Вы находитесь на странице: 1из 24

LAPORAN PENDAHULUAN

“CA BRONCO”
Di Ruang 27 RSUD dr.SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh :

Neny Kurnia W 1730040

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN PEMKAB MALANG

Jl.Trunojoyo No.16 Telp.(0341)397644,Fax.(0341)396625

Kepanjen Malang 65163

2017
LAPORAN PENDAHULUAN

CA. BRONCO

I. PENGERTIAN
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalm
jaringan paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen, lingkungan,
terutama asap rokok ( Suryo, 2010).
Karsinoma bronkogenik atau biasa disebut kanker paru adalah tumor ganas
dari paru sendiri (primer) system pernafasan bagian bawah yang bersifat epithelial
dan berasal dari mukosa percabangan bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan
pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel- sel jaringan
yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra-kanker
yang disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel
dan menghilangnya silia (Amin H, 2015).
Kanker paru merupakan suatu pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel
anaplastik dalam paru, pertumbuhan sel-sel kanker yang tidak terkendali dalam
jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan (Amin
H, 2015).

II. ETIOLOGI
Penyebab dari kanker paru masih belum diketahui, namun diperkirakan
bahwa inhalasi jangka panjang dari bahan – bahan karsiogenik merupakan faktor
utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan perana predisposisi hubungan
keluarga ataupun suku bangsa atau ras serta status imunologis (Sudoyo Aru, 2015).
Memiliki beberapa penyebab yaitu :
1. Pengaruh merokok.
Merokok merupakan penyebab utama kanker paru. Suatu hubungan statistik
yang definitif telah ditegakkan antara perokok berat (Lebih dari dua puluh
batang sehari) dan dari kanker paru (Karsinoma broncogenik).
a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling
penting, yaitu 85% dari seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok
mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi
dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok
dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap
setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok
(Stoppler,2010).
b. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok
pasif, atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam
ruang tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian
telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi
mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua
kali

2. Pengaruh paparan industri (polusi udara).


Paparan polusi udara di kota lebih tinggi dari pada di desa, maka semakin
tinggi pula penyebab kanker paru karena adanya karsinogen dari industri
maupun asap kendaraan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit
ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial
ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang
lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa
kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih dekat
dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih
tercemar oleh polusi.

3. Pengaruh adanya penyakit.


Pengaruh penyakit berupa predisposisi karena adanya penyakit paru
seperti infeksi saluran pernafasan kronik maupun penyakit lain. Penyakit paru
seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat menjadi
risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko
empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari
merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).

4. Pengaruh genetik dan status imunologis.


Pengaruh genetik dan status imunologis yang saling berhubungan pada
awalnya terbatas pada sel sasaran tetapi kemudian menjadi agresif pada
jaringan sekitarnya.

