Вы находитесь на странице: 1из 12

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT

BRONKITIS KRONIS (ANAK)

KELOMPOK 2
A4-F

Nama Kelompok :
1. Anak Agung Istri Gunawati 10.321.0939
2. Gusti Ayu Sinta Anissa Putri 10.321.0945
3. Eka Bayu Kurniawan 10.321.0944
4. I Gusti Ayu Mierah Sukmawati 10.321.0947
5. Ni Ketut Ayu Suarningsih 10.321.0969
6. Putu Gede Anugrah Waisnawa 10.321.0986
7. Putu Nihita Trisa 10.321.0987
8. Wayan Panca Suliasa 10.321.0988

STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2011-2012
KONSEP DASAR TEORI BRONKITIS KRONIS

1. PENGERTIAN
Bronkitis akut adalah radang mendadak pada bronkus yang biasanya mengenai trakea dan
laring, sehingga sering disebut juga dengan laringotrakeobronkitis. Radang ini dapat timbul
sebagai kelainan jalan nafas tersendiri atau sebaga bagian dari penyakit sistemik, misalnya
pada morbili, pertusis, difteri, dan tipus abdominalis.
Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronkus yang sifatnya menahun
(berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai factor, baik yang berasal dari luar bronkus
maupun dari bronkus itu sendiri. Bronchitis kronis merupakan keadaan yang berkaitan dengan
produksi mucus takeobronkial yang berlebihan, sehingga cukup untuk menimbulkan bstuk
dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun dan paling sedikit 2 tahun secara
berturut-turut.
Bronchitis kronis bukanlah merupakan bentuk menahun dari bronchitis akut. Walaupun
demikian, pada perjalanan penyakit bronchitis kronis dapat periode akut, yang menunjukan
adanya serangan bakteri pada dinding bronkus yang tidak normal. Infeksi sekunder oleh
bakteri ini menimbulkan kerusakan yang lebih banyak, sehingga dapat memperburuuk
keadaan.

2. ETIOLOGI
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis akut, yaitu sebagai berikut :
a. Infeksi , seperti staphylococcus, streptococcus, pneumococcus, haemophilus influensae.
b. Alergi
c. Rangsangan, seperti asap yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor, rokok, dan lain-
lain.

Bronkitis Kronik atau Batuk Berulang:

Bronkitis Kronik dan atau berulang adalah kedaan klinis yang disebabkan oleh berbagai
sebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu berturut-
turut dan atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan dengan atau tanpa disertai gejala
respiratorik dan non respiratorik lainnya (KONIKA, 1981). Dengan memakai batasan ini
maka secara jelas terlihat bahwa Bronkitis Kronik termasuk dalam kelompok BKB tersebut.
Dalam keadaan kurangnya data penyelidikan mengenai Bronkitis Kronik pada anak maka
untuk menegakkan diagnosa Bronkitis Kronik baru dapat ditegakkan setelah menyingkirkan
semua penyebab lainnya dari BKB.

Bronchitis kronis bisa menjadi komplikasi kelainan patologik yang mengenai beberapa
organ tubuh, yaitu sebagai berikut :

1. Penyakit jantung menahun, baik pada katup maupun miokardium. Kongesti menahun
pada dinding bronkus melemahkan daya tahannya, sehingga infeksi bakteri mudah
terjadi.
2. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang dapat
menyerang dinding bertasi bronkus .
3. Dilatasi bronkus (bronkiektasis), menyebabkan gangguan pada susunan dan fungsi
dinding bronkus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
4. Rokok, dapat menyebabkan kelumpuhan bulu getar selaput lender tersebut merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

3. PATOFISIOLOGI
Bronkitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat tinmbul kembali sebagai
eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada infeksi saluran nafas bagian atas, infeksi virus
sering kali menjadi awal dari serangan bronchitis akut. Dokter akan mendiagnosis bronchitis
kronis jika klien mengalami batuk atau terdapat produksi dalam 2 tahun berturut-turut.
Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agen infeksi maupun non-
infeksi (terutama rokok tembakau). Iritan akan memicu timbulnya respons inflamasi yang
akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti
emfisema, bronchitis lebih mempengaruhi jalan nafas kecil dan besar dibandingkan dengan
alveoli. Aliran udara dapat mengalami hambatan atau mungkin juga tidak.

