Вы находитесь на странице: 1из 14

2.

1 Masalah-masalah Siswa di Sekolah

Apakah yang dimaksud “masalah” (persoalan, problema)? Masalah ialah suatu yang
menghambat, merintangi, mempersulit bagi orang dalam usahanya mencapai sesuatu. Bentuk
konkrit dari hambatan/rintangan itu dapat bermacam-macam, misalnya godaan, gangguan dari
dalam atau dari luar, tantangan yang ditimbulkan oleh situasi hidup. Masalah yang timbul dalam
kehidupan siswa di sekolah beraneka ragam, diantaranya sebagai berikut:

1. 1. Masalah Perkembangan Individu

Perkembangan dapat berhasil dengan baik, jika factor-faktor tersebut bisa saling melengkapi.
Untuk mencapai perkembangan yang baik harus ada asuhan terarah. Asuhan dalam
perkambangan dengan melalui proses belajar sering disebut pendidikan.

Tugas-tugas perkembangan ini berkaitan dengan sikap, perilaku atau keterampilan yang
seyogianya dimiliki oleh individu, sesuai dengan usia atau fase perkembangannya. Hurlock
(1982) mengemukakan bahwa tugas-tugas perkembangan merupakan social expectations
(harapan-harapan sosial masyarakat). Dalam arti setiap kelompok budaya mengharapkan para
anggotanya menguasai keterampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang
disetujui bagi berbagai usia sepanjang rentang kehidupan.

Munculnya tugas-tugas perkembangan bersumber pada faktor-faktor berikut.

1. Kematangan Fisik, misalnya (1) belajar berjalan karena kematangan otot-otot kaki, dan
(2) belajar bergaul dengan lawan jenis kelamin yang berbeda pada masa remaja, karena
kematangan hormone seksual.
2. Tuntutan Masyarakat secara Kultural, misalnya (1) belajar membaca, (2) belajar menulis,
(3) belajar berhitung, dan (4) belajar berorganisasi.
3. Tuntutan dari Dorongan dan Cita-cita Individu itu sendiri, misalnya (1) memilih
pekerjaan, dan (2) memilih teman hidup.
4. Tuntutan Norma Agama, misalnya (1) taat beribadah kepada Allah, dan (2) berbuat baik
kepada sesama manusia.

1. 2. Masalah Perbedaan Individu

Mengingat bahwa yang menjadi tujuan pendidikan adalah perkembangan yang optimal dari
setiap individu, maka masalah perbedaan individu ini perlu mendapat perhatian dalam pelayanan
pendidikan. Dengan kata lain sekolah hendaknya memberikan pelayanan kepada para siswa
secara individual sesuai dengan keaunikan masing-masing. Usaha melayani siswa secara
individual ini dapat diselenggarakan melalui program bimbingan dan konseling.
Beberapa segi perbedaaan individual yang perlu mendapat perhatian diantaranya ialah perbedaan
dalam :

– Kecerdasan

– Prestasi belajar

– Sikap dan kebiasaan belajar

– Motivasi belajar

– Temperamen

– Karakter

– Minat

– Ciri- ciri fisik

– Cita- cita

– Kemampuan dalam komunikasi atau berhubungan interpersonal

– Kemandirian

– Kedisiplinan, dan

– Tangung jawab

Untuk memahami karakteristik diatas, dapat dilakukan melalui teknik tes dan non tes. Teknik tes
meliputi psikotes dan tes prestasi belajar. Sementara teknik non-tes meliputi angket, wawancara,
observasi, sosiometri, autobiografi dan catatan anekdot. Data tentang keragaman atau perbedaan
tersebut akan besar sekali manfaatnya bagi usaha layanan bimbingan dan konseling.
1. 3. Masalah Kebutuhan Individu

Kebutuhan merupakan dasar timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena
ada dorongan untuk memenuhi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan ini sifatnya mendasar bagi
kelangsungan hidup individu itu sendiri. Jika individu berhasil dalam memenuhi kebutuhannya,
maka dia akan merasa puas, dan sebaliknya kegagalan dalam memenuhi kebutuhan ini akan
banyak menimbulkan masalah baik bagi dirinya maupun bagi lingkungan.

