Вы находитесь на странице: 1из 24

Kejadian Luar Biasa Diare di Puskesmas Kedondong

Aurelia Claudia Iben


102012416
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No 6, Jakarta Barat 11510
Email : aureliaclaudia16@yahoo.com
Pendahuluan
Dewasa ini berbagai penyakit menular telah dapat diatasi terutama pada negara-negara
maju akan tetapi sebagian besar penduduk dunia yang mendiami negara-negara berkembang,
masih terancam dengan berbagai penyakit menular, salah satunya adalah penyakit diare. Penyakit
diare adalah penyakit yang sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang penting karena sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan jika penangganannya
tidak tepat dapat berujung pada kematian. Selain itu, penyakit diare juga merupakan penyumbang
angka kesakitan dan kematian anak diberbagai negara.

Menurut data United Nations Children’s Funs (UNICEF) dan World Health Organization
(WHO) tahun 2009, diare merupakan penyebab kematian urutan kedua pada balita di dunia, urutan
ketiga pada bayi, dan urutan kelima bagi segala umur. Berdasarkan data UNICEF bahwa 1,5 juta
anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare. Angka tersebut bahkan masih lebih besar
kejadiannya dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), malaria, dan cacar. Selain itu,
di beberapa negara berkembang hanya 39% penderita mendapatkan penanganan yang serius.1

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare adalah bila tinja
mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut WHO diare adalah berak cair lebih dari tiga
kali dalam 24 jam, dan lebih menitik beratkan pada konsistensi tinja dari pada menghitung
frekuensi berak. Ibu-ibu biasanya sudah tahu kapan anaknya menderita diare, mereka biasanya
mengatakan bahwa berak anaknya encer atau cair. Menurut Direktur Jenderal PPM dam PLP, diare
adalah penyakit dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa air saja yang
frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari).

1
Penyakit diare di Indonesia berdasarkan Survei Morbiditas yang dilakukan oleh Subdit
Diare Departemen Kesehatan Republik Indonesia dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010
terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 insiden rate penyakit diare 301 per 1000
penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 per 1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 per
1000 penduduk dan tahun 2010 naik menjadi 411 per 1000 penduduk.2

Insidensi penyakit diare di Indonesia untuk seluruh kelompok umur pada tahun 2013
adalah 3,5%, dan angka prevalensi sebesar 7,0%. Lima provinsi dengan insidensi dan prevalensi
diare tertinggi adalah Papua (6,3% dan 14,7%), Sulawesi Selatan (5,2% dan 10,2%), Aceh (5,0%
dan 9,3%), Sulawesi Barat (4,7% dan 10,1%), da Sulawesi Tengah (4,4% dan 8,8%). Insidensi dan
prevalensi penyakit diare di Indonesia pada tahun 2013 untuk kelompok umur 5-14 tahun adalah
3,0% dan 6,2%.3

Kejadian diare dapat terjadi pada semua kelompok umur. Namun, kelompok usia anak-
anak adalah kelompok usia yang paling menderita akibat diare karena daya tahan tubuhnya yang
masih lemah.4 Pada usia anak sekolah dasar ditemukan banyak permasalahan kesehatan yang akan
menentukan kualitas anak dimasa yang akan datang. Anak usia sekolah dasar rentan terkena
penyakit diare, karena sebagian besar perilaku yang beresiko terkena penyakit diare. Diare dapat
menyebar melalui praktik-praktik yang tidak hygienis seperti menyiapkan makanan dengan tangan
yang belum dicuci, setelah buang air besar atau membersihkan tinja seorang anak serta
membiarkan seorang anak bermain di daerah dimana ada tinja yang terkontaminasi bakteri-bakteri
penyebab diare.5

Kurangnya pengetahuan dapat mempengaruhi perilaku seseorang termasuk perilaku


kesehatan, sehingga bisa menjadi penyebab tingginya angka penyebaran yang cukup tinggi.
Penyakit diare dipengaruhi oleh keadaan kebersihan baik perorangan maupun kebersihan
lingkungan perumahan. Sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan serta didukung oleh kebersihan
perorangan yang baik akan dapat mengurangi resiko munculnya suatu penyakit termasuk
diantaranya penyakit diare. Kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan sekolah yang baik bisa
terwujud apabila didukung oleh perilaku murid sekolah yang baik atau perilaku yang mendukung
terhadap program-program pembangunan kesehatan termasuk program pemberantasan dan
program penanggulangan penyakit diare.6

2
Kejadian Luar Biasa

sebelum memasuki penjabaran mengenai KLB, kita perlu memahami mengenai


penyebaran penyakit. Penyebaran penyakit terdiri atas:

1. Sporadic : penyakit yang dalam kurun waktu 1 tahun tidak muncul, mendadak
muncul
2. Endemic : penyakit yang muncul sepanjang tahun dengan angka kejadian menetap
3. Epidemic : penyakit yang pada suatu waktu mendadak mengalami peningkatan angka
kejadian yang bermakna (minimal 2 kali dari biasa)
a) KLB : terjadi di wilayah local
b) Wabah : meliputi seluruh negara
4. Pandemic : wabah yang terjadi di seluruh dunia
Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa (KLB) mengacu pada Keputusan Dirjen PPM & PLP No.
451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB.
Menurut aturan itu, suatu kejadian dinyatakan luar biasa bila terdapat unsur:7

 Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.
 Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-
turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu).
 Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka
rata-rata per bulan tahun sebelumnya.
 Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila
dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
 Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan > 2 kali dibandingkan
angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.
 CFR suatu penyakit dalam satu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50 % atau
lebih dibanding CFR periode sebelumnya.
 Proporsional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan > 2
kali dibandingkan periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya.
 Beberapa penyakit khusus, seperti kolera dan DHF/DSS: 1) Setiap peningkatan kasus dari
periode sebelumnya (pada daerah endemis); 2) Terdapat satu atau lebih penderita baru

3
dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit
yang bersangkutan.
 Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita, seperti keracunan makanan dan
keracunan pestisida.
KLB penyakit masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan
jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar sehingga perlu diantisipasi dan dicegah
penyebarannya dengan tepat dan cepat. Kejadian-kejadian KLB perlu dideteksi secara dini dan
diikuti tindakan yang cepat dan tepat, perlu diidentifikasi adanya ancaman KLB beserta kondisi
rentan yang memperbesar risiko terjadinya KLB agar dapat dilakukan peningkatan kewaspadaan
dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan KLB, dan oleh karena itu perlu diatur dalam
pedoman Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB).

Epidemiologi Diare

Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dari biasanya atau
lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat
mendadak datangnya serta berlangsung dalam waktu kurang dari dua minggu.8 Bila diare
berlangsung 2-4 minggu disebut diare persisten, namun jika berlangsung lebih dari 4 minggu
disebut sebagai diare kronik.

Dalam bidang epidemiologi, terdapat tiga model yang dikenal, yaitu segitiga epidemiologi,
jaring-jaring sebab akibat, dan roda. Segitiga epidemiologi merupakan teori dasar yang terkenal
sejak disiplin ilmu epidemiologi mulai digunakan di dunia. Segitiga epidemiologi yang saling
terkait satu sama lain, yaitu:

1. Agent-Host-Environment (AHE)
Segitiga epidemiologi ini sangat umum digunakan oleh para ahli dalam menjelaskan
konsep berbagai permasalahan kesehatan, termasuk terjadinya penyakit.

4
Gambar 1. Model Segitiga Epidemiologi
Sumber: Prasetyawati AE. Ilmu kesehatan masyarakat untuk kebidanan holistik (integrasi
commnity oriented ke family oriented). Yogyakarta : Nuha Medika; 2011. h. 253 – 61.

a) Agent
Agens (agent) adalah faktor yang menjadi penyebab suatu penyakit. Penyebab penyakit
dapat mencakup agent biologis, kimia, atau fisik. Dalam kesehatan masyarakat, penyakit
biasanya diklasifikasikan sebagai penyakit akut atau kronis, atau sebagai penyakit menular
(infeksius) atau tidak menular (non-infeksius). Penyakit menular (infeksius) merupakan penyakit
yang agent biologis atau produknya menjadi penyebab dan yang dapat ditularkan dari satu
individu ke individu lain. Proses penyakit dimulai saat agens siap menetap dan tumbuh atau
bereproduksi dengan tubuh pejamu. Proses penetapan dan pertumbuhan mikroorganisme atau
virus di dalam tubuh pejamu adalah infeksi. Penyakit tidak menular (non-infeksius) atau
kesakitan merupakan penyakit yang tidak dapat ditularkan dari orang yang terkena pada orang
sehat yang rentan. Penetapan penyebab penyakit tidak menular ini seringkali lebih sulit karena
adanya beberapa atau bahkan banyak faktor yang berkontribusi dalam perkembangan kondisi
kesehatan tidak menular.

5
Tabel 1. Etiologi diare akut infektif

b) Host
Pejamu (host) adalah manusia yang mudah terkena atau rentan (susceptible) terinfeksi
suatu bibit penyakit yang menyebabkan sakit. Faktor utama pada host yang mempengaruhi
mudah tidaknya ia terkena penyakit adalah sistem kekebalan atau imunitas dan perilakunya
sendiri.7 Sistem kekebalan sendiri sangat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, status ekonomi,
dan ras. Perilaku atau gaya hidup host (seseorang) juga akan mempengaruhi timbulnya penyakit.
Untuk mengetahui apa yang diderita pasien, seorang dokter perlu melakukan anamnesis.
Anamnesis merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari apa yang dipaparkan
oleh pasien terkait dengan keluhan utama yang menyebabkan pasien mengadakan kunjungan ke
dokter.9 Anamnesis bisa langsung dilakukan kepada pasien (disebut autoanamnesis) atau kepada
pihak pengantar pasien (alloanamnesis). Komponen anamnesis komprehensif akan menyusun
informasi yang diperoleh dari pasien menjadi lebih sistematis. Akan tetapi ulasan dibawah ini
sebaiknya tidak mendikte rangkaian anamnesis yang akan anda lakukan diklinik, karena biasanya
wawancara akan lebih bervariasi dan anamnesis harus lebih dinamis mengikuti kebutuhan pasien.
Komponen anamnesis komprehensif mencakup:
 Mencantumkan tanggal pengambilan anamnesis
Mencantumkan waktu pengambilan sangat penting dan pertama kali dilakukan pada saat
mencatat hasil anamnesis yang dilakukan pada pasien, terutama dalam keadaan darurat
atau pada rumah sakit.
 Mengidentifikasi data pribadi pasien

