Вы находитесь на странице: 1из 5

Warnet hilma.

NET
Melayani: Jasa pengetikan, print, scan, fotocopy, cetak foto, transfer uang, pembelian tiket
pesawat, pembayaran online (listrik, bpjs, tv langganan, dll), servis komputer, penjualan
sparepart dan aksesoris komputer.
Alamat: Jl. Anggrek RT. 06C Unit. IX Kec. Rimbo Ulu (Selatan Pasar Kembang)
Blog: http://warnethilma.blogspot.com

DRAMA NUSANTARA
ASAL MULA KOTA CIANJUR

Dikisahkan, pada jaman dahulu kala di daerah jawa barat hiduplah seorang lelaki
petani yang sangat kaya. Seluruh sawah dan ladang di desanya menjadi miliknya. Penduduk
desa hanya menjadi buruh tani penggarap sawah dan ladang lelaki kaya itu.
Petani kaya itu memiliki sifat kikir. Oleh karena itu, penduduk desa menjulukinya Pak
Kikir. Kekikiran Pak kikir tidak pandang bulu, sampai-sampai terhadap anak lelaki satu-
satunya pun dia juga sangat pelit. Untunglah sifat kikir itu tidak menular pada anak
lelakinya itu.
Anak Pak Kikir itu adalah pemuda yang baik hati. Tanpa sepengetahuan ayahnya, dia
sering membantu tetangganya yang kesusahan.
Menurut anggapan dan kepercayaan masyarakat desa itu, jika menginginkan hasil
panen yang baik dan melimpah maka harus diadakan pesta syukuran dengan baik pula.
Takut jika panen berikutnya gagal, maka Pak Kikir terpaksa mengadakan pesta syukuran
dan selamatan semua warga desa diundang oleh Pak Kikir.

Pak Kikir : Wahai, para penduduk desa! Datanglah, kemari! Aku akan mengadakan pesta
syukuran dan selamatan. Jangan lewatkan kesempatan ini!
Warga 1 : Hei, Kawan! tinggalkan dulu pekerjaannya. Pak kikir sedang mengadakan acara
syukuran kita para warga desa diundang untuk datang ke rumahnya.
Warga 2 : Ayo ayo, buruan kita datang. Nanti buru abis makanannnya.
Warga 3 : Ayo, kita sama-sama datang ke rumahnya.

Begitu setelah warga sampai di rumah Pak Kikir....

Warga 2 : Huuuuhh! Kita diundang orang terkaya se desa, ku kira akan disediakan
makanan yang enak dan lezat. Ternyata....cuman makanan apa ini?? Ga enak!
Lagian makanannya dikiiit bangeeet. Ah! Ternyata perkiraanku meleset.
Warga 3 : Iya betul. Tuh lihat para tamu undangan yang lain juga tidak mendapat
makanan.
Warga 1 : Ya Tuhaaann!(sambil mengelus dada) Pak kikir memang terbukti kikir!
Warga 2 : Huuh!! Sudah berani mengundang orang ternyata tidak dapat menyediakan
makanan, sungguh keterlaluan! buat apa hartanya yang segudang itu. Tuhan
tidak akan memberikan berkah pada hartanya yang banyak itu.

Demikianlah pergunjingan dan sumpah serapah dari orang-orang miskin mewarnai


pesta selamatan yang diadakan Pak Kikir.
Pada saat pesta selamatan sedang berlangsung, iba-tiba datanglah seorang nenek
tua renta,

Nenek : (sambil merintih) Tuan... berilah saya sedekah, walau hanya dengan sesuap nasi.
Apa, sedekah?! Kau kira untuk menanak nasi tidak diperlukan jerih payah
Pak Kikir : Hah... apa kau bilang?
Nenek : Berilah saya sedikit saja dari harta tuan yang berlimpah ruah itu tuan…
Pak Kikir : Tidak! Cepat pergi dari sini! kalau tidak, aku akan suruh tukang pukulku untuk
menghajarmu!!

