Вы находитесь на странице: 1из 37

Selasa, 01 November 2016

Teori belajar sosial

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut idealisme, bila seorang belajar pada tahap awal berarti ia telah
memahami “aku” nya sendiri, lantas bergerak keluar untuk memahami dunia
objektif dari mikro-kosmos menuju makro-kosmos. Sama halnya yang dijelaskan
oleh Kant (1942-1804), bahwa segala pengetahuan yang dicapai manusia lewat
indera memerlukan unsur apriori yang tidak diketahui oleh pengalaman terlebih
dahulu. Bila seseorang berhadapan dengan benda-benda, tidaklah berarti bahwa
mereka mempunyai bentuk, ruang dan ikatan waktu, tetapi ruang dan waktu itu
sudah ada dalam ide atau budi manusia (innate ideas) sebelum ada pengalaman
dan pengamatan. Jadi, apriori yang terarah itu bukanlah budi pada benda,
melainkan benda-benda itulah yang terarah pada budi. Budi membentuk dan
mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan mengambil landasan berpikir di atas,
belajar dapat didifinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada dirinya sendiri
sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan dirinya sendiri
(Pudjawijatno, 1964: 120-121).
1
Seorang filsuf dan sosiolog, L. Finney menjelaskan, bahwa mental adalah kondisi
rohani yang pasif, yang berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja
yang ditentukan oleh peraturan alam (determinsm). Ini berarti bahwa pendidikan
adalah proses reproduksi dari apa yang terdapat dalam kehidupan sosial. Dengan
demikian, belajar adalah menerima dengan sesungguhnya nilai-nilai sosial oleh
angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi dan diteruskan oleh
angkatan berikutnya. Pandangan realisme ini menceriminkan adanya dua jenis
determinisme, yaitu determinisme mutlak dan determinisme terbatas. Yang
mutlak menunjukkan bahwa belajar adalah mengenai hal-hal yang tak dapat
dihalang-halangi adanya, jadi harus ada. Sedangkan dengan determinisme terbatas
adalah memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar.
2
Teori belajar sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku (behavioristik).
Teori belajar sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini
menerima sebagian besar dari prinsip teori belajar perilaku, tetapi memberikan
lebih banyak penekanan pada kesan dan isyarat perubahan perilaku, dan pada
proses mental internal. Jadi dalam teori belajar sosial kita akan menggunakan
penjelasan penguatan (reinforcement) eksternal dan penjelasan kognitif internal
untuk memahami bagaimana belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar
sosial manusia itu tidak hanya didorong oleh kekuatan dari dalam saja, tetapi juga
dipengaruhi oleh stimulus lingkungan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan teori belajar social menurut Albert Bandura?
2. Apa yang dimaksud dengan teori belajar menurut Ivan Pavlov?
3. Apa yang dimaksud dengan teori belajar menurut David A. Kolb?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud dari teori belajar social Albert Bandura.
2. Untuk mengetahui maksud dari teori belajar menurut Ivan Pavlov.
3. Untuk mengetahui maksud dari teori belajar menurut David A. Kolb

D. Sistematika Penulisan
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
I. Teori Belajar Sosial Albert Bandura
a. Latar Belakang Tokoh
b. Teori Pembelajaran Sosial
c.
3
Teori Peniruan
d. Ciri-ciri Teori Peniruan Albert Bandura
e. Eksperimen Albert Bandura
f. Kelemahan dan Kelebihan Teori Belajar Sosial
g. Contoh Aplikasi Teori Belajar Sosial dalam Kehidupan
h. Aplikasi Teori Belajar Sosial Terhadap Pembelajaran
II. Teori Belajar Menurut Ivan Pavlov
a. Makna Belajar Ivan Pavlov
b. Eksperimen Ivan Pavlov
c. Prinsip Utama dalam Eksperimen
d. Kelemahan dan Kelebihan Teori Belajar Ivan Pavlov
e. Aplikasi Teori Belajar Ivan Pavlov dalam Pembelajaran
III. Teori Belajar Menurut David A. Kolb
a. Gaya Belajar Menurut David A. Kolb
b. Aplikasi Teori Belajar Humanistik Menurut David A. Kolb
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB II
PEMBAHASAN

I. Teori Belajar Sosial Albert Bandura

A. Latar Belakang Tokoh


Albert Bandura dilahirkan di Mundare Northern Alberta Kanada, pada 04
Desember 1925. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di desa kecil dan juga
mendapat pendidikan disana. Pada tahun 1949 beliau mendapat pendidikan di
University of British Columbia, dalam jurusan psikologi. Dia memperoleh gelar
Master didalam bidang psikologi pada tahun 1951 dan setahun kemudian ia juga
meraih gelar doctor (Ph.D). Bandura menyelesaikan program doktornya dalam
bidang psikologi klinik, setelah lulus ia bekerja di Standford University.Beliau
banyak terjun dalam pendekatan teori pembelajaran untuk meneliti tingkah laku
manusia dan tertarik pada nilai eksperimen.Pada tahun 1964 Albert Bandura
dilantik sebagai professor dan seterusnya menerima anugerah American
Psychological Association untuk Distinguished scientific contribution pada tahun
1980.
Pada tahun berikutnya, Bandura bertemu dengan Robert Sears dan belajar
tentang pengaruh keluarga dengan tingkah laku sosial dan proses identifikasi.
Sejak itu Bandura sudah mulai meneliti tentang agresi pembelajaran sosial dan
mengambil Richard Walters, muridnya yang pertama mendapat gelar doctor
sebagai asistennya. Bandura berpendapat, walaupun prinsip belajar cukup untuk
menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus
memperhatikan dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh
paradigma behaviorisme. Albert Bandura sangat terkenal dengan teori
pembelajaran sosial, salah satu konsep dalam aliran behaviorime yang
menekankan pada komponen kognitif dari pemikiran, pemahaman, dan evaluasi.

B.
5
Teori Pembelajaran Sosial
Teori Pembelajaran Sosial atau disebut juga Teori Observasional atau
Teori belajar dari model. Teori belajar ini relatif masih baru dibandingkan dengan
teori-teori belajar lainnya dan merupakan perluasan dari teori belajar perilaku
(behavioristik). Teori pembelajaran sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura
(1986). Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang
Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond),
melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan
dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini,
bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi
melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini
juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan
punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana
yang perlu dilakukan.

Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip, teori-teori belajar


perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada kesan dan isyarat-
isyarat perubahan perilaku, dan pada proses-proses mental internal. Jadi dalam
teori pembelajaran sosial kita akan menggunakan penjelasan-penjelasan
reinforcement eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk
memahami bagaimana belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar sosial
“ manusia “ itu tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak
dipengaruhi oleh stimulus-stimulus lingkungan.

Teori belajar sosial menekankan bahwa lingkungan – lingkungan yang


dihadapkan pada seseorang secara kebetulan ; lingkungan – lingkungan itu kerap
kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut
Bandura, sebagaimana dikutip oleh (Kard,S,1997:14) bahwa “sebagian besar
manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku
orang lain”. Inti dari pembelajaran sosial adalah pemodelan (modelling), dan
pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran
terpadu.
6
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan ,Pertama. Pembelajaran melalui
pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain,Contohnya :
seorang pelajar melihat temannya dipuji dan ditegur oleh gurunya karena
perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang
tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari
penguatan melalui pujian yang dialami orang lain. Kedua, pembelajaran melalui
pengamatan meniru perilaku model meskipun model itu tidak mendapatkan
penguatan positif atau penguatan negative, saat mengamati itu sedang
memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh
pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila
menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan
oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang
pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model (Nur, M,1998.a:4).
Seperti pendekatan teori pembelajaran terhadap kepribadian, teori
pembelajaran sosial berdasarkan pada penjelasan yang diutarakan oleh Bandura
bahwa sebagian besar daripada tingkah laku manusia adalah diperoleh dari dalam
diri, dan prinsip pembelajaran sudah cukup untuk menjelaskan bagaimana tingkah
laku berkembang. Akan tetapi, teori – teori sebelumnya kurang memberi perhatian
pada konteks sosial dimana tingkah laku ini muncul dan kurang memperhatikan
bahwa banyak peristiwa pembelajaran terjadi dengan perantaraan orang lain.
Maksudnya, sewaktu melihat tingkah laku orang lain, individu akan belajar
meniru tingkah laku tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan orang lain
sebagai model bagi dirinya.
Bandura mencatat bahwa penekanan Skinner pada dampak konsekuensi
prilaku sebagian besar mengabaikan fenomena pembelajaran peniruan (modeling)
mencontoh prilaku orang lain dan pengalaman tidak langsung, keberhasilan atau
kegagalan orang lain. Bandura merasa bahwa banyak pembelajaran manusia tidak
di bentuk oleh konsekuensinya tetapi dipelajari dengan lebih efisien langsung dari
suatu model (Bandura, 1986;Schunk,2000). Sebagai contoh guru pendidikan
Jasmani memperagakan lompatan dan siswa menirunya. Bandura menyebut ini
sebagai pembelajaran tanpa uji coba karena siswa tidak perlu mengalami proses
pembentukan tetapi dapat mereproduksi tanggapan yang tepat dengan segera.
7
Bandura mengidentifikasi tiga model dasar pembelajaran observasional:
1. Model hidup, yang melibatkan seorang individu yang sebenarnya
mendemonstrasikan atau bertindak keluar perilaku.