Pada umumnya secara psikologis dikenal ada dua jenis kebutuhan dalam diri individu yaitu
kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis. Beberapa diantara kebutuhan-kebutuhan
yang harus kita perhatikan ialah kebutuhan:

1. memperoleh kasih sayang;


2. memperoleh harga diri;
3. untuk memperoleh pengharapan yang sama;
4. ingin dikenal;
5. memperoleh prestasi dan posisi;
6. untuk dibutuhkan orang lain;
7. merasa bagian dari kelompok;
8. rasa aman dan perlindungan diri;
9. untuk memperoleh kemerdekaan diri.

Hirarki kebutuhan itu meliputi

1. Kebutuhan Biologis

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling dasar. Kebutuhan ini berfungsi
mempertahankan hidupnya secara fisik yaitu kebutuhan akan makan,minuman, seks, istirahat
dan oksigen. Tidak terpenuhinya kebutuhan ini akan menyebabkan kematian.

2. Kebutuhan Rasa Aman

Kebutuhan ini sangat penting bagi setiap orang, baik anak remaja maupun dewasa. Pada anak
kebutuhan akan rasa aman ini Nampak dengan jelas, sebab mereka suka mereaksi secara
langsung sesuatu yang mengancam dirinya. Agar kebutuhan anak akan rasa aman ini terpenuhi,
maka perlu diciptakan iklim kehidupan yang memberikan kebebasan (freedom) untuk
berekspresi.

3. Kebutuhan akan Pengakuan dan Kasih Sayang

Kebutuhan ini dapat diekspresikan dalam berbagai cara seperti persaudaraan, persahabatan, atau
pergaulan yang lebih luas. Melalui kebutuhan ini seseorang mencari pengakuan dan curahan
kasih saying dari orang lain, baik dari orangtua, saudara, guru, pimpinan, teman, atau orang
dewasa lainnya.

4. Kebutuhan akan Penghargaan

Jika seseorang telah merasa diakui, maka dia akan mengembangkan kebutuhan akan perasaan
berharga. Kebutuhan ini meliputi dua kategori yaitu:

1) Harga diri (self esteem) yang meliputi: kepercayaan diri, kompetensi, kecukupan, prestasi
dan kebebasan

2) Penghargaan dari orang lain(esteem from oher people) yang meliputi: pengakuan,
perhatian, prestise, respek dan kedudukan (status)

Memperoleh kepuasan dari kebutuhan ini memungkinkan seseorang memiliki rasa percaya diri
akan kemampuan dan penampilannya menjadi kompeten dan produktif dalam semua aspek
kehidupan. Sebaliknya apabila seseorang mengalami kegagalan, atau mengalami “lack of self-
esteem” maka dia akan mengalami perasaan rendah diri (inferior), tak berdaya, tak bersemangat,
dan kurang percaya diri akan kemampuannya untuk mengatasi masalah kehidupan yang
dihadapinya.

1. Kebutuhan Kognitif

Rasa ingin tahu ini biasanya terhambat perkembangannya oleh lingkungan yang terlalu
membatasi atau otoriter, baik dilingkungan keluarga maupun sekolah. Kegagalan dalam
memenuhi kebutuhan ini akan menghambat pencapaian perkembangan kepribadian secara
penuh. Menurut Maslow, rasa ingin tahu ini merupakan ciri mental yang sehat. Kebutuhan
kognitif ini diekspresikan sebagai kebutuhan untuk memahami, menganalisis, mengevaluasi,
menjelaskan, mencari sesuatu atau suasana baru, dan meneliti.

2. Kebutuhan Estetik

Kebutuhan estetik (order & beauty) merupakan ciri orang yang sehat mentalnya. Melalui
kebutuhan inilah, manusia dapat mengembangkan kreativitasnya dalam bidang seni (seperti
lukis, rupa, patung, dan grafis), arsiektur, tata busana, tata boga, dan tata rias

3. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Kebutuhan ini merupkan puncak dari hierarki kebutuhan manusia, yaitu perwujudan potensi dan
kapabilitas secara penuh. Walaupun kebutuhan lainnya terpenuhi, namun apabila kebutuhan ini
tidak terpenuhi, dalam arti seseorang itu tidak dapat mengembangkan kemampuan atau
potensinya secara penuh, maka dia akan mengalami kegelisahan, ketidaknyamanan atau frustasi.
Contoh: jika seseorang memiliki kemampuan potensial dalam bidang musik, tetapi dia disuruh
bekerja sebagai akuntan maka dia akan mengalami kegagalan dalam mengaktualisasikan dirinya.
Pengenalan terhadap jenis dan tingkat kebutuhan seseorang (siswa/mahasiswa) sangat diperlukan
bagi usaha membantu mereka. Program bimbingan dan konseling merupakan salah satu usaha
untuk membantu para siswa untuk memenuhi kebutuhannya secara wajar dan sesuai norma yang
berlaku.

