Вы находитесь на странице: 1из 16

TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN JIWA

A. Definisi Trend dan Issue


1. Definisi Trend
Trend adalah hal yang sangat mendasar dalam berbagai pendekatan analisa,
trend juga dapat didefinisikan salah satu gambar ataupun informasi yang terjadi
pada saat ini yang biasanya sedang popular di kalangan masyarakat.
Trend adalah sesuatu yang sedang dibicarakan oleh banyak orang saat ini dan
kejadiannya berdasarkan fakta.
2. Definisi Issue
Issue adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi
atau tidak terjadi pada masa mendatang, yang menyangkut ekonomi, moneter,
sosial, politik, hukum, pembangunan nasional, bencana alam, hari kiamat,
kematian ataupun tentang krisis.
Issue adalah suatu yang sedang dibicarakan oleh banyak namun belum jelas
faktanya atau buktinya.
3. Trend dan Issue Keperawatan Jiwa
Trend dan Issue dalam keperawatan jiwa adalah masalah-masalah yang
sedang hangat dibicarakan dan dianggap penting. Masalah-masalah tersebut dapat
dianggap ancaman atau tantangan yang akan berdampak besar pada keperawatan
jiwa baik dalam tatanan regional maupun global.

B. Trend dan Issue dalam Keperawatan Jiwa


Berikut ini beberapa contoh trend dan issue yang terjadi dalam keperawatan jiwa :
1. Kesehatan Jiwa dimulai masa konsepsi
Di Indonesia banyak terjadi gangguan jiwa di mulai pada usia 19 tahun dan
jarang sekali melihat fenomena masalah sebelum anak lahir. Perkembangan pada
saat ini menunjukkan bahwa jika berbicara masalah kesehatan jiwa harus dimulai
dari masa konsepsi bahkan sebelum pranikah. Banyak penelitian yang
menunjukkan bahwa adanya keterkaitan kesehatan fisik dan mental seseorang
ketika berada dalam kandungan di masa yang akan datang. Penelitian-penelitian

1
berikut membuktikan bahwa kesehatan mental seseorang dimulai pada masa
konsepsi. Berikut ini merupakan hasil dari penelitian :
a. Marc Lehrer ( 300 bayi yang diteliti): stimulasi dini ( berupa suara, musik,
getaran, sentuhan ) setelah dewasa memiliki perkembangan fisik, mental dan
emosional yg lebih baik.
b. Mednick : ada hubungan skizofrenia dengan infeksi virus dalam kandungan.
Mednick membuktikan bahwa mereka yang pada saat epidemi sedang berada
pada trimester dua dalam kandungan mempunyai resiko yang lebih tinggi
untuk menderita skizofrenia di kemudian hari. Penemuan penting ini
menunjukkan bahwa lingkungan luar yang terjadi pada waktu yang tertentu
dalam kandungan dapat meningkatkan risiko menderita skizofrenia. Mednick
menghidupkan kembali teori perkembangan neurokognitif, yang
menyebutkan bahwa pada penderita skizofrenia terjadi kelainan
perkembangan neurokognitif sejak dalam kandungan. Beberapa kelainan
neurokognitif seperti berkurangnya kemampuan dalam mempertahankan
perhatian, membedakan suara rangsang yang berurutan, working memory,
dan fungsi-fungsi eksekusi sering dijumpai pada penderita skizofrenia.
Dipercaya kelainan neurokognitif di atas didapat sejak dalam kandungan dan
dalam kehidupan selanjutnya diperberat oleh lingkungan, misalnya, tekanan
berat dalam kehidupan, infeksi otak, trauma otak, atau terpengaruh zat-zat
yang mempengaruhi fungsi otak seperti narkoba. Kelainan neurokognitif
yang telah berkembang ini menjadi dasar dari gejala-gejala skizofrenia
seperti halusinasi, kekacauan proses pikir, waham/delusi, perilaku yang aneh
dan gangguan emosi.
c. Craig Ramey : Meneliti efek stimulasi dini Bonding dan attachment pada
bayi baru lahir dapat meningkatkan intelegensi bayi 15 – 30 %