2. Sebuah model pembelajaran verbal, yang melibatkan deskripsi dan penjelasan


perilaku.

3. Model simbolik, yang melibatkan karakter nyata atau fiksi menampilkan perilaku
dalam buku-buku, film, program televisi, atau media online.

Prinsip-Prinsip yang Mendasari Teori Belajar Sosial


Adapun prinsip-prinsip yang mendasari teori belajar sosial yang
dikemukakan oleh Bandura, yaitu:
1. Prinsip faktor-faktor yang saling menentukan
Bandura menyatakan bahwa diri seorang manusia pada dasarnya adalah suatu
sistem (sistem diri / self system). Sebagai suatu sistem bermakna bahwa prilaku,
berbagai factor pada diri seseorang, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
lingkngan orang tersebut, secara bersama-sama saling bertindak sebagai penentu
atau penyebab yang satu terhadap yang lainnya. Berikut ini di jelaskan interaksi
berbagai factor pembentuk system diri.
Keterangan :
8
P = Singkatan dari Personal atau kepribadian seseorang
B = Singkatan dari Berhavior atau perilaku seseorang
E = Singakatan dari Environment atau lingkungan luar

Sistem yang saling terkait seperti yang ditampilkan dalam bagan di atas
menggambarkan ketiga faktor yaitu: faktor kepribadian (Personal), faktor
perilaku (Behavior), dan faktor lingkungan (Environment). Sepasang anak panah
yang berlawanan arah pada setiap faktor tersebut menunjukkan bahwa setiap
faktor tersebut dapat mempengaruhi atau dapat bersifat sebagai penentu terhadap
faktor-faktor lainnnya secara timbal balik.
Sebagai contoh, Seorang anak bernama Andi adalah pribadi yang memiliki
harapan-harapan dan nilai-nilai di samping gaya pribadi atau kepribadian tertentu,
suka tantangan-tantangan intelektual atau berinteraksi dengan orang
disekitarnya (P/Personal). Sebagai konsekuensinya Andi melanjutkan pendidikan
di sebuah universitas. Karena Andi suka dengan perkuliahan di universitas
tersebut, maka Andi menunjukkan prilaku (B/Behavior) yang positif dan penuh
semangat dalam mempelajari dan mempraktekkan berbagai mata kuliah yang ia
ambil. Rekan-rekan yang ada di tempat kerja Andi dan kelompok tutorial, juga
keluarga serta orang-orang di sekitar Andi yang mengetahui kepribadian Andi
(P/Personal) akan bereaksi dengan reaksi-reaksi tertentu (E/Environment),
misalnya keramahan serta kekaguman akan kemampuan Andi membagi waktu
antara kerja, rumah tangga, kuliah, dan bermasyarakat. Mereka juga bereaksi
(E/Environment) terhadap perilaku Andi (B/Behavior). Jika Andi melakukan
suatu perbuatan aneh atau yang tidak disangka-sangka (B/Behavior), maka
mereka akan bereaksi terhadap perbuatan Andi itu. Reaksi mereka itu
(E/Environment), secara timbal balik mempengaruhi prilaku Andi (B/Behavior),
disamping berdampak pada kepribadian Andi (P/Personal). Jika mereka berhenti
bersikap ramah terhadap andi (E/Environment), misalnya karena Andi terlalu
sibuk belajar dan bekerja sehingga ia melupakan keluarga atau teman-temannya,
Andi mungkin akan menjadi murung (P/Personal), karena keluarga atau
teman/tetangganya mulai acuh karena tidak diperhatikan. Jadi, diri Andi adalah
suatu sistem dan faktor-faktor di dalam atau di luar dirinya (pribadi, prilaku,
lingkungan), berdampak satu terhadap lainnya.
2.
9
Kemampuan untuk membuat atau memahami symbol/tanda/lambang
Bandura menyatakan bahwa orang memahami dunia secara simbolis melalui
gambar-gambar kognitif, jadi orang lebih bereaksi terhadap gambaran kognitif
dari dunia sekitar dari pada dunia itu sendiri. Artinya, karena orang memiliki
kemampuan berfikir dan memanfaatkan bahasa sebagai alat untuk berfikir, maka
hal-hal yang telah berlalu dapat disimpan dalam ingatan dan hal-hal yang akan
datang dapat pula “diuji” secara simbolis dalam pikiran. Perilaku-perilaku yang
mungkin diperlihatkan akan dapat diduga, diharapkan, dikhawatirkan, dan diuji
cobakan terlebih dahulu secara simbolis, dalam pikiran, tanpa harus
mengalaminya secara fisik terlebih dahulu. Karena pikiran-pikiran yang
merupakan simbul atau gambaran kognitif dari masa lalu maupun masa depan
itulah yang mempengaruhi atau menyebabkan munculnya perilaku tertentu.
3. Kemampuan berfikir ke depan
Selain dapat digunakan untuk mengingat hal-hal yang sudah pernah dialami,
kemampuan berpikir atau mengolah simbol tersebut dapat dimanfaatkan untuk
merencanakan masa depan. Orang dapat menduga bagaimana orang lain bisa
bereaksi terhadap seseorang, dapat menentukan tujuan, dan merencanakan
tindakan-tindakan yang harus diambil untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Inilah yang disebut dengan pikiran ke depan, karena biasanya pikiran mengawali
tindakan.
4. Kemampuan untuk seolah-olah mengalami apa yang dialami oleh orang lain
Orang-orang, terlebih lagi anak-anak mampu belajar dengan cara memperhatikan
orang lain berperilaku dan memperhatikan konsekuensi dari perilaku tersebut.
Inilah yang dinamakan belajar dari apa yang dialami orang lain.
5. Kemampuan mengatur diri sendiri
Prinsip berikutnya dari belajar sosial adalah orang umumnya memiliki
kemampuan untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri. Seberapa giat orang
bekerja dan belajar, berapa jam orang tidur, bagaiamana bersikap di muka umum,
apakah orang mengerjakan pekerjaan kuliah dengan teratur, dsb, adalah contoh
prilaku yang dikendalikan. Perilaku ini tidak dikerjakan tidak selalu untuk
memuaskan orang lain, tetapi berdasarkan standar dan motivasi yang ditetapkan
diri sendiri. Tentu saja orang akan berpengaruh oleh perilaku orang lain, namun
tanggung jawab utama tetap berada pada diri sendiri.
6.
10
Kemampuan untuk berefleksi
Prinsip terakhir ini menerangkan bahwa kebanyakan orang sering melakukan
refleksi atau perenungan untuk memikirkan kemampuan diri mereka pribadi.
Mereka umumnya mampu memantau ide-ide mereka dan menilai kepantasan ide-
ide tersebut sekaligus menilai diri mereka sendiri. Dari semua penilaian diri
sendiri itu, yang paling penting adalah penilaian terhadap beberapa komponen
atau seberapa mampu mereka mengira diri mereka dapat mengerjakan suatu tugas
dengan sukses.