6
Komponen ini mencakup nama, usia, dan jenis kelamin. Sumber informasi dapat
diperoleh dari pasien sendiri, anggota keluarga atau teman, atasan, konsultan, atau data
rekam medis sebelumnya.
 Tingkat Reliabilitas (dapat dipercaya atau tidak)
Sebaiknya dicatat jika dapat diketahui. Komponen ini penting untuk menentukan kualitas
dari informasi yang diberikan oleh pasien dan biasanya ditentukan pada akhir anamnesis.
 Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan salah satu dari beberapa keluhan lainnya yang paling dominan
sehingga mengakibatkan pasien melakukan kujungan klinik. Usahakan untuk
mendokumentasikan kata-kata asli yang dipaparkan oleh pasien.
 Anamnesis terpimpin
Anamnesis terpimpin merupakan infomasi yang lengkap, jelas, detail, dan bersifat
kronologik terkait dengan keluhan utama yang dialami pasien. Komponen ini harus
mencakupi onset keluhan, keadaan yang memicu terjadinya keluhan, manifestasinya, dan
pengobatan yang telah dilakukan. Gejala yang didapatkan harus memiliki karakteristik
yang menjelaskan (1) lokasi; (2) kualitas; (3) kuantitas atau keparahan; (4) waktu yang
mencakup onset, durasi, dan frekuensi; (5) keadaan yang memicu terjadinya keluhan; (6)
faktor lain yang memperberat atau memperingan gejala; (7) gejala lain yang terkait
dengan keluhan utama. Pengobatan yang telah dikonsumsi sebaiknya didokumentasi,
termasuk nama obat, dosis, cara pemberian, dan frekuensi. Jika ia telah atau pernah
berhenti, tanyakan sejak kapan ia berhenti dan seberapa lama.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit pada masa kecil seperti cacar, rubella, mumps, polio, dll perlu ditanyakan dalam
anamnesis. Termasuk penyakit kronis yang dialami sejak masa kecil. Selain itu, informasi
mengenai riwayat penyakit pada masa dewasa perlu didapatkan dan mencakup empat hal
yaitu sebagai berikut:
i. Riwayat medis, tanyakan mengenai adanya diabetes, hipertensi, asma,
hepatitis, HIV, dan informasi riwayat opname.
ii. Riwayat operasi, tanyakan mengenai waktu, indikasi, dan jenis operasi yang
dilakukan.

7
iii. Riwayat ginekologis, tanyakan mengenai riwayat obstetrik, riwayat
menstruasi, keluarga berencana, dan fungsi seksual.
iv. Riwayat Psikiatrik, tanyakan mengenai waktu, diagnosis, riwayat opname,
dan pengobatan yang dijalani.
 Riwayat Penyakit Pada Keluarga
Dalam memperoleh informasi ini, tanyakan mengenai usia, penyebab kematian, atau
penyakit yang dialami oleh keluarga terdekat pasien seperti orang tua, kakek-nenek,
saudara, anak, atau cucu. Tanyakan mengenai keberadaan penyakit atau keadaan yang
dicantumkan berikut: hipertensi, penyakit jantung koroner, dislipidemia, stroke, diabetes,
gangguan tiroid atau ginjal, kanker, arthritis, tuberkulosis, asma atau penyakit paru
lainnya, sakit kepala, kejang, gangguan mental, kecanduan obat-obatan, dan alergi, serta
keluhan utama yang dilaporkan oleh pasien.

Faktor pejamu yang dapat menimbulkan diare akut terdiri atas faktor-faktor daya tangkis
dan lingkungan intern traktus intestinalis, seperti keasaman lambung, motilitas usus, imunitas, dan
juga mencakup lingkungan mikroflora usus, sekresi mukosa, dan enzim percernaan.8 Kejadian
diare akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Penderita gizi buruk akan
mengalami penurunan produksi antibodi serta terjadinya atropi pada dinding usus yang
menyebabkan berkurangnya sekresi berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya bibit
penyakit ke dalam tubuh terutama penyakit diare. Pemberian makanan berupa ASI sampai bayi
mencapai usia 4-6 bulan, akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam
penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi
bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena itu, dengan
adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan terlindungi dari berbagai macam
infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit.
c) Environment
Lingkungan (environment) adalah situasi atau kondisi di luar agens dan pejamu yang
memudahkan terjadinya sakit pada pejamu. Lingkungan dapat dibedakan menjadi lingkungan
biologis, fisik, kimia, dan sosial.3 Seperti pada kasus 4, lingkungan terjadinya KLB diare adalah
di puskesmas kedondong. Penduduknya menggunakan air hujan dan sungai sebagai sumber air,
yang juga digunakan untuk mandi, cuci dan kakus, dan sumber air minum. Dalam kasus ini, sungai