2. Trend peningkatan masalah kesehatan jiwa


Pada era globalisasi ini masalah kesehatan jiwa sudah meningkat, hal
ini sudah terbukti dalam dua tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh beban hidup
yang semakin berat. Pada saat sekarang ini pasien gangguan jiwa bukan hanya

2
dari kalangan bawah tetapi juga dari kalangan mahasiswa, pns, pegawai swasta
pejabat dan masyarakat kalangan menengah ke atas. Semua itu terjadi karena
sebagian besar masyarakat menengah ke atas tidak mampu mengelola stress dan
juga bisa disebabkan oleh post power syndrome atau mutasi jabatan. Pada saat
sekarang ini penyakit gangguan jiwa tidak lagi mengenal strata sosial dan usia.
Banyak orang kaya yang terkena gangguan jiwa karena hartanya habis akibat
bencana.
Selain itu kasus neurosis pada anak dan remaja, juga menunjukkan
kecenderungan meningkat. Neurosis adalah bentuk gangguan kejiwaan yang
mengakibatkan penderitanya mengalami stress, kecemasan yang berlebihan,
gangguan tidur, dan keluhan penyakit fisik yang tidak jelas penyebabnya. Tipe
gangguan jiwa yang lebih berat, disebut gangguan psikotik. Klien yang
menunjukkan gejala perilaku yang abnormal secara kasat mata. Inilah orang yang
kerap mengoceh tidak karuan, dan melakukan hal-hal yang bisa membahayakan
dirinya dan orang lain, seperti mengamuk.

3. Meningkatnya Post Traumatic Syndrome Disorder


Trauma yang katastropik, yaitu trauma di luar rentang pengalaman
trauma yang umum di alami manusia dalam kejadian sehari-hari. Mengakibatkan
keadaan stress berkepanjangan dan berusaha untuk tidak mengalami stress yang
demikian. Mereka menjadi manusia yang invalid dalam kondisi kejiwaan dengan
akibat akhir menjadi tidak produktif. Trauma bukan semata-mata gejala kejiwaan
yang bersifat individual, trauma muncul sebagai akibat saling keterkaitan antara
ingatan sosial dan ingatan pribadi tentang peristiwa yang mengguncang
eksistensi kejiwaan.
Lingkup kesehatan jiwa sangat luas dan kompleks, juga saling
berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia. Mengacu pada Undang-
Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dan Ilmu Psikiatri, masalah
kesehatan jiwa secara garis besat digolongkan menjadi :

3
a. Masalah perkembangan manusia yang harmonis dan peningkatan kualitas
hidup, yaitu masalah kejiwaan yang berkaitan dengan makna dan nilai-nilai
kehidupan manusia.
b. Masalah psikososial yaitu masalah psikis atau kejiwaan yang timbul akibat
terjadinya perubahan sosial, meliputi :
1) Psikotik gelandangan
2) Pemasungan penderita gangguan jiwa
3) Masalah anak jalanan
4) Masalah anak remaja (tawuran, kenakalan)
5) Penyalahgunaan narkotik dan psikotropik
6) Masalah seksual (penyimpangan seksual, pelecahan seksual, dll)
7) Tindak kekerasan sosial (kemiskinan, penelantaran tidak diberi nafkah,
korban kekerasan pada anak, dll)

4. Trend bunuh diri pada anak-anak dan remaja


Gagasan bunuh diri merupakan keluhan pertama yang sering dijumpai
dalam pelayanan psikiatrik darurat. Semua ancaman bunuh diri, sikap dan buah
pikiran itu harus ditanggapi dengan serius, sampai dapat dibuktikan sebaliknya.
Pasien yang berisiko bunuh diri perlu diamati secara cermat. Alasan seseorang
bunuh diri adalah putus asa dengan masalah dia hadapi dan tidak merasa tidak
berdaya. Di dunia pun bunuh diri merupakan masalah psikologis dunia yang
sangat mengancam, angka kejadian terus meningkat dan sangat mengancam
Sejak tahun 1958, dari 100.000 penduduk Jepang 25 orang diantaranya
meninggal akibat bunuh diri. Sedangkan untuk negara Austria, Denmark, dan
Inggris, rata-rata 25 orang. Urutan pertama diduduki Jerman dengan angka 37
orang per 100.000 penduduk. Di Amerika tiap 24 menit seorang meninggal
akibat bunuh diri. Jumlah usaha bunuh diri yang sebenarnya 10 kali lebih besar
dari angka tersebut, tetapi cepat tertolong. Kini yang mengkhawatirkan trend
bunuh diri mulai tampak meningkat terjadi pada anak-anak dan remaja. Di
Benua Asia, Jepang dan Korea termasuk Negara yang sering diberitakan bahwa
warganya melakukan bunuh diri. Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO)