1. Masalah Penyesuaian Diri dan Kesehatan Mental

Banyak cara yang dapat ditempuh individu untuk memenuhi kebutuhannya, baik secara yang
wajar maupun yang tidak wajar, cara yang disadari maupun cara yang tidak disadari. Yang
penting untuk dapat memenuhi kebutuhan ini, indiviidu harus dapat menyesuaikan antar
kebutuhan dengan segala kemungkinan yang ada dalam lingkungan, disebut sebagai proses
penyesuaian diri. Individu harus dapat menyesuaikan diri dengan berbagai lingkungan baik
lingkungan sekolah, rumah maupum masyararakat.

2. Penyesuaian Normal

seseorang itu dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang normal, yang baik (well
adjustment) apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar,
tidak merugikan diri-sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma agama.

3. Penyesuaian Menyimpang

Penyesuaian diri yang menyimpang atau tidak normal merupakan proses pemenuhan kebutuhan
atau upaya pemecahan masalah dengan cara-cara yang tidak wajar atau bertentangan dengan
norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.. Penyesuaian yang menyimpang atau tingkah laku
abnormal ini ditandai dengan respon-respon berikut.

1) Reaksi Bertahan

Orang yang berusaha mempertahanan diri sendiri, seolah-olah tidak mengalami kegagalan,
menutupi kegagalan, atau menutupi kelemahan dirinya sendiri dengan cara-cara atau alasan
tertentu. Bentuk reaksi ini diantaranya:

1. Konpensasi : menutupi kelemahan dalam satu hal, dengan cara mencari kepuasan pada
bidang lain.
2. Sublimasi : menutupi atau mengganti kelemahan atau kegagalan dengan cara atau
kegiatan yang mendapatkan pengakuan (sesuai dengan nilai-nilai) masyarakat.
3. Proyeksi : melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain.
Mekanisme pertahanan diri ini dilatarbelakangi oleh dasar-dasar psikologis. Masing-masing
dasar-dasar psiklogis itu akan dibahas dalam uraian berikut.

a) Perasaan Rendah Diri

Inferioritas ini dapat diartikan sebagai perasaan atau sikap yang pada umumnya tidak disadari
yang berasal dari kekurangan diri, baik secara nyata maupun maya (imajinasi)

Inferioritas ini menimbulkan gejala-gejala sikap dan perilaku berikut.

1. Peka (merasa tidak senang) terhadap kritikan orang lain.


2. Sangat senang terhadap pujian atau penghargaan.
3. Senang mengkritik atau mencela orang lain.
4. Kurang senang untuk berkompetisi
5. Cenderung senang menyendiri

Berkembangnya sikap inferioritas ini dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu sebagai berikut.

1. Kondisi fisik: lemah, kerdil, cacat, tidak berfungsi, atau wajah yang tidak menarik.
2. Psikologis : kecerdasan di bawah rata-rata, konsep diri yang negative sebagai dampak
dari frustasi yang terus meneruskan dalam memenuhi kebutuhan dasar (seperti selalu
gagal untuk memperoleh status, kasih sayang, prestasi, dan pengakuan).
3. Kondisi lingkungan yang tidak kondusif : hubungan interpersonal dalam keluarga tidak

b) Perasaan Tidak Mampu

“Inadequasi” merupakan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi tuntutan-tuntutan dari


lingkungan. Contoh: seorang ibu rumah tangga merasa tidak mampu mengelola urusan keluarga;
dan seorang siswa mengeluh, karena tidak mampu memenuhi tuntutan akademik di sekolahnya.
Sama halnya dengan inferioritas, factor penyebab perasaan tidak mampu ini adalah: frustasi dan
konsep diri yang tidak sehat.

c) Perasaan Gagal

Perasaan ini sangat dekat hubungannya dengan perasaan “inadequacy”, karena jika seseorang
sudah merasa bahwa dirinya tidak mampu, maka dia cenderung mengalami kegagalan untuk
melakukan sesuatu atau mengatasi masalah yang dihadapinya.
d) Perasaan Bersalah

Perasaan bersalah ini muncul setelah seseorang melakukan perbuatan yang melanggar aturan
moral, atau sesuatu yang dianggap berdosa.

