Вы находитесь на странице: 1из 96

ASKEP ILEUS OBSTRUKSI

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis


1. Anatomi fisiologi tentang sistem pencernaan yang meliputi:
a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu:
1). Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir dan pipi.
2). Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang
maksilaris, palatum dan mandi bilaris disebelah belakang bersambung dengan faring.
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan,
merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut
dan didepan ruas tulang belakang.
c. Esofagus (kerongkongan)
Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung.
Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui thorak
menembus diafragma masuk kedalam abdomen ke lambung.
d. Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang paling banyak terutama
didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung antara lain:
1). Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri osteum kardium
biasanya berisi gas.
2). Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah notura
minor.
3). Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk spinkter pilorus.
4). Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum kordi samapi pilorus.
5). Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri osteum kardium
melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke pilorus anterior.
Fungsi lambung
1). Menampung makanan.
2). Getah cerna lambung yang dihasilkan pepsin, asam garam, renin dan lipak.
e. Usus halus
Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus
dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6cm, merupakan saluran paling panjang tempat
proses pencernaan dan obstruksi hasil pencernaan makanan.
1). Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung kekiri,
pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir
yang nambulir disebut papila vateri.
2). Yeyunum dan ileum
Panjangnya sekitar ± 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yeyunum dengan ± 2-3 meter
dan ileum dengan panjang ± 4-5 meter. Lekukan yeyunum dan ileum melekat pada dinding
abdomen fasterior dengan perantara lipatan peritoneum yang berbentuk kipas disebut
mesentrium.

3). Mukosa usus halus


Permukaan epitel yang sangat halus melalui lipatan mukosa dan makro villi memudahkan
penernaan dan absorpasi.
Fungsi usus besar:
1). Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler
darah dan saluran-saluran limfe.
2). Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
3). Karbohirat diserap dalam bentuk monosakarida didalam usus halus.
f. Usus besar/interdinum mayor
Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari makanan, tempat tinggal
bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 7 bagian:
1). Sekum.
2). Kolon asenden.
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari ileum sampai kehati, panjangnya ±
13 cm.
3). Appendiks (usus buntu)
Seing disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.
4). Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang ± 28 cm.
5). Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah dengan panjangnya
± 25 cm.
6). Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung bawah
berhubungan dengan rektum.
7). Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.
8). Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar.
(Drs. Syaifuddin, hal 87-92).

2. Pengertian/Definisi
a. Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran normal melalui
saluran pencernaan. (Brunner and Suddarth, 2001).
b. Obstruksi usus adalah gangguan isi usus disepanjang saluran usus (Patofisiologi vol 4, hal
403).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan total atau
parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau parsial yang
menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau gangguan usus disepanjang usus.

3. Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi
usus, yaitu:
a. Mekanis : Terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada usus,
contohnya adalah intrasusepsi, tumor dan neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan, hernia dan
abses.
b. Fungsional : Muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus (Brunner and
Suddarth).

4. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang
apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional.
Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik dihambat dari permulaan, sedangkan
pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat kemudian intermiten akhirnya hilang.
Limen usus yang tersumbat profesif akan terenggang oleh cairan dan gas. Akumulasi gas dan
cairan didalam lumen usus sebelah proksimal dari letak obstruksi mengakibatkan distensi dan
kehilangan H2O dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka tekanan intralumen
meningkat, menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri sehingga terjadi iskemia
dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritonium akibatnya terjadi pelepasan
bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat menimbulkan peritonitis septik
ketika terjadi kehilangan cairan yang akut maka kemungkinan terjadi syok hipovolemik.
Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi stranggulasi akan
menyebabkan kematian.
(Pice and Wilson, hal 404)

5. Manifestasi klinik
a. Nyeri tekan pada abdomen.
b. Muntah.
c. Konstipasi (sulit BAB).
d. Distensi abdomen.
e. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus (Kapita Selekta, 2000, hal 318).