C. Teori Peniruan
Pada tahun 1941, dua orang ahli psikologi, yaitu Neil Miller dan John
Dollard dalam laporan hasil eksperimennya mengatakan bahwa peniruan
( imitation ) merupakan hasil proses pembelajaran yang ditiru dari orang lain.
Proses belajar tersebut dinamakan “ social learning” atau “pembelajaran social”.
Perilaku peniruan manusia terjadi karena manusia merasa telah memperoleh
tambahan ketika kita meniru orang lain, dan memperoleh hukuman ketika kita
tidak menirunya. Menurut Bandura, sebagian besar tingkah laku manusia
dipelajari melalui peniruan maupun penyajian, contoh tingkah laku ( modeling ).
Dalam hal ini orang tua dan guru memainkan peranan penting sebagai seorang
model atau tokoh bagi anak – anak untuk menirukan tingkah laku membaca.
Dua puluh tahun berikutnya ,” Albert Bandura dan Richard Walters ( 1959,
1963 ) telah melakukan eksperimen pada anak – anak yang juga berkenaan
dengan peniruan. Hasil eksperimen mereka mendapati, bahwa peniruan dapat
berlaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model (orang yang ditiru)
meskipun pengamatan itu tidak dilakukan terus menerus. Proses belajar semacam
ini disebut "observationallearning" atau pembelajaran melalui pengamatan.
Bandura (1971), kemudian menyarankan agar teori pembelajaran sosial diperbaiki
memandang teori pembelajaran sosial yang sebelumnya hanya mementingkan
perilaku tanpa mempertimbangan aspek mental seseorang.
11
Menurut Bandura, perlakuan seseorang adalah hasil interaksi faktor dalam
diri(kognitif) dan lingkungan. pandangan ini menjelaskan, beliau telah
mengemukakan teori pembelajaran peniruan, dalam teori ini beliau telah
menjalankan kajian bersama Walter (1963) terhadap perlakuan anak-anak apabila
mereka menonton orang dewasa memukul, mengetuk dengan palu besi dan
menumbuk sambil menjerit-jerit dalam video. Setelah menonton video anak-anak
ini diarah bermain di kamar permainan dan terdapat patung seperti yang
ditayangkan dalam video. Setelah anak-anak tersebut melihat patung
tersebut,mereka meniru aksi-aksi yang dilakukan oleh orang yang mereka tonton
dalam video.
Berdasarkan teori ini terdapat beberapa cara peniruan yaitu meniru secara
langsung. Contohnya guru membuat demostrasi cara membuat kapal terbang
kertas dan pelajar meniru secara langsung. Seterusnya proses peniruan melalui
contoh tingkah laku. Contohnya anak-anak meniru tingkah laku bersorak
dilapangan, jadi tingkah laku bersorak merupakan contoh perilaku di lapangan.
Keadaan sebaliknya jika anak-anak bersorak di dalam kelas sewaktu guru
mengajar,semestinya guru akan memarahi dan memberi tahu tingkahlaku yang
dilakukan tidak dibenarkan dalam keadaan tersebut, jadi tingkah laku tersebut
menjadi contoh perilaku dalam situasi tersebut. Proses peniruan yang seterusnya
ialah elisitasi. Proses ini timbul apabila seseorang melihat perubahan pada orang
lain. Contohnya seorang anak-anak melihat temannya melukis bunga dan timbul
keinginan dalam diri anak-anak tersebut untuk melukis bunga. Oleh karena itu,
peniruan berlaku apabila anak-anak tersebut melihat temannya melukis bunga.
Perkembangan kognitif anak-anak menurut pandangan pemikir islam yang
terkenal pada abad ke-14 yaitu Ibnu Khaldun perkembangan anak-anak hendaklah
diarahkan dari perkara yang mudah kepada perkara yang lebih susah yaitu
mengikut peringkat-peringkat dan anak-anak hendaklah diberikan dengan contoh-
contoh yang konkrit yang boleh difahami melalui pancaindera. Menurut Ibnu
Khaldun, anak-anak hendaklah diajar atau dibentuk dengan lemah lembut dan
bukannya dengan kekerasan. Selain itu, beliau juga mengatakan bahwa anak-anak
tidak boleh dibebankan dengan perkara-perkara
12
yang di luar kemampuan mereka. Hal ini akan menyebabkan anak-anak tidak mau
belajar dan memahami pengajaran yang disampaikan.

D. Ciri-Ciri Teori Pemodelan Albert Bandura


Ciri- ciri teori pemodelan bandura, diantaranya:
1. Unsur pembelajaran utama ialah perhatian dan peniruan
2. Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan lain- lain
3. Pelajar meniru suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru
sebagai model
4. Pelajar memperoleh kemampuan jika memperoleh kepuasan dan penguatan yang
positif
5. Proses pembelajaran meliputi perhatian, mengingat, peniruan, dengan tingkah laku
atau timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan penguatan yang positif.

Lebih lanjut menurut Bandura (1982) penguasaan skill dan pengetahuan


yang kompleks tidak hanya bergantung pada proses perhatian, retensi, motor
reproduksi dan motivasi, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang
berasal dari diri pembelajar sendiri yakni “sense of self Efficacy” dan “self –
regulatory system”. Sense of self efficacy adalah keyakinan pembelajar bahwa ia
dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan sesuai standar yang berlaku.
Self regulatory adalah menunjuk kepada: 1) struktur kognitif yang memberi
referensi tingkah laku dan hasil belajar, 2) sub proses kognitif yang merasakan,
mengevaluasi, dan pengatur tingkah laku kita (Bandura, 1978). Dalam
pembelajaran sel-regulatory akan menentukan “goal setting” dan “self evaluation”
pembelajar dan merupakan dorongan untuk meraih prestasi belajar yang tinggi
dan sebaliknya. Menurut Bandura agar pembelajar sukses
instruktur/guru/dosen/guru harus dapat menghadirkan model yang mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap pembelajar, mengembangkan “self of mastery”, self
efficacy, dan reinforcement bagi pembelajar.
13
Berikut Bandura mengajukan usulan untuk mengembangkan strategi proses
pembelajaran yaitu sebagai berikut :
1. Analisis tingkah laku yang akan dijadikan model yang terdiri :
a. Apakah karakter dari tingkah laku yang akan dijadikan model itu berupa konsep,
motor skill atau afektif?
b. Bagaimanakah urutan dari tingkah laku tersebut?
c. Dimanakah letak hal-hal yang penting (key point) dalam urutan atau rangkaian
tersebut?
2. Tetapkan fungsi nilai dari tingkah laku dan pilihlah tingkah laku tersebut sebagai
model.
a. Apakah tingkah laku (kemampuan yang dipelajari) merupakan hal yang penting
dalam kehidupan dimasa datang? (success prediction)
b. Bila tingkah laku yang dipelajari kurang memberi manfaat (tidak begitu penting)
model manakah yang lebih penting?
c. Apakah model harus hidup atau simbol?
Pertimbangan soal biaya, pengulangan demonstrasi dan kesempatan untuk
menunjukkan fungsi nilai dan tingkah laku.
d. Apakah reinforcement yang akan didapat melalui model yang dipilih?
3. Pengembangan urutan atau rangkaian (sekuen) instruksional
Untuk mengajar motor skill, bagaimana cara mengerjakan pekerjaan/kemampuan
yang dipelajari :how to do this” dan bukannya “not this”.Langkah-langkah
manakah menurut urutan atau rangkaian (sekuen)yang harus dipresentasikan
secara perlahan-lahan
4. Implementasi pengajaran untuk menuntut proses kognitif dan motor reproduksi.
a. Motor skill
1) Hadirkan model
2) Beri kesempatan kepada tiap-tiap pembelajar untuk latihan secara simbolik
3) Beri kesempatan kepada pembelajar untuk latihan dengan umpan balik visual
b. Proses kognitif
14
1) Tampilkan model, baik yang didukung oleh kode-kode verbal atau Q
petunjuk untuk mencari konsistensi pada berbagai contoh
2) Beri kesempatan kepada pembelajar untuk membuat ihtisar atau summary
3) Jika yang dipelajari adalah pemecahan masalah atau strategi penerapan beri
kesempatan pembelajar untuk berpartisipasi secara aktif
4) Beri kesempatan pembelajar untuk membuat generalisasi ke berbagai siatuasi.