5. Kekurangan Vititamin
Banyak bukti menunjukkan bahwa makanan yang mengandung banyak
vitamin A dan karoten dapat mencegah beberapa jenis kanker epitel. Dari
beberapa studi epidemiologi, konsentrasi vitamin A dalam darah
berhubungan dengan kenaikan risiko kanker, tetapi beberapa penelitian lain
tidak menemukan hubungan tersebut. Demikian pula hubungan antara
karotenoid dalam darah dengan kanker. Suatu studi kohort berhasil
menunjukkan bahwa risiko semua jenis kanker dapat diturunkan dengan
meningkatkan konsumsi sayuran yang kaya karoten. Bukti paling kuat
mengenai peranan vitamin A dalam pencegahan kanker didapat dari studi
epidemiologi yang menghubungkan antara konsumsi sayuran yang kaya
karoten atau makanan yang kaya vitamin A dengan kanker paru.
Makanan yang kaya vitamin A dapat mencegah pembentukan radikal
oksigen dan peroksida lemak, dan beta karoten sangat efisien dalam
menetralisir radikal oksigen. Vitamin A, bersama dengan vitamin C,
vitamin E, dan selenium dapat menetralisir efek peroksida dan mengurangi
karsinogenesis. Vitamin A dan karoten mempunyai efek penghambatan
terhadap kanker mulut dan oesofagus terutama pada pengunyah tembakau
(tobacco chewer) dan terhadap kanker paru pada perokok.
Dari studi pada manusia, dapat ditunjukkan bahwa terdapat asosiasi
protektif antara makanan yang kaya vitamin C dengan kanker esofagus;
kanker lambung. Di dalam saluran pencernaan, vitamin C akan memblok
pembentukan nitrosamin yang bersifat karsinogenik dari nitrat dan nitrit,
serta mencegah oksidasi zat-zat kimia tertentu menjadi bentuk karsinogenik
yang aktif. Vitamin C merupakan faktor pembatas reaksi nitrosasi pada
manusia, dan ini telah didemonstrasikan pada penderita gastrektomi dan
gastritis atropik akut.
Dalam studi biokimia, vitamin E berfungsi sebagai antioksidan yang
larut dalam lemak dan sebagai free radical scavenger. Dengan demikian
peranan vitamin E dalam efek pencegahan kanker hampir sama dengan
vitamin A dan C. Vitamin E, seperti juga vitamin C, dapat mencegah
pembentukan nitrosamin secara in vitro. Tetapi harus diingat bahwa vitamin
E larut dalam lemak, sehingga efek pencegahannya dipengaruhi oleh
kehadiran lemak, sedangkan vitamin C tidak, karena larut dalam air.

III.KLASIFIKASI
A. Klasifikasi Kanker Paru ada 2 jenis yaitu, Non-small Cell Lung Cancer
(NSCLC) dan Small Cell Lung Cancer (SCLC) menurut Niluh 2004 :
1. Non-Small Cell Lung Carcer (NSCLC).
Kanker paru jenis NSCLC merupakan kanker paru yang paling umum,
NSCLC memiliki tiga jenis utama diantaranya :
a. Adenokarsinoma adalah jenis kanker paru yang berkembang dari
sel-sel yang memproduksi lendir atau dahak, kebanyakan
adenokarsinoma terjadi di daerah luar atau perifer paru dan juga
memiliki kecenderungan untuk menyebar ke otak.
b. Karsinoma Sel Skuamosa atau dikenal sebagai karsinoma
epidermoid merupakan skuamosa paling sering muncul di tengah
atau cabang bronkhus segmental. Berkaitan dengan asap rokok
dan berhubungan dengan toksin lingkungan.
c. Karsinoma Sel Besar merupakan salah satu jenis sel kanker yang
apabila dilihat di bawah mikroskop berbentuk bundar besar.
Tumor ini berkaitan erat dengan merokok dan dapat menyebabkan
nyeri dada. Karsinoma sel besar dapat menyebar ke kelenjar getah
bening dan tempat yang jauh.
2. Small Cell Lung Carcer (SCLC).
Muncul dari sel neuro endokrin di dalam bronkus. Tumor ini
merupakan tumor yang pertumbuhannya sangat cepat dan biasanya sudah
menyebar saat terdiagnosis. SCLC paling sering ditemui pada perokok dari
tumor jenis ini terjadi pada non-perokok.

