mutu yang berkelanjutan (terus menerus) pada
tataran sekolah. Konsep penjaminan mutu berkembang didasarkan kepada suatu keinginan dan
keharusan bagi sekolah untuk turut berpartisifasi langsung secara aktif dan dinamis dalam rangka
proses peningkatan mutu pendidikan melalui penerapan proses manajemen terpadu (TQM).
Sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi segala kebijakan yang berhubungan
dengan proses penjaminan mutu serta memahami bagaimana proses implementasinya yang
kemudian melalui proses perencanaan, sekolah harus dapat memformulasikannya ke dalam
kebijakan mutu melalui bentuk program - program prioritas yang harus dilaksanakan sehingga
tercipta budaya mutu. Dengan demikian sekolah secara mandiri tetapi masih dalam kerangka acuan
kebijakan nasional, memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan dan peningkatan mutu
pendidikannya.
Terdapat beberapa isu-isu yang menjadi perhatian khusus yang merupakan kunci utama
dalam menciptakan stategi sekolah yang bermutu. Isu yang pertama berkaitan dengan visi dan misi
sekolah. Sekolah harus mengetahui apa visi dan misi mereka, apakah tujuan yang akan mereka
capai dan nilai-nilai apa yang akan mengarahkan mereka dalam pencapaian mutu sekolah. Isu yang
kedua adalah bagaimana sekolah mengenali para pelanggannya dengan baik. Siapakah pelanggan
sekolah itu sebenarnya, apa yang diharapkan dan dibutuhkan oleh para pelanggan dari sekolah.
Sekolah harus melakukan apa untuk memenuhi harapan pelanggannya. Metode apa yang
digunakan sekolah dalam mengidentifikasi kebutuhan pelanggannya. Isu yang ke tiga adalah
bagaimana caranya sekolah meraih sebuah kesuksesan. Untuk itu pihak sekolah harus mengetahui
apa kekuatan, kelemahan,peluang dan ancaman bagi sekolah dalam upaya meraih kesuksesan
tersebut. Faktor-faktor apa saja yang terpenting dalam mencapai mutu yang diinginkan dan
bagaimana caranya sekolah mencapai mutu yang diharapkan. Isu yang ke empat adalah bagaimana
sekolah menempatkan mutu sebagai tujuan utama. Sekolah harus dapat menetapkan standar yang
akan digunakan guna mencapai mutu yang diinginkan. Sekolah harus dapat mengetahui bagaimana
caranya menyampaikan mutu tersebut agar dapat dipahami dan dimengerti oleh semua komponen
sekolah dan para pelanggannya. Selain itu sekolah harus dapat memikirkan biaya apa yang harus
dikeluarkan untuk pencapaian mutu tersebut. Isu yang ke lima adalah bagaimana sekolah
menginvestasikan sumber daya manusia yang ada. sekolah harus mengetahui apa yang seharusnya
dilakukan terhadap semua staf yang ada dan bagaimana caranya melakukan komunikasi yang baik
serta bagaimana caranya memberikan pengembangan yang berarti buat mereka. Isu yang terakhir
adalah bagaimana sekolah dapat mengevaluasi proses yang telah dilakukan oleh sekolah. Sekolah
harus memiliki proses tertentu dalam menghadapi sesuatu yang salah dengan mengutamakan segi
pencegahan hingga akhirnya sekolah akan berpikir bagaimana sekolah mengetahui bahwa sekolah
tersebut telah sukses dalam meningkatkan mutu yang diinginkan sesuai dengan tujuannya.
Jerome S.Arcaro (1995) membuat sebuah model visual tentang sekolah yang menerapkan mutu
total. Sekolah tersebut ditopang oleh lima pilar yaitu berfokus kepada pelanggan, keterlibatan
secara total akan semua komponen dan anggota sekolah yang ada didalamnya, selalu melakukan
pengukuran yang periodik akan ketercapaian mutu, semua komponen dan yang utama kepala
sekolah berkomitmen pada sebuah perubahan yang menuju kearah peningkatan mutu dan yang
terakhir melakukan penyempurnaan secara terus-menerus.
Sistem jaminan mutu dalam sekolah setidaknya harus mencakup elemen seperti di bawah ini :
Masalah kegagalan mutu pada pendidikan biasanya terletak pada masalah manajemen. Masalah
tersebut adalah kegagalan manajemen senior (kepala sekolah) dalam hal ini pimpinan institusi
pendidikan dalam menyusun perencanaan ke depan. Perencanaan yang sekarang ini banyak
dilakukan oleh kepala sekolah bukan merupakan serangkaian langkah untuk menerapkan mutu,
tetapi desakan terhadap manajemen ada di atasnya tentang apa yang harus dan tidak boleh
dilakukan agar sekolah berjalan dengan baik. Ada lima kendala yang sangat signifikan dalam
permasalahan pencapaian mutu di sekolah menurut Deming yaitu : kurang konstannya tujuan
dalam sebuah institusi pendidikan, pola pikir jangka pendek dengan tidak menekankan sebuah visi
kedepan dengan mengembangkan kultur perbaikan, evaluasi prestasi individu melalui penilaian
atau peninjaunan kinerja tahunan dengan mengesampingkan kinerja harian yang dia lakukan setiap
harinya, rotasi kerja yang terlalu tinggi di antara para pimpinan sekolah dan para guru serta staf
sekolahnya, manajemen yang menggunakan prinsip angka yang nampak dalam mengukur sebuah
keberhasilan dan kurang mengikutsertakan nilai kebahagiaan dan kesuksesan dari para
pelanggannya. Kegagalan yang sering terjadi dalam sekolah adalah kegagalan sistem seperti
desain kurikulum yang lemah, bangunan yang tidak memenuhi syarat, lingkungan kerja yang
buruk, sistem dan prosedur yang tidak sesuai dan pengembangan staf yang tidak memadai.
Permasalah ini merupakan kegagalan sistem yang memerlukan perubahan kebijakan dengan
implikasi manajemennya adalah hal tersebut harus dihilangkan dan sistem serta prosedurnya harus
disusun, ditetapkan dan dikembangkan kembali. Selain kegagalan sistem, sebab-sebab kegagalan
yang lainnya adalah prosedur dan aturan yang tidak diikuti dan ditaati serta adanya kegagalan
komunikasi dan kesalah-pahaman di dalam interen sekolah.
Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi di sekolah harus dapat mengatasi berbagai persoalan
diatas dengan menciptakan budaya mutu di lingkungan sekolahnya. Budaya mutu ini merupakan
pondasi yang sangat mendasar dalam upaya menjalankan roda sistem penjaminan mutu
pendidikan.