Вы находитесь на странице: 1из 36

BAB I

PENDAHULUAN

Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan akut yang dapat terjadi ante,

intra dan postpartum.1 Preeklampsia diperkirakan terjadi pada 8% kehamilan, dengan

usia di atas 20 minggu, merupakan salah satu dari tiga penyebab kematian pada

kehamilan setelah perdarahan dan infeksi dan berdampak pada kesehatan maternal

dan fetal.2,3 Preeklampsia disebabkan oleh disfungsi trofoblast plasenta dan disfungsi

endotel dalam vaskularisasi maternal. Gambaran klinis dari preeklampsia bervariasi

luas dan sangat individual karena terkadang susah untuk menentukan gelaja

preeklampsia mana yang lebih dahulu timbul. Dari semua gelaja, hipertensi dan

proteinuria merupakan gejala yang paling penting yang seringkali tidak disadari.

Sehingga bila sudah terdapat keluhan seperti nyeri kepala yang mengganggu,

gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.1

1
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny.YGT

TTL : 10 Agustus 1985

Umur : 32 Thn

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Kudamati

Pekerjaan : PNS

Status Pernikahan : Kawin

No.RM : 068752

Tanggal MRS : 14 Agustus 2017

Tanggal Operasi : 15 Agustus 2017

B. Anamnesis

Anamnesis terpimpin : pasien merupakan rujukan dari dr. Danny Taliak,

Sp.OG dengan keluhan saat ini nyeri kepala (+), pandangan kabur (+), kejang

(-) pusing (-), muntah (-). Pasien sementara hamil 36 minggu. Pasien

melakukan ANC di Danny Taliak, Sp.OG. Pasien tidak memiliki riwayat

2
diabetes dan hipertensi. Pasien minum nifedipin tab 5 mg sublingual sebelum

MRS.

Riwayat penyakit dahulu : DM (-), HT (-)

Riwayat Pengobatan : nifedipin tab 5 mg PO

Riwayat keluarga : tidak ada

Riwayat operasi dan anestesi: Post section anak kedua

Riwayat alergi : asma (-)

C. Pemeriksaan Fisik

B1 Airway: bebas
Breathing: spontan
RR: 18x/m
Bunyi napas: vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
B2 Akral hangat, kering, merah
Tekanan darah: 145/95mmHg
Nadi:86x/m reguler
Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)
B3 Kesadaran:
GCS: E4V5M6
Pupil isokor: 3/3 mm, RCL +/+
Suhu: 37ºC
B4 BAK kateter 1000cc/10 jam berwarna kuning
B5 Abdomen: jaringan parut (+), supel, BU +
B6 Edema (-), fraktur (-)

3
D. Pemeriksaan penunjang

14 Agustus 2017 jam 22.54 WIT

Darah rutin Darah kimia


Jumlah eritrosit: 4,86x106/mm3 Glukosa sewaktu: 78 mg/dL
Hemoglobin: 14,0 g/dL Ureum: 20 mg/dL
Hematokrit; 41,1% Kreatinin: 0,7 mg/dL
MCV : 85µm3 SGOT: 22 mg/dL
MCH : 28,8 pg SGPT: 15 mg/dL
MCHC: 34,0 g/dL Bilirubin total: 0,3 mg/dL
RDW: 14,4% Bilirubin direk: 0,1 mg/dL
Jumlah trombosit:296x103/mm Bilirubin indirek: 0.2 mg/dL
MPV: 8,1µm3
PCT: 0,239%
PDW: 14,0%
Jumlah leukosit: 8,1x103/mm
Hitung sel:
Neutrofil: 63,7%
Limfosit: 27,1%
Monosit: 5,6%
Eusinofil: 2,9%
Basofil: 0,7%
Golongan darah O