B. Sistem pembagian stadium kanker menentukan rencana pengobatan


standar Umumnya, semakin rendah stadium, semakin baik prognosisnya. Stadium
pada kanker paru diantaranya :
1. Tahap tersembunyi :
Tahap ditemukannya sel kanker pada dahak (sputum) pasien di dalam
sampel air saat bronkoskopi, tetapi tumor tersebut tidak dapat terlihat di
dalam paru.
2. Stadium 0 :
Tahap ditemukannya sel-sel kanker hanya pada lapisan terdalam paru dan
tidak bersifat invasif. Tumor pada tahap 0 disebut juga carcinoma in situ.
3. Stadium I :
Tahap kanker yang hanya ditemukan pada paru dan belum menyebar ke
kelenjar getah bening sekitarnya. Klien mempunyai kesempatan hidup
yang lebih baik.
4. Stadium II :
Tahap kanker yang ditemukan pada paru dan kelenjar getah bening di
dekatnya.
5. Stadium III :
Tahap kanker yang telah menyebar ke daerah di sekitarnya, seperti
dinding dada, diafragma, pembuluh besar atau kelenjar getah bening di
sisi yang sama atau sisi berlawanan dari tumor tersebut. Kanker paru
stadium III dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Stadium IIIA : Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di
dada bagian tengah, disisi yang sama dimana kanker bermula.
b. Stadium IIIB : Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening disisi
dada yang lainnya.
6. Stadium IV :
Tahap kanker yang ditemukan lebih dari satu lobus paru yang sama atau
di paru yang lain. Sel-sel kanker telah menyebar juga ke organ tubuh
lainnya, misalnya ke otak, kelenjar adrenalin, hati, dan tulang yang
ditunjukkan.

IV.PATOFISIOLOGI
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel, Meski ada beberapa jenis kanker paru
seperti bronkogenik (terjadi pada bronkus) yang kebanyakan terjadi akibat
penumpukan zat karsinogenik berasal dari asap rokok atau limbah udara yang
terakumulasi dalam waktu yang lama. Pertumbuhan sel kanker diawali dengan
munculnya tumor akibat perubahan epitel yang mengalami metaplasia, hyperlasia
dan dysplasia yang memiliki kecepatan pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada
kanker paru adalah karsinoma epidermoid (sel skuamosa), karsinoma sel kecil (sel
oat), karsinoma sel besar (tak terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa
dan karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial.
Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh di cabang bronkus
perifer dan alveoli. Karsinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat
sehingga mempunyai prognosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan
adenokarsinoma prognosis baik karena sel ini pertumbuhan lambat (Corwin, 2009).
V.PATHWAY
Nyeri
Merokok, bahaya Akut Ansietas
Bahan
industri, karena diet
karsinogenik
& familial perokok
mengendap
yang < vitamin A

Perubahan epitel Penyebaran neoplastik


sillia dan mukosa/ Karsinoma sel kemediastinum timbul
ulserasi bronkus besar karena pleuretik

Hiperplasi, metaplasi Kanker paru - paru

Adenokarsinoma Karsinoma sel skuamosa, Iritasi,


karsinoma bronkus ulserasi
menjadi berkembang maka dan
batuk timbul lebih sering pneumoni
Mengandung mucus

Ketidakefektifan Himoptisis
Menyumbat jalan nafas bersihan jalan
nafas

Sesak nafas
Anemis Gangguan
pertuaran
Malas makan/ anoreksia gas

Kelelahan
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Intoleransi
aktifitas

Karsinoma sel
bronchial alveolus Dipanea Ketidakefektifan
ringan pola nafas

Membesar/ metastase Obstruksi


bronkus
VI.MANIFESTASI KLINIS
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala klinis dan
bila sudah menunjukkan gejala klinis berarti klien dalam kondisi lanjut (Sudoyo
Aru, 2015). Tanda dan gejalanya sebagai berikut :
A. Gejala dapat bersifat lokal (Dapat tumbuh setempat) :
1. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronik (Batuk lama 1 minggu
atau lebih dari 2 bulan).
2. Hemoptisis (Batuk darah).
3. Mengi (Wheezing, stridor) karena adanya obstruksi saluran pernafasan.
4. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru.
5. Atelektasis.
B. Invasi lokal :
1. Nyeri dada.
2. Dispnea karena efusi pleura.
3. Invasi ke pericardium, terjadi temponade irama atau aritmia.
4. Sindrom vena cava superior.
5. Sindrom Horoner (Facial anhidrosis, ptosis, miosis).
6. Suara serak karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent.
7. Sindrom pancoast karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis
servikalis.
C. Gejala penyakit metastasis :
1. Pada otak, tulang, hati dan adrenal.
2. Limfadenopati servical dan supraklavikula (sering menyertai metastasis).
D. Sindrom paraneoplastik (Terdapat pada kanker paru) dengan gejala :
1. Sistemik : Penurunan berat badan, anoreksia, demam.
2. Hematoogi : Leukositosis, anemia, hiperkoagulasi.
3. Hipertrofi osteortropati.
4. Neurologik : Dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer.
5. Neuromiopati.
6. Endokrin : Sekresi berlebihan hormon paratiroid (Hiperkalasemia).
7. Dermatologic : Eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh.
8. Renal : Syndrome of inappropriate antideuretic hormone (SIADH).
E. Asimptomatik dengan kelainan radiologis :
1. Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/ COPD yang terdeteksi secara
radiologis.
2. Kelainan berupa nodul soliter.

