Вы находитесь на странице: 1из 11

ATELEKTASIS

I. PENDAHULUAN
Istilah atelektasis berasal dari kata Yunani Ateles dan ektasis, yang
berarti ekspansi lengkap. Atelektasis adalah keadaan ketika sebagian atau seluruh
paru mengempis dan tidak mengandung udara. Penyebab tidak masuknya udara
ke dalam paru disebabkan oleh sumbatan lumen saluran pernafasan maupun
terhimpit dari luar yang mengakibatkan tertutupnya saluran pernafasan.1,2
Himpitan saluran pernapasan yang disebabkan oleh pembesaran
limfenodus, tumor, dan aneurisma mengakibatkan atelektasis obstruktif. Tetapi
terdapat juga atelektasis nonobstruktif. Tidak tercukupinya surfaktan dan adanya
kompresi paru dari luar, seperti pada pneumotoraks dan efusi pleura dapat
menyebabkan atelektasis. Dalam hal ini, disebut sebagai atelektasis pasif.2
Penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis pertama kali di
Indonesia ditemukan pada tahun 1971. Sejak itu penyakit tersebut menyebar
ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia.3
Pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan khusus lainnya seperti
bronkoskopi dan bronkografi, dapat menentukan atau menegakkan diagnosis dari
atelektasis.2

II. DEFINISI
Atelektasis adalah suatu keadaan paru atau sebagian paru yang mengalami
hambatan berkembang secara sempurna sehingga aerasi paru berkurang atau sama
sekali tidak berisi udara.4
Istilah atelektasis berasal dari kata Yunani Ateles dan ektasis, yang
berarti ekspansi lengkap. Keadaan ketika sebagian atau seluruh paru mengempis
dan tidak mengandung udara. Penyebab tidak masuknya udara ke dalam paru
disebabkan oleh sumbatan lumen saluran pernafasan maupun terhimpit dari
luar yang mengakibatkan tertutupnya saluran pernafasan.1,2
Pada anak-anak, atelektasis bisa terjadi. Terutama pada anak dengan
infeksi primer tuberkulosis. Pada infeksi primer tuberkulosis terdapat pembesaran

1
kelenjar getah bening. Pembesaran kelenjar getah bening yang semakin banyak
akhirnya menekan jalan napas sehingga dapat dengan cepat timbul atelektasis
pada anak-anak maupun bayi.5
Tingkat keparahan atelektasi tergantung banyaknya saluran napas yang
terkena serta kualitas sumbatan pada saluran napas yang mengalami obstruksi.
Terapi atelektasis harus berdasarkan etiologi yang mendasari supaya mendapatkan
hasil yang optimal untuk mengatasi atelektasis ini.5

IV. EPIDEMIOLOGI

Dari hasil 200 pasien anak chest radiographs yang diperiksa di ICU,
ditemukan 18 kasus atelektasis (8,5%). Sebagian besar kasus melibatkan lobus
kiri bawah (66%), kolaps lobus kanan bawah (22%) dan lobus kanan atas (11%).5
Penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis pertama kali
diIndonesia ditemukan pada tahun 1971. Sejak itu penyakit tersebut menyebar
ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia.
Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan
meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden
terbesar terjadi pada 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000
penduduk dan CFR =2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%,
namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99%
(tahun 2000); 21,66% (tahun 2001); 19,24 % (tahun 2002); dan 23,87% (tahun
2003).3

III. ETIOLOGI
Beberapa atelektasis terjadi sebagai akibat dari kelebihan jumlah sekresi
lendir dan atau retensi mukus yang menebal. Sifat yang kuat dari sekresi saluran
napas terutama tergantung oleh adanya polimerisasi yang kuat, DNA polyanionic,
dan sebagian besar dari degenerasi leukosit polimorfonuklear namun status hidrasi
juga dapat mempengaruhi sifat ini. Mukus yang tebal dan sekresi lendir yang
kental menyumbat lumen saluran napas, menyebabkan oklusi saluran napas dan

2
atelektasis yang menyebabkan aliran udara terganggu, perfusi ventilasi dan
gangguan pertukaran gas.2