4
pada tahun 2003 mengungkapkan bahwa satu juta orang bunuh diri dalam setiap
tahunnya atau terjadi dalam setiap 40 detiknya. Bunuh diri juga termasuk satu
dari tiga penyebab utama kematian pada usia 15-34 tahun, selain faktor
kecelakaan. Metode bunuh diri yang paling disukai adalah menggunakan pistol,
menggantung diri dan minum racun. Latar belakangnya beragam : asmara,
pekerjaan, cek-cok rumah tangga, ekonomi (perasaan malu terlilit hutang).

5. Paterrn of Parenting dalam Keperawatan Jiwa


Dengan banyaknya kasus bunuh diri dan depresi pada anak, maka
pola asuh keluarga kembali menjadi sorotan. Pola asuh yang baik adalah pola
asuh dimana orang tua menerapkan kehangatan yang tinggi disertai dengan
kontrol yang tinggi. Kehangatan adalah Bagaimana orang tua menjadi teman
curhat, teman bermain, teman yang menyenangkan bagi anak terutama saat
rekreasi, belajar dan berkomunikasi. Berbagai upaya agar anak dekat dan
berani bicara pada orang tuanya saat punya masalah. Orang tua menjadi teman
dalam ekspresi feeling anak sehingga anak menjadi sehat jiwanya. Bagaimana
anak dilatih mandiri dan mengenal disiplin di rumahnya. Kemandirian
menjadi hal yang sangat penting dalam kesehatan jiwa, karena akan memiliki
self confidence yang cukup. Orang tua juga melatih anak bertanggung jawab
mengerjakan tugas-tugas di rumah sepert: mencuci, menyiram bunga dan lain-
lain.

6. Trend Pelayanan Keperawatan Mental Psikiatri di Era Globalisasi


Sejalan dengan program deinstitusionalisasi yang didukung
ditemukannya obat psikotropika yang terbukti dapat mengontrol perilaku klien
gangguan jiwa.
a. Peran perawat tidak terbatas di Rumah Sakit, tetapi dituntut lebih sensitif
terhadap lingkungan sosialnya, serta berfokus pada pelayanan preventif
dan promotif. Perubahan hospital based care menjadi community based
care merupakan trend yang signifikan dalam pengobatan gangguan jiwa.

5
b. Fokus tidak hanya menangani orang sakit tetapi juga pada peningkatan
kualitas hidup
c. Tenaga kesehatan mempunyai standar global profesionalisme dan
keahlian menjadi kunci
d. Profesi menerapkan MPKP di rumah sakit jiwa dan pelatihan clinical
instruktur (CI) bagi Psiciatryc Nurse

Perawat mental psikiatri harus mengintegrasikan diri dalam community mental


health, dengan tiga kunci utama :
a. Pengalaman dan pendidikan perawat, peran dan fungsi perawat serta
hubungan perawat dengan profesi lain di komunitas.
b. Reformasi dalam yankes menuntut perawat meredefinisikan perannya
c. Intervensi keperawatan yang menekankan pada aspek pencegahan dan
promosi kesehatan, sudah saatnya mengembangkan community based
care. Pengembangan pendidikan keperawatan sangat penting, terutama
keperawatan mental psikiatri baik dalam jumlah maupun kualitas.