6. Pemeriksaan diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan dalam
usus.
b. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap)
akan menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan
infeksi.
c. Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi
usus. Obstruksi mekanis usus halus ditandai oleh udara dalam usus halus, tetapi tidak ada gas
dalam usus. Bila foto fokus tidak memberi kesimpulan, dilakukan radiogram barium untuk
mengetahui tempat obstruksi (Brunner and Suddarth, 2001, hal 1121).

7. Penatalaksanaan
a. Pasang selang hidung untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan mengurangi
distensi abdomen.
b. Pasang infus untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit.
c. Lakukan pembedahan.
(Kapita Selekta, 2000, hal 1318)

8. Komplikasi
a. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan
atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
b. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
c. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
d. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122)

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk
pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas dan
evaluasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001).
Pengkajian khusus anak dengan gangguan sistem pencernaan menurut (Donna L. Wong).
a. Gagal untuk tumbuh
Tanda : Deselerasi pola pertumbuhan yang ada atau secara konsisten berada dibawah
persentil ke-5 grafik pertumbuhan standar untuk tinggi dan berat badan disertai perlambatan
perkembangan.
b. Muntah dan neguritasi
Tanda : 1). Transfer pasif isi lambung kedalam esofagus atau mulut.
2). Ejeksi kuat isi lambung; melibatkan proses kompleks
dibawah kontrol sistem saraf pusat yang menyebabkan
salirasi, pucat, berkeringat dan takikardia biasa diserta mual.
c. Mual
Tanda : Rasa tidak enak secara samar menyebar ketenggorokan atau abdomen dengan
kecenderungan untuk muntah.
d. Kontipasi
Tanda : keluarnya feses keras atau padat atau defekasi yang jarang dengan gejala-gejala
penyerta seperti kesulitan mengeluarkan feses, feses berbercak darah, dan ketidaknyamanan
abdomen.
e. Enkopnesic
Tanda : Aliran yang berlebihan dari feses inkontinen yang menyebabkan kotor, sering kali
karena retensi fekal atau infeksi.
f. Diare
Tanda : Peningkatan jumlah feses yang disertai dengan peningkatan kandungan air sebagai
akibat dari perubahan transpor air dan elektrolit melalui saluran gastrointestinal, dapat
bersifat akut atau kronik.
g. Hipoaktif, hiperaktif, atau tidak adanya bising usus
Tanda : Bukti masalah motolitas usus yang dapat disebabkan oleh inflamasi atau obstruksi.
h. Distensi abdomen
Tanda : Kontur menonjol dari abdomen yang mungkin disebabkan oleh perlambatan
pengosongan lambung, akumulasi gas atau feses, inflamasi atau obstruksi.
i. Nyeri abdomen
Tanda : Nyeri yang berhubungan dengan abdomen yang mungkin teralokasi atau menyebar,
akut atau kronik, sering disebabkan oleh inflamasi obstruksi atau hemoragi.
j. Perdarahan gastrointestinal
Tanda : Dapat berasal dari sumber gastrointestinal bagian atas atau bawah dan dapat bersifat
akut atau kronik.
k. Hematemesis
Tanda : Muntah darah segar atau darah yang terdenaturasi yang disebabkan oleh perdarahan
disaluran gastrointestinal atas atau dari darah yang tertelan dari hidung atau orofaring.
l. Hematohezin
Tanda : Keluarnya darah merah lerang melalui rektum, biasanya menunjukkan perdarahan
saluran gastrointestinal bawah.
m. Makna
Tanda : Keluarnya feses warna gelap “seperti ter”, karena darah yang terdenaturasi,
menunjukkan perdarahan saluran gastrointestinal atas atau perdarahan dari kolon kanan.
n. Ikterik
Tanda : Warna kuning pada kulit atau sklera yang berhubungan dengan disfungsi hati.
o. Disfagia
Tanda : Kesulitan menelan yang disebabkan oleh abnormalitas fungsi neuromuskular faring
atau sfringter esofagus atau oleh gangguan esofagus.
p. Disfungsi menelan
Tanda : gangguan menelan karena defek sistem saraf pusat atau darah struktural rongga oral,
faring, atau esofagus dapat menyebabkan masalah makan atau aspirasi.
q. Demam
Tanda : Manifestai umum dari penyakit pada anak-anak dengan gangguan gastrointestinal,
biasanya berhubungan dengan dehidrasi, infeksi atau inflamasi.
Observasi adanya manifestasi kemungkinan obstruksi paralitik/mekanis.
r. Nyeri abdomen kolik
Gejala : Terjadi karena peristaltik berusaha mengatasi obstruksi.
s. Distensi abdomen
Gejala : Terjadi karena akumulasi gas dan cairan diatas daerah obstruksi.
t. Muntah
Gejala : Seringkali merupakan tanda paling awal dari obstruksi tinggi: Tanda akhir dari
obstruksi bawah (mungkin bilius atau fehulen)
u. Dehidrasi
Gejala : Terjadi karena karena kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar kedalam
usus.
v. Abdomen kaku
Gejala : Akibat dari peningkatan distensi.
w. Bising usus
Gejala : Secara bertahap berkurang dan berhenti.
x. Distres pernapasan
Gejala : Terjadi saat diafragma terdorong ke atas masuk ke rongga pleural.
y. Syok
Gejala : Volume plasma berkurang saat cairan dan elektrolit hilang dari aliran darah masuk
kedalam lumen usus.
z. Sepsis
Gejala : Disebabkan oleh proliferasi bakteri dengan invasi kedalam sirkulasi.