2) Reaksi Menyerang

Agresi dapat diartikan sebagai sebuah bentuk respon untuk mereduksi ketegangan dan frustasi
melalui media tingkah laku yang merusak, berkuasa, atau mendominasi.

Agresi ini terefleksi dalam tingkah laku verbal dan nonverbal. Contoh yang verbal: berkata
kasar, bertengkar, panggilan nama yang jelek, jawaban yang kasar, sarkasme (perkataan yang
menyakitkan hati), dan kritikan yang tajam. Sementara contoh yang nonverbal, di antaranya:
menolak atau melanggar aturan (tidak disiplin), memberontak, berkelahi (tawuran), mendominasi
orang lain, dan membunuh.

Agresi ini dipengaruhi beberapa factor, yaitu sebagai berikut:

1. Fisik: sakit-sakitan atau mempunyai penyakit yang sulit disembuhkan.


2. Psikis: ketidakmampuan atau ketidakpuasan dalam memenuhi Kebutuhan dasar, seperti
rasa aman, kasih sayang, kebebasan, dan pengakuan social.
3. Social: perhatian orangtua yang sangat membatasi atau sangat memanjakan, hubungan
antar anggota keluarga yang tidak harmonis, hubungan guru siswa yang negative, kondisi
sekolah yang tidak nyaman, kegagalan dalam pernikahan, kondisi pekerjaan yang tidak
nyaman atau di-PHK (pemutusan hubungan kerja).

Lebih lanjut dikemukakan gejala-gejala perilaku sikap agresi, yaitu sebagai berikut (M. Surya,
1976).

1. Selalu membenarkan diri sendiri.


2. Mau berkuasa dalam setiap situasi.
3. Mau memiliki segalanya.
4. Bersikap senang mengganggu orang lain.
5. Menggertak, baik dengan ucapan atau perbuatan.
6. Menunujukkan sikap permusuhan secara terbuka.
7. Menunjukkan sikap menyerang dan merusak.
8. Keras kepala.
9. Bersikap balas dendam.
10. Memperkosa hak orang lain.
11. Bertindak serampangan (impulsif)
12. Marah secara sadis.
Bentuk mekanisme yang sangat dekat hubungannya dengan agresi adalah “delinquency”, karena
kedua-duanya merupakan sikap perlawanan terhadap kondisi yang memfrustasikan pemenuhan
Kebutuhan atau keinginannya. Delinquency dapat diartikan sebagai tingkah laku individu atau
kelompok yang melanggar norma moral yang dijunjung tinggi masyarakat, yang menyebabkan
terjadinya konflik antara individu dengan kelompok atau masyarakat.

Tingkah laku nakal (delinquency) dapat dipandang sebagai upaya untuk memenuhi Kebutuhan,
dan mereduksi ketegangan, frustasi, dan konflik yang disebabkan oleh tuntutan tersebut.

Berkembangnya perilaku “delinquency” disebabkan oleh beberapa factor, yaitu sebagai berikut:

1. Factor Psikologis: inferioritas, perasaan tidak aman, tersisihkan dari kelompok (tidak
mendapat pengakuan kelompok), kurang mendapat kasih sayang, dan gagal memperoleh
prestasi.
2. Factor Lingkungan: broken home, perlakuan orangtua yang sering menghukum, sikap
penolakan orangtua, hubungan antar anggota keluarga yang tidak harmonis, iklim
kehidupan (social, moral dan agama) masyarakat yang tidak kondusif, dan kondisi
ekonomi yang morat-marit.

3) Reaksi Melarikan Diri dari Kenyataan

Contoh: seorang siswa mengalami frustrasi, karena prestasi belajarnya di sekolah rendah.
Akhirnya dia menjadi sering melamun (day dreaming). Dia melarikan diri dari dunia nyata dan
mencari kepuasan di dunia tak nyata (melamun).