7. Issue Seputar Pelayanan Keperawatan Mental Psikiatri


a. Pelayanan keperawatan mental psikiatri, kurang dapat
dipertanggungjawabkan karena masih kurangnya hasil-hasil riset tentang
keperawatan jiwa klinik.
b. Perawat psikiatri, kurang siap menghadapi pasar bebas karena
pendidikannya yang rendah dan belum adanya lisensi untuk praktek yang
diakui secara internasional.
c. Perbedaan peran perawat jiwa berdasarkan pendidikan dan pengalaman
sering kali tidak jelas “position description” job responsibility dan system
reward dalam pelayanan.
d. Menjadi perawat psikiatri bukanlah pilihan bagi peserta didik (mahasiswa
keperawatan.

6
8. Trend dan Issue Seputar Dimensi Spritual Keperawatan Jiwa
Pada prakteknya ilmu pengetahuan dan agama tidak lagi bersifat
dikotomis melainkan antara keduanya sudah terintegrasi (saling menunjang).
Seperti yang dikatakan oleh Albert Einstein, ilmuwan penemu atom, ilmu
pengetahuan tanpa agama bagaikan orang buta. Tetapi agama tanpa ilmu
pengetahuan bagaikan orang lumpuh.
Merujuk dari pentingnya pengetahuan dan agama tersebut untuk jiwa
yang sehat banyak penelitian dilakukan diantaranya sebuah penelitian yang
mengatakan kelompok yang tidak terganggu jiwanya adalah yang mempunyai
agama yang bagus dan sebaliknya. Karl Jung telah menyimpulkan dari
analisanya bahwa mereka yang menderita penyakit mental mengalami suatu
kekosongan rohani. Terapinya terletak pada siraman keimanan yang kuat.
Menurut Rando (1984) keyakinan agama dapat membantu
menyokong pasien dalam menghadapi krisis kehidupan termasuk kematian.
Dimensi spiritual merupakan hal yang sangat penting diperhatikan dalam
masyarakat Indonesia. Walaupun hal ini sering kali terabaikan. Pengertian
tentang pentingnya memahami kebutuhan spiritual pasien yang dilandasi atas
keyakinan beragama, nilai dan pengalaman kehidupan pasien sering tidak
menjadi fokus tenaga kesehatan. Hal ini mungkin disebabkan oleh sulitnya
menjelaskan secara ilmu aspek spiritual. Tiga kebutuhan spiritual menurut
Randi (1984) adalah mencari arti kehidupan, meninggal secara wajar dan
kebutuhan untuk ditemani pada saat sakratul maut.

9. Kecenderungan dalam penyebab gangguan jiwa


Terjadinya konflik, lilitan ekonomi berkepanjangan merupakan salah
satu pemicu yang memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan
kesehatan jiwa pada manusia. Golongan penyebab gangguan jiwa ini, antara
lain:
a. Gangguan fisik, biologis atau organik. Penyebabnya antara lain berasal dari:
Faktor keturunan, kelainan pada otak, kecanduan obat dan alkohol,
penyakit infeksi (tifus, hepatitis, malaria, dan lain-lain)

7
b. Gangguan mental, emosional atau kejiwaan.
Penyebabnya, karena salah dalam pola pengasuhan (pattern of parenting)
hubungan yang patologis diantara anggota keluarga disebabkan oleh
frustasi, konflik, dan tekanan krisis.
c. Gangguan sosial atau lingkungan.
Penyebabnya dapat berupa stressor psikososial (perkawinan, problem orang
tua, hubungan antar personal dalam pekerjaan atau sekolah, di lingkungan
hidup, masalah keuangan, hukum, perkembangan diri, faktor keluarga,
penyakit fisik, dan lain-lain).