VII.PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk kanker paru yaitu sebagai berikut (Amin H, 2015) :
1. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK
stadium I dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari combine
modality theraphy, misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK
stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan
intervensi bedah, seperti kanker paru dengan sindroma vena kava superior
berat.
2. Radioterapi
Penetapan kebijakkan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa
faktor antara lain :
a) Stanging penyakit.
b) Status tampilan.
c) Fungsi paru.

Bila jenis radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus


diketahui :
a. Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakkan.
b. Penilaian batas sayatan oleh ahli patologi anatomi (PA).
Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000-6000 cGy,
dengan cara pemberian cGy/x, 5 hari perminggu. Syarat sebelum
penderita radiasi adalah :
a. Hb > 10 g%.
b. Trombosit > 100.000/mm.
c. Leukosit lebih dari 3000/dl.
Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yaitu :
a. PS < 70.
b. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.
c. Fungsi paru buruk.
3. Kemoterapi
Prinsip pemilihan anti kanker dan pemberian sebuah regimen
kemoterapi adalah :
a. Platinum based theraphy (Sisplatin atau karboplatin).
b. Respon obyektif satu obat antikanker s 15%.
c. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO harus dihentikan
atau diganti bila setelah pemberian 2 siklus pada pemberian 2 siklus
pada penilaian terjadi tumor progresif.
Regimen untuk KPKBSK adalah :
a. Platinum based therapy (Sisplatin atau karboplatin).
b. PE (Sisplatin + karoplatin atau etoposid).
c. Plakitaksel + Sislatin atau karboplatin.
d. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin.
e. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin.
Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi, yaitu :
1. Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut
dapat diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu dan jadwal
tertentu.
2. Hb > 10g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut
meskipun Hb < 10 g% tidak perlu tranfusi darah segera, cukup beri
terapi sesuai dengan penyebab anemia.
3. Granulosit > 1500/mm3.
4. Trombosit > 100.000mm3.
5. Fungsi hati dan ginjal baik (Creatinin clearance > 70ml/menit).
Dosis obat anti kanker dapat dihitung berdasarkan ketentuan
farmakologi masing- masing. Umumnya kemotererapi diberikan 6
siklus/sekuen, bila penderita menunjukkan respons yang memadai.
Evaluasi respon terapi dilakukan dengan melihat perubahan ukuran
tumor pada foto toraks PA setelah pemberian (siklus) 4 kali pemberian.
Evaluasi dilakukan terhadap :
a. Respon subyektif yaitu penurunan keluhan awal.
b. Respon semi subyektif yaitu perbaikan tampilan, bertambahnya berat
badan.
c. Respon obyektif.
d. Efek samping obat.
4. Pengobatan Palliatif
Pengobatan palliatif untuk kanker paru biasanya meliputi
radioterapi, kemoterapi, medikamentosa, fisioterapi dan psikososial. Pada
beberapa keadaan intervensi bedah, pemasangan stent dan cryotherapy
dapat dilakukan.
5. Rehabilitasi Medik
Untuk penderita kanker paru yang akan dibedah perlu dilakukan
rehabilitasi medika prabedah dan pascabedah yang bertujuan membantu
memperoleh hasil optimal tindakan bedah, terutama untuk mencegah
komplikasi pasca bedah (Misalnya : Retensi sputum, paru tidak
mengembang) dan mempercepat mobilisasi.