Ateleksasis dapat disebabkan oleh berbagai macam kelainan disekitar


paru, yaitu:
1. Penyumbatan/obstruksi pada bronkus
Penyumbatan dapat terjadi secara intrinsik (tumor pada bronkus, benda
asing,cairan sekresi yang massif) ataupun penyumbatan pada bronkus akibat
penekanan dari luar bronkus (tumor di sekitar bronkus, ataupun pembesaran
kelenjar limfe).4,6,7,8
Atelektasis obstruktif adalah jenis yang paling umum dan hasil dari
reabsorpsi gas dari alveoli ketika komunikasi antara alveoli dan trakea terhambat.
Obstruksi dapat terjadi pada bronkus yang lebih besar atau lebih kecil. Beberapa
penyebab obstruktif atelektasis adalah termasuk benda asing, tumor, dan lendir
yang banyak.1

2. Tekanan ekstra pulmoner


Biasa diakibatkan oleh karena pneumothoraks, adanya cairan pleura,
peninggian diafragma, herniasi organ abdomen ke rongga thoraks,dan tumor intra
thoraks tapi ekstra- pulmoner (tumor mediastinum).4,6,7,8
Atelektasis nonobstruktif dapat disebabkan oleh hilangnya kontak antara
pleura parietal dan visceral, kompresi, hilangnya surfaktan, dan penggantian
jaringan parenkim oleh jaringan parut atau penyakit infiltratif.1

3. Paralisis atau paresis gerakan pernafasan


Hal ini akan menyebabkan perkembangan paru yang tidak sempurna,
misalnya pada kasus poliomyelitis, dan kelainan neurologil kalinnya. Gerak napas
yang terganggu akan mempengaruhi kelancaran pengeluaran sekret dalam
bronkus dan akhirnya akan memperberat keadaan atelektasis.4

4. Hambatan gerakan pernafasan oleh kelainan pleura atau menahan rasa sakit
akibat trauma thoraks. Keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran sekret
bronkus yang dapat memperhebat terjadinya atelektasis.4

3
5. Sindrom lobus Tengah
Sindrom lobus tengah adalah gangguan berulang atau atelektasis tetap
yang melibatkan lobus tengah kanan dan / atau lingula. Hal ini dapat disebabkan
oleh baik ekstraluminal (kompresi bronkial dengan sekitar kelenjar getah bening)
atau dengan obstruksi bronkus intraluminal. Ini bisa terjadi dengan adanya
bronkus lobar paten tanpa halangan diidentifikasi. Proses inflamasi dan kerusakan
anatomi bronkus dan ventilasi tambahan telah ditunjuk sebagai penyebab sindrom
lobus tengah nonobstruktif.1
6. Atelektasis Adhesif
Hal ini merujuk pada atelektasis non-obstruktif, dapat terjadi apabila
permukaan luminal dinding alveoli melekat satu dengan lain. Merupakan
komponen penting pada khususnya respiratory distress syndrome pada bayi baru
lahir (HMD), dan emboli paru, namun dapat pula terjadi akibat pneumoitis akibat
radiasi.4
7. Atelektasis Sikatriks
Merupakan akibat utama dari fibrosis dan pembentukan jaringan parut
(infiltrasi) didalam ruang intraalveolar dan intersisialis (pneumonitis intersisialis),
umumnya berhubungan dengan tuberkulosis paru.6

IV. PATOFISIOLOGI
1. Obstruktif Atelektasis
Berhubungan dengan obstruksi bronkus, kapiler darah akan mengabsorbsi
udara disekitar alveolus, dan menyebabkan retraksi paru dan akan terjadi kolaps
dalam beberapa jam. Pada stadium awal, darah melakukan perfusi paru tanpa
udara, hal ini mengakibatkan ketidak seimbangan ventilasi dan perfusi sehingga
arterial mengalami hipoksemia. Jaringan hipoksia hasil dari transudasi cairan ke
dalam alveoli menyebabkan edema paru, yang mencegah atelektasis komplit.
Ketika paru paru kehilangan udara, bentuknya akan menjadi kaku dan
mengakibatkan dyspnea, jika obstruksi berlanjut dapat mengakibatkan fibrosis
dan bronkiektasis.3,7