E. Diagnosis

Klinis: G3P2A0 gravid 36 minggu + PEB + Post Sectio 1x

Operasi: PS ASA II

F. Rencana

SC + Tubektomy

4
G. Pre operasi

1. Diagnosis pra bedah : G3P2A0 gravid 36 minggu + PEB + Post SC +BoH

2. Diagnosis pasca bedah: G3P2A0 gravid 36 minggu + PEB + Post SC +

BoH

3. Jenis pembedahan : SC + Tubektomy

4. Jenis anestesi : Regional anestesi dengan spinal anestesi (SAB)

5. Lama operasi : 11.20 - 12.20

6. Lama anestesi : 11.10 - 12.20

7. Teknik anestesi :

 Pasien posisi supine, monitor terpasang, IV line pada tangan kiri

cairan RL 50 tpm

 Memastikan kondisi pasien stabil

 Preoksigenasi dengan O2 3 lpm

 Disiapkan spoit 5cc yang diisi dengan bupivacaine 0,5% 15 mg dan

dilepas needle dan spoit

 Pasien berbaring dengan posisi lateral dekubitus kiri agar

memudahkan proses anestesi spinal

 Dilakukan identifikasi L3-4, kemudian jarum diinsersi untuk

mengetahui apakah jarum sudah masuk ke dalam ruang subaraknoid

atau belum dengan keluarnya cairan yaitu cairan serebrospinal

5
 Setelah jarum sudah diinsersi di ruang subaraknoid, spoit berisi

bupivacaine dihubungkan dengan spinocan dan bupivacaine 0,5% 15

mg segera disuntikkan ke dalam ruang subaraknoid

 Ketika bupivacaine 0,5% 15 mg sudah selesai disuntikkan semua,

jarum dan spoit segera ditarik dan dan luka bekas insersi ditutup

dengan plester dan pasien juga secepatnya dibaringkan terlentang

kembali

 Maintenance dengan O2 3lpm

H. Intraoperatif

1. Induksi Spinal Bupivacaine 0,5% 15mg

2. Maintenance: O2 3lpm

3. Keseimbangan cairan:

 Cairan masuk : PO: RL 500cc + MgSO4 DO: RL 500cc

 Cairan keluar : PO: urine 300cc DO: urine 220cc

4. Perdarahan: + 200cc

I. Post Operatif

1. Pasien masuk ruang recovery pukul 12.20 WIT

2. Keluhan pasien : mual (-), muntah (-), nyeri (-)

6
3. Pemeriksaan fisik

B1 Airway: bebas
Breathing: spontan
RR: 16x/m
Bunyi napas: vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
B2 Akral hangat, kering, merah
Tekanan darah: 136/88mmHg
Nadi:75x/m reguler
Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)
B3 Kesadaran:
GCS: E4V5M6
Pupil isokor: 3/3 mm, RCL +/+
Suhu: 37ºC
B4 BAkateter
B5 Abdomen: jaringan parut (+), supel, BU +
B6 Edema (-), fraktur (-)

4. Post op pain: Tramadol 100mg Drips  12.20 WIT

5. Pasien masuk ICU tanggal 15 agustus pukul 19.00 WIT

6. Terapi:

 RL drips MgSO4 20cc/jam dengan infuse pump

 D5 62cc/jam dengan infuse pump

 Nifedipin tab 10mg sublingual 2x1 mg

 Awasi tanda vital

 Bed rest 24 jam

 Pasien di rawat di ICU 16 Agustus dan dipindahkan ke ruang

kebidanan pukul 16.30 WIT.

7
BAB III

PEMBAHASAN

A. ANESTESI

Anestesi spinal menghasilkan blokade sistem saraf simpatis,

analgesia/anestesia sensorik dan blokade motorik tergantung dosis, konsentrasi atau

volum anestetika lokal setelah pemberian melalui jarum ke plana neuroaksial.

Anestesi spinal membutuhkan jumlah obat yang lebih sedikit dengan efek blok yang

lebih nyata dalam jangka waktu singkat.2

Kontraindikasi Anestesi Spinal:2

Kontraindikasi absolut

 Pasien menolak

 Hipovolemia dan syok/renjatan sepsis

 Koagulopati atau trombositopenia

 Peningkatan TIK

Kontraindikasi relative

 Sepsis meningkatkan risiko meningitis

 Infeksi di daerah pungsi

 Riwayat gangguan neurologi

 Riwayat pembedahan spinal dengan instrumentasi

 Kelaianan anatomi vertebrae (skoliosis)

8
 Kondisi jantung yang tergantung pada preload (stenosis aorta, kardiomiopati

hipertrofi obstruktif)

Anatomi dan Fisiologi Neuroaksial

Kolumna vertebralis terdari 33 vertebrae (7 tulang servikal, 12 tulang torakal,

5 tulang lumbal, 5 tulang sacrum dan 4 tulang koksigeal). Kolumna vertebralis

memiliki 4 kurva, yaitu bentuk lordosis pada bagian servikal dan lumbal serta bentuk

kifosis pada bagian torakal dan sakral. Terdapat juga beberapa ligamentum bersama-

sama membungkus dan mempertahankan kestabilan kolumna vertebralis, yaitu

lligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavun dan dua

buah ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Kanalis spinalis berbatasan

dengan kospus vertebra di sisi anterior, sisi lateral dengan pedikel dan sisi posterior

dengan lamina. Kanalis spinalis memanjang dari foramen magnum pada cranium

sampai ke ligament sakrokoksigeal yang merupakan akhir dari medulla spinalis.

Terdapat 3 ruangan penting untuk proses anestesi yaitu ruang intratekal/subaraknoid,

ruangan subdural dan ruangan epidural. Ruang epidural mengandung vena-vena

epidural, jaringan lemak dan serat-serat serabut saraf vertebrae. Ruangan subaraknoid

berisi medulla spinalis dan cairan serebrospinalis (CSS/cerebrospinalis fluid).2

Kanalis spinalis berisi medulla spinalis yang diliputi oleh meningen, jaringan

lemak dan pleksus venosus. Meningeal disusun oleh tiga lapisan yaitu piamater,

araknoidmater dan pleksus venosus. Meningeal disusun oleh tiga lapisan yaitu

piamater, araknoidmater dan duramater. Ketiganya berdekatan dan merupakan

9
kelanjutan dari lapisan yang sama di cranial. Cairan serebrospinal berada di dalam