Nenek tua itu segera berlalu dari hadapan Pak Kikir. Tidak mendapat sedekah tetapi
malah diusir secara kasar oleh Pak Kikir. Dengan hati pilu, dan mengeluarkan air mata.
nenek yang malang itu segera meninggalkan halaman rumah Pak Kikir. Ia berjalan
sempoyongan menyusuri jalan desa. Melihat kejadian itu putera Pak Kikir sangat sedih.

Anak Pak Kikir : Kasihan Nenek itu. Sudah dibentak-bentak ayah, tapi tidak juga dikasih
makanan oleh ayah. Gimana ya, caranya aku bisa ngasih sedekah ke
nenek itu? Oooh iya, aku ambilkan saja jatah makan siangku buat nenek
itu.

Tak lama kemudian anak Pak Kikir mengejar si nenek tua....

Anak Pak Kikir : Mana si nenek ya? Ooh itu dia! Sudah sampai di ujung desa. Nek!
tunggu, nek!

Nenek itu pun berhenti, lalu menoleh ke belakang. Ia melihat seorang anak muda
yang sedang berlari mendekatinya.
Nenek : Ada apa, anak muda?
Anak Pak Kikir : Saya anak Pak Kikir, nek! Saya ingin meminta maaf atas perlakuan ayah
saya tadi! Sebagai obat kecewa, ambillah jatah makan siang saya ini,
Nek!
Nenek : (gembira) Terima kasih, Nak! Engkau anak yang baik hati. Semoga
Tuhan akan membalas kebaikanmu ini dengan kemuliaan.
Anak Pak Kikir : Sama-sama, nek! kalau begitu, saya langsung pulang ya, nek. Khawatir
ayah mencariku.
Nenek : Hati-hati, nak.

Setelah anak Pak Kikir pergi, nenek tua itu segera menyantap makanan itu, lalu
kembali melanjutkan perjalanan menuju ke sebuah bukit di dekat desa. Setibanya di atas
bukit, ia berhenti sejenak untuk melepaskan lelah. Dari atas bukit itu ia dapat melihat rumah
Pak Kikir berdiri dengan megah di antara rumah-rumah penduduk desa. Ia turut bersedih
melihat penderitaan penduduk akibat keserakahan Pak Kikir.

Nenek : Dasar orang tua serakah! Tunggulah pembalasannya, Pak Kikir! Tuhan akan
menimpakan hukuman kepadamu. Keserakahan dan kekikiranmu akan
menenggelamkanmu!

Usai berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, nenek tua itu segera menancapkan
tongkatnya ke tanah. Begitu ia mencabut kembali tongkatnya, terpancarlah air yang sangat
deras dari lubang tancapan itu. Semakin lama lubang tancapan itu semakin besar, sehingga
terjadilah banjirlah besar.
Melihat kedatangan banjir itu, para warga yang masih berkumpul di rumah Pak
Kikir menjadi panik dan segera berlarian mencari tempat perlindungan untuk
menyelamatkan diri.

Warga 2 : Haaahh?? Kenapa tiba-tiba ada air mengalir banyak sekali?


Warga 1 : Ini banjir!
Warga 3 : Iya betul. Ini banjir (teriak) Banjir...! Banjir...! Ayo lari...!

Melihat kepanikan para warga, anak Pak Kikir segera menganjurkan mereka agar
berlari menuju ke atas bukit mencari tempat yang aman.
Anak Pak Kikir : Hai para warga, tidak usah panik! Ayo segera kita selamatkan diri kita.
Ayo, kita semua lari ke atas bukit!
Warga 1,2,3 : Bagaimana dengan sawah dan ternak kita?
Anak Pak Kikir : Tidak usah memikirkan harta kalian! Kalian pilih harta atau jiwa?! Sudah
tidak ada waktu untuk membawa harta lagi. Yang penting selamatkan dulu
nyawa kalian!