E. Eksperimen Albert Bandura


Studi Boneka Bobo Klasik
Dalam sebuah eksperimen yang dilakukan Bandura (1965)
mengilustrasikan bagaimana pembelajaran dapat dilakukan hanya dengan
mengamati model yang bukan sebagai penguat atau penghukum.Dalam
eksperimen ini, anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa
disekitarnya.Eksperimen ini juga mengilustrasikan perbedaan antara pembelajaran
dan kinerja (performance).Sejumlah anak taman kanak-kanak secara acak
ditugaskan utuk melihat tiga film dimana ada seseorang (model) sedang memukuli
boneka plastik seukuran orang dewasa yang dinamakan boneka Bobo.
Dalam film pertama, penyerangnya diberi permen, minuman ringan dan
dipuji karena melakukan tindakan agresif.Dalam film kedua, si penyerang ditegur
dan ditampar karena bertindak agresif.Dalam film ketiga, tidak ada konsekuensi
atas si penyerang boneka.Kemudian masing-masing anak dibiarkan sendiri berada
15
di ruangan penuh mainan, termasuk boneka Bobo.Perilaku anak diamati melalui
cermin satu arah.Anak yang menonton film dimana perilaku penyerang diperkuat
atau tidak dihukum apapun lebih sering meniru tindakan model ketimbang anak
yang menyaksikan si penyerang dihukum.Seperti yang diduga, anak lelaki lebih
agresif ketimbang anak perempuan.Namun, poin penting dalam studi ini adalah
bahwa pembelajaran observasional terjadi sama ekstensifnya baik itu ketika
perilaku agresif diperkuat maupun tidak diperkuat.
Poin penting kedua dalam studi ini difokuskan pada perbedaan antara
pembelajaran dan kinerja.Karena murid tidak melakukan respons bukan berarti
mereka tidak mempelajarinya. Dalam sudi Bandura, saat anak diberi insentif
( dengan stiker atau jus buah) untuk meniru model, perbedaan dalam perilaku
imitatif anak dalam tiga kondisi itu hilang. Bandura percaya bahwa ketika anak
mengamati perilaku tetapi tidak memberikan respons yang dapat diamati, anak itu
mungkin masih mendapatkan respons model dalam bentuk kognitif.
Studi ini menarik karena ia menunjukkan bahwa perilaku anak
dipengaruhi oleh pengalaman tak lansung atau pengalaman pengganti. Dengan
kata lain, apa yang mereka lihat dilakukan atau dialami orang lain akan
mempengaruhi perilaku mereka. Anak-anak di kelompok pertama mendapatkan
penguatan dari pengamatan (vicarious reinforcement) dan mereka difasilitasi
untuk keagresifan mereka. Sedangkan anak-anak di kelompok kedua mendapatkan
ancaman pengamatan (vicarious punishment), dan mereka dihalangi perilaku
agresifnya. Meskipun anak-anak tidak mendapatkan pengalaman penguatan
maupun ancaman secara langsung, mereka memodifikasi perilakunya secara sama
(Hergenhahn dan Olson, 1997).

Determinisme Resiprokal (Reciprocal Determinism)


Bandura mengembangkan model Determinisme Resiprokal yang terdiri
dari tiga faktor utama, yaitu perilaku, person / kognitif, dan lingkungan. Seperti
dalam gambar, faktor-faktor ini bisa saling berinteraksi untuk mempengaruhi
pembelajaran, yakni faktor lingkungan memengaruhi perilaku, perilaku
memengaruhi lingkungan, faktor person (orang/kognitif) memengaruhi perilaku
dan sebagainya.Bandura menggunakan istilah person, tapi memodifikasi menjadi
16
person (cognitive) karena banyak faktor orang yang dideskripsikannya adalah
faktor kognitif.
Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan
peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (1997,2001)
pada masa belakangan ini adalah self-efficiacy, yakni keyakinan bahwa seseorang
bisa menguasai situasi dan menhasilkan hasil positif. Bandura mengatakan bahwa
self-efficiacy berpengaruh besar terhadap perilaku. Misalnya, seorang murid yang
self-efficiacy-nya rendah mungkin tidak mau berusaha belajar untuk mengerjakan
ujian karena dia tidak percaya bahwa belajar akan bisa membantunya
mengerjakan soal. Adapun konsep utama dari teori belajar Albert Bandura adalah
sebagai berikut :
a. Pemodelan
Pemodelan merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial Albert Bandura.
Menurut Bandura sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara
selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. (Arends, 1997:67).
Seseorang belajar menurut teori ini dilakukan dengan mengamati tingkah laku
orang lain (model), hasil pengamatan itu kemudian dimantapkan dengan cara
menghubungkan pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya atau
mengulang-mengulang kembali. Dengan jalan ini memberi kesempatan kepada
orang tersebut untuk mengekspresikan tingkah laku yang dipelajari.
Berdasarkan pola prilaku tersebut, selanjutnya Bandura(1986)
mengkalsifikasikan empat fase dari tahap dalam peniruan, yaitu:
1. Tahap Perhatian (Attention)
Fase pertama dalam belajar pemodelan adalah memberikan perhatian pada suatu
model.Pada umumnya seseorang memberikan perhatian pada model-
17
model yang menarik, popular atau yang dikagumi.Dalam pembelajaran guru yang
bertindak sebagai model bagi siswanya harus dapat menjamin agar siswa dapat
memberikan perhatian kepada bagan-bagian penting dari pelajaran. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara menyajikan materi pelajaran secara jelas dan menarik,
memberikan penekanan pada bagian-bagian penting, atau dengan
mendemonstrasikan suatu kegiatan. Di samping itu suatu model harus memiliki
daya tarikn (Woolfolk, 1993).Misalnya untuk menjelaskan bagian-bagian bola
mata guru seharusnya menggunakan gambar model mata, dengan variasi warna
yang bermacam-macam sehingga bagian-bagian mata tersebut tampak jelas dan
siswa termotivasi untuk mempelajarinya.
2. Tahap pengingatan (Retention)
Menurut Gredler, (dalam Sudibyo, E. 2001:5), fase ini bertanggung jawab atas
pengkodean tingkah laku model dan menyimpan kode-kode itu di dalam ingatan
(memori jangka panjang). Pengkodean adalah proses pengubahan pengalaman
yang diamati menjadi kode memori. Arti penting dari fase ini adalah bahwa si
pengamat tidak akan dapat memperoleh manfaat dari tingkah laku yang diamati
ketika model tidak hadir, kecuali apabila tingkah laku itu dikode dan disimpan
dalam ingatan untuk digunakan pada waktu kemudian.
Untuk memastikan terjadinya retensi jangka panjang guru dapat menyediakan
waktu pelatihan, yang memungkinkan siswa mengulang keterampilan baru secara
bergiliran, baik secara fisik maupun secara mental.Misalnya mereka dapat
menvisualisasikan sendiri tahap-tahap yang telah didemonstrasikan dalam
menggunakan busur, atau penggaris sebelum benar-benar melakukannya.
3. Reproduksi (Reproduction)
Dalam fase ini kode-kode dalam memori membimbing penampilan yang
sebenarnya dari tingkah laku yang baru diamati. Derajat ketelitian yang tertinggi
dalam belajar mengamati adalah apabila tindakan terbuka mengikuti pengulangan
secara mental. Fase reproduksi dipengaruhi oleh tingkat perkembangan individu.
Fase reproduksi mengizinkan model untuk melihat
18
apakah komponen-komponen urutan tingkah laku sudah dikuasai oleh si
pengamat (pebelajar).Pada fase ini juga si model hendaknya memberikan umpan
balik terhadap aspek-aspek yang sudah benar ataupun pada hal-hal yang masih
salah dalam penampilan.
4. Tahap motivasi
Pada fase ini si pengamat akan termotivasi untuk meniru model, sebab mereka
merasa bahwa dengan berbuat seperti model, mereka akan memperoleh penguatan.
Memerikan penguatan untuk suatu tingkah laku tertentu akan memotivasi
pengamat (pebelajar) untuk berunjuk perbuatan. Aplikasi fase motivasi di dalam
kelas dalam pembelajaran pemodelan sering berupa pujian atau pemberian nilai.
Menurut Bandura, ada beberapa jenis motivasi yaitu:
 Dorongan masa lalu, yaitu dorongan-dorongan sebagaimana yang dimaksud kaum
behavioris tradisional
 Dorongan yang dijanjikan (insentif) yaitu yang bisa kita bayangkan
 Dorongan-dorongan yang tampak jelas yaitu seperti melihat atau teringat akan
model-model yang patut ditiru

b. Belajar Vicarious
Sebagian besar belajar observasional termotivasi oleh harapan bahwa meniru
model dengan baik akan menuju pada pada reinforcement. Akan tetapi, akan ada
orang yang belajar dengan melihat orang diberi reinforcement atau dihukum
waktu terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu. Inilah yang disebut belajar
“vicarious”. Guru-guru dalam kelas selalu menggunakan prinsip belajar vicarious.
Bila seorang murid berkelakuan tidak baik, guru memperhatikan anak-anak yang
bekerja dengan baik dan memuji mereka karena pekerjaan mereka yang baik itu.
Anak yang nakal itu melihat bahwa bekerja memperoleh reinforcement sehingga
ia pun kembali.