VIII.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe)
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada
kanker paru)
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk :
a. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru.
Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau
pemeriksaan analisis gas.
b. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru
pada organ-organ lainnya.
c. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru
pada jaringan tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun oleh
karena metastasis.
2. Radiologi
d) Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi
adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi.
Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural,
atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
e) Bronkhografi
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
6. Histopatologi.
a) Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi
lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b) Biopsi Trans Torakal (TTB)
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c) Torakoskopi
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan
cara torakoskopi.
d) Mediastinosopi
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat.
e) Torakotomi
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam –
macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal
mendapatkan sel tumor.
7. Pencitraan
a) CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b) MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Ca. BRONKO

I. PENGKAJIAN
A. Pengumpulan Data :
1. Identitas Klien :
Meliputi nama, jenis kelamin, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan,pekerjaan, no register, tanggal MRS dan
diagnosa Medis.
2. Keluhan Utama :
Keluhan utama yang dirasakan pada klien kanker paru seperti nyeri,
sesak nafas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pengumpulan data yang dilakukan untuk mengetahui sebab kanker paru
atau berupa kronologinya.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pengumpulan data dari riwayat dahulu perokok berat dan kronis,
terpajan terhadap lingkungan karsinogen, penyakit paru kronis
sebelumnya yang telah mengakibatkan pembentukan jaringan parut dan
fibrosis pada jaringan paru.
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
Pengumpulan data dengan keluarga untuk mengetahui riwayat penyakit
yang dimiliki berkaitan dengan kanker paru.
6. Riwayat Psikososial :
Respon klien mengenai penyakit yang dideritanya seperti cemas, takut
dan tanda-tanda kehilangan.
7. Pola Kesehatan :
a. Pola Nutrisi : Berhubungan dengan kelemahan badan, berat badan
menurun, anoreksia. Untuk nutrisi dianjurkan untuk mengkonsumsi
nutrisi yang cukup sehari- hari bagi kebutuhan tubuh.
b. Pola Eliminasi : Perlu dikaji pada frekuensi, konsistensi, warna urin
dan feses serta baunya.
c. Pola Tidur dan Istirahat : Pengkajian untuk waktu tidur berupa
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur dan kesulitan
tidur.
B. Pemeriksaan Fisik.
1. Kesadaran Klien :
Keadaan klien seperti koma, gelisah, apatis, supor dan komposmentis.
2. Tanda- tanda Vital :
Pemeriksaan tanda-tanda vital normal atau ada gangguan. Peningkatan
suhu tubuh, takipnea
3. Sistem Integumen :
Pada integumen terdapat dieritema, bengkak, odem dan nyeri.
4. Kepala : Keadaan kepala simetris, tidak ada benjolan.
5. Leher : Keadaan leher terdapat gangguan, tidak ada gangguan, refleks
menelan ada.
6. Muka : Pada wajah terluhat menahan kesakitan atau simetris.
7. Mata : Keadaan mata ada gangguan, konjungtiva anemis.
8. Telinga : Keadaan telinga tidak ada lesi, ada lesi dan terdapat nyeri
tekan.
9. Hidung : Keadaan tidak ada deformitas, tidak ada cuping hidung.
10. Mulut dan faring : Keadaan tidak ada pembesaran tonsil.
11. Thoraks : Keadaan bentuk dada simetris atau tidak simetris, ada
benjolan atau tidak.
12. Paru- paru :
a. Pernapasan :
Batuk menetap akibat sekresi cairan, mengi, dyspnea, hemoptisis
karena erosi kapiler di jalan napas, sputum meningkat dengan bau tak
sedap akibat akumulasi sel yang nekrosis di daerah obstruksi akibat
tumor, infeksi saluran pernapasan berulang, nyeri dada karena
penekanan saraf pleural oleh tumor, efusi pleura bila tumor mengganggu
dinding paru, disfagia, edema daerah muka, leher dan lengan.
b. Inspeksi : Inspeksi keadaan pernafasan yaitu reguler, meningkat.
c. Palpasi : Palpasi keadaan pergerakan dada sama, fermitus raba
sama.
d. Perkusi : Perkusi keadaan suara dalam keadaan suara sonor atau
ada suara tambahan lainya.
e. Auskultasi : Keadaan suara nafas normal atau ada suara nafas
tambahan lainya.
13. Jantung :
a. Inspeksi : Keadaan tidak terdapat ikthus jantung.
b. Palpasi : Keadaan nadi meningkat atau melemah.
c. Auskultasi : Keadaan suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada bunyi mur-
mur.
14. Abdomen :
a. Inspeksi : Keadaan bentuk datar, simetris, tidak ada gangguan
seperti hernia.
b. Palpasi : Keadaan turgor kulit baik, tidak ada defands muscular.
c. Perkusi : Keadaan suara tympani, ada pantulan gelombang cairan.
d. Auskultasi : Keadaan peristaltik usus normal atau tidak kurang lebih
20x/menit.
15. Neurosensori : Keadaan terdapat deformitas, krepitasi, pemendekan,
keemahan, kesemutan.