Klien dengan bronchitis kronis akan mengalami hal-hal berikut :

a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mucus pada bronki besar. Hal ini akan
meningkatkan produksi mucus.
b. Mucus lebih kental
c. Kerusakan fungsi siliari, sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mucus.
Oleh karena mucocilliary defence dari paru mengalami kerusakan, maka meningkatkan
kecenderungan untuk terserang infeksi, ketika infeksi timbul, mucus akan meningkat. Dinding
bronchial meradang dan menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal) dan
menunggu aliran udara. Mucus kental ini bersama-sama dengan produksi mucus yang banyak
akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar.
Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronkus besar, dan pada akhirnya
seluruh napas akan terkena.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkus menyebabkan obstruksi jalan napas,
terutama selama ekspirasi. Jalan napas mengalami kolaps, dan udara tertangkap pada bagian
distal paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hipoksia, dan
asidosis. Klien akan mengalami kekurangan oksigen jaringan dan timbul rasio ventilasi-
perfusi abnormal, di mana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga
meningkatkan nilai PaCO2 klien akan terlihat sianosis ketika mengalami kondisi ini. Sebagai
kompetisi dari hipoksemia, terjadilah polisitemia (overproduksi eritrosis).
Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena
infeksi pulmonary. Selama infeksi, klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan
pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hipoksemia akan timbul yang
akhirnya menuju penyakit korpulmonal dan CHF.

4. MANIFESTASI KLINIK
Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin adalah tanda dini bronchitis
kronis. Batuk mungkin dapat diperburuk oleh cuaca yang dingin, lembab, dan iritan paru.
Pasien biasanya mempunyai riwayat merokok dan sering mengalami infeksi pernafasan.

5. PENATALAKSANAAN MEDIS
Objektif utama pengobatan adalah untuk menjaga agar bronkiolus terbuka dan berfungsi,
untuk mempermudahkan pembuangan sekresi bronchial, untuk mencegah infeksi, dan untuk
mencegah kecacatan. Perubahan dalam pola sputum (sifat, warna, jumlah, ketebalan) dan
dalam pola batuk adalah tanda yang penting untuk dicatat. Infeksi bakteri kambuhan diobati
dengan terapi antibiotic berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas.
Untuk membantumembuang sekresi bronchial, diresepkan bronkodilator untuk
menghilangkan bronkospasme dan mengurangi obstruksi jalan nafas; sehingga lebih banyak
oksigen didistribusikan ke seluruh bagian paru, dan ventilasi alveolar diperbaiki. Drainase
postural dan perkusi dada setelah pengobatan biasanya sangat membantu, terutama jika
terdapat bronkiekstasis. Cairan (yang memberikan per oral atau parenteral jika bronkospasme
berat) adalah bagian penting dari terapi, karena hidrasi yang baik membantu untuk
mengencerkan sekresi sehingga dapat dengan mudah dikeluarkan dengan membatukkannya.
Terapi kostikosteroid mungkin digunakan ketika pasien tidak menunjukan keberhasilan
terhhadap pengukuran yang lebih konservatif. Pasien harus menghentikan merokok karena
menyebabkan bronkokonstriksi, melumpuhkan silia , yang penting dapat membuang partikel
yang mengiritasi, dan menginaktivasi surfaktan, yang memainkan peran penting dalam
memudahkan pengembangan paru-paru. Perokok juga lebih rentan terhadap infeksi bronchial.

6. PENCEGAHAN
Karena sifat bronchitis kritis yang menimbulkan ketidakmampuan, setiap upaya
diarahkan untuk mencegah kekambuhan. Satu tindakan tindakan esensial adalah untuk
menghindari iritan pernafasan terutama asap tembakau. Individu yang rentan terhadap infeksi
saluran perafasan harus diimunisasi terhadap agens virus yang umum dengan vaksin untuk S.
pneumoniea. Semua pasien dengan infeksi traktus respiratorius atas akut harus mendapat
pengobatan yang sesuai, termasuk terapi antimikroba berdasarkan pemeriksaan kultur dan
sensitivitas pada pertama sputum purulen.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN BRONKITIS KRONIS