19
c. Perilaku Diatur Sendiri (Self Regulated Behavior)
Bandura mengatakan bahwa perilaku manusia sebagian besar merupakan
perilaku yang diatur oleh dirinya sendiri (self-regulated behavior). Manusia
belajar suatu standar performa (performance standards), yang menjadi dasar
evaluasi diri. Apabila tindakan seseorang bisa sesuai atau bahkan melebihi standar
performa, maka ia akan dinilai positif, tetapi sebaliknya, bila dia tidak mampu
berperilaku sesuai standar, dengan kata lain performanya dibawah standar, maka
ia akan dinilai negatif.
Bandura berhipotesis bahwa manusia mengamati perilakunya sendiri,
mempertimbangkan perilaku terhadap kriteria yang disusunnya sendiri, kemudian
memberi reinforcement atau hukuman pada dirinya sendiri.Kita semua
mengetahui bila kita berbuat kurang daripada yang sebenarnya.Untuk dapat
membuat pertimbangan-pertimbangan ini, kita harus mempunyai harapan tentang
penampilan kita sendiri. Seorang siswa mungkin sudah merasa senang sekali
memperoleh 90% betul dalam suatu tes, tetapi anak yang lain mungkin masih
kecewa.
Hal yang menjadi pertanyaan ialah dimana kita memperoleh kriteria yang
kita gunakan untuk mempertimbangkan penampilan kita?Kadang-kadang
pertimbangan-pertimbangan ini kelihatannya timbul sendiri, seperti seorang
pelukis, seorang penulis, atau seorang guru, bekerja berulang kali untuk
memperoleh sebuah lukisan, suatu karangan, atau suatu pelajaran yang
baik.Namun, teori belajar sosial mengemukakan bahwa sebagian besar dari
kriteria yang kita miliki untuk penampilan kita, kita pelajari, seperti banyak hal-
hal yang lain, dari model-model dalam dunia sosial kita.
Kita belajar banyak dengan dihadapkan pada model-model. Bila kita
memperhatikan perilaku model, dan menciptakan kode-kode verbal atau kode-
kode khayalan bagi apa yang telah kita amati, kita akan belajar dari model itu.
Baik pengulangan terbuka maupun pengulangan tertutup menolong kita untuk
dapat memiliki perilaku baru yang kita pelajari.Pada suatu saat kita harus
mencoba mereproduksi perilaku model itu.Umpan balik untuk memperbaiki
diberikan jauh sebelum fase reproduksi belajar dari model-model, memunyai efek
yang kuat terhadap perilaku. Reinforcement dan hukuman yang ditimbulkan
20
sendiri secara lansung dan dialami secara vicarious, menentukan sejauh mana
perilaku yang baru ituakan ditampilkan.
Respon-respon kognitif kita terhadap perilaku kita sendiri mengizinkan kita
untuk mengatur perilaku kita sendiri.Dengan mengamati, kita mengumpulkan data
tentang respons-respons kita.Melalui standar-standar penampilan yang sudah
diinternalisasi, kerap kali dipelajari melalui observasi, kita pertimbangkan
perilaku kita.Dengan memberi hadiah atau menghukum kita sendiri, kita dapat
mengendalikan perilaku kita secara efektif.Kita tidak perlu dikendalikan oleh
kekuatan lingkungan atau keinginan yang dating dari dalam.Kita dapat belajar
menjadi manusia sosial yang berkepribadian.Dengan menerapkan gagasan-
gagasan teori belajar sosial pada diri kita sendiri, kita dapat menjadi guru dan
siswa yang lebih baik.
Selain itu, anggapan mengenai kecakapan diri (perceived self-efficacy)
juga berperan besar dalam perilaku yang diatur sendiri.Anggapan tentang
kecakapan diri ini adalah keyakinan seseorang bahwa dia mampu untuk
melakukan sesuatu.Dari anggapan ini, muncul motivasi orang untuk berprestasi
(apabila anggapannya positif) atau bahkan dimotivasi untuk melakukan suatu hal
(apabila anggapannya negatif). Terkadang, anggapan mengenai kecakapan diri
seseorang tidak sesuai dengan kecakapan diri sesungguhnya (real self-
efficacy).Seseorang terlalu yakin dia dapat melakukan sesuatu, tetapi pada
kenyataannya sebenarnya dia tidak mampu. Bila hal ini terjadi, maka orang akan
merasa frustasi dan rendah diri.
Jadi dapat disimpulkan bahwa teori belajr sosial merupakan perluasan
teori belajar prilaku. Prinsip belajar Bandura adalah usaha menjelaskan belajar
dalam situasi alami. Teroi belajar social disebut juga teori pembelajaran
observasional yang mengandung pengertian bahwa pembelajaran social
merupakan pembelajaran yang dilakukan ketika seseorang mengamati dan meniru
prilaku orang lain.
21
F. Kelemahan dan Kelebihan Teori Belajar Sosial Albert Bandura
a. Kelemahan Teori Belajar Sosial Albert Bandura
Teori pembelajaran Sosial Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam
teori behavioristik. Ini karena, teknik pemodelan Albert Bandura adalah mengenai
peniruan tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan
pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru. Selain itu juga, jika manusia
belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan
( modeling ), sudah pasti terdapat sebagian individu yang menggunakan teknik
peniruan ini juga akan meniru tingkah laku yang negative , termasuk perlakuan
yang tidak diterima dalam masyarakat.
b. Kelebihan Teori Belajar Sosial Albert Bandura
Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya ,
karena itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan
melalui system kognitif orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku
manusia bukan semata – mata reflex atas stimulus ( S-R bond), melainkan juga
akibat reaksi yang timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif
manusia itu sendiri.
Pendekatan teori belajar social lebih ditekankan pada perlunya conditioning
( pembiasan merespon ) dan imitation ( peniruan ). Selain itu pendekatan belajar
social menekankan pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari
perkembangan anak – anak. Penelitian ini berfokus pada proses yang menjelaskan
perkembangan anak – anak, faktor social dan kognitif.

H. Aplikasi Teori Belajar Sosial Terhadap Pembelajaran


1. Pembelajaran Matematika
Dalam mengajarkan tentang penjumlahan dan pengurangan garis bilangan
bulat, guru bisa memberikan materi dengan menggunakan media pola lantai yang
diperagakan oleh gurunya. Disini guru memperagakan cara untuk menjumlahkan
atau mengurangi bilangan dengan jelas kepada siswa. Selain itu, guru juga dapat
mengajak siswa untuk melakukan hal yang sama yang di contohkan oleh gurunya.
Dalam hal ini guru dapat mengajak siswa belajar sambil bermain.
22

2. Pembelajan IPA
Dalam materi pembiasan cahaya, guru dapat mendemonstrasikan
bahwa cahaya itu dapat dibiaskan. Guru mencotohkan dengan cara membiaskan
cahaya menyediakan gelas yang berisikan air dan didalamnya diberi batang pensil,
kemudian gelas tersebut disimpan di bawah sinar matahari. Setelah itu siswa
diajak untuk mengamati apa yang terjadi. Dari kegiatan tersebut, siswa bisa
mengetahui dan mengalami sendiri materi mengenai pembiasan cahaya.
3. Pembelajaran IPS
Dalam pelajaran sejarah misalnya dalam materi ”Manusia Purba”, guru
dapat mengajak siswa ke museum sejarah. Di museum guru dapat memberi tahu
dan mengajarkan kepada siswa tentang asal usul manusia purba dengan melihat
langsung peninggalan-peninggalan yang ada. Dari kegiatan tersebut, siswa dapat
mempelajari mengenai materi yang diajarkan dengan melihat langsung kejadian
asal-usulnya manusia purba, sehingga siswa dapat merasakan atau mengalami
secara langsung dan lebih bermakna.
4. Pembelajaran PKn
Dalam materi ”gemar menabung” guru atau orang tua bisa mengajarkan
atau membiasakan peserta didik untuk gemar menabung baik di rumah maupun di
sekolah. Dengan membiasakan gemar menabung, siswa akan terbiasa untuk hidup
hemat dalam kehidupan sehari-hari.
5. Pembelajaran
5. Pembelajaran Bahasa Indonesia
Ketika membahas materi mengenai pidato, guru dapat meminta siswa
untuk membacakan pidato di depan teman-temannya. Disini guru meminta siswa
untuk memperhatikan temannya yang sedang membacakan pidato didepan,
kemudian guru mengajak siswa untuk menganalisis mengenai pidato yang di
bacakan temannya. Setelah itu guru meminta siswauntuk bergiliran membacakan
pidato.