C. Pemeriksaan Diagnostik.
1. CT- scan : Untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
2. MRI : Untuk melihat hasil lebih jelas mengenai kanker paru.
3. Foto Thorax : Suatu diafragma yang meninggi mungkin menunjukkan
suatu tumor yang mengenai syaraf frenikus. Pembesaran bayangan jantung
mungkin menunjukkan efusi pericardial yang ganas. Perhatian kebanyakan
tumor perifer tidak dapat dilihat pada rontgen dada sampai ukurannya lebih
besar dari 1 cm.
4. Sitologi sputum : Pada pemeriksaan sitologi sputum dapat membantu
menegakkan kasus hingga 70%. Sputum untuk sampel sitologi sebaiknya
diterima oleh laboratorium dalam 2 jam setelah ekspectorasi/ pengeluaran.
Sampel dinihari tidak diperlukan.
5. Bronchoscopy : Pada biopsi digunakan untuk mengetahui tipe sel tumor.
6. Aspirasi pleura dan biopsi : Aspirasi merupakan tindakan yang harus
dilakukan jika pasien dengan tumor paru mempunyai effusi pleura. Effusi
tak selalu akibat dari penyebaran tumor ke pleura, tetapi mungkin akibat
dari reaksi pneumonia pada tumor atau obstruksi limfatik.
7. Biopsi jarum percutan : Pemeriksaan ini berguna untuk mendiagnosis
tumor perifer yang sulit dibiopsi denag tehnik transbronchial.
8. Biopsi dugaan metastasis : Kelenjar getah bening perifer dapat diaspirasi
dengan menggunakan jarum halus dan bahannya diperiksa secara sitologis.
9. Mediatinoscopy : Teknik ini digunakan untuk mengambil sampel kelenjar
limfa mediatinum yang mengalami pembesaran, hal ini dilakukan jika tidak
nampak tumor pulmonal.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi
bronkial sekunder karena invasi tumor.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan obstruksi bronkial
akibat keletihan otot pernafasan.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (karsinoma) penekanan
saraf.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan menelan makanan, anoreksia dan dypnea.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai
oksigen.
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
1. Ketidakefektif Tujuan : NIC:
an bersihan Setelah dilakukan tindakan Airway suction
jalan nafas b/d keperawatan 3x24 jam 1. Auskultasi suara nafas
obstruksi diharapkan mampu sebelum dan sesudah
bronkial mempertahankan kebersihan suctioning
sekunder jalan nafas 2. Informasikan pada klien
karena invasi NOC: dan keluarga tentang
tumor - Respiratory status: suctioning
ventilation 3. Minta klien nafas dalam
- Respiratory status: airway sebelum suction dilakukan
patency 4. Berikan O2 dengan
- Aspiration control menggunakan nasal untuk
memfasilitasi suction
Kriteria Hasil : nasotrakeal
a. Mendemonstrasikan batuk 5. Anjurkan pasien untuk
efektif dan suara nafas yang istirahat dan napas dalam
bersih, tidak ada sianosis setelah kateter dikeluarkan
dan dyspneu (mampu dari nasatrakeal
mengeluarkan sputum, 6. Ajarkan keluarga
mampu bernapas dengan bagaimana cara melakukan
mudah) suction
b. Menunjukkan jalan nafas 7. Hentikan suction dan
yang paten (frekuensi berikan oksigen apabila