Reaksi “escape” dan “withdrawal” berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai
berikut:

a. Psikologis: frustrasi, konflik, ketakutan, perasaan tertindas, dan kemiskinan emosional.

b. Lingkungan keluarga: orangtua terlalu memanjakan anak, orangtua bersikap menolak terhadap
anak, dan orangtua menerapkan disiplin yang keras terhadap anak.

4) Penyesuaian yang Patologis

Penyesuaian yang patologis ini berarti bahwa individu yang mengalaminya perlu mendapat
perawatan khusus, dan bersifat klinis, bahkan perlu perawatan di rumah sakit (hospitalized).
Yang terrnasuk penyesuaian yang patologis ini adalah “neurosis” dan “psikosis.”

Untuk membantu para siswa atau mahasiswa agar tercegah dari sikap dan perilaku salah suai di
atas, maka pihak sekolah atau perguruan tinggi hendaknya memberikan bantuan agar setiap
siswa (mahasiswa) mampu menyesuaikan diri dengan baik dan terhindar dari timbulnya gejala-
gejala salah suai. Sekolah hendaknya menempatkan diri sebagai suatu lingkungan yang
memberikan kemudahan-kemudahan untuk tercapainya penyesuaian yang baik.

1. 5. Masalah belajar

Dalam seluruh proses pendidikan, belajar merupakan kegiatan inti. Pendidikan itu sendiri dapat
diartikan sebagai bantuan perkembang-an melalui kegiatan belajar. Secara psikologis belajar
dapat diartikan sebagai proses memperoleh perubahan tingkah laku (baik dalam kognitif, afektif,
maupun psikomotor) untuk memperoleh respons yang diperlukan dalam interaksi dengan
lingkungan secara efisien.

Dalam kegitatan belajar dapat timbul berbagai masalah baik bagi pelajar itu sendiri maupun bagi
pengajar. Misalnya bagaimana menciptakan knndisi yang baik agar berhasil, memilih metode
dan alat-alat sesuai dengan jonis dan situasi belajar, membuat rencana belajar bagi siswa,
menyesuaikan proses belajar dengan keunikan siswa, penilaian hasil belajar, diagnosis kesulitan
belajar, dan sebagainya. Bagi siswa sendiri, masalah-masalah belajar yang mungkin timbul
misalnya pengaturan waktu belajar, memilih cara belajar, menggunakan buku-buku pelajaran,
belajar berkelompok, mempersiapkan ujian, memilih mata pelajaran yang cocok, dan sebagainya.

Keberhasilan belajar siswa/mahasiswa itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal
(yang bersumber dari dalam diri sendiri) maupun eksternal (yang bersumber dari luar atau
lingkungan).

a. Faktor Internal

Ada beberapa faktor yang harus dipenuhinya agar belajarnya berhasil. Syarat-syarat itu meliputi
fisik dan psikis. Yang termasuk faktor fisik, di antaranya: nutrisi (gizi makanan), kesehatan dan
keberfungsian fisik (terutama pancaindera). Kekurangan nutrisi dapat mengakibatkan kelesuan,
lekas mengantuk, lekas lelah, dan kurang bisa konsentrasi. Penyakit juga dapat mempengaruhi
keberhasilan belajar, apabila penyakit itu bersifat kronis atau terus menerus dan mengganggu
kenyamanan. Pancaindera pun sangat berpengaruh terhadap belajar, karena merupakan pintu
gerbang masuknya informasi dari luar. Oleh karena itu, pemeliharaan yang intensif sangat
penting bagi individu. Sementara yang masuk faktor psikis di antaranya adalah kecerdasan,
motivasi, minat, sikap dan kebiasaan belajar, dan suasana emosi. Apabila kedua faktor tersebut
tidak terpenuhi atau mengalami gangguan, maka kemungkinan besar individu akan mengalami
kesulitan belajar.

b. Faktor Eksternal

Faktor ini meliputi aspek-aspek sosial dan nonsosial. Yang dimak-sud dengan faktor sosial
adalah faktor manusia, baik yang hadir secara langsung (bertatap muka atau berkomunikasi
langsung), maupun kehadirannya secara tidak langsung, seperti: berupa foto, suara (nyanyian,
pembicaraan) dalam radio, TV, dan tape recorder. Sedangkan yang termasuk faktor nonsosial
adalah: keadaan suhu udara (panas, dingin), waktu (pagi, siang, malam), suasana lingkungan
(sepi, bising atau ramai), keadaan tempat (kualitas gedung, luas ruangan, kebersihan, ventilasi,
dan kelengkapan mebeler), kelengkapan alat-alat atau fasilitas belajar (ATK, alat peraga, buku-
buku sumber, dan media komunikasi belajar lainnya).