II.
23
Teori Balajar Ivan Pavlov
A. Makna Teori Belajar Pavlov
Pada dasarnya teori pembelajaran sosial merupakan perluasan dari teori
belajar behaviourisme. Teori pembelajaran sosial juga di dasarkan pada
pengakuan penting pembelajaran pengamatan dan pembelajaran pengaturan diri.
Hal tersebut sangat berkaitan erat dengan teori belajar behaviouristik (behavioral
learning theorities) yang terpusat pada cara yang dengan cara itu konsekuensi
prilaku yang menyenangkan atau tidak menyenangkan mengubah prilaku
seseorang lama-kelamaan dan cara ketika seseorang mencontohkan prilakunya
kepada orang lain. Teori behavioristic ini tentnya akan berpengaruh terhadap teori
pembelajaran social yang lebih menekankan kepada teori pengkondisian yang
pertama kali sangat terkenla yaitu teori pengkondisian klasik yang di perkenalkan
oleh ilmuan Rusia Ivan Pavlov pada akhir tahun 1800-an dan awal 1900-an.
Saat itu Pavlov mengadakan riset mempelajari proses pencernaan anjing.
Pavlov memperhatikan perubahan waktu dan kadar pengeluaran air liru hewan ini.
Dia mengamati bahwa, jika tepung daging di letakan didalam atau dekat mulut
anjing yang lapar, hewan tersebut akan mengeluarkan air liur. Karena tepung
daging membangkitkan tanggapan ini dengan otomatis, tanpa satupun pelatihan
atau pengkondisian sebelumnya, maka tepung daging tersebut disebut rangsangan
tanpa pengkondisian. Sama halnya, karena pengeluaran air liru terjadi otomatis
dengan kehadiran daging, yang juga tanpa memerlukan sedikitpun pelatihan atau
pengalaman, tanggapan pengeluaran air liur ini disebut tanggapan tanpa
pengkondisian.
Sementara daging tersebut akan menghasilkan air liur tanpa sedikitpun
pengalaman atau pelatihan sebelumnya, seperti lonceng, tidak akan menghasilkan
air liur. Karena tidak mempunyai dampak pada tanggapan tersebut, rangsangan ini
disebut rangsangan netral. Eksperimen Pavlov memperlihatkan bahwa apabila
rangsangan netral sebelumnya dipasangkan dengan rangsangan tanpa
pengkondisian, rangsangan netral tersebut menjadi rangsangan pengkondisian dan
memperoleh kekuatan untuk mendorong tanggapan yang mirip dengan apa yang
dihasilkan rangsangan tanpa pengkondisian tadi. Dengan kata lain setelah lonceng
dan anjing mengeluarkan air liur. Proses ini disebut pengkondisian klasik.
24
Dengan kata lain proses yang dilakukan secara berulang-ulang akan
menhubungkan rangsangan netral sebelumnya dengan rangsangan tanpa
pengkondisian guna membangkitkan tanggapan pengkondisian. Hal ini berkaitan
dengan proses belajar siswa, apabila siswa berasa dalam lingkungan yang
mendukung baik itu lingkungan sekolah, keluarga bahkan masyarakat yang
mendukung siswa itu untuk belajar salah satu halnya dengan pemberian motivasi
dan rangsangan yang positif dalam membantu atau memberikan yang positif pula
dalam dirinya, namun hal ini harus dilakukan secra berulang agar proses tersebut
tertanam dalam dirinya sehingga menjadi suatu kebiasaan pada siswa tersebut.

B. Eksperimen Pavlov
Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari gambar diatas:

Gambar pertama. Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka
secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).
Gambar kedua. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau
mengeluarkan air liur.
25
Gambar ketiga. Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah
makanan (UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing
akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan.
Gambar keempat. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka
ketika anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom
anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
Dalam ekperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku anjing
agar ketika bunyi bel di berikan ia akan merespon dengan mengeluarkan air liur
walapun tanpa diberikan makanan. Karena pada awalnya (gambar 2) anjing tidak
merespon apapun ketika mendengar bunyi bel. Jika anjing secara terus menerus
diberikan stimulus berupa bunyi bel dan kemudian mengeluarkan air liur tanpa
diberikan sebuah hadiah berupa makanan. Maka kemampuan stimulus terkondisi
(bunyi bel) untuk menimbulkan respons (air liur) akan hilang. Hal ini disebut
dengan extinction atau penghapusan.
Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses
akuisisi dan penghapusan sebagai berikut:

1. Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui


kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. Contoh:
makanan
2. Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral
dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi bel
adalah stimulus netral yang di pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi
berupa makanan.
3. Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara
otonom atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur
4. Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari
penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat
penggabungan bunyi bel dengan makanan.

Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku
sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks
yang terjadi setelah adanya proses kondisioning (conditioning process) di mana
refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak
berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang berkondisi. Dengan kata
lain,
26
gerakan-gerakan refleks itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat
latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu
refleks wajar (unconditioned refleks)-keluar air liur ketika melihat makanan yang
lezat dan refleks bersyarat atau refleks yang dipelajari (conditioned refleks)-keluar
air liur karena menerima atau bereaksi terhadap suara bunyi tertentu.
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:

1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut.


Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya
berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut.
Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu
didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya
akan menurun
Demikianlah maka menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu
proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang
kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang itu
belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam
belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan yang continue
(terus-menerus). Yang diutamakan dalm teori ini adalah hal belajar yeng terjadi
secara otomatis.

C. Prinsip Utama dalam Eksperimen Ivan Pavlov


Ada empat prinsip utama dalam eksperimen Ivan Pavlov, antara lain:
1. Fase Akuisisi
Fase akuisisi merupakan fase belajar permulaan dari respons kondisi. Sebagai
contoh, anjing ‘belajar’ mengeluarkan air liur karena pengkondisian
suara lonceng. Beberapa faktor dapat mempengaruhi kecepatan conditioning
selama fase akuisisi. Faktor yang paling penting adalah urutan dan waktu stimuli.
Conditioning terjadi paling cepat ketika stimulus kondisi (suara lonceng)
mendahului stimulus utama (makanan)
27
dengan selang waktu setengah detik. Conditioning memerlukan waktu lebih
lama dan respons yang terjadi lebih lemah bila dilakukan penundaan yang lama
antara pemberian stimulus kondisi dengan stimulus utama. Jika stimulus kondisi
mengikuti stimulus utama, sebagai contoh, jika anjing menerima makanan
sebelum lonceng berbunyi maka conditioning jarang terjadi.
2. Fase Eliminasi (Extintion)
Dalam ekperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku anjing agar
ketika bunyi bel di berikan ia akan merespon dengan mengeluarkan air liur
walapun tanpa diberikan makanan. Karena pada awalnya, anjing tidak merespon
apapun ketika mendengar bunyi bel. Jika anjing secara terus menerus diberikan
stimulus berupa bunyi bel dan kemudian mengeluarkan air liur tanpa diberikan
sebuah hadiah berupa makanan. Maka kemampuan stimulus terkondisi (bunyi bel)
untuk menimbulkan respons (air liur) akan hilang. Hal ini disebut dengan
extinction atau penghapusan.
3. Fase Generalisasi
Setelah seekor hewan telah ‘belajar’ respons kondisi dengan satu stimulus, ada
kemungkinan juga ia merespons stimuli yang sama tanpa latihan lanjutan. Jika
seorang anak digigit oleh seekor anjing hitam besar, anak tersebut bukan hanya
takut kepada anjing tersebut, namun juga takut kepada anjing yang lebih besar.
Fenomena ini disebut generalisasi. Stimuli yang kurang intens biasanya
menyebabkan generalisasi yang kurang intens. Sebagai contoh, anak tersebut
ketakutannya menjadi berkurang terhadap anjing yang lebih kecil.
4. Fase Diskriminasi
Kebalikan dari generalisasi adalah diskriminasi. Kalau generalisasi merujuk
pada tendensi untuk merespons sejumlah stimuli yang terkait dengan respons yang
dipakai selama training. Diskriminasi mengacu pada tendensi untuk merespons
sederetan stimuli yang amat terbatas atau hanya pada stimuli yang digunakan
selama training saja. Ketika seorang individu belajar menghasilkan respons
kondisi pada satu stimulus dan tidak dari stimulus yang sama namun kondisinya
berbeda. Sebagai contoh, seorang
28
anak memperlihatkan respons takut pada anjing galak yang bebas, namun
mungkin memperlihatkan rasa tidak takut ketika seekor anjing galak diikat atau
terkurung dalam kandang.
D. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Pavlov
Kelebihan dari teori Ivan Pavlov ini adalah individu tidak menyadari
bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya. Hal ini sangat
membantu dan memudahkan pendidik dalam dunia pendidikan untuk melakukan
pembelajaran terhadap peserta didiknya.
Kelemahan dari teori Ivan Pavlov ini ialah, teori ini menganggap bahwa
belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis, keaktifan dan penentuan pribadi
dalam tidak dihiraukannya. Peranan latihan/kebiasaan terlalu ditonjolkan.
Sedangkan kita tahu bahwa dalam bertindak dan berbuat sesuatu, manusia tidak
semata-mata tergantung kepada pengaruh dari luar. Aku atau pribadinya sendiri
memegang peranan dalam memilih dan menentukan perbuatan dan reaksi apa
yang akan dilakukannya. Teori Conditioning ini memang tepat kalau kita
hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia, teori ini hanya dapat kita
terima dalam hal-hal belajar tertentu saja. Umpamanya dalam belajar yang
mengenai skills (kecekatan-kecekatan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada
anak-anak kecil.