4
2. Atelektasis Non-Obstruktif
Penyebab utama yaitu oleh karena tidak adanya hubungan antara pleura
viseralis dan pleura parietalis. Efusi pleura maupun pneumothorax menyebabkan
atelektasis pasif. Efusi pleura yang mengenai lobus bawah lebih sering dibanding
dengan pneumothorax yang sering menyebabkan kolaps pada lobus atas.
Adhesive atelektasis lebih sering dihubungkan dengan kurangnya surfaktan.
Surfaktan mengandung phispolipid dipalmitoy phosphatidyicholine, yang
mencegah kolaps paru dengan mengurangi tegangan permukaan alveoli.
Berkurang atau tidaknya produksi surfaktan biasanya terjadi pada ARDS,
pneumonitis radiasi, ataupun akibat trauma paru sehingga
alveoli tidak stabil dan kolaps. Kerusakan parenkim paru pun dapat menyebabkan
sikatrik atelektasis yang membuat tarikan, tarikan yang bila terlalu banyak
membuat paru kolaps, sedangkan replacement atelektasis dapat disebabkan oleh
tumor seperti bronchialveolar carcinoma.3,7
3. Platlike atelektasis (Focal atelectasis)
Disebut juga discoid atau atelektasis subsegmental, tipe ini sering
ditemukan pada penderita obstruksi bronkus dan didapatkan pada keadaan
hipoventilasi, emboli paru, infeksi saluran pernafasan bagian bawah dengan
horizontal atau “platlike”. Atelektasis minimal dapat terjadi karena ventilasi
regional yang tidak adekuat dan abnormalitas formasi surfaktan akibat hipoksia,
iskemia, hiperoxia, dan ekspos berbagai toksin.3,7

4. Post operative atelektasis


Atelektasis merupakan komplikasi yang umum terjadi pada pasien yang
melakukan anastesi ataupun bedah dapat mengakibatkan atelektasis karena
disfungsi dari diafragma dan berkurangnya aktivitas surfaktan. Atelektasis ini
biasanya pada bagian basal (bawah) paru ataupun segmen tertentu.3

5
V. DIAGNOSIS
a. Gambaran Klinis
Sebagian besar berhubungan dengan kelainan yang mendasarinya,
sebagian tampak seperti keadaan normal, namun pada sejumlah kasus, terutama
kasus akut dapat berupa :2,4,6,7
1. Batuk non produktif
2. Nyeri dada
3. Sianosis
4. Hipotensi
5. Takikardi
6. Demam
7. Syok

b. Pemeriksaan Fisik:2
1. Inspeksi : tampak cekungan atau bagian yang tertinggal pada daerah yang
sakit.
2. Palpasi : penurunan fremitus, trakea, dan jantung mengalami shift ke
daerah yang sakit.
3. Perkusi : suara lebih redup.
4. Auskultasi : menghilangnya bunyi nafas.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis (foto thorax, CT-Scan, Bronchoscopy). FotoThorax
dilakukan dengan posisi PA/Lateral. Foto thorax posisi lateral bertujuan
untuk melihat letak atelektasis, apakah anterior ataukah posterior agar
mempermudah mengetahui lobus paru bagian mana yang mengalami kolaps.
Tanda tanda langsung atelektasis :2
1) Pergeseran dari fissure interlobar.
2) Peningktan densitas.
3) Volume paru yang bersangkutan mengecil.

6
Gambar A
Atelektasis yang disebabkan oleh adanya
tekanan ekstrapulmonal
(Atelektasis Kompresi).
B.
Atelektasis yang disebabkankarena
adanya oklusi bronkial sehingga udara
yang masuk menurun(Atelektasis
Absorpsi).