8
dikatakan sebagai lingkungan biologis yang memudahkan terjadinya sakit pada pejamu. Faktor
lingkungan yang berkaitan dengan penyebab terjadinya diare, meliputi sarana air bersih (SAB),
sanitasi jamban, saluran pembuangan air limbah (SPAL), kualitas bakteriologis air, dan kondisi
rumah. Sanitasi yang buruk dituding sebagai penyebab banyaknya kontaminasi bakteri E.coli
dalam air bersih yang dikonsumsi masyarakat.
2. Person-Place-Time (PPT)
Person (individu) adalah karakteristik dari individu yang mempengaruhi keterpaparan
yang mereka dapatkan, berupa faktor genetik, umur, jenis kelamin, pekerjaan, kebiasaan, dan
status sosial ekonomi. Place (tempat) berkaitan dengan karakteristik geografis. Time (waktu) dapat
dinyatakan dalam jam, hari, bulan, atau tahun. Informasi waktu dapat menjadi pedoman tentang
kapan kejadian timbul dalam masyarakat.
3. Frekuensi –Distribusi-Determinan (FDD)
Frekuensi menunjuk pada besarnya masalah kesehatan yang terdapat pada sekelompok
masyarakat. Distribusi menunjuk pada pengelompokan masalah kesehatan berdasarkan suatu
keadaan tertentu. Determinan menunjuk pada faktor penyebab dari suatu penyakit atau masalah
kesehatan, baik yang menjelaskan frekuensi, penyebaran, ataupun yang menerangkan penyebab
munculnya masalah itu sendiri.
Model jaring-jaring sebab akibat ingin menunjukkan apabila terjadi perubahan dari salah
satu faktor akan mengubah keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertambah atau
berkurangnya penyakit yang bersangkutan. Menurut model ini, suatu penyakit tidak bergantung
pada satu sebab yang berdiri sendiri tetapi sebagai akibat dari serangkaian proses ‘sebab akibat’.
Dengan demikian, timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong rantai
pada berbagai titik.
Seperti halnya model jaring-jaring sebab akibat, model roda memerlukan identifikasi dari
berbagai faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit dengan tidak begitu menekankan
pentingnya agens. Di sini dipentingkan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya.

9
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa

Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menangani penderita,


mencegah perluasan kejadian dan timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu kejadian luar
biasa yang sedang terjadi.1 Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini
(SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB
secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan
berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap atau
waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat.
Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang
berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah
terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan
oleh tim epidemiologi.

Gambar 2. Program Penangggulangan KLB


Sumber: Peraturan Menteri Republik Indonesia No. 949/Menkes/SK/VIII/2004. Pedoman
penyelengaraan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa. Agustus 2004.

10
Tahapan penanggulangan KLB, yaitu:

1. Isolasi Kasus
Diare akut karena infeksi bakteri yang mengandung atau memproduksi toksin akan
menyebabkan diare sekretorik dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan, disertai
atau tanpa nyeri (kejang perut), dengan feses lembek/cair.8 Umumnya gejala diare
sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan/minum yang terkontaminasi. Diare
sekretorik yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat
dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan yang mengakibatkan renjatan
hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut.
Karena kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata
menjadi cekung, serta suara menjadi serak. Sedangkan kehilangan karbonas dan asam
karbonas berkurang yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan
merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam
(pernafasan Kussmaul). Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang berat
dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat (>120/menit), tekanan
darah menurun sampai tak terukur. Bakteri yang invasif akan menyebabkan diare yang
disebut diare inflamasi dengan gejala mual, muntah, dan demam yang tinggi, disertai nyeri
perut, tenesmus, diare yang disertai lendir dan darah.
2. Mengobati kasus
Pada kasus diare, ada tiga tahapan penatalaksanaan, yaitu:
a) Rehidrasi oral
Penggunaan terapi rehidrasi oral (TRO) telah semakin luas diterima di seluruh
dunia karena merupakan terapi yang cepat, aman, efektif, dan murah untuk diare.
Larutan rehidrasi yang optimal harus dapat mengganti air, natrium, kalium, dan
bikarbonat, dan larutan tersebut juga harus isotonik atau hipotonik. Penambahan
glukosa ke dalam larutan meningkatkan penyerapan natrium dengan memanfaatkan
kotransportasi natrium yang digabungkan dengan glukosa, yang maksimal apabila
konsentrasi glukosa tidak lebih daripada 110 sampai 140 mmol/L. Kontraindikasi
pemakaian TRO adalah syok, volume tinja lebih dari 10 mL/kg/jam, ileus, atau
intoleransi monosakarida.9,10

11
b) Pemulihan diet
Setelah rehidrasi yang adekuat tercapai, masalah berikutnya yang perlu diatasi
adalah pemulihan makanan yang normal sesuai usia. Pilihan makanan awal
mungkin mencakup makanan yang mudah diserap, misalnya nasi dan mi gandum
serta makanan komplementer, seperti pisang (yang banyak mengandung
kalium).9,10
c) Obat antidiare
Terdapat tiga kategori obat diare, yaitu obat intralumen, antimotilitas, dan
antisekretorik. Obat intralumen yang paling luas digunakan adalah suspensi tanah
liat atau silikat yang berfungsi sebagai adsorben (penyerap). Opiat, termasuk
paregorik serta obat sintetik, seperti kodein, difenoksilat, dan loperamid sering
digunakan sebagai obat antimotilitas untuk pengobatan diare ringan pada orang
dewasa sehingga karena efek sampingnya jangan digunakan pada anak-anak.
Okteotrid sangat efektif dalam menghambat diare sekretorik yang berkaitan dengan
tumor penghasil hormon dan dalam mengurangi volume diare akibat AIDS.9,10
3. Pencegahan Kasus
Ada tingkat pelaksanaan tindakan pencegahan dalam pengendalian penyakit, yaitu:
a) Pencegahan primer, tujuannya untuk mencegah awitan suatu penyakit selama masa
prapatogenesis. Pencegahan primer meliputi health promotion dan spesific
protection. Health promotion merupakan suatu tindakan preventif yang dilakukan
pada saat masih sehat sehingga tidak menjadi sakit, seperti perilaku sehat (cuci
tangan sebelum makan), olahraga, kebersihan lingkungan, dll). Spesific protection
merupakan tindakan preventif yang dilakukan pada saat masih sehat sehingga tidak
sakit dengan menggunakan suatu alat pelindung khusus, seperti melakukan
vaksinasi terhadap penyakit tertentu.
b) Pencegahan sekunder adalah diagnosis dini dan pengobatan segera penyakit
sebelum penyakit itu berkembang dan disabilitas menjadi parah. Salah satu
tindakan pencegahan sekunder yang paling penting adalah skrinning kesehatan.
Tujuan skrinning ini bukan untuk mencegah terjadinya tetapi lebih untuk
mendeteksi keberadaannya selama masa patogenesis awal, sehingga intervensi
(pengobatan) dini dan pembatasan disabilitas dapat dilakukan.