E. Aplikasi Teori Belajar Pavlov dalam Pembelajran


1. Pembelajaran IPA
Dalam pembelajaran IPA, sesedah menggunakan kelas untuk kegiatan
belajar, guru dapat membagi kelompok piket kelas secara bergiliran. Berdasarkan
hal tersebut, guru telah membiasakan siswa untuk menjaga kebersihan kelas.
Dengan begitu, siswa akan terbiasa membersihkan kelas setelah kegiatan belajar
berlangsung.
29
2. Pembelajaran PKn
Dalam mengajarkan kedisiplinan kepada siswa, sebelum memasuki kelas
guru dapat membiasakan siswa untuk perikasa kedisiplinan terlebih dahulu seperti
membiasakan memerikasa kuku siswa, pakaian dan lain sebagainya. Dengan
kegiatan seperti itu siswa akan termotivasi untuk hidup bedisiplin.
3. Pembelajaran B.Indonesia
Dalam pembelajaran materi mengenai “Puisi” biasanya siswa sulit untuk
membuat puisi. Berdasarkan hal tersebut, guru bisa membawa siswa ke
lingkungan luar atau alam, dengan kegiatan tersebut guru bisa mengarahkan siswa
untuk mau mengembangkan inspirasinya dalam membuat puisi.
4. Pembelajaran IPS
Dalam pembelajaran IPS, siswa bisa dibiasakan untuk berdiskusi dalam
menyelesaikan permasalahan kehidupan sehari-hari atau dalam bermusyawarah.
Dengan demikian siswa akan mampu terbiasa dengan hal tersebut.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar menurut
Pavlov adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:

1. Mementingkan pengaruh lingkungan


2. Mementingkan bagian-bagian
3. Mementingkan peranan reaksi
4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur
stimulus respon
5. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
7. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma
Pavlov akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga
tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru.
Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-
contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun
secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan
pencapaian suatu keterampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang
dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan
latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.
Hasil yang diharapkan dari penerapan teori belajar Pavlov ini adalah tebentuknya
suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan
positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif.Evaluasi
atau penilaian
30
didasari atas perilaku yang tampak. Kritik terhadap teori belajar Pavlov adalah
pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifaat mekanistik, dan hanya
berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori Pavlov
mempunyai persyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak
setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan
guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi
behavioristik.
Metode Pavlov ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan,
spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan
bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan
sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung
seperti diberi permen atau pujian.

III. Teori Belajar David A. Kolb


A. Gaya Belajar Menurut David A. Kolb
David A Kolb adalah seorang filosof yang beraliran humanistic. Dimana
aliran ini lebih melihat pada sisi perkembangan manusia. Pendekatan ini melihat
kejadian, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal
yang positif. Kemampuan yang bersifat positif ini yang di sebut dengan potensi
manusia. Para pendidik yang beraliran humanism biasanya memfokuskan
pengajaran pada pembangunan kemampuan positif ini. Kemampuan positif ini
erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain
afektif.
31
David Kolb mengemukakan adanya empat kutub yang terlihat diatas, antara lain:
a. Kutub Perasaan/feeling (Concrete Experience)
Anak belajar melalui perasaan, dengan menekankan segi-segi pengalaman
kongkret, lebih mementingkan relasi dengan sesama dan sensitivitas terhadap
perasaan orang lain. Dalam proses belajar, anak cenderung lebih terbuka dan
mampu beradaptasi terhadap perubahan yang dihadapinya.
b. Kutub Pemikiran/thinking (Abstract Conceptualization)
Anak belajar melalui pemikiran dan lebih terfokus pada analisis logis dari ide-ide,
perencanaan sistematis, dan pemahaman intelektual dari situasi atau perkara yang
dihadapi. Dalam proses belajar, anak akan mengandalkan perencanaan sistematis
serta mengembangkan teori dan ide untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
c. Kutub Pengamatan/watching (Reflective Observation)
Anak belajar melalui pengamatan, penekanannya mengamati sebelum menilai,
menyimak suatu perkara dari berbagai perspektif, dan selalu menyimak makna
dari hal-hal yang diamati. Dalam proses belajar, anak akan menggunakan pikiran
dan perasaannya untuk membentuk opini/pendapat.
d. Kutub Tindakan/doing (Active Experimentation)
Anak belajar melalui tindakan, cenderung kuat dalam segi kemampuan
melaksanakan tugas,berani mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain
lewat perbuatannya. Dalam proses belajar, anak akan menghargai keberhasilannya
dalam menyelesaikan pekerjaan, pengaruhnya pada orang lain, dan prestasinya.
Menurut Kolb, tidak ada individu yang gaya belajarnya secara mutlak
didominasi oleh salah satu saja dari kutub tadi. Yang biasanya terjadi adalah
kombinasi dari dua kutub dan membentuk satu kecenderungan atau orientasi
belajar. Empat kutub di atas membentuk empat kombinasi gaya belajar. Pada
model di atas, empat kombinasi gaya belajar diwakili oleh angka I hingga IV,
dengan penjelasan seperti di bawah ini:
32
1. Gaya Diverger
Kombinasi dari perasaan dan pengamatan (feeling and watching). Anak dengan
tipe Diverger unggul dalam melihat situasi kongkret dari banyak sudut pandang
yang berbeda. Pendekatannya pada setiap situasi adalah "mengamati" dan bukan
"bertindak". Anak seperti ini menyukai tugas belajar yang menuntutnya untuk
menghasilkan ide-ide (brainstorming), biasanya juga menyukai isu budaya serta
suka sekali mengumpulkan berbagai informasi.
2. Gaya Assimillator
Kombinasi dari berpikir dan mengamati (thinking and watching). Anak dengan
tipe Assimilator memiliki kelebihan dalam memahami berbagai sajian informasi
serta merangkumkannya dalam suatu format yang logis, singkat, dan jelas.
Biasanya anak tipe ini kurang perhatian pada orang lain dan lebih menyukai ide
serta konsep yang abstrak, mereka juga cenderung lebih teoritis.
3. Gaya Converger
Kombinasi dari berfikir dan berbuat (thinking and doing). Anak dengan tipe
Converger unggul dalam menemukan fungsi praktis dari berbagai ide dan teori.
Biasanya mereka punya kemampuan yang baik dalam pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan. Mereka juga cenderung lebih menyukai tugas-tugas
teknis (aplikatif) daripada masalah sosial atau hubungan antar pribadi.
4. Gaya Accomodator
Kombinasi dari perasaan dan tindakan (feeling and doing). Anak dengan tipe
Accommodator memiliki kemampuan belajar yang baik dari hasil pengalaman
nyata yang dilakukannya sendiri. Mereka suka membuat rencana dan melibatkan
dirinya dalam berbagai pengalaman baru dan menantang. Mereka cenderung
untuk bertindak berdasarkan intuisi/dorongan hati daripada berdasarkan analisa
logis. Dalam usaha memecahkan masalah, mereka biasanya mempertimbangkan
faktor manusia (untuk mendapatkan masukan/informasi) dibanding analisa teknis.
33

Menyimak berbagai gaya belajar di atas, sebagai guru perlu kiranya kita
tetap sensitif terhadap strategi belajar kita sendiri, yang mungkin sama atau sama
sekali berbeda dengan orientasi belajar peserta didik di kelas. Perbedaan itu dapat
menimbulkan kesulitan dalam kegiatan belajar-mengajar (dalam interaksi,
komunikasi, kerjasama, dan penilaian). Jika mengajar kita pahami sebagai
kesempatan membantu peserta didik untuk belajar, maka kita harus berusaha
membantu mereka memahami "Style of Learning"nya, dengan tujuan
meningkatkan segi-segi yang kuat dan memperbaiki sisi-sisi yang lemah dari
padanya.
Pada tahap paling dini dalam proses belajar, seorang siswa hanya mampu
sekedar ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum mempunyai kesadaran tentang
hakikat kejadian tersebut. Dia pun belum mengerti bagaimana dan mengapa suatu
kejadian harus terjadi seperti itu. Ini lah yang terjadi pada tahap pertama proses
belajar. (Hamzah B. Uno, 2008:15).
Pada tahap kedua, siswa tersebut lambat laun mampu mengadakan observasi
aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.
Inilah yang kurang lebih terjadi pada tahap pengamatan aktif dan
reflektif. (Hamzah B. Uno, 2008:15).
Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau ”teori”
tentang suatu hal yang pernah diamatinya. Pada tahap ini, siswa diharapkan sudah
mampu untuk membut aturan-aturan umum (generalisasi) dari berbagai contoh
kejadian yang meskipun tampak berbeda-beda, tetapi mempunyai landasan aturan
yang sama. (Hamzah B. Uno, 2008:15).
Pada tahap akhir (eksperimentasi aktif), siswa sudah mampu
mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi yang baru. Dalam dunia
matematika misalnya, siswa tidak hanya memahami ”asal-usul” sebuah rumus,
tetapi ia juga mampu memakai rumus tersebut untuk memecahkan suatu masalah
yang belum ia temui sebelumnya. (Hamzah B. Uno, 2008:15).
34
Menurut David A. Kolb, siklus belajar semacam itu terjadi secara
berkesinambungan dan berlangsung diluar kesadaran siswa. Dengan kata lain,
meskipun dalam teorinya kita mampu membuat garis tegas antara tahap satu
dengan tahap lainnya, namun dalam praktik peralihan dari satu tahap ke tahap
lainnya itu seringkali begitu saja, sulit kita tentukan kapan beralihnya. (Hamzah
B. Uno, 2008:15). Dari teori yang diungkapkan oleh Kolb menunjukkn bahwa
anak dapat melakukan proses pemahaman terhadap teks dan konteks yang ada
dihadapannya dapat diserap dengan baik, bila teks dan konteks yang disodorkan
semakin konkrit.