ruang subaraknoid. Medulla spinalis normalnya memanjang dari foramen magnum

sampai setinggi level L1 pada orang dewasa. pada anak-anak medulla spinalis

berakhir pada L3, tetapi akan bertambah naik ke kranial seiring dengan pertambahan

usia. Sakus duralis pada orang dewasa berakhir pada S2 dan sering S3 pada anak-

anak.2

Cairan serebrospinalis (CSS) adalah produk ultrafiltrasi plasma yang

dihasilkan oleh pleksus koroideus lateralis, ventrikel III dan ventrikel IV. Total

volume cairan serebrospinal adalah 120-150 mL, yang distribusinya merata ke kranial

dan spinal. Tekanan cairan serebrospinal nornalnya pada daerah lumbal pada posisi

horizontal adalah 60-80 mm H2O.2

Teknik Anestesi Spinal

Persiapan

Sebelum anestesi spinal di mulai, pasien harus disiapkan seperti persiapan bila

melakukan anestesi umum. Hal ini bertujuan untuk sebagai antisipasi perubahan

mendadak tekanan darah, laju nadi atau masalah oksigenasi. Harus ada akses

intravena yang adekuat dan perlengkapan monitor pasien antara lain EKG, monitor

tekanan darah, dan pulse oxymeter. Mesin anestesi, sungkup wajah, sumber oksigen

dan suction harus tersedia dan siap dipakai. Obat-obatan sedasi, induksi, emergensi

dan peralatan resusitasi harus tersedia.2

10
Posisi pasien

Terdapat 3 posisi utama yang biasa digunakan pada teknik penyuntikan obat

anestetik lokal pada anesthesia spinal, penyuntikan jarum dengan posisi lateral

dekubitus dan posisi duduk yang paling banyak dikerjakan. Pada posisi lateral

dekubitus penderita tidur miring di atas meja operasi dan membelakangi ahli

anestesiologi, pinggang dan lutut difleksikan secara maksimal dan dada serta leher

difleksikan mendekat kearah lutut. Posisi ini juga nyaman pada ibu hamil karena

meningkatkan aliran darah plasenta. Posisi duduk dipilih karena mudah untuk

mempalpasi anatomi tulang belakang.2

Teknik atau Pendekatan Anesthesia spinal

 Setelah dimonitor pasien ditidurkan dalam posisi lateral dekubitus. Pasien

dibuat fleksi maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba. Kemudian

dilakukan identifikasi celah atau ruas antarvertebra untuk menentukan tempat

penyuntikan dengan berpatokan pada garis khayalan setinggi krista iliaka

yang dianggap setinggi L4 atau L4-5.2

 Menentukan tempat insersi misalnya L2-3 atau L3-4 atau L4-5. Tusukan pada

L1-2 atau diatasnya dapat berisiko trauma pada medulla spinalis.2

11
Gambar 1. Posisi anestesi dan cara penyuntikan

 Disinfeksi tempat insersi

 Cara insersi median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar dapat

digunakan jarum spinal besar 22G, 23G, 25G sedangkan untuk anak kecil

digunakan jarum spinal 27G dan 29G. Setelah jarum disuntikan dan resistensi

sudah menghilang madrin jarum spinal dapat di cabut dan terjadi pengeluaran

liquor, spoit yang berisi obat kemudian di pasang dan diberikan obat. Obat

dapat diberikan secara perlahan-lahan (0,5 mL/detik) diselingi aspirasi untuk

memastikan posisi jarum tetap baik.2

Komplikasi Tindakan:2

1. Hipotensi: anestesi spinal menyebabkan hambatan simpatis yang

menyebabkan dilatasi arterial dan bendungan vena (penurunan tahan vaskular

sistemik) dan hipotensi. Penurunan aliran balik vena ke jantung, penurunan

curah jantung dan menyebabkan hipotensi.

2. Bradikardia: dapat muncul akibat penurunan aliran balik vena atau karena

penghambatan tonus vagal. Bila ketinggian blok diatas T5.

12
3. Hipoventilasi: akibat paralisis nervus frenikus atau karena hipoperfusi ke

pusat kontrol pernapasan.

4. Blok spinal tinggi atau blok total: tindakan anestesi spinal ketika obat

menyebar terlalu jauh ke safalad sampai ke regio servikal.

5. Transient neurological symptoms (TNS)

6. Postdural puncture headache (PDPH)

7. Retensi urin

8. Nyeri punggung

9. Pruritus

10. Mual dan muntah pasca bedah

11. Menggigil pasca anestesi spinal

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketinggian blok:2

 Umur: pada usia tua, penyebaran obat anesthesia lokal lebih ke sefalad akibat

dari ruang subarachnoid dan epidural menjadi lebih kecil dan terjadi

penurunan progesif dari jumlah cairan serebrospinal.

 Berat badan: pada pasien gemuk terjadi penurunan volume cairan

serebrospinal berhubungan dengan penumpukan lemak di rongga epidural,

sehingga mempengaruhi penyebaran obat anestesi lokal dalam ruang

subarachnoid.