Anak Pak Kikir yang bijak itu terus berteriak-teriak mengingatkan penduduk desa.
Akhirnya, warga pun berlarian menuju ke atas bukit. Ia juga membujuk ayahnya agar segera
keluar rumah menyelamatkan diri. Tapi apa kata Pak kikir...

Anak Pak Kikir : Ayah, cepat tinggalkan rumah ini! kita harus segera keluar untuk
menyelamatkan diri!
Pak Kikir Apa? Lari begitu saja? Tolol!! Aku harus mengambil peti hartaku yang
kusimpan di dalam tanah dulu!
Anak Pak kikir (teriak) Ayah, ayo cepat keluarlah dari rumah! Banjir itu sudah semakin
dekat! Kita harus segera menyelamatkan diri! Ayaaaah! Ayo cepat
keluaaar, ayaaah! Duuuh gimana ini ayah tidak mau keluar juga. Ya
sudahlah aku harus menyelamatkan diri dengan para warga.

Pak Kikir tidak menghiraukan seruan anaknya. Ia terus berusaha mengambil peti
hartanya yang disimpan di dalam tanah. Sementara anak Pak Kikir dan warga sudah
menyelamatkan diri berlari naik ke atas bukit, akhirnya selamat. Sedangkan Pak Kikir yang
masih sibuk mengumpulkan hartanya, tidak dapat lagi menyelamatkan diri. Banjir besar itu
telah menenggelamkannya.
Meskipun selamat, mereka sangat sedih, karena seluruh desa mereka sudah terendam
banjir. Rumah, ternak, dan seluruh harta benda mereka hanyut terbawa arus banjir. Para
warga dan anak Pak Kikir menatap pemandangan desanya dari atas bukit penuh dengan
genangan air.

Anak Pak Kikir : Wahai para warga, kita tidak boleh larut terus menerus dalam kesedihan.
Kita harus segera bangkit. Kita sama-sama mencari daerah lain yang lebih
aman untuk kita bisa bermukim.
Warga 1 Ya betul! Kita ikut anjuranmu, Nak. Ayo kita segera berangkat!
Tak lama kemudian....

Warga 2 : Nah! Tempat ini sepertinya cocok untuk pemukiman kita. Bagaimana para
warga, setuju kita tinggal di sini!
Para Warga : Setujuuu?
Warga 3 : Nah sekarang, kita menempati tempat tinggal baru. Kita harus memiliki
pemimpin untuk memimpin desa kita yang baru. Bagaimana kalau kita pilih
pemuda ini untuk menjadi kepala desa kita yang baru? Setuju para warga?
Para warga : Setujuuu!!

Setelah anak Pak kikir diangkat warga menjadi kepala desa, anak Pak Kikir itu bisa
menjadi seorang pemimpin yang adil dan bijaksana. Tak lama kemudian, setelah membagi
tanah secara rata, ia pun menganjurkan warganya untuk mengolah tanah tersebut. Ia
mengajari mereka cara menanam padi dan mengairi sawah dengan baik. Berkat anjuran
anak Pak Kikir, mereka hidup aman dan sejahtera. Mereka pun senantiasa patuh terhadap
anjuran pemimpinnya. Desa itu kemudian mereka namai Desa Anjuran.
Lama kelamaan desa itu berkembang menjadi kota kecil disebut Cianjur. Ci berarti
air. Cianjur berarti daerah yang cukup mengandung air. Anjuran pemimpin desa dijadikan
pedoman para petani dalam mengolah sawah. Hingga kini, kota Cianjur selain dikenal
sebagai kota santri, juga penghasil beras wangi dan pulen. Dari cerita di atas, juga bisa
diambil pelajaran bahwa kekikiran dan keserakahan terhadap harta benda dapat
menyebabkan seseorang celaka.

Вам также может понравиться