2. Diagnosa keperawatan
Sesudah pengumpulan data sebaiknya dilakukan analisa data dengan memperhatikan rumus
PQRST (Priharjo, 1996). Setelah itu baru diangkat diagnosa keperawatan adalah suatu
pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan, resiko perubahan pola hidup)
dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberi intervensi pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi,
mencegah dan merubah (Carpenito, 2000).
Diagnosa keperawatan merupakan respon klien terhadap adanya masalah kesehatan. Oleh
karena itu diagnosa keperawatan berorientasi pada kebutuhan dasar manusia berdasarkan
teori kebutuhan dasar Abraham Maslow (Gaffar, 1996).
Keterangan:
a. Kebutuhan fisiologis: O2, Co2, elektrolit, makanan dan seks.
Contoh: Udara segar, air, cairan dan elektrolit, makanan dan seks.
b. Rasa aman dan nyaman.
Contoh: Terhindar dari penyakit, pencurian dan perlindungan hukum.
c. Mencintai dan dicintai.
Contoh: Kasih sayang, mencintai dicintai dan diterima kelompok.
d. Harga diri.
Contoh: Dihargai, menghargai (respek dan toleransi).
e. Aktualisasi diri.
Contoh: Ingin diakui, berhasil dan menonjol.

Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan obstruksi usus adalah
sebagai berikut (Doenges, M.E. 2001):
a. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan gangguan sistem pencernaan (Dx.ileus
obstruksi)
b. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
c. Gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan masukan .
d. Kurang pengetahuan dengan proses penyakit berhubungan dengan kurang informasi.
Menurut Wong D.L diagnosa yang sering muncul pada klien dengan gangguan sisitem
pencernaan (Dx.ileus obstruksi) adalah
a. Gangguan menelan berhubungan dengan nyeri;kerusakan neuromuskular, adanya alat-alat
mekanis (misalnya: ET, selang), pemberian makan non oral jangka panjang.
b. Resiko tinggi kerusakan volume cairan berhubungan dengan kehilangan yang aktif melalui
feses atau muntah.
c. Diare berhubungan dengan kesalahan diet, sensitivitas makanan, cacinganm
mikroorganisme.
d. Konstipasi berhubungan dengan imobilitas, kerusakan neuromuskular, obat-obatan.

3. Perencanaan keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, langkah berikutnya adalah menetapkan
perencanaan pulang. Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi atau mengoreksi. Beberapa komponen yang perlu diperhatikan untuk
mengevaluasi tindakan keperawatan meliputi menentukan prioritas, menentukan kriteria
hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi (Nursalam, 2001, hal 