pernafasan rentang normal, pasien menunjukan
tidak ada suara nafas bradikardi, peningkatan
abnormal) saturasi O2,dll.
c. Saturasi O2 dalam batas Airway management
normal 1. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilsi
2. Identifikasi pasien
perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
3. Lakukan fisioterpi dada
jika perlu
4. Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
5. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
No Diagnosa NOC NIC
2. Ketidakefekti Tujuan : Setelah NIC:
fan pola nafas dilakukan pengkajian 1. Bersihkan mulut,
berhubungan selama 1x24 jam hidung, dan seckret
dengan pernafasan klien kembai trakea
obstruksi normal 2. Pertahankan jalan napas
bronkial NOC : yang paten
akibat 1. Jalan Nafas paten. 3. Monitor aliran oksigen
keletihan otot Kriteria Hasil : 4. Atur posisi pasien
pernafasan. 1. Mendemonstrasikan semifowler
batuk efektif dan suara 5. Pertahankan posisi klien
nafas yang bersih, 6. Monitor TD, nadi, dan
tidak ada sianosis dan RR
dypsnea (Mampu men 7. Kaji frekuensi,
geluarkan sputum, kedalaman pernafasan
mampu bernafas dan ekspansi dada
dengan mudah, tidak 8. Monitor respirasi dan
ada pursed lips). status O2
2. Menunjukkan jalan 9. Catat pergerakan
nafas yang paten (Klien dada,amati kesimetrisan,
tidak merasa tercekik, penggunaan otot
irama nafas, frekuensi tambahan, retraksi otot
pernafasaan dalam supraclavicular dan
rentang normal, tidak ntercostal
ada suara nafas 10. Monitor suara nafas,
abnormal). seperti dengkur
3. Tanda- tanda Vital 11. Monitor pola nafas :
dalam rentang normal bradipena, takipenia,
(Tekanan darah, nadi kussmaul, hiperventilasi,
dan pernafasan). cheyne stokes, biot
12. Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
No Diagnosa NOC NIC
3. Nyeri akut Tujuan : Setelah 1. Lakukan pengkajian nyeri
berhubungan dilakukan pengkajian secara kompr-
dengan agen selama 1x24 jam nyeri ehensif termasuk lokasi,
cedera klien berkurang. karakteristik, durasi, fre-
(karsinoma) NOC : kuensi, kualitas dan faktor
penekanan Kenyamanan. presipitasi.
saraf. Kriteria Hasil : 2. Observasi reaksi non
1. Mampu mengontrol verbal dari ketidak
nyeri (Tahu nyamanan.
penyebab nyeri, 3. Gunakan teknik komu-
mampu nikasi terapeutik untuk
menggunakan mengetahui pengalaman
teknik nyeri klien.
nonfarmakologi 4. Kaji kultur yang mem-
untuk mengurangi pengaruhi respon nyeri.
nyeri, mencari 5. Evaluasi pengalaman nyeri
bantuan). masa lampau.
2. Melaporkan bahwa 6. Evaluasi bersama klien
nyeri berkurang dan tim kesehatan lainya
dengan tentang ketidakefektifan
menggunakan kontrol nyeri masa lampau.
managemen nyeri. 7. Bantu klien dan keluarga
3. Mampu mengenali untuk mencari dan me-
nyeri (Skala, nemukan dukungan.
intensitas, frekuensi 8. Kontrol lingkungan yang
dan tanda nyeri). dapat memicu rasa nyeri.
4. Menyatakan rasa 9. Kurangi faktor presipitasi
nyaman setelah rasa nyeri.
nyeri berkurang. 10. Ajarkan teknik non farma-
kologi.
No Diagnosa NOC NIC