13
 Tekanan intraabdominal: peningkatan tekanan intraabdomen sering dikaitkan

dengan peningkatan penyebaran obat anesthesia lokal dalam ruang

subarachnoid.

 Anatomi kolumna vertebralis: lekukan kolumna vertebralis mempengaruhi

penyebaran obat anesthesia lokal dalam ruang subarachnoid.

 Tempat penyuntikan: penyuntikan obat pada ketinggian L2-3 atau L3-4

memudahkan penyebaran obat ke arah kranial, sedangkan penyuntikan pada

L4-5 karena bentuk vertebra memudahkan obat berkumpul di daerah sakral

 Kecepatan penyuntikan: makin cepat penyuntikan makin tinggi tingkat

analgesia yang tercapai.

 Dosis: makin besar dosis makin besar intensitas hambatan.

 Berat jenis: penyebaran obat hiperbarik dan hipobarik dalam cairan

serebrospinal dipengaruhi oleh posisi pasien. Penyebaran obat isobaric selama

dan sesudah penyuntikan tidak dipengaruhi oleh posisi pasien.

 Konsentrasi larutan: pada umumnya intensitas analgesia meningkat dengan

bertambah pekatnya konsentrasi larutan obat anestesi lokal.

 Mengejan akan meninggikan tekanan cairan serebrospinal, sehingga analgesia

yang dicapai lebih tinggi, terutama bila dilakukan oleh pasien segera setelah

penyuntikan obat ke dalam ruang subarachnoid.

14
Anestesi yang digunakan pada pasien dengan preeclampsia:

1. Anastesi epidural persalinan pada pasien preeklampsia memiliki keuntungan

berupa blokade simpatis perlahan sehingga stabilitas kardiovaskular dapat

dipertahankan dan depresi neonatus dapat dihindarkan. Penurunan vsospasme dan

hipertensi dapat meningkatkan sirkulasi uteroplasenta. Selain itu, teknik ini juga

menurunkan komplikasi tatalaksana jalan napas dan menghindari perubahan

hemodinamika yang diakibatkan intubasi.1,2

2. Anestesi spinal mungkin terkait dengan hipotensi berat yang tiba-tiba akibat

blockade simpatis pada hipovolemia berat. Keadaan ini dapat menyebabkan

penurunan perfusi uteroplasenta dan asfiksia janin Karena itu umumnya tidak

dianjurkan. Kejadian hipotensi dapat dihindari dengan tindakan anestesi secara

hati-hati dan dengan pemberian cairan ekspansi volum.1,2

3. Anastesi umum dilakukan untuk persalinan sesar darurat bila pasien memiliki

koagulopati atau kontraindikasi terhadap anestesi regional. Pasien ini cenderung

mengalami edema jaringan lunak pada area glottis, menjadikan induksi cepat.

Respon hemodinamik pada intubasi dapat diatasi dengan pemberian labetolol

10mg iv. Hipertensi sistemik dan hipertensi pulmonary meningkatkan insiden

stroke dan edema paru. Efek sensitisasi pada pelumpuh otot harus

dipertimbangkan.1,2

15
B. PENYAKIT HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN DAN PREEKLAPSIA

Faktor Predisposisi Terjadinya Hipertensi Dalam Kehamilan:1,4

 Kehamilan kembar

 Penyakit trofoblast

 Hidraamnion

 Diabetes mellitus

 Gangguan vaskuler plasenta

 Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia

 Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan

 Riwayat preeklampsia sebelumnya

 Obesitas sebelum hamil

1. HiPERTENSI KRONIK adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan

20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan

20 minggu dan menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.1,4

Diagnosis Hipertensi Kronik: 1,4

a. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg

b. Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya hipertensi

pada usia kehamilan <20 minggu

c. Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)

d. Dapat disertai keterlibatan organ lain seperti mata, jantung, otak dan ginjal.

16
2. HIPERTENSI GESTASIONAL (transient hypertension) adalah hipertensi yang

timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang

setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeclampsia

tetapi tanda proteinuria.1,4

Diagnosis Hipertensi Gestasional: 1,4

a. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg

b. Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di usia

kehamilan < 12 minggu

c. Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)

d. Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan

trombositopenia

e. Diagnosis pasti ditegakkan pascapersalinan

3. PREEKLAMPSIA

Patofisiologi Preeklampsia

Pada kehamilan normal, plasenta membentuk prostaglandin yang bersifat

vasodilator terutama PGE2 dan mungkin zat lain yang mengurangi reaktivitas

pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Akibatnya resistensi perifer

menurun dan tekanan darah juga menurun. Pada ginjal, resistensi vaskular, RPF dan

GFR juga sangat meningkat.5

Pelepasan renin mungkin dirangsang oleh peningkatan suplai NaCl ke macula

densa. Kadar rennin di plasma dan angiotensin II serta aldosteron meningkat.