(Dikutip dari kepustakaan 9)

VI. PENATALAKSANAAN
Fisioterapi dada adalah terapi lini pertama untuk atelektasis. Namun, untuk terapi dasar
ini, buktinya kurang hanya ada dua penelitian yang diterbitkan. Pada 57 anak berventilasi,
fisioterapi dada dengan bilas garam dan simulasi batuk berhasil meningkatkan ekspansi paru-
paru pada 84% pasien. Jika fisioterapi gagal, pemeriksaan lebih lanjut dari rontgen dada untuk
mengetahui tingkat bronchogram udara dapat membantu untuk mengidentifikasi apakah
obstruksi jalan napas adalah penyebabnya dan untuk menentukan apakah lobar proksimal atau
bronkus distal yang terlibat. Bronkoskopi serat optik untuk sekresi aspirasinya telah digunakan
dalam pengelolaan obstruksi jalan napas proksimal, dan telah ditemukan untuk mengatasi
atelektasis berhasil di 26 dari 35 (74%) pasien perawatan intensif anak. Namun. dalam uji coba
terkontrol secara acak kecil, bronkoskopi serat optik tidak meningkatkan tingkat resolusi
penyusutan volume dibandingkan dengan fisioterapi dada, dan mungkin memiliki efek buruk

7
pada tekanan intrakranial. Bronkodilator nebulised secara tradisional dianjurkan untuk
pengelolaan atelektasis. Pada pasien dengan bronkokonstriksi akut, bronkodilator dapat
meningkatkan diameter jalan napas dan karenanya meningkatkan sekresi jalan napas, tetapi tidak
ada penelitian yang diterbitkan mengevaluasi penggunaannya dalam pengelolaan atelektasis
pada pasien asma atau non-asma. Pada bayi dan anak-anak dengan bronkiolitis, nebulasi
adrenalin (epinefrin) untuk mengurangi edema mukosa jalan napas dan karenanya
meningkatkan diameter jalan napas mungkin lebih menguntungkan dari pada bronkodilator.10

Nebulised atau aplikasi langsung trakea dari DNase mengurangi sifat viskoelastik sekresi purulen
jalan nafas dengan memecah polimerisasi asam deoksiribonukleat. Mengurangi viskositas
sekresi mempermudah untuk membersihkan jalan napas, dan DNase sehingga dapat
mengurangi penyumbatan lendir saluran napas.10

Hendriks dan rekannya sekarang menggambarkan penggunaan DNase dalam kasus terbesar
sejauh ini diterbitkan, melibatkan 25 anak-anak dengan atelektasis persisten meskipun telah
fisioterapi dan terapi bronkodilator. Dalam penelitian ini, 68% dari pasien membaik setelah
pemberian DNase. Kurangnya perbaikan pada semua pasien mungkin sebagian disebabkan oleh
etiologi yang beragam dan faktor predisposisi termasuk saluran napas malacia, retardasi
psikomotor, penyakit neuromuskular, penyakit kardiovaskular, bronkiektasis, dan penyakit paru-
paru kronis.10

Tujuan pengobatan untuk mengeluarkan dahak dari paru – paru dan kembali
mengembangkan jaringan paru yang terkena. Tindakan yang biasa dilakukan
adalah :11
1. Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena
bisa kembali mengembang.
2. Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur
lainnya.
3. Latihan menarik nafas dalam (spirometri insentif).
4. Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak.
5. Postural drainase
6. Antibiotik diberikan untuk semua infeksi.

8
7. Pengobatan tumor atau keadaan lainnya.
8. Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang,
menyulitkan atau menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru- paru
yang terkena mungkin perlu diangkat.
9. Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru
yang mengempis akan kembali mengembang, dengan atau tanpa
pembentukan jaringan parut ataupun kerusakan lainnya.

VII. PENCEGAHAN11
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya atelektasis :
1. Setelah menjalani pembedahan, penderita harus dibantu untuk bernafas
dalam, batuk teratur dan kembali melakukan aktivitas secepat mungkin.
2. Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang menyebabkan
pernapasan dangkal dalam jangka lama, mungkin akan lebih baik bila
menggunakan alat bantu mekanis untuk membantu pernafasan. Mesin ini
akan menghasilkan tekanan terus-menerus ke paru –paru, sehingga meskipun
pada akhir dari suatu pernafasan, saluran pernafasan tidak dapat menciut.