4. Ketidakseimb Tujuan : Setelah 1. Kaji adanya alergi


angan nutrisi dilakukan pengkajian makanan.
kurang dari selama 1x24 jam 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan kebutuhan nutrisi klien untuk menentukan jumlah
tubuh terpenuhi. kalori dan nutrisi yang
berhubungan dibutuhkan klien.
NOC
dengan 3. Anjurkan klien untuk me-
ketidak Cakupan ningkatkan intake Fe.
mampuan 4. Anjurkan klien untuk me-
Nutrisi terpenuhi.
menelan ningkatkan protein dan
makanan, Kriteria Hasil : vitamin C.
anoreksia dan 5. Yakinkan yang diet yang
1. Adanya peningkatan
dypnea dimakan mengandung
berat badan sesuai
tinggi serat untuk men-
dengan tujuan.
cegah konstipasi.
2. Berat badan ideal
6. Monitor tanda dan jumlah
sesuai dengan tinggi
nutrisi yang masuk.
badan.
7. Berikan informasi tentang
3. Mampu
kebutuhan nutrisi.
mengidentifikasi
8. Monitor lingkungan selama
kebutuhan nutrisi
makan.
tubuh.
9. Kaji kemampuan klien
4. Tidak ada tanda-
untuk mendapatkan nutrisi
tanda malnutrisi.
yang dibutuhkan.
5. Menunjukkan
10. Monitor pertumbuhan dan
peningkatan fungsi
perkembangan.
pengecapan
dari menelan.
6. Tidak terjadi pe-
nurunan
berat badan.
No Diagnosa NOC NIC

5. Intoleransi Tujuan : Setelah 1. Kolaborasi dengan tenaga


aktivitas dilakukan pengkajian rehabilitasi medik dalam
berhubungan selama 1x24 jam merencanakan preogram
dengan aktivitas klien kembali terapi yang tepat.
ketidak norml. 2. Bantu klien untuk meng-
seimbangan identifikasi aktivitas yang
suplai NOC : mampu dilakukan.
oksigen. Aktivitas. 3. Bantu untuk memilih
aktivitas yang mampu
Kriteria Hasil : dilakukan.
4. Bantu untuk meng-
1. Berpartisipasi
identifikasi dan men-
dalam aktivitas
dapatkan sumber yang
fisik tanpa disertai
diperlukan untuk aktivitas
peningkatan
yang diinginkan.
tekanan darah, nadi
5. Bantu untuk mendapatkan
dan RR.
alat bantuan, krek atau
2. Mampu melakukan
kursi roda.
aktivitas sehari-
6. Bantu klien dan
hari (ADLs) secara
keluarga untuk meng-
mandiri.
identifikasi kekurangan
3. TTV normal.
dalam bergerak.
4. Energi psikomotor.
7. Monitor respon fisik,
5. Level kelemahan.
sosial, emosi dan spiritual.
6. Mampu berpindah
dengan alat ataupun
tanpa alat.
7. Status
kardiopulmorai
yang adekuat.
8. Status respirasi :
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. (2009). Handbook of Pathophysiology, 3rd Ed. (Buku Saku


Patofisiologi, Ed.3). Penerjemah: Nike Budhi Subekti. Jakarta: Kedokteran
EGC.

Hardi, Amin. 2014. Handbook For Health Student.Medication Publising.


Yogyakarta.

Huda, Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda Nic- Noc. Jilid 1,2,3. Medication Publising. Yogyakarta.

Niluh Gede Yasmin Asih & Christantie Effendy. (2004). Keperawatan Medikal
Bedah : Klien dengan gangguan sistem pernafasan. Jakarta: EGC.

Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernafasan.


Yogyakarta : B First.

Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. Balai
Penerbit FKUI : Jakarta.

Вам также может понравиться