1. Pengkajian
a) Anamnesis
 Keluhan utama
Pasien mengeluh batuk kering dan produksi dahak, demam dengan
suhu tubuh dapat mencapai >400C, dan sesak napas.
 Riwayat kesehatan dahulu
Batuk atau produksi sputum selama beberapa hari ± 3 bulan dalam 1
tahun.
 Riwayat kesehatan keluarga
Penelitian terakhir didapat bahwa anak dari orang tua perokok dapat
menderita penyakit pernafasan lebih sering dan lebih berat serta prevalensi
terhadap gangguan pernafasan kronik lebih tinggi. Bronchitis kronis mungkin
berkaitan dengan polusi udara rumah, dan bukan penyakit yang diturunkan.

b) Pemeriksaan fisik
 Penampilan umum : cenderung gemuk (overweight), sianosis akibat pengaruh
sekunder polisitemia, edema (akibat CHF kanan), dan barrel chest.
 Jantung : pembesaran jantung, kor pulmonal, hematokrit >60%.
 Inspeksi:
Sering didapatkan bentuk dada barrel/tong. gerakan pernapasan masih simetris,
klienmengalami batuk yang produktif dengan sputum purulen berwarna kuning
kehijauan sampai hitam kecoklatan karena bercampu darah.
Pasien terlihat gelisah dan cemas
 Palpasi
Taktil fremitus biasanya normal.
 Perkusi
Menunjukkan adanya bunyi reonan pada seluruh lapang paru.

 Auskultasi
jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang buruk, maka
suara napas melemah. jika bronkus paten dan drainasenya baik ditambah
adanya konsolidasi di sekitar abses, maka akan terdengar suara napas bronchial
dan ronchi basah.

c) Pemeriksaan penunjang
 Foto thorax
 Pemeriksaan laboratorium

2. Diagnosa
a) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d sekresi mucus yang kental, kelemahan,
upaya batuk buruk, dan edema trakheal-faringeal.
b) Hipertermi b/d infeksi
c) Kecemasan (anak) b/d kesukaran pernapasan dan rawat inap di rumah sakit.
3. Intervensi

No.
Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
a. Anak akan  Kaji status pernapasan anak  Tanda dan gejala gangguan
mempertahankan sesering mungkin. pernapasan dapat
saluran pernapasan mengindikasikan obstruksi
bebas gangguan yang yang lebih buruk.
ditandai dengan peningkatan frekuensi
adanya kesukaran napas yang cepat disertai
pernapasan penongkatan frekuensi
 Berikan udara yang lembab
jantung dapat merupakan
dan sejuk
 Berikan oksigen jika tanda awal hipoksia.
 Uap yang lembab dapat
diperlukan
mengencerkan lendir
 Pemberian oksigen dapat
disarankan untuk
mengurangi hipoksia dan
kegelisahan. oleh karena
penggunaan oksigen dapat
menutupi tanda awal
hipoksia yang sebenarnya,
dan peningkatan obstruksi,
 Berikan aerosol epinephrine yang perlahan-lahan akan
rosemik jika perlu membawa pada keadaan
hiperkapnia, penggunaan
oksigen hanya
diindikasikan untuk
 Posisikan anak semi fowler menangani hipoksia yang
nyata.
 epinephrine rasemik
mengurangi pembengkakan
dari mukosa subglotis.
karena efek pengobatan
biasanya singkat, hal ini
mengakibatkan obstruksi
pantulan.
 posisi ini meningkatkan
kapasitas paru dengan cara
mengurangi tekanan
diafragma terhadap paru
b. Anak akan  Kaji suhu tubuh anak  Data untuk menentukan
mempertahankan intervensi selanjutnya.
 Pertahankan lingkungan
suhu tubuh normal  Lingkungan yang sejuk
sejuk, dengan menggunakan
yaitu 36,50-37,50C membantu menurunkan
piama dan selimut yang
suhu tubuh dengan cara
tidak tebal, serta
radiasi.
mempertahankan suhu
ruangan antara 220 dan
240C.  antipiretik seperti
 Berikan antipiretik sesuai
asetaminofen efektif
petunjuk.
menurunkan demam.
 Peningkatan suhu secara
 Pantau suhu tubuh anak
tiba-tiba akan
setiap 1 sampai 2 jam, bila
mengakibatkan kejang.
terjadi peningkatan suhu
secara tiba-tiba.  Antimikroba mungkin
 Beri antimikroba bila
disarankan untuk
disarankan
mengobati organism
penyebab.
 Berikan kompres hangat  kompres air hangat efektif
pada anak di daerah ketiak, menurunkan suhu tubuh
lipatan paha, dan kening melalui cara konduksi.
(untuk sugesti)
c. Anak akan  Biarkan anak untuk  Anak harus dibuat
berkurang mengambil posisi yang senyaman dan seaman
kecemasannya yang membuat nyaman selama mungkin untuk mengurangi
ditandai oleh terapi yang menggunakan kecemasan selama terapi
periode tidur yang pelembaban udara atau atau sebab
cukup dan status oksigen. ketidaknyamanan dapat
pernapasan yang meningkatkan frekuensi
stabil pernapasan anak dan
menyebabkan stridor. anak
dapat lebih mentoleransi
menggunakan tenda lembab
atau alat pelembab yang
 Tunda semua pemeriksaan menyejukkan, lebih baik
dan prosedur yang tidak daripada melalui masker
mendesak, hingga status wajah.
 tingkat kecemasan anak
pernapasan anak membaik.
mungkin sudah meningkat,
disebabkan oleh
meningkatnya kesukaran
 Anjurkan orang tua untuk pernapasan, tes dan
menemani anak. prosedur yang belum
pernah didapat, akan
menambah masalah.
 keberadaan orang tua dapat
 Berikan benda yang sudah
membantu mengurangi
dikenal dengan baik oleh
kecemasan, dengan
anak seperti boneka dan
demikian menolong
selimut pada anak. hindari
menstabilkan frekuensi
permainan yang
pernapasan anak.
menimbulkan percikan api
 benda yang sudah dikenal
jika anak menggunakan
dengan baik oleh anak akan
oksigen.
memberikan perasaan yang
 Ciptakan ketenangan dan
aman dan membantu
suasana tenang.
mengurangi kecemsan,
yang berhubungan dengan
lingkungan yang baru dan
asing bagi anak.
 ketenangan dan suasana
yang tenang membantu
mengurangi kecemasan dan
meningkatkan kecemasan
normal.