10. Kasus AIDS dan NAPZA


Banyak alasan mengapa narkoba diantaranya agar dapat diterima oleh
lingkungan, mengurangi stres, mengurangi kecemasan, agar bebas dari
murung, mengurangi keletihan, dan mengatasi masalah pribadi. Akan tetapi,
terlepas dari semua itu, remaja memakai narkoba karena narkoba membuatnya
merasa nikmat, enak, dan nyaman pada awal pemakaian. Alasan remaja
memakai narkoba dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Anticipatory beliefs, yaitu anggapan bahwa jika memakai narkoba, orang
akan menilai dirinya hebat, dewasa, mengikuti mode, dan sebagainya.
b. Relieving beliefs, yaitu keyakinan bahwa narkoba dapat digunakan untuk
mengatasi ketegangan, \cemas, dan depresi akibat stresor psikososial.
c. Facilitative atau permissive beliefs, yaitu keyakinan bahwa pengguna
narkoba merupakan gaya hidup atau kebiasaan karena pengaruh zaman
atau perubahan nilai, sehingga dapat diterima.
Jadi, penggunaan narkoba berawal dari persepsi, anggapan, atau keyakinan
keliru yang tumbuh di masyarakat. Maka tidak mau memahami atau tidak
mau menerima kenyataan dan fakta yang dapat dibuktikan secara ilmiah dan
sah menurut hukum.

8
Mengapa Remaja Menyalahgunakan Narkoba ?
a. Budaya Mencari Kenikmatan Sesaat (Hedonistik)
Dewasa ini masyarakat cenderung mudah memakai obat untuk
mengubah suasana hati, sehingga pemakaian jenis narkoba diterima
dengan tangan terbuka. Contoh : rokok, alkohol, dan juga obat penghilang
rasa nyeri yang mudah dibeli. Pesta ulang tahun atau akhir pecan dilalui
dengan minuman beralkohol, rokok, ganja, ekstasi, yang didukung pula
faktor kemudahan untuk memperolehnya.
Remaja mempunyai pola serupa dengan orang dewasa. Umumnya
penyalahgunaan narkoba pada remaja bersifat hedonistik, yakni bertujuan
mencari kesenangan. Alasan yang sering dikemukakan adalah ingin tahu
dan ingin mencari kesenangan atau kenikmatan.

b. Kepribadian Remaja
Romantisme remaja dan nostalgia orang dewasa terhadap masa itu
berada sekitar ekspoitasi masa remaja yang mengandung resiko. Contoh :
berselancar, ngebut, dan mencoba narkoba. Remaja berada diantara masa
kanak – kanak dan dewasa, baik secara biologis maupun psikologis. Di
satu pihak, remaja memiliki kemampuan orang dewasa, tetapi di lain pihak
belum memiliki kewenangan untuk manggunakan kemampuan itu.
Keterbatasan perspektif remaja menyebabkan remaja sulit menunda
pemuasan keinginan seketika, sehingga remaja lebih mirip anak kecil yang
berbadan besar daripada orang dewasa. Penyalahgunaan narkoba
memperburuk keadaan. Narkoba memperlemah kemauan, mendorong
pemuasan keinginan segera, dan melemahkan daya pikir ke depan.
Narkoba memberikan pemuasan keinginan segera, melemahkan
kemampuan untuk berpartisipasi terhadap bahaya dan kemampuan untuk
menangkal kenikmatan sesaat. Remaja yang terlalu dikendalikan dengan
orang tua akan gagal memenuhi fungsi kemandirian orang dewasa,
sehingga ia tidak mampu menghargai dirinya sebagai individu yang
mendiri. Berlainan dengan penampilan luarnya, remaja ini sangat rawan

9
terhadap tekanan kelompok sebaya. Mereka akan menyerahkan diri
terhadap tuntutan orang lain. Mereka akan mencari kebebasan semu dan
kepribadian semu pada teman sebayanya untuk menggantikan fungsi orang
tua.

c. Tekanan Kelompok Sebaya


Tekanan kelompok sebaya berpengaruh kuat terhadap terjadinya
penyalahgunaan narkoba. Semua orang pasti merasan cemas jika ditolak
oleh lingkungan sehingga berusaha mencari persetujuan kelompoknya.
Konflik orang tua dan remaja sebenarnya adalah konflik loyalitas, yaitu
loyalitas terhadap orang tua dengan loyalitas terhadap teman sebaya.
Remaja sangat peka terhadap nilai – nilai kelompok sebaya dalam
penampilan, perilaku, dan sikap. Jarang seorang remaja yang memiliki
kemauan ego kuat berdiri teguh, terpisah dari nilai – nilai kelompok
sebayanya. Suasana hatinya sebagian besar berasal dari perjuangan terus –
menerus untuk memenangkan peperangan itu dan untuk berada dalam
persetujuan dengan kelompok sebaya. Di kalangan remaja,
penyalahgunaan narkoba digunakan untuk maksud rekreasi atau bersenang
– senang sebagai kegiatan sosial yang diterima remaja. Karena itu, remaja
rawan terhadap penyalahgunaan narkoba.