Aldosteron meningkatkan reabsorbsi Na+ di bagian distal. Dari semuanya NaCl dan

17
air akan diretensi pada kehamilan, meskipun GFR meningkat dan volume plasma

serta ekstrasel meningkat. Namun karena rendahnya reaktivitas pembuluh darah

perifer terhadap rangsangan vasokonstriktor, hipertensi tidak terjadi, meskipun

hipervolemia dan kadar angiotensin yang tinggi.5

Gambar 2. Kehamilan normal5

Edema, proteinuria dan hipertensi (EPH) terjadi pada sekitar 5% wanita

hamil. Gejala ini mengarah pada kerusakan ginjal sehingga digunakan istilah

nefropati pada kehamilan. Pelepasan trombokinase dari plasenta secara patofisiologis

mungkin merupakan faktor yang berhubungan. Perangsangan pembekuan darah

menyebabkan pengendapan fibrin misalnya pada glomerulus yang menyebabkan

penebalan membran basalis dan kerusakan endotel. Kerusakan glomerulus dapat

menerangkan terjadinya proteinuria. Kerusakan pembuluh darah perifer di tempat di

tempat yang sesuai menyebabkan pembentukan edema dengan mengorbankan

volume plasma sehingga volumenya berkurang.5

18
Plasenta pada pasien preeklampsia juga mengalami penurunan kemampuan

untuk membentuk prostaglandin yang bersifat vasodilator. Oleh karena itu,

sensitivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor (angiotensin II) sangat

meningkat. Di satu sisi, hal ini menyebabkan vasokonstriksi perifer dan hipertensi,

dan di sisi lain meningkatkan resistensi di pembuluh darah ginjal, RPF dan GFR

menurun. Karena terjadi kekurangan volume, jumlah Na+ yang direabsorbsi di tubulus

proksimal meningkat aliran ke lumen jadi berkurang, waktu kontak dengan epitel jadi

memanjang dan reabsorbsi asam urat juga meningkat.5

Gambar 3. Nefropati pada kehamilan5

Perubahan Sistem dan Organ Pada Preeklampsia:1

Volume Plasma

Pada kemilan normal volume plasma meningkat dengan bermakna

(hipervolemia) untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan tertinggi

volume plasma pada kehamilan normal terjadi pada umur kehamilan 32-34 minggu.

19
Sebaliknya oleh sebab yang tidak jelas pada preeklampsia terjadi penurunan volume

plasma antara 30-40% dibanding kehamilan normal (hipovolemia). Hipovolemia

diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga terjadi hipertensi. Penurunan volume

plasma ini memberikan efek yang luas pada organ-organ penting.1

Preeklampsia sangat peka terhadap pemberian cairan intravena yang terlalu

cepat dan banyak. Sebaliknya, preeklampsia sangat peka terhadap kehilangan darah

waktu persalinan. Oleh karena itu, observasi cairan masuk dan keluar harus ketat.1

Hipertensi

Hipertensi merupakan tanda yang penting untuk menetapkan diagnosis

hipertensi pada kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan resistensi perifer,

sedangkan tekanan sistolik menggambarkan besarnya curah jantung. Pada

preeklampsia peningkatan reaktivitas vaskular dimulai umur kehamilan 20 minggu,

tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II. Tekanan darah yang tinggi

pada preeklampsia bersifat labil dan mengikuti iram sirkadian normal. Tekanan darah

terjadi normal beberapa hari pascapersalinan, kecuali beberapa kasus preeklampsia

berat kembalinya tekanan darah normal dapat terjadi 2-4 minggu pascapersalinan.

Tekanan darah tergantung pada curah jantung, volume plasma, resistensi perifer dan

viskositas darah.1

Timbulnya hipertensi adalah akibat vasospasme menyeluruh dengan ukuran

tekanan darah ≥ 140/90 mmHg yang disertai proteinuria, mempunyai korelasi dengan

kematian yang tinggi pada perinatal. Proteinuria berkorelasi dengaan nilai absolute

20
tekanan darah diastolik, maka kenaikan (perbedaan) tekanan darah tidak digunakan

sebagai kriteria diagnosis hipertensin hanya sebagai tanda waspada.1

Mean arterial pressure (MAP) tidak berkorelasi dengan besaran proteinuria.

MAP jarang digunakan oleh sebagian besar klinisi karena kurang praktis dan sering

terjadi kesalahan pengukuran. Pengukuran tekanan darah harus dilakukan secara

standar.1

Fungsi Ginjal:1

1. Perubahan pada fungsi ginjal dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:

a. Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi

oliguria bahkan anuria.

b. Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas

membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan megaakibatkan proteinuria.

c. Terjadi glomerular capillary endotheliosis akibat sel endotel glomerular

membengkak disertai defosit fibrin.

d. Gagal ginjal akut akibat nekrosis tubular ginjal. Bila sebagian besar korteks

ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi nekrosis korteks ginjal yang bersifat

ireversibel

e. Dapat terjadi kerusakan instrinsik jaringan ginjal vasospasme pembuluh

darah. Dapat diatasi dengan pemberian dopamin agar dapat terjadi

vasodilatasi pembuluh darah ginjal.