B. Aplikasi Teori Belajar A. Kolb dalam Pembelajaran


1. Pembelajaran PKn
Dalam pembelajaran di kelas guru membiasakan anak untuk menerapkan 3S
(senyum, salam dan sapa) baik itu ketika bertemu dengan guru baik itu
dilingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
2. Pembelajaran IPS
Contohnya didalam satu kela, ada anak yang berasal dari keluarga
berada dan anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Peran seorang
guru disini harus menanamkan sikap pada diri anak. Bahwa dalam bergaul kita
tidak boleh memandang status social dalam arti membeda-bedakan. Kita harus
bersikap baik kepada sesame, diharapkan nantinya anak dapat mengerti
bagaimana bermasyarakat yang baik.

Teori belajar David A. Kolb lebih melihat pada sisi perkembangan


manusia. Teori ini dapat diaplikasikan dengan bidang studi IPS, PKn, IPAdimana
dalam pembelajaran anak dapat melihat sekitar lingkungannya baik itu dalam hal
ekonomi, social dan kependudukan. Dalam bidang PKn, mendidik anak menjadi
warga masyarakat yang baik dapat dilakukan dari berbagai media massa, internet
dan didikan keluarga yang positif agar dapat memudhkan anak dalam mengikuti
arus globalisasi. Dalam bidang IPS menjadikan anak melakukan hal-hal yang
positif pada dirinya dapat dilakukan dengan cara melihat kejadian-kejadia yang
terjadi di masyarakat yang mengajarkan artinya persaudaraan, bermasyarakat yang
baik, dan berinteraksi dengan sesama manusia. Dalam bidang IPA, anak dapat
diajak melihat kejadian bencana banjir secara langsung. Dalam hal ini guru harus
menuntun siswaagar siswa mampu berfikir kritis hal apa sajakah yang dapat
menyebabkan banjir itu terjadi. Sehingga anak akan mengetahui sendiri penyebab
dari kejadian tersebut.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Teori belajr sosial merupakan perluasan teori belajar prilaku. Prinsip belajar
Bandura adalah usaha menjelaskan belajar dalam situasi alami. Teroi belajar
social disebut juga teori pembelajaran observasional yang mengandung pengertian
bahwa pembelajaran social merupakan pembelajaran yang dilakukan ketika
seseorang mengamati dan meniru prilaku orang lain. Menurut teori belajar social,
belajar merupakan interaksi segitiga yang saling berpengaruh dan mengikat antara
lingkungan, factor-faktor personal dan tingkah laku yang meliputi proses-proses
kognitif belajar.
2. Menurut teori belajar Pavlov (conditioning), belajar adalah suatu perubahan yang
terjadi karena adanya syarat-syarat (condition) yang kemudian menimbulkan
reaksi (respons). Dengan kata lain, untuk menjadikan seseorang itu belajar
haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting menurut teori ini
adalah adanya latihan-latihan yang continue (terus-menerus), dan belajar terjadi
secara otomatis.
3. Teori belajar David A. Kolb menekankan bahwa belajar itu terdiri dari empat
kutub yaitu: perasaan, pemikiran, pengamatan dan tindakan. Dalam belajar,
biasanya terjadi kombinasi dari dua kutub dan membentuk suatu kecenderungan
atau orientasi belajar. Empat kutub tersebut, kemudian membentuk empat
kombinasi gaya beajar.

B. Saran
35
Sebagai seorang pendidik tentunya kita harus bias mengenal karakteristik pesera
didik kita agar dapat dengan mudah kita mengetahui tipe pembelajaran yang
seperti apa yang sebaiknya digunakan oleh peserta didik kita. Selain itu
berdasarkan teori pembelajar social, tentunya seorang pendidik haus bias
mengkolaborasikan berbagai teori belajar yang ada. Karena pada hakikatnya teori
belajar social merupakan perluasan dari berbagai teori-teori belajar social lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Endriani, Ani S.Pdi, MA. 2011. Faktor-Mempengaruhi-Sikap-Sosial.
http://aniendriani.blogspot.com. Diakses pada tanggal 3 februari 2015.
Anonim. 2010. Teori Belajar Sosial.http://depe.blog.uns.ac.id.Diakses pada tanggal 3
Februari 2015.
Mutmainah, Latief. 2012. Teori Belajar Sosial.
https://mutmainnahlatief.wordpress.com/2012/01/17/teori-belajar-sosial/. Diakses
tanggal 3 Februari 2015.
Anonim. 2013. Teori Belajar Sosial Albert Bandura.
http://psycholocious.blogspot.com/2013/02/teori-belajar-sosial-albert-
bandura.html. Diakses pada tanggal 3Februari 2015.

2.4 Contoh Aplikasi Teori Belajar Sosial


Contoh aplikasi teori belajar Bandura adalah ketika seorang anak belajar
untuk mengendarai sepeda. Ditahap perhatian, si anak akan tertarik mengamati
para pengendara sepeda dibanding dengan orang yang melakukan aktifitas lain
yang dia anggap kurang menarik. Oleh karena itu, ia akan mengamati bagaimana
seseorang mengayuh sepeda. Selanjutnya pada tahap penyimpanan dalam ingatan
si anak akan tersimpan bahwa bersepeda itu menyenangkan dan suatu saat jika
waktunya tepat ia akan meminta ayahnya (semisal) untuk mengajarinya
mengendarai sepeda. Semuanya itu kemudian dilaksanakan pada tahap reproduksi
di mana si anak kemudian benar-benar belajar mengendarai sepeda bersama sang
ayah. Ketika anak itu sudah berhasil, di sinilah tugas sang ayah untuk memberi
reward sebagai bentuk apresiasi atas keberhasilan sang anak sekaligus merupakan
tahap motivasi. Beberapa contoh lain dijelaskan dalam poin-poin berikut:
 Iklan mie instan, di iklan tersebut diperlihatkan seseorang yang sedang melihat
orang lain makan mie instan dengan nikmatnya, membuatnya pada akhirnya
makan mie instan yang sama.
 Melihat kecelakaan di konser sebuah band nasional yang mengakibatkan
seseorang meninggal, seorang pemudi yang tadinya hendak menonton konser
band tersebut di kotanya menggagalkan niatnya.
 Iklan sebuah pasta gigi memperlihatkan seorang anak yang meniru kebiasaan
ayahnya makan, ribut sendiri karena menonton bola, dan cara ayahnya menggosok
gigi.
 Seorang balita yang kecanduan rokok dan berkata kasar karena lingkungan
(orang-orang dewasa) sekitar terbiasa merokok dan berkata kasar.
 Seorang anak melompat dari lantai 4 sebuah rumah susun dengan menggunakan
seprai setelah melihat film superhero.
 Sosialisasi penggunaan helm dan mengendarai motor yang baik menggunakan
suatu film pendek yang mengilustrasikan seorang pemuda yang naik motor ugal-
ugalan dan tidak memakai helm, berakibat fatal; kaum muda yang melihatnya
menggunakan helm dan berkendara aman tak hanya untuk menghindari ditilang
polisi, tetapi untuk mengamankan dirinya.
 Serangkaian novel yang bercerita tentang percintaan vampir dengan manusia
menjadi bestseller, memacu penulis lain untuk menulis novel-novel yang bercerita
tentang percintaan vampir-manusia.

Вам также может понравиться