12
c) Pencegahan tersier bertujuan untuk melatih kembali, mendidik kembali, dan
merehabilitasi pasien yang mengalami disabilitas permanen. Tindakan pencegahan
tersier mencakup tindakan yang diterapkan setelah berlangsungnya masa
patogenesis.
4. Surveilans
Surveilans epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus
menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang
mempengaruhi risiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar
dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses
pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan. Tujuan surveilans adalah mengetahui perubahan
epidemiologi kasus, mengidentifikasi populasi risiko tinggi, memprediksi dan mencegah
terjadinya KLB, dan penyelidikan epidemiologi setiap KLB. Surveilans penyakit di tingkat
desa dilaksanakan oleh kelompok kerja surveilans tingkat desa, dengan melakukan
kegiatan pengamatan dan pemantauan situasi penyakit/kesehatan masyarakat desa dan
kemungkinan ancaman terjadinya KLB secara terus menerus. Pemantauan tidak hanya
sebatas penyakit tetapi juga dilakukan terhadap faktor risiko munculnya suatu penyakit.
Ada dua jenis surveilans, yaitu surveilens sindromik dan surveilens penyakit
menular. Surveilans sindromik merupakan awal dari sistem deteksi dini penyakit menular.
Surveilens sindromik itu penting karena dengan mencatat dan mendata secara rapi,
kemunculan penyakit menular dapat ditemukan sejak awal. Jika deteksi dini dapat
dilakukan, koordinasi dengan ahli pun dapat dilakukan dengan cepat, gangguan akibat
meluasnya wabah antara lain berupa penularan massal serta penularan sekunder dapat
dikendalikan sebelum meluas. Surveilans penyakit menular adalah pengamatan dan
analisis tren kemunculan penyakit menular dengan cara memahami kondisi munculnya
penyakit berdasarkan diagnose, peraturan perundang-undangan terkait pencegahan
penyakit menular dan pengobatan terhadap pasien penyakit menular. Jenis laporan
surveilans penyakit menular dapat berupa: W1 (KLB/Wabah), W2 dan EWARS
(mingguan), STP (bulanan). Strategi surveilans meliputi:

13
a) Surveilans Rutin
Surveilans rutin merupakan pengamatan epidemiologi kasus diare yang telah
dilakukan secara rutin selama ini berdasarkan sumber data rutin yang telah ada serta
sumber data lain yang mungkin dapat dijangkau pengumpulannnya.
b) SKD dan Respon KLB
Pelaksanaan SKD dan Respon KLB campak dilakukan setelah diketahui atau
adanya laporan 1 kasus pada suatu daerah serta pada daerah yang memiliki populasi
rentan lebih 5%.
c) Penyelidikan dan penanggulangan setiap KLB
Setiap KLB harus diselidiki dan dilakukan penanggulangan secepatnya yang
meliputi pengobatan simtomatis pada kasus, pengobatan dengan antibiotika bila
terjadi komplikasi, pemberian vitamin A dosis tinggi, perbaikan gizi dan
meningkatkan cakupan imunisasi campak/ring vaksinasi (program cepat,sweeping)
pada desa-desa risiko tinggi.
d) Pemeriksaan laboratorium pada kondisi tertentu
Contoh: pada tahap reduksi campak dengan pencegahan KLB, pemeriksaan
laboratorium dilakukan terhadap 10 – 15 kasus baru pada setiap KLB. Pada tahap
eliminasi/eradikasi, setiap kasus campak dilakukan pemeriksaan laboratorium.
e) Studi epidemiologi
Melakukan survei cepat, penelitian operasional atau operational research (OR)
sebagai tindak lanjut hasil analisis surveilans untuk melengkapi data/informasi
surveilans yang diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam perbaikan
program (corrective action).

Pelayanan Kesehatan Primer

Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh (comprehensive health


care services) kepada seluruh masyarakat di wilayah kerjanya, Puskesmas menjalankan beberapa
usaha pokok (basic health care services) yang meliputi 12 program sebagai berikut: kesehatan ibu
dan anak (KIA), keluarga berencana (KB), pemberantasan penyakit menular (P2M), peningkatan
gizi, kesehatan lingkungan (kesling), pengobatan, penyuluhan kesehatan masyarakat,
laboratorium, kesehatan sekolah, perawatan kesehatan masyarakat, kesehatan jiwa, dan kesehatan

14
gigi.11 Dari ke-12 program pokok Puskesmas, dipilihlah empat program yang sesuai dengan kasus
4, yaitu:

1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)