Jadi jelas bahwa dalam kegiatan belajar ini banyak masalah-masalah yang timbul terutama yang
dirasakan oleh siswa sendiri. Sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membantu
siswa agar mereka berhasil dalam belajar. Untuk itu hendaknya sekolah memberikan bantuan
kepada siswa dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan belajar. Di sinilah
penting dan perlunya program bimbingan dan konseling untuk membantu agar mereka berhasil
dalam belajar.

2.2 Pendekatan-pendekatan Umum dalam Bimbingan & Konseling

1. a. Pendekatan Krisis

Pendekatan krisis adalah upaya bimbingan yang diarahkan kepada individu yang mengalami
krisis atau masalah. Bimbingan bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah yang dialami
individu. Dalam pendekatan krisis ini, konselor menunggu klien yang datang, selanjutnya
mereka memberikan bantuan sesuai dengan masalah yang dirasakan klien.

1. b. Pendekatan Remedial

Pendekatan remedial adalah upaya bimbingan yang diarahkan kepada individu yang mengalami
kesulitan. Tujuan bimbingan adalah untuk memperbaiki kesulitan-kesulitan yang dialami
individu. Dalam pendekatan ini konselor memfokuskan pada kelemahan-kelemahan individu
yang selanjutnya berupaya untuk memperbaikinya.

1. c. Pendekatan Preventif

Pendekatan preventif adalah upaya bimbingan yang diarahkan untuk mengantisipasi masalah-
masalah umum individu dan mencoba mencegah jangan sampai terjadi masalah tersebut pada
individu. Konselor berupaya untuk mengajarkan pengetahuan dan keterampilan untuk mencegah
masalah tersebut.

1. d. Pendekatan Perkembangan

Bimbingan dan konseling yang berkembang pada saat ini adalah bimbingan dan konseling
perkembangan. Visi bimbingan dan konseling adalah edukatif, pengembangan, dan outreach.
2.3 Strategi Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling

1. a. Bimbingan Klasikal

Layanan dasar diperuntukkan bagi semua siswa. Hal ini berarti bahwa dalam peluncuran
program yang telah dirancang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para
siswa di kelas. Secara terjadwal, konselor memberikan layanan bimbingan kepada para siswa.
Kegiatan layanan dilaksanakan melalui pemberian layanan orientasi dan informasi tentang
berbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi siswa. Sementara layanan informasi merupakan
proses bantuan yang diberikan kepada para siswa tentang berbagai aspek kehidupan yang
dipandang penting bagi mereka, baik melalui komunikasi langsung, maupun tidak langsung
(melalui media cetak maupun elektronik, seperti : buku, brosur, leaflet, majalah, dan internet).
Layanan informasi untuk bimbingan klasikal dapat mempergunakan jam pengembangan diri.
Agar semua siswa terlayani kegiatan bimbingan klasikal perlu terjadwalkan secara pasti untuk
semua kelas.

1. b. Bimbingan Kelompok

Konselor memberikan layanan bimbingan kepada siswa melalui kelompok-kelompok kecil (5


s.d. 10 orang). Bimbingan ini ditujukan untuk merespon kebutuhan dan minat para siswa. Topik
yang didiskusikan dalam bimbingan kelompok ini, adalah masalah yang bersifat umum (common
problem) dan tidak rahasia, seperti : cara-cara belajar yang efektif, kiat-kiat menghadapi ujian,
dan mengelola stress. Layanan bimbingan kelompok ditujukan untuk mengembangkan
keterampilan atau perilaku baru yang lebih efektif dan produktif.