21
2. Proteinuria1

Bila proteinuria timbul:

a. Sebelum hipertensi: umunya merupakan gejala penyakit ginjal.

b. Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit kehamilan.

c. Tanpa kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, umumnya ditemukan

pada infeksi saluran kemih atau anemia. Jarang ditemukan proteinuria pada

tekanan diastolik < 90 mmHg.

d. Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi proteinuria

umunya timbul jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai

preeklampsia tanpa proteinuria, karena janin sudah lahir lebih dahulu

e. Pengukuran proteinuria, dapat dilakukan dengan urin dipstick: 100mg/l atau

+1. Sekurang-kurangnya diperiksa 2 kali urin acak selang 6 jam dan

pengumpulan proteinuria dalam 24 jam. dianggap patologis bila proteinuria ≥

300mg/24 jam.

3. Asam Urat Serum: umumnya meningkat ≥ 5 mg/cc. Hal ini disebabkan Karena

hipovolemia yang menimbulkan penurunan aliran darah ginjal, penurunan filtrasi

glomerulus sehingga sekresi asam urat menurun. Peningkatan asam urat juga

dapat terjadi karena iskemia jaringan.1

4. Kreatinin

Sama halnya dengan kadar asam urat serum, kadar kreatinin plasma pada

preeklampsia juga meningkat. Hal ini juga disebabkan Karena hipovolemia yang

menimbulkan penurunan aliran darah ginjal, penurunan filtrasi glomerulus

22
sehingga terjadi penurunan sekresi kreatinin disertai peningkatan kreatinin

plasma. Dapat mencapai kadar kreatinin plasma ≥ 1mg/cc, dan biasanya terjadi

pada preeklampsia berat dengan penyulit pada ginjal.1

5. Oliguria dan Anuria

Oliguria dan anuria terjadi karena hipovolemia sehingga aliran darah ginjl

menurun mengakibatkan produksi urin menurun (oliguria), bahkan dapat terjadi

anuria. Berat ringannya oliguria menggambarkan berat ringannya hipovolemia.

Hal ini berarti mengambarkan pula berat ringannga preeklampsia. Pemberian

cairan intravena hanya karena oliguria tidak dibenarkan.1

Elektrolit

Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada preeklampsia

kadar elektrolit total sama seperti pada kehamilan normal, kecuali bila diberi

diuretikum yang banyak, retriksi konsumsi garam atau pemberian cairan oksitosin

yang bersifat antidiuretik. Preeklampsia berat yang mengalami hipoksiadapat

menimbulkan gangguan keseimbangan asam basa. Pada waktu terjadinya kejang

eklampsia kadar bikarbonat menurun, disebabkan timbulnya asidosis laktat dna akibat

kompensasi hilangnya karbon dioksida. Kadar natrium dan kalium pada preeklampsia

sama dengan kadar pada kehamilan normal yaitu sesuai dengan jumlah air dalam

tubuh. karena kadar natrium dan kalium tidak berubah pada preeklampsia, maka tidak

terjadi retensi natrium yang berlebihan. Ini berarti pada preeklampsia tidak diperlukan

retriksi konsumsi garam.1

23
Tekanan Osmotik Koloid Plasma/Tekanan Onkotik

Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur kehamilan 8

minggu. Pada preeklampsia tekanan onkotik makin menurun karena kebocoran

protein dan peningkatan permeabilitas vaskular.1

Koagulasi dan Fibrinolisis

Gangguan koagulasi pada preeklampsia, misalnya pada rombositopenia,

jarang yang berat tetapi sering dijumpai. Pada preeklampsia terjadi peningkatan FDP,

penurunan antitrombin III, dan peningkatan fibronektin.1

Viskositas Darah

Vsikositas darah di ditentukan oleh volume plasma, molekul makro:

fibrinogen dan hematokrit. Pada preeclampsia viskositas darah meningkat,

mengakibatkan meningkatnya resistensi perifer san menurunnya aliran darah ke

organ.1

Hematokrit

Pada kehamilan normal hematokrit menurun karena hipervolemia, kemudian

meningkat lagi pada trimester III akibat peningkatan produksi urin. Pada

preeklampsia hematokrit meningkat karena hipovolemia yang menggambarkan

beratnya preeklampsia.

24
Edema

Edema dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema yang terjadi pada

kehamilan mempunyai banyak interpretasi, misalnya 40% edema dijumpai pada

kehamilan normal, 60% edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi, dan 80%

edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria.1

Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar.

Edema yang patologik adalah edema yang nondependent pada wajah dan tangan, atau

edema generalisata, dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.1

Hematologik

Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,

hipoalmbuminemia, hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriol dan hemolisis

akibat kerusakan endotel arteriole. Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan

hematokrit akinat hipovolemia, peningkatan viskositas darah, trombositopenia dan

gejala hemolisis. Disebut trombositopenia bila trombosit < 100.000 sel/ml. hemolisis

dapat menimbulkan destruksi eritrosit.1

Hepar

Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila

terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar

dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah kapsula

hepar dan disebut subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma menimbulkan rasa

25
nyeri di daerah epigastrium dan dapat menimbulkan rupture hepar, sehingga perlu

pembedahan.1

Neurologik1

Perubahan neurologik dapat berupa:

a. Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik

edema.

b. Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus

dapat berupa: pandangan kabur, skotoma, amarousis yaitu kebutaan tanpa

jelas adanya kelainan dan ablasio retina.

c. Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklampsia berat, tetapi bukan faktor

prediksi terjadinya eklampsia.

d. Dapat timbul kejang eklamptik belum diketahui dengan jelas. Faktor-faktor

yang menimbulkan kejang eklamptik ialah edema serebri, vasospasme serebri

dan iskemia serebri.

e. Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada preeklampsia

berat dan eklampsia.