VIII. KOMPLIKASI6
1. Pnemonia
Bias diakibatkan oleh berkurangnya oksigen dan kemampuan paru
untuk mengembang sehingga secret mudah tertinggal dalam alveolus dan
mempermudah menempelnya kuman dan mengakibatkan terjadinya
peradangan pada paru.
2. Hypoxemia dan gagal napas
Bila keadaan atelektasis dimana paru tidak mengembang dalam waktu yang
cukup lama dan tidak terjadi perfusi ke jaringan sekitar yang cukup maka
dapat terjadi hypoxemia hingga gagal napas. Bila paru yang masih sehat tidak
dapat melakukan kompensasi dan keadaan hipoksia mudah terjadi pada
obstruksi bronkus.

9
3. Sepsis
Hal ini dapat terjadi bila penyebab atelektasis itu sendiri adalah suatu proses
infeksi, dan bila keadaan terus berlanjut tanpa diobati maka mudah
terjadi sepsis karena banyak pembuluh darah di paru, namun bila keadaan
segera ditangani keadaan sepsis jarang terjadi.
4. Bronkiektasis
Ketika paru - paru kehilangan udara, bentuknya akan menjadi kaku dan
mengakibatkan dyspnea, jika obstruksi berlanjut dapat mengakibatkan
fibrosis dan bronkiektasis.

IX. PROGNOSIS
1. Prognosis tergantung pada penyebab, umur, komplikasi yang terjadi, dan
managemen terhadap penyakit. Umumnya prognosis baik pada atelektasis
post operasi dan buruk pada kanker tingkat lanjut.6,8
2. Pada orang dewasa, bila atelektasis terjadi pada sebagian kecil lapangan paru
biasanya akan mengancam jiwa. Sebagai kompensasi bagian paru yang masih
dapat berfungsi dengan baik akan menyediakan oksigen yang cukup
untuk seluruh tubuh.6,8
3. Atelektasis yang besar akan berbahaya, terutama pada bayi, anak kecil, atau
pada mereka yang mempunyai penyakit paru.6
4. Biasanya terjadi perbaikan secara bertahap bila obstruksi telah dihilangkan.
Bagaimanapun juga, pemulihan akan meninggalkan bekas parut (fibrosis).6

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Madappa Tarun.Atelectasis.Available from http://emedicine.medscape.com/article/296468-


overview. Last update : August 25,2009. Accesed on September 9, 2014.
2. Sharma. Atelektasis. 2003. Available from http://www.eMedicine.com. Accesed on
September 9, 2014.
3. Djojodibroto Darmanto. Respirologi ( Respiratory Medicine). Jakarta : Penerbit
BukuKedokteran EGC. Hal 231-4
4. Kusumawidjaya K. Emfisema, atelektasis dan bronkiektasis dalam Rasad S, Kartoleksono
S,Ekayuda I, editor. Radiologi Diagnostik. Jakarta : Bagian Radiologi Universitas Indonesia
; 2010 Edisi ke dua. Hal 107-9;112-13.
5. Prodhan P, Greenberg B, AT Bhutta, et all. Recombinant Human
Deoxyribonuclease Improves Atelectasis in Mechanically Ventilated Children
with Cardiac Disease. Congenital Heart Disease. 2009.
6. Khatri Sunita. Atelectasis Sign and Symptoms. Available from
:http://steadyhealth.com/.../Atelectasis_SignansSymptoms_a1354.html. Last Update Juni
21,2010. Accesed on September 9, 2014.
7. Sivagnanam Gurusamy. Atelectasis. Available from http
://www.pharmpedia.com/Atelectasis. Last Update : October 29,2006. Accesed on
September 9, 2014.
8. www.medicastore.com. Atelektasis. Accesed on September 9, 2014.
9. Muller NL, Silvia IS. [2010].[cited 2]. Atelektasis. Avaiable from:
http://imaging.consult.com/chapter/Atelektasis/S 1933-0332(08)73280-X.
10. B Schindler Margrid. Treatment of atelectasis: where is the evidence?.
Critical care. 2009
11. Sean O and Stithm MD. Atelectasis. Available from
http://www.helathline.com/adamcontent/atelectasis. Last Update : August 29,2008.
Accesed September 9, 2014.

11

Вам также может понравиться