1. c. Berkolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran atau Wali Kelas

Program bimbingan akan berjalan secara efektif apabila didukung oleh semua pihak, yang dalam
hal ini khususnya para guru mata pelajaran atau wali kelas. Konselor berkolaborasi dengan guru
dan wali kelas dalam rangka memperoleh informasi tentang siswa (seperti prestasi belajar,
kehadiran, dan pribadinya), membantu memecahkan masalah siswa, dan mengidentifikasi aspek-
aspek bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran. Aspek-aspek itu di antaranya :

1) menciptakan sekolah dengan iklim emosional kelas yang kondusif bagi belajar siswa;

2) memahami karakteristik siswa yang unik dan beragam;

3) menandai siswa yang diduga bermasalah;

4) membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar melalui program remedial teaching;

5) mereferal (mengalihtangankan) siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling


kepada guru pembimbing;

6) memberikan informasi tentang kaitan mata pelajaran dengan bidang kerja yang diminati
siswa;
7) memahami perkembangan dunia industri atau perusahaan, sehingga dapat memberikan
informasi yang luas kepada siswa tentang dunia kerja (tuntutan keahlian kerja, suasana kerja,
persyaratan kerja, dan prospek kerja);

8) menampilkan pribadi yang matang, baik dalam aspek emosional, sosial, maupun moral-
spiritual (hal ini penting, karena guru merupakan “figur central” bagi siswa);

9) memberikan informasi tentang cara-cara mempelajari mata pelajaran yang diberikannya


secara efektif.

1. d. Berkolaborasi (Kerjasama) dengan Orang Tua

Dalam upaya meningkatkan kualitas peluncuran program bimbingan, konselor perlu melakukan
kerjasama dengan para orang tua siswa. Kerjasama ini penting agar proses bimbingan terhadap
siswa tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga oleh orang tua di rumah. Melalui kerjasama
ini memungkinkan terjadinya saling memberikan informasi, pengertian, dan tukar pikiran antar
konselor dan orang tua dalam upaya mengembangkan potensi siswa atau memecahkan masalah
yang mungkin dihadapi siswa. Untuk melakukan kerjasama dengan orang tua ini, dapat
dilakukan beberapa upaya, seperti : (1) kepala sekolah atau komite sekolah mengundang para
orang tua untuk datang ke sekolah (minimal satu semester satu kali), yang pelaksanaannnya
dapat bersamaan dengan pembagian rapor, (2) sekolah memberikan informasi kepada orang tua
(melalui surat) tentang kemajuan belajar atau masalah siswa, dan (3) orang tua diminta untuk
melaporkan keadaan anaknya di rumah ke sekolah, terutama menyangkut kegiatan belajar dan
perilaku sehari-harinya.

1. 2. Strategi untuk Layanan Responsif


2. a. Konsultasi

Konselor memberikan layanan konsultasi kepada guru, orang tua, atau pihak pimpinan sekolah
dalam rangka membangun kesamaan persepsi dalam memberikan bimbingan kepada para siswa.

1. b. Konseling Individual atau Kelompok

Pemberian layanan konseling ini ditujukan untuk membantu para siswa yang mengalami
kesulitan, mengalami hambatan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Melalui
konseling, siswa (klien) dibantu untuk mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, penemuan
alternatif pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan secara lebih tepat. Konseling ini
dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Konseling kelompok dilaksanakan untuk
membantu siswa memecahkan masalahnya melalui kelompok. Dalam konseling kelompok ini,
masing-masing siswa mengemukakan masalah yang dialaminya, kemudian satu sama lain saling
memberikan masukan atau pendapat untuk memecahkan masalah tersebut.

1. c. Referal (Rujukan atau Alih Tangan)

Apabila konselor merasa kurang memiliki kemampuan untuk menangani masalah klien, maka
sebaiknya dia mereferal atau mengalihtangankan klien kepada pihak lain yang lebih berwenang,
seperti psikolog, psikiater, dokter, dan kepolisian. Klien yang sebaiknya direferal adalah mereka
yang memiliki masalah, seperti depresi, tindak kejahatan (kriminalitas), kecanduan narkoba, dan
penyakit kronis.

1. d. Bimbingan Teman Sebaya (Peer Guidance/Peer Facilitation)

Bimbingan teman sebaya ini adalah bimbingan yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa yang
lainnya. Siswa yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh
konselor. Siswa yang menjadi pembimbing berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu
siswa lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik maupun non-
akademik. Di samping itu dia juga berfungsi sebagai mediator yang membantu konselor dengan
cara memberikan informasi tentang kondisi, perkembangan, atau masalah siswa yang perlu
mendapat layanan bantuan bimbingan atau konseling.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perlunya layanan bimbingan di sekolah adalah berlatar belakangkan tiga aspek.