d. Keterasingan Remaja
Keterasingan adalah adanya hubungan antar remaja dan nilai orang
tua dan masyarakat secara cita – cita , tradisi, dan kerohanian.
Keterasingan dapat diartikan sebagai dimensi spiritual, karena meliputi
penolakan terhadap nilai – nilai yang berharga, yang memotivasi atau
memimpin sesorang melalui keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ada juga
komponen emosional pada keterasingan. Remaja yang terasing adalah
remaja yang marah, yang secara tidak sadar meluapkan perasaan
dikhianati karena merasa nilai – nilainya ditolak. Dengan perkataan lain,
remaja yang terasing adalah remaja yang diabaikan atau tidak dipedulikan

10
oleh keluarga atau masyarakat. Dari keterasingan itu, remaja memilih jalan
untuk mencoba – coba berteman dengan narkoba.

e. Stres
Banyak sekali sumber stres. Pengalaman terhadap stres itu sendiri
merupakan interaksi faktor luar sebagai penyebab stres (disebut stresor)
dan faktor dalam yang disebut keterampilan mengatasi masalah (coping
skills). Orang dengan sejumlah besar stresor, seperti kehilangan, penyakit,
dan trauma dikatakan mengalami banyak stres. Di lain pihak, seseorang
yang kurang terampil mengatasi masalah menganggap dirinya ‘sangat
stres’ dibandingkan orang lain yang lebih terampil mengatasi masalah.
Gejala stres termasuk gelisah dan cemas, mudah tersinggung dan
teragitasi, sulit tidur atau mengalami gangguang tidur, sulit berkonsentrasi,
mengalami gangguan dalam selera makan, dan penyalahgunaan narkoba.
Penelitian membuktikan bahwa lingkungan keluarga yang tidak
berfungsi baik dan kejadian – kejadian yang membuat stres, berkaitan erat
dengan penyalahgunaan narkoba. Penelitian pada sejumlah siswa
penyalahguna yang mengikuti perawatan terapi, menunjukkan tingkat stres
yang tinggi, penilaian diri yang rendah, keluarga yang mereka nilai
sebagai ‘penuh permusuhan dan kebencian’, serta orang tua yang kurang
komunitkatif dan terlalu banyak menuntut.
Tidak semua penyalahguna narkoba datang dari keluarga yang tidak
berfungsi baik. Namun, faktor stres dirumah tidak boleh diabaikan.
Umumnya remaja memakai narkoba guna menghilangkan stres, sebagai
cara untuk mengatasi masalah yang kronis dan tidak ada jalan keluarga.

f. Rasa Tidak Aman dan Penilaian Diri Rendah


Penilaian diri negatif dipengaruhi oleh penyalahgunaan narkoba.
Sebaliknya, penilaian diri rendah mendorong terjadinya penyalahgunaan
narkoba. Proses yang menyebabkan seseorang memiliki penilaian diri
rendah adalah dinamika yang dibangun sejak usia dini. Penilaian diri

11
dibangun karena keberhasilan seseorang mengatasi masalah dan
memenangkan tantangan dalam kehidupannya. Seperti halnya individuasi,
motivasi terbentuknya penilaian diri berasal dari dalam. Orang tua
berperang penting dalam membangun penilaian diri. Bimbingan, intruksi,
dan bantuan orang tua yang efektif dan melibatkan diri dalam kehidupan
anak, akan mendukunga terbentuknya penilaian diri.