Tujuan umum dari KIA adalah menurunkan kematian (mortality) dan kejadian sakit
(morbidity) di kalangan ibu serta meningkatkan derajat kesehatan anak, melalui
pemantauan status gizi dan pencegahan sedini mungkin berbagai penyakit menular yang
bisa dicegah dengan imunisasi dasar sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal. Sasaran primernya adalah ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak (sampai dengan
usia 5 tahun), sedangkan sasaran sekunder adalah dukun beranak dan kader kesehatan.
Jumlah sasaran ibu hamil dan anak ditetapkan menggunakan dua cara, yaitu pendataan
langsung dan perkiraan (estimasi).
Kegiatan KIA terdiri dari kegiatan pokok dan kegiatan integratif. Kegiatan
integratif adalah kegiatan program lain (misalnya kegiatan imunisasi merupakan kegiatan
pokok P2M) yang dilaksanakan pada program KIA karena sasran penduduk program P2M
juga menjadi sasaran program KIA. Kegiatan KIA terdiri dari:
a) Memeriksa kesehatan ibu hamil (ANC).
b) Mengamati perkembangan dan pertumbuhan anak-anak balita (integrasi program
gizi).
c) Memberikan nasihat tentang makanan, mencegah timbulnya masalah gizi karena
kekurangan protein dan kalori.
d) Memperkenalkan jenis makanan tambahan (vitamin dan garam yodium) →
Integrasi program PKM dan gizi.
e) Memberikan pelayanan KB kepada pasangan usia subur → Integrasi program KB.
f) Merujuk para ibu atau anak-anak yang memerlukan pengobatan→ Integrasi
program pengobatan.
g) Memberikan pertolongan persalinan dan bimbingan selama nifas → Integrasi
dengan program perawatan kesehatan masyarakat.
h) Mengadakan latihan untuk dukun bersalin.
2. Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
Di berbagai wilayah di Indonesia terdapat perbedaan tingkat dan jenis endemisitas
penyakit menular. Tujuan dari program P2M adalah menemukan kasus penyakit menular

15
sedini mungkin dan mengurangi berbagai risiko kesehatan masyarakat yang memudahkan
terjadinya penyebaran suatu penyakit menular.11 Sasaran primernya adalah ibu hamil,
balita, dan anak-anak sekolah untuk kegiatan imunisasi, sedangkan sasaran sekunder
adalah lingkungan pemukiman masyarakat.
3. Peningkatan Gizi
Masalah gizi masih cukup rawan di beberapa wilayah di Indonesia, terutama di
wilayah pemukiman kumuh. Tujuan program peningkatan gizi adalah meningkatkan status
gizi masyarakat melalui upaya pemantauan status gizi kelompok-kelompok masyarakat
yang mempunyai risiko tinggi, pemberian makanan tambahan, baik yang bersifat
penyuluhan maupun pemulihan.11 Sasarannya adalah ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak
(sampai dengan usia 5 tahun).
4. Kesehatan Lingkungan
a) Menyediakan Air Bersih
Air merupakan kebutuhan dasar yang dipergunakan sehari-hari untuk minum,
mandi, cuci, dan keperluan lainnya. Air merupakan suatu unsur yang sangat penting
dalam aspek kesehatan masyarakat, dimana air dapat menjadi sumber dan tempat
perindukan dan media kehidupan bibit penyakit. Banyak penyakit terkait dengan
air, baik air kotor dan bahkan juga air yang bersih secara fisik, seperti diare.
kimiawi. Secara fisik, air harus memenuhi syarat berikut: tidak berwarna
(bening/jernih), tidak keruh (bebas dari lumpur, sampah, busa, dll), tidak berasa
(asin, pahit, asam), tidak berbau (amis, anyir, busuk, belerang, dll). Kegiatan yang
dapat dilakukan, antara lain:
 Perlindungan terhadap sumber mata air yang digunakan penduduk,
misalnya dengan kaporitisasi sumur.
 Penyuluhan melalui demonstrasi tentang pembuatan sumur.
 Penyediaan sumur pompa tangan, baik dangkal maupun dalam, sarana air
minum, dan sebagainya.
 Mengadakan penyuluhan kesehatan tentang air minum sehat.
b) Memperbaiki sistem pembuangan kotoran manusia
Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban sehat.
Ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan, yaitu:

16
 Tidak mencemari air, artinya:
o Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar
lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum.
Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus
dipadatkan dengan tanah liat atau diplester.
o Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter
o Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air
kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
o Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan,
empang, danau, sungai, dan laut
 Tidak mencemari tanah permukaan, artinya:
o Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan,
dekat sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan.
o Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras
kotorannya, atau dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang
galian.
 Bebas dari serangga
o Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras
setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya
nyamuk demam berdarah.
o Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat
menjadi sarang nyamuk.
o Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang
bisa menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya.
o Lantai jamban harus selalu bersih dan kering.
o Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup
 Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan, artinya:
o Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup
setiap selesai digunakan.
o Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa
harus tertutup rapat oleh air.

17
o Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa
ventilasi untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran.
o Lantan jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin.
Pembersihan harus dilakukan secara periodik.
 Aman digunakan oleh pemakainya, artinya:
o Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding
lubang kotoran dengan pasangan batau atau selongsong anyaman
bambu atau bahan penguat lai yang terdapat di daerah setempat.
 Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya,
artinya:
o Lantai jamban rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran.
o Jangan membuang plastik, puntung rokok, atau benda lain ke
saluran kotoran karena dapat menyumbat saluran.
o Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran
karena jamban akan cepat penuh.
o Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan
pipa berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan
minimal 2:100.
 Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan, artinya:
o Jamban harus berdinding dan berpintu
o Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya
terhindar dari kehujanan dan kepanasan.