Pertama adalah aspek lingkungan, khususnya lingkungan. sosial kultural, yang secara langsung
ataupun tidak langsung mempengaruhi individu siswa sebagai subjek didik, dan sekolah sebagai
lembaga pendidikan. Sebagai akibat dari lingkungan pengaruh sosial-kultural ini, maka individu
memerlukan adanya bantuan dalam perkembangannya, dan sekolahpun memerlukan pendekatan
khusus. Bantuan dan pendekatan yang diperlukan adalah layanan bimbingan dan konseling.

Aspek yang kedua adalah lembaganya itu sendiri yaitu pendidikan yang mempunyai tanggung
jawab untuk mengembangkan kepribadian subjek didik. Pendidikan yang baik adalah pendidikan
yang dilaksanakan secara tuntas baik dalam proses kegiatannya maupun tindak dan para
pelaksana nya yaitu guru sebagai pendidik. Untuk menuntaskan pendidikan, diperlu kan adanya
layanan bimbingan dan konseling.

Aspek ketiga adalah yang menyangkut segi subjek didik sebagai pribadi yang unik, dinamik dan
berkembang, memerlukan pendekatan dan bantuan yang khusus melalui layanan bimbingan dan
konseling.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aspek lingkungan (sosial kultural) pendidikan, dan
siswa (psikologis) merupakan latar belakang perlunya layanan bimbingan dan konseling di
sekolah.
3.2 Saran

Untuk menciptakan pelayanan bimbingan secara bermutu, maka para pembimbing, guru, dan
personel sekolah lainnya perlu mendapatkan penambahan, perluasan, atau pendalaman tentang
konsep-konsep atau keterampilan-keterampilan tertentu tentang bimbingan, sesuai dengan
deskripsi pekerjaan (kinerja) masing-masing. Bentuk pengembangan staf ini bisa dilaksanakan
melalui seminar atau lokakarya. Melalui kegiatan pengembangan ini diharapkan personel
sekolah memiliki kompetensi atau kemampuan sesuai dengan deskripsi kerja
(kinerja) masing-masing.

Selain itu, konselor perlu melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan guru, orang tua, staf
sekolah lainnya, dan pihak instansi di luar sekolah (pemerintah dan swasta) untuk memberikan
layanan bimbingan dan konseling secara akurat dan bijaksana, dalam upaya memfasilitasi
individu atau peserta didik mengembangkan npotensi dirinya secara optimal, untuk memperoleh
informasi, dan umpan balik tentang layanan bantuan yang telah diberikannya kepada para siswa,
menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif bagi perkembangan siswa, melakukan referal,
serta meningkatkan kualitas program layanan bimbingan dan konseling.

Вам также может понравиться

  • Goodlife Basketball
    Goodlife Basketball
    Документ3 страницы
    Goodlife Basketball
    Idham Maulana Yusuf
    Оценок пока нет
  • GLBC Putih
    GLBC Putih
    Документ2 страницы
    GLBC Putih
    Idham Maulana Yusuf
    Оценок пока нет
  • Putra Garuda
    Putra Garuda
    Документ4 страницы
    Putra Garuda
    Idham Maulana Yusuf
    Оценок пока нет
  • SNBC
    SNBC
    Документ3 страницы
    SNBC
    Idham Maulana Yusuf
    Оценок пока нет
  • Nedukabta
    Nedukabta
    Документ4 страницы
    Nedukabta
    Idham Maulana Yusuf
    Оценок пока нет
  • Format Data
    Format Data
    Документ1 страница
    Format Data
    Idham Maulana Yusuf
    Оценок пока нет
  • Sambadha
    Sambadha
    Документ4 страницы
    Sambadha
    Idham Maulana Yusuf
    Оценок пока нет
  • RPP Basket
    RPP Basket
    Документ8 страниц
    RPP Basket
    Idham Maulana Yusuf
    Оценок пока нет
  • Al Azhar
    Al Azhar
    Документ5 страниц
    Al Azhar
    Idham Maulana Yusuf
    Оценок пока нет
  • Goodlife Basketball Part Iii
    Goodlife Basketball Part Iii
    Документ3 страницы
    Goodlife Basketball Part Iii
    Idham Maulana Yusuf
    Оценок пока нет
  • Goodlife Basketball Part Ii
    Goodlife Basketball Part Ii
    Документ4 страницы
    Goodlife Basketball Part Ii
    Idham Maulana Yusuf
    Оценок пока нет