Kardiovaskular

Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload

akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.1

26
Paru

Penderita preeklampsia berat mempunyai risiko besar terjadinya edema paru.

Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada

pembuluih darah kapiler paru dan menurunnya dieresis. Dalam menangani edema

paru, pemasangan central venous pressure tidak menggambarkan keadaan yang

sebenarnya dari pulmonary capillary wedge pressure.1

Janin

Preeklampsia dan eklampsia member pengaruh buruk pada kesehatan janin

yang disebabkam oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme

dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta.1

Dampak preeklampsia dan eklampsia pada janin adalah:1

a. Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidraamnion

b. Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat

intrauterine growth restriction, prematuritas, oligohidramnion dan solusio

plasenta

Gejala

Gambaran klinik preeclampsia bervariasi luas dan sangat individual namun secara

teoritik gejala yang timbul pada preeclampsia adalah edema, hipertensi dan

proteinuria. Dari gejala-gejala ini gejala yang penting adalah hipertensi dan

proteinuria dan sering tidak disadari oleh penderita, dan biasanya bila sudah terdapat

27
keluhan nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium maka penyakit ini

sudah cukup lanjut.1

Diagnosis

Penegakan diagnosis pada preeklampsia ringan ditegakkan berdasarkan timbulnya

hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.

a. Hipertensi: sistolik/diastolik ≥ 140/90 mmHg.

b. Proteinuria: ≥ 300mg/24 jam atau ≥ 1 + dipstick.

c. Edema: edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali

edema pada lengan, wajah dan perut, edema generalisata.1,4

Preeklampsia digolongkan sebagai preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih

gejala sebagai berikut:1,4

a. Hipertensi: tekanan darah ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110

mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat

di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.

b. Proteinuria lebih dari 5g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.

c. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500cc/24 jam.

d. Kenaikan kadar kreatinin plasma >1,2mg/dl.

e. Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma

besar dan pandangan kabur.

f. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat

teregangnya kapsula glisson).

g. Edema paru-paru dan sianosis.

28
h. Hemolisis mikroangiopatik.

i. Trombositopenia berat: <100 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat.

j. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler): peningkatan kadar alanin

dan aspartat aminotransferase

k. Pertumbuhan janin intrauterin yang lambat

l. Sindrom HELLP. Sindrom HELLP ialah preeklampsia dan eklampsia disertai

timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar,

trombositopenia.

Tatalaksana

Preeklampsia Ringan

1. Rawat jalan

 Dianjurkan agar ibu banyak beristirahat (berbaring dan tidur miring). Pada

umur kehamilan di atas 20 minggu, tirah baring dalam posisi miring

menghilangkan tekanan rahim pada v. cava inferior, sehingga meningkatkan

aliran darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini juga akan

meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke

ginjal meningkatkan filtrasi glomerulus dan meningkatkan diuresis. Dieresis

yang meningkat secara tidak langsung juga meningkatkan reaktivitas

kardiovaskular sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung

juga akan meningkatkan aliran darah ke rahim, menambah oksigenasi plasenta

dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.1

29
 Pada preeklampsia juga tidak diperlukan dilakukan retriksi garam sepanjang

fungsi ginjal masih normal. Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4-6 g

NaCl sudah cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak mengekskresi natrium

dari ginjal, tetapi pertumbuhan janin justru membutuhkan lebih banyak

natrium. Sehingga bila konsumsi garam hendak dibatasi sebaiknya juga

diimbangi dengan konsumsi cairan yang banyak berupa susu dan dan air

buah.1

 Diet diberikan cukup protein, renah karbohidrat, lemak, garam secukupnya

dan roboransia prenatal.1

 Tidak diberikan obat-obat antidiuretik, antihipertensi dan sedative. Dilakukan

pemeriksaan laboratorium Hb, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap dan

fungsi ginjal.1

2. Rawat inap

Pada keadaan tertentu ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu di rawat di

rumah sakit ialah: bila tidak ada perbaikan: tekanan darah, kadar proteinuria

selama 2 minggu; adanya 1 atau lebih tanda-tanda preeklampsia berat. Selama di

rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik. Pemeriksaan

kesejahteraan janin, berupa pemeriksaan USG dan droppler khususnyaa untuk

evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion. Pemeriksaan nostress test

dilakukan 2 minggu sekali dan juga dilakukan konsultasi dengan bagian mata,

jantung dan yang lainya.1

30
3. Perawatan obstetrik (sikap terhadap kehamilan)