11. Kasus ekonomi dan kemiskinan


Pengangguran telah menyebabkan rakyat Indonesia semakin terpuruk.
Daya beli lemah, pendidikan rendah, lingkungan buruk, kurang gizi, mudah
teragitasi, kekebalan menurun, dan infrastruktur yang masih rendah
menyebabkan banyak rakyat mengalami gangguan jiwa. Masalah ekonomi
paling dominan menjadi pencetus gangguan jiwa di Indonesia. Hal ini bisa
dibuktikan bahwa saat terjadi kenaikan BBM selalu disertai dengan
peningkatan dua kali lipat angka gangguan jiwa. Hal ini diperparah dengan
biaya sekolah yang mahal, biaya pengobatan tak terjangkat dan penggusuran
yang kerap terjadi.
Masalah jiwa akan meningkat di era globalisasi. Penderita tidak lagi
didominasi masyarakat kelas bawah. Kalangan pejabat dan masyarakat
lapisan menengah ke atas, juga tersentuh gangguan psikotik dan
depresif.Apalagi untuk individu yang rentan terhadap kondisi lingkungan
dengan timgkat kemiskinan terlalu menekan.Kasus-kasus gangguan kejiwaan
yang ditangani oleh para psikiater dan dokter di RSJ menunjukkan bahwa
penyakit jiwa tidak mengenal baik strata sosial maupun usia.
Ada orang kaya yang mengalami tekanan hebat, setelah kehilangan
semua harta bendanya akibat kebakaran. Selain itu kasus neurosis pada anak
dan remaja, juga menunjukkan kecenderungan meningkat. Neurosis adalah
bentuk gangguan kejiwaan yang mengakibatkan penderitanya mengalami
stress, kecemasan yang berlebihan, gangguan tidur, dan keluhan penyakit
fisik yang tidak jelas penyebabnya. Neurosis menyebabkan merosotnya
kinerja individu. Mereka yang sebelumnya rajin bekerja, rajin belajar menjadi

12
lesu, dan sifatnya menjadi emosional. Melihat kecenderungan penyakit jiwa
pada anak dan remaja kebanyakan adalah kasus trauma fisik dan nonfisik.
Trauma non fisik bisa berbentuk musibah, kehilangan orang tua, atau
masalah keluarga.Tipe gangguan jiwa yang lebih berat, disebut gangguan
psikotik. Klien yang menunjukkan gejala perilaku yang abnormal secara
kasat mata. Inilah orang yang kerap mengoceh tidak karuan, dan melakukan
hal-hal yang bisa membahayakan dirinya dan orang lain, seperti
mengamuk.Terjadinya perang, konflik, lilitan krisis ekonomi berkepanjangan
merupakan salah satu pemicu yang memunculkan stress, depresi, dan
berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.

Pemasungan penderita gangguan jiwa .


Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar 2013, terdapat fakta bahwa
57.000 (14,3 %) orang pernah atau sedang dipasung. Angka pemasungan di
pedesaan adalah sebesar 18, 2 %. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan
dengan angka di perkotaan yaitu sebesar 10,7 %. Orang dipasung di
Indonesia hanya karena minimnya informasi serta askses dan faslitas
kesehatan jiwa.
Pemasungan penderita gangguan jiwa adalah tindakan masyarakat
terhadap penderita gangguan jiwa (biasanya yang berat) dengan cara
dikurung, dirantai kakinya dimasukan kedalam balok kayu dan lain-lain
sehingga kebebasannya menjadi hilang. Pasung merupakan salah satu
perlakuan yang merampas kebebasan dan kesempatan mereka untuk
mendapat perawatan yang memadai dan sekaligus juga mengabaikan
martabat mereka sebagai manusia. Di Indonesia, kata pasung mengacu
kepada pengekangan fisik atau pengurungan terhadap pelaku kejahatan,
orang-orang dengan gangguan jiwa dan yang melakukan tindak kekerasan
yang dianggap berbahaya (Broch, 2001, dalamMinas & Diatri, 2008).
Pengekangan fisik terhadap individu dengan gangguan jiwa mempunyai
riwayat yang panjang dan memilukan.