4. Implementasi
Implementasi sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana
perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan
efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon
pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan
perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan
jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah
komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses
penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan).
Implementasi dari intervensi diatas meliputi:

No.
Implementasi
Dx
a.  Mengkaji status pernapasan anak sesering mungkin.
 Memberikan udara yang lembab dan sejuk
 Memberikan oksigen jika diperlukan
 Memberikan aerosol epinephrine rosemik jika perlu
 Memposisikan anak semi fowler
b.  Mengkaji suhu tubuh anak
 Mempertahankan lingkungan sejuk, dengan menggunakan piama dan selimut yang
tidak tebal, serta mempertahankan suhu ruangan antara 220 dan 240C.
 Memberikan antipiretik sesuai petunjuk.
 Mamantau suhu tubuh anak setiap 1 sampai 2 jam, bila terjadi peningkatan suhu
secara tiba-tiba.
 Memberi antimikroba bila disarankan
 Memberikan kompres hangat pada anak di daerah ketiak, lipatan paha, dan kening
(untuk sugesti)
c.  Membiarkan anak untuk mengambil posisi yang membuat nyaman selama terapi
yang menggunakan pelembaban udara atau oksigen.
 Menununda semua pemeriksaan dan prosedur yang tidak mendesak, hingga status
pernapasan anak membaik.
 Menganjurkan orang tua untuk menemani anak.
 Memberikan benda yang sudah dikenal dengan baik oleh anak seperti boneka dan
selimut pada anak. hindari permainan yang menimbulkan percikan api jika anak
menggunakan oksigen.
 Menciptakan ketenangan dan suasana tenang.

5. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan untuk dicapai meliputi:
a) Dx.1:
Anak dapat bernapas dengan baik tanpa kesulitan
b) Dx. 2:
Suhu tubuh anak normal 36,50-37,50C
c) Dx. 3:
Anak tidak gelisah dan kecemasan anak menurun.

Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan
yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai,
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan,
respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan
kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang
mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu :
jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi
tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami
kondisi penyakitnya. (Keliat Budi Anna, 1994, Proses Keperawatan

Daftar Pustaka:

BUKU:

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC


Muttaqin,Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika

Price&Wilson.2005.Patofisiologi.Jakarta:EGC

Somantri,Irman.2009.Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan System

Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika

Speer,Katheleen Morgan.2007.Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik.Jakarta:EGC

INTERNET:

http://asuhan-keperawatan.blogspot.com/2006/05/bronkitis-pada-anak.html

Вам также может понравиться