18
Gambar 3. Syarat Jamban Sehat
Sumber: http://promkes-banyuurip.blogspot.com/2011_03_01_archive.html

c) Pembuangan Sampah
Sampah adalah limbah yang bersifat padat, terdiri dari bahan yang bias membusuk
(organik) dan tidak membusuk (anorganik) yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan
harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan masyarakat. Sampah harus dikelola
dengan baik dan benar, karena bila tidak akan dapat menjadi tempat perindukan vektor bibit
penyakit. Untuk pedesaan, pada umumnya sampah biasanya ditangani dengan beberapa cara,
yaitu dibakar, dibuang ke lubang galian, atau dibuat kompos. Kegiatan pembuangan sampah
dilaksanakan bekerjasama dengan kelompok-kelompok masyarakat. Masyarakat digerakkan
untuk melakukan pembuangan sampah yang baik sehingga sampah tidak lagi mencemari
lingkungan pemukiman mereka.11

19
Namun dengan berkembangnya dunia usaha dan juga ilmu pengetahuan, kini sampah
dapat dikelola dengan lebih menguntungkan, yaitu yang dikenal dengan istilah pendekatan
3R (reduce, reuse dan recycle). Reduce adalah upaya pengelolaan sampah dengan cara
mungurangi volume sampah itu sendiri. Cara ini sifatnya lebih mengarah ke pendekatan
pencegahan. Contoh: kalo beli sayuran pilihlah sayuran yang sesedikit mungkin dibuang,
kalo ambil makanan jangan berlebihan, sehingga akan mengurangi makanan yang menjadi
sampah. Reuse adalah suatu cara untuk menggunakan kembali sampah yang ada, untuk
keperluan yang sama atau fungsinya yang sama. Contoh: botol sirop digunakan kembali
untuk botol sirop, atau untuk botol kecap. Tentunya proses ini harus dilakukan dengan baik,
missal dengan dicuci yang benar. Recycle adalah pemanfaatan limbah melalui pengolahan
fisik atau kimia, untuk menghasilkan produk yang sama atau produk yang lain. Contoh:
sampah organik diolah menjadi kompos, besi bekas diolah kembali menjadi barang-barang
seni dari besi, dll.
d) Pengawasan terhadap tempat-tempat umum
Pengawasan biasanya dilakukan di perusahaan-perusahaan penghasil limbah cair,
tempat pengolahan dan penjualan makanan, tempat-temapt umum, dan sanitasi lingkungan.
Kegiatan ini dikoordinasikan secara lintas sektoral terutama dengan camat.3 Limbah cair
rumah tangga dapat berasal dari kamar mandi, peturasan, cucian barang/bahan dari dapur
rumah tangga. Dalam pengertian ini limbah cair ini tidak termasuk limbah cair yang berasal
dari jamban keluarga. Limbah cair dari kegiatan rumah tangga volumenya relatif sedikit
dibanding dengan luas lahan yang ada di desa tersebut. Namun demikian limbah cair tersebut
tetap harus dikelola, karena kalo dibuang sembarangan akan membuat lingkungan kotor,
berbau, dan mengurangi estetika dan kebersihan lingkungan. Limbah cair harus dikelola
dengan baik dan benar, karena bila tidak akan dapat menjadi tempat perindukan vektor bibit
penyakit penyakit.

20
Promosi Kesehatan

Dalam konteks kesehatan, promosi berarti upaya memperbaiki kesehatan dengan cara
memajukan, mendukung, dan menempatkan kesehatan lebih tinggi dari agenda, baik secara
perorangan maupun secara kelompok. Definisi WHO, berdasarkan piagam Ottawa/Ottawa Charter
(1986) mengenai promosi kesehatan sebagai hasil Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di
Ottawa Canada adalah sebagai berikut: Health promotion is the process of enabling people to
control over and improve their health. To reach a state of complete physical, mental, and social
well-being, an individual or group must be able to identify and realize aspiration, to satisfy needs,
and to change or cope with the environment.12 Berdasarkan definisi tersebut, WHO menekankan
bahwa promosi kesehatan merupakan suatu proses yang bertujuan memungkinkan individu
meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang
jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri.

Promosi kesehatan meliputi dan merangkum pengertian dari pendidikan kesehatan,


penyuluhan kesehatan, komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE), dan istilah lainnya. Sasaran
promosi kesehatan terdiri dari sasaran primer, sekunder, dan tersier. Sasaran primer adalah sasaran
yang mempunyai masalah, yang diharapkan mau berperilaku sesuai harapan dan memperoleh
manfaat paling besar dari perilaku tersebut. Dalam kasus 4, sasaran primer adalah penduduk yang
terkena diare dan balita yang terkena campak. Sasaran sekunder adalah individu atau kelompok
yang memiliki pengaruh atau disegani oleh sasaran primer. Sasaran sekunder, seperti ketua RT,
RW, Lurah, dan Camat, diharapkan mampu mendukung pesan-pesan yang disampaikan kepada
sasaran primer. Sasaran tersier adalah para pengambil kebijakan, penyandang dana, pihak-pihak
yang berpengaruh di berbagai tingkatan pemerintahan.12

Kegiatan PKM dilaksanakan secara integratif dengan semua usaha pokok puskesmas
karena semua program memerlukan komponen kegiatan penyuluhan untuk kelompok-kelompok
sasaran program. Di tingkat kabupaten, disediakan tenaga koordinator PKM yang akan membantu
petugas PKM puskesmas mengembangkan usaha pokok kesehatan dalam rangka peningkatan
peran serta masyarakat. Bantuan tenaga PKM dari Dinkes tingkat II biasanya diberikan apabila di
wilayah kerja puskesmas timbul KLB penyakit menular. Karena kegiatan PKM adalah bagian
integral dari semua program pokok puskesmas, semua staf puskesmas harus mampu
melaksanakannya, baik sasarannya individu pasien maupun kelompok-kelompok masyarakat

