Вы находитесь на странице: 1из 4

RAPAT PERMUSYAWARATAN MAJELIS HAKIM

Judul buku : Peradilan Tata Usaha Negara

Penyusun :Dr. Nomensen Sinamo, SH, MH

Penerbit :Jala permata aksara, Jakarta Puri Gading PGR 160 pondok gede-bekasi

Tahun terbit : 2016

Halaman : 86 – 89

Permusyawaratan Majelis Hakim bersifat rahasia (pasal 17 (3) Undang-undang Np. 14 Tahun
1970).

Ketua Majelis akan mempersilahkan Hakim Anggota II untuk mengemukakan pendapatnya,


disusul oleh Hakim Anggota 1 dan terakhir Ketua Majelis akan menyampaikan pendapatnya.
Semua pendapat harus dikemukakan dengan jelas, dengan menunjuk Yurisprudensi tetap atau
doktrin yang mantap.

Dalam hal terdapat 2 (dua) pendapat yang sama, maka Hakim yang kalah suara, juga dalam hal
yang bersangkutan adalah Ketua Majelis, seyogyanya menerima pendapat tersebut. Hakim
yang kalah suara itu dapat menuliskan pendapatnya dalam sebuah buku (catatan Hakim) yang
khusus disediakan untuk maksud itu, yang dikelola oleh Ketua pengadilan negeri dan bersifat
rahasia.

Selanjutnya Indroharto menyatakan “Rapat permusyawaratan itu dihadiri oleh mereka yang
ikut memutuskan sesuatu mengenai perkara yang bersangkutan yaitu ketua sidang dan para
anggota majelis dengan panitera atau panitera pengganti yang ikut duduk bersidang.” Lebih
jauh menurut Philips M. Hadjon menyebutkan “rapat pemusyawaratan itu terdiri para hakim
dan panitera yang diketuai oleh ketua pengadilan tata usaha negara (tingkat pertama) lalu hasil
rapat permusyawaratan dapat berupa penerimaan atau penolakan terhadap gugatan dalam
bentuk suatu penetapan yang diucapkan dihadapan kedua belah pihak yang bersengketa.

PEMERIKSAAN PERSIAPAN (disimissal process)


Sesudah melewati tahap rapat permusyawaratan, maka dilakukan pemeriksaan persiapan
terhadap gugatan yang diajukan oleh penggugat sebagaimana diatur dalam pasal 53 Undang-
undang PTUN dan menurut pasal 63 Undang-undang PTUN dinyatakan:

a. Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai hakim wajib mengadakan pemeriksaan


persiapan untuk untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas;
b. Dalam pemeriksaan persiapan tersebut, maka hakim:
1) Wajib memberikan nasehat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan
melengkapinya dengan data diperlukan dalam jangka waktu tiga puluh hari;
2) Dapat meminta penjelasan kepada badan atau pejabat tata usaha negara yang
bersangkutan.
c. Apabila dalam jangka waktu tiga puluh hari tersebut penggugat belum
menyempurnakan gugatan, maka hakim menyatakan dengan putusan bahwa gugatan
tidak dapat diterima;
d. Terhadap putusan yang dimaksud dalam ayat 3 diatas tidak dapat digunakan upaya
hukum, tapi dapat diajukan gugatan baru.

Dalam penjelasan pasal 63 ayat (1) dinyatakan “ketentuan ini merupakan kekhususan dalam
proses pemeriksaan sengketa Tata usaha negara.” Kepada hakim diberikan kemungkinan untuk
mengadakan pemeriksaan persiapan sebelum memeriksa pokok sengketa.

Judul buku : Mekanisme Judicial Review

Penyusun : Badriyah Khaleed, S.H.

Penerbit :Pustaka Yustisia

Tahun terbit : 2014

Halaman :

RAPAT PERMUSYAWARATAN HAKIM

Rapat permusyawaratan Hakim (RPH) dilakukan secara tertutup dan rahasia yang di pimpin
oleh ketua Mahkamah. Bila ketua Mahkamah berhalangan memimpin, Rapat pleo dipimpin
oleh wakil ketua Mahkamah. Bila keduanya berhalangan dalam waktu bersamaan, Rapat Pleno
dipimpin oleh ketua sementara yang dipilih dari dan oleh anggota Mahkamah.

Kuorum untuk mengambil keputusan adalah sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang Hakim


Konstitusi, dibantu panitera, dan petugas lain yang disumpah. Namun bila RPH tidak untuk
mengambil keputusan dapat dilakukan tanpa terkait ketentuan kourum tersebut.

RPH mendengar, membahas, dan/atau mengambil keputusan mengenai:

a. Laporan panel tentang pemeriksaan pendahuluan;


b. Laporan panel tentang pemeriksaan persidangan;
c. Rekomendasi panel tentang tindak lanjut hasil pemeriksaan permohonan;
d. Pendapat hukum (legal opinion) para hakim konstitusi;
e. Hasil pemeriksaan persidangan pleno dan pendapat hukum para hakim konstitusi;
f. Hakim konstitusi yang menyusun rancangan putusan;
g. Rancangan putusan akhir;
h. Penunjukan Hakim konstitusi yang bertugas sebagai pembaca terakhir rancangan;
i. Pembagian pemeriksaan lanjutan oleh pleno atau panel.

PUTUSAN

Putusan diambil dalam RPH yang dihadiri sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang Hakim
konstitusi dan dibaca/diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum yang dihadiri
sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang Hakim konstitusi.

Dalam rangka pengambilan putusan seorang Hakim kontitusi wajib menyampaikan


pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap permohonan.

Putusan sedapat mungkin diambil secara musyawarah untuk mufakat. Bila tidak dicapai
mufakat bulat, rapat ditunda sampai permusyawaratan berikutnya.

Putusan Mahkamah tentang pengujian undang-undang memuat:

a. Kepala putusan yang berbunyi: “DEMI KEADILAN BERDASARKAN


KETUHANAN YANG MAHA ESA”
b. Identitas permohonan
c. Ringkasan permohonan yang telah diperbaiki
d. Pertimbangan terhadap fakta yang terungkap dalam persidangan
e. Pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan
f. Amar putusan
g. Pendapat berbeda dari hakim konstitusi dan
h. Hari dan tanggal putusan, nama dan tanda tangan hakim kontitusi serta panitera.

Putusan mahkamah ditandatangani oleh ketua dan hakim yang memeriksa, mengadili, dan
memutus, serta panitera yang mendapingi persidangan.

Bila ketua Mahkamah berhalangan hadir dalam sidang pengucapan putusan, putusan
Mahkamah ditandatangani oleh wakil ketua Mahkamah selaku ketua sidang dan hakim yang
hadir serta panitera yang mendampingi persidangan.

Bagi pemohon dan pihak terkait dengan materi permohonan yang berusaha berkomunikasi
dengan hakim di luar persidangan dengan maksud untuk memengaruhi baik secara lamgsung
maupun tidak langsung terhadap kemandirian hakim dalam memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara dilaporkan oleh hakim yang bersangkutan dalam RPH untuk diambil
tindakan seperlunya sesuai peraturan yang berlaku atau setidak-tidaknya untuk dipergunakan
sebagai bukti mengenai adanya niat yang tidak baik.

Вам также может понравиться