Pada kehamilan preterm (<37 minggu), bila tekanan darah mencapi normotensif

selama perawatan, persalinan ditunggu sampai aterm. Sedangkan pada kehamilan

aterm (>37 minggu), persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan pada

taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan; bila perlu

memperpendek kala II.1

Preeklampsia Berat

1. Pasien dengan preeklampsia berat harus dirawat di rumah sakit dan dianjurkan

tirah baring. Perawatan yang penting pada preeklampasia berat adalah

pengelolaan cairan karenapenderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai

risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Oleh karena itu,

monitoring input cairan (oral maupun infus) dan output cairan (melalui urin)

menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa

jumlah cairan yag dimasukkan dan dikeluaekan melalui urin. Bila terjadi tanda-

tanda edema. Cairan yang diberikan dapat berupa: a. 5% Ringer-dekstros atau

cairan faali jumlah < 125cc/jam atau b. infus dekstros 5% yang tiap 1 liternya

diselingi dengan infuse RL (60-125 cc/jam) 500 cc. Dipasang Foley Catheter

untuk pengukuran pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi urin <30cc/jam

dalam 2-3 jam atau < 500cc/24 jam. diberikan antasida untuk menetralisir asam

31
lambung sehingga bila terjadi kejang dapat menghindari risiko aspirasi asam

lambung yang sangat asam.1

2. Pemberian Obat Anti Kejang1

 MgSO4.

Cara pemberian magnesium sulfat:

 Loading dose: initial dose: 4gr MgSO4: intravena, (40% dalam 10 cc)

selama 15 menit.

 Maintenance dose: diberikan infuse 6gr dalam larutan ringer/6 jam; atau

diberikan 4 atau 4 gram i.m. selanjutnya maintenance dose diberikan 4

gram i.m tiap 4-6 jam

 Syarat pemberian MgSO4: harus tersedia antidotum MgSO4 bila terjadi

intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10% = 1g (10% dalam 10 cc)

diberikan i.v 3 menit, refleks patella(+) kuat, frekuensi pernapasan >

16x/m, tidak ada tanda-tanda distress pernapasan.

 Magnesium sulfat akan dihentikan bila: ada tanda-tanda intoksikasi,

setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang berakhir.

 Dosis terapeutik dam toksis MgSO4

o Dosis terapeutik 4-7 mEq/liter 4,8-8,4 mg/dl

o Hilangnya refleks tendon 10 mEq/liter 12 mg/dl

o Terhentinya pernapasan 15 mEq/liter 18 mg/dl

o Terhentinya jantung >30 mEq/liter >36 mg/dl

32
Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan risiko kematian ibu dan

didapatkan 50% dari pemberiannya menimbulkan efek flushes.

 Diazepam dan fenitoin.

3. Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah

jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai furosemid. Pemberian

diuretikum dapat, merugikan, yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk

perfusi utero-plasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi

janin dan menurunkan berat janin.1

4. Antihipertensi4

 Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan mendapat terapi antihipertensi

 Pilihan antihipertensi didasarkan pada pengalaman dokter dan ketersediaan

obat. Beberapa jenis antihipertensi yang dapat digunakan misalnya

Gambar 4: Obat antihipertensi pada ibu hamil4

 Antihipertensi golongan ACE inhibitor (misanya kaptopril), ARB (misalnya

valsartan), dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil

 Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk

melanjutkan antihipertensi hingga persalinan

33
 Terapi antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi pascasalin berat

Pemeriksaan penunjang tambahan:4

 Hitung darah perifer lengkap (DPL)

 Golongan darah ABO, Rh dan uji pencocokan silang

 Fungsi hepar (LDH, SGOT, SGPT)

 Fungsi ginjal (ureum dan kreatinin serum)

 Profil koagulasi (PT, APTT, Fibrinogen)

 USG (terutama bila terdapat indikasi gawat janin/pertumbuhan janin

terhambat)

Pertimbangan persalinan dan terminasi kehamilan4

1. Pada ibu dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan dalam 12 jam sejak

terjadinya kejang.

2. Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat dengan

janin yang belum viable atau tidak akan viabl e dalam 1-2 minggu.

3. Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana usia kehamilan antara 34 dan 37

minggu, manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidak terdapat

hipertensi yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin

dilakukan pengawasan ketat.

4. Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm,

persalinan dianjurkan.

34
5. Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional ringan yang

sudah aterm, induksi persalinan dianjurkan.

Gambar 5. Alogaritma manajemen ekspektatif4

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu kebidanan sarwono

prawirohardjo. Edisi ke-4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;

2014

2. Soenarto R, Chandra S. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: Departemen

Anestesiologi dan Intensive Care Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

2012

3. Miller RS, Rudra CB, Williams MA. First-trimester mean arterial pressure

and risk of preeclampsia. American Journal of Hypertension 2017;20:573-78

4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku saku pelayanan kesehatan

ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia;2013

5. Silbernagl S, Lang Florian. Teks dan atlas berwarna patofisiologi.

Jakarta:EGC;2006

36

Вам также может понравиться