21
sasaran program. Tetapi kenyataannya di puskesmas masih sulit mengembangkan kegiatan PKM
karena berbagai kendala, kecuali terjadi wabah (KLB). PKM sebaiknya merupakan kegiatan rutin
dilakukan oleh staf, jangan hanya dilaksanakan pada saat timbulnya KLB penyakit menular. 12

Menurut Notoatmodjo (1993) dan WHO (1992), metode pendidikan kesehatan


diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu:11

1. Metode pendidikan individu


a) Bimbingan dan konseling (guidance and counseling) serta wawancara. Bimbingan
berisi penyampaian informasi yang berkenaan dengan masalah pendidikan,
pekerjaaan, pribadi, dan masalah sosial yang disajikan dalam bentuk pelajaran.
Konseling memungkinkan peserta didik mengenal dan menerima diri sendiri serta
realistis dalam proses penyelesaian dengan lingkungannya.
b) Wawancara yang sebenarnya bagian dari bimbingan dan konseling.
2. Metode pendidikan kelompok
a) Ceramah adalah pidato yang disampaikan oleh seorang pembicara dalam waktu
yang terbatas di depan sekelompok pendengar biasanya orang dewasa yang
memahami kata-kata yang digunakan pembicara. Namun cara ini sulit diterapkan
pada anak-anak, kurang menarik minat, dan menghalangi respon pendengar.
b) Seminar adalah presentasi dari satu atau beberapa ahli tentang suatu topik yang
dianggap penting dan dianggap hangat di masyarakat. Metode ini hanya cocok
untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas.
c) Diskusi kelompok adalah percakapan terencana di antara tiga orang atau lebih dan
salah satunya sebagai pemimpin diskusi. Ini merupakan pendekatan demokratis dan
tiap anggota dapat mengemukakan pendapat.
d) Curah pendapat adalah semacam pemecahan masalah ketika tiap anggota
mengusulkan dengan cepat semua kemungkinan pemecahan yang dipikirkan.
Metode ini cocol digunakan untuk membangkitkan pikiran kreatif, merangsang
partisipasi, dan menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kelompok.
e) Snowball dilakukan dengan membagi secara berpasangan, mendiskusikan masalah
dan mencari kesimpulan. Selanjutnya, setiap dua pasang yang sudah beranggotakan

22
empat orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya, demikian seterusnya
akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.
f) Buzz group dilakukan dengan membagi kelompok sasaran yang lebih besar menjadi
kelompok kecil, kemudian membahas suatu masalah dan melaporkan hasilnya
kepada kelompok besar.
g) Role play adalah permainan sebuah situasi dalam hidup manusia mengenai kasus
tertentu. Hal ini sulit diterapkan karena banyak yang tidak senang memainkan peran
dan dibutuhkan pemimpin yang terlatih.
h) Simulasi adalah suatu cara peniruan karakteristik atau perilaku sehingga para
peserta dapat bereaksi seperti pada keadaan sebenarnya.
3. Metode pendidikan massa dilakukan dengan ceramah umum yaitu memberikan pidato di
hadapan massa dengan sasaran yang sangat besar.

Kesimpulan

Dalam penyelidikan epidemiologi (PE), setiap kasus penyakit yang dinyatakan sebagai
KLB/wabah dapat diketahui penyebab, tahu cara terjadinya, tahu sumber terjadinya dan tahu
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pada individu sebagai host dari kasus penyakit yang
terjadi. Dengan mengerti dan memahami ini semua maka upaya pencegahan dapat dilakukan,
kasus penyakit tidak akan muncul dengan penyebab yang sama.

23
Daftar Pustaka

1. Rahmadi, Renggani. 2010. Hubungan Sarana Sanitasi Dasar dengan Kejadian Diare pada
Balita di Pemukiman Tidak Terencana Kebon Singkong Kel. Klender Jakarta Timur Tahun
2002. Skripsi. Jurusan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Uiversitas
Indonesia.
2. Kementrian Kesehatan RI. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta.
(http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buletin-
diare.pdf) Diakses tanggal 17 Juli 2016.
3. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).Jakarta.
4. Widoyono. 2011. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan Pencegahan, dan
Pemberantasan. Jakarta : Erlangga.
5. Departemen Kesehatan RI. 2008. Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta.
6. Sanusi, Anwar,. 2011. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta : Salemba Empat.
7. Departemen Kesehatan RI. Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999
tentang pedoman penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB.
8. Budi Setiawan. Diare akut karena infeksi. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jilid ke-3. Jakarta :
InternaPublishing; 2009. h. 2836 – 42.
9. Bickley LS. Bates : buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi ke-8. Jakarta
: EGC; 2009. h. 392 – 406.
10. Maulana HDJ. Promosi kesehatan. Jakarta : EGC; 2009. h. 13 – 42.
11. Muninjaya AAG. Manajemen kesehatan. Jakarta : EGC; 1999. h. 115 – 38.
12. Cohen MB. Evaluasi pada anak dengan diare akut. Dalam : Alper A, et al. Buku ajar
pediatri rudolph. Edisi ke-20. Jakarta : EGC; 2006. h. 1142 – 7.

24

Вам также может понравиться