13
Alasan seseorang melakukan pemasungan, yaitu :
1. Ketidaktahuan pihak keluarga, rasa malu pihak keluarga, penyakit yang
tidak kunjung sembuh, tidak adanya biaya pengobatan, dan tindakan
keluaga untuk mengamankan lingkungan merupakan penyebab keluarga
melakukan pemasungan (Depkes, 2005).
2. Perawatan kasus psikiatri dikatakan mahal karena gangguannya bersifat
jangka panjang (Videbeck, 2008). Biaya berobat yang harus ditanggung
pasien tidak hanya meliputi biaya yang langsung berkaitan dengan
pelayanan medik seperti harga obat, jasa konsultasi tetapi juga biaya
spesifik lainnya seperti biaya transportasi ke rumah sakit dan biaya
akomodasi lainnya (Djatmiko, 2007).

Dampak dari pemasungan, yaitu :


Salah satu bentuk pelanggaran hak asasi tersebut adalah masih adanya
praktek pasung yang dilakukan keluarga jika ada salah satu anggota keluarga
yang mengidap gangguan jiwa. Pasung merupakan suatu tindakan memasang
sebuah balok kayu pada tangan atau kaki seseorang, diikat atau dirantai lalu
diasingkan pada suatu tempat tersendiri di dalam rumah ataupun di hutan
1. Secara tidak sadar keluarga telah memasung fisik dan hak asasi penderita
hingga menambah beban mental dan penderitaannya.Tindakan tersebut
mengakibatkan orang yang terpasung tidak dapat
2. Tindakan tersebut mengakibatkan orang yang terpasung tidak dapat
menggerakkan anggota badannya dengan bebas sehingga terjadi
atrofi.Tindakan ini sering dilakukan pada seseorang dengan gangguan
jiwa bilaorang tersebut dianggap berbahaya bagi lingkungannya atau
dirinya sendiri (Maramis, 2006).

Peran Perawat :
1. Melakukan kegiatan promotif dan penggiat program Indonesia Bebas
Pasung 2019
2. Melakukan preventif di komunitas

14
3. Melakukan case finding klien pasung
4. Menjalankan peran advokasi untuk melindungi HAM pasien pasung
5. Melakukan praktik keperawatan sesuai kewenangan dan peraturan
6. Aplikasi asuhan keperawatan dengan pendekatan transkultural
7. Menangani krisis keluarga dengan pasien pasung
8. Melakukan integrasi dengan institusi pendidikan keperawatan dalam
rangka promotif, preventif dan rehabilitatif
9. Melakukan rujukan ke psikiatri di RSU/ RSJ

Kendala program bebas pasung :


1. Kesiapan SDM
2. Kurangnya dukungan keluarga dan masyarakat
3. Kurangnya dukungan pemerintah dalam menyediakan anggaran program
Indonesia bebas pasung
4. Kurangnya advokasi dan sosialisasi terhadap pemegang kebijakan di
tingkat kabupaten dan provinsi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Kaplan, A.I, Sadock B.J. (1998). Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (I); Jakarta. Widya Medika.

Hamid, A.Y.S. (2009). Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa (I); Jakarta.
Buku Kedokteran ECG.

Shives, L.R. (1998). Basic Consept of Psychiatric-Mental Health Nursing (4); East
Washington Square. Lippincott.

Prasetyo, H. Nugroho, P. (2009). Tingkat Pengetahuan Mahasiswa dalam Merawat Pasien


Jiwa pada Praktek Klinik Keperawatan Jiwa. Soedirman. 4 (1), 15-19.

Prihartini, Y. Hotnida, E. Peran Perawat dalam Program Terapi dan Pemberdayaan Pasien
dengan Dual Diagnosis. Bulletin Ilmiah Populer.35-42.

Novita, M.(2012). Peran Perawat Dalam Meningkatkan Kemampuan Bersosialisasi Pada


Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011.
Diakses pada tanggal 27 September 2012 dari
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31490

Anonim. Kesehatan Jiwa. Diakses pada tanggal 28 September 2012 dari


http://faperta.ugm.ac.id/articles/kesehatan_jiwa.pdf

Yosep Iyus, S.Kp, M.Si. 2009. Keperawatan Jiwa,Edisi Revisi.Bandung. PT. Refika
Aditama.

Frisch & Frisch. (2002). Psychiatric Mental Health Nursing. (2nd ed). New York:n
Thomson Learning, Inc

16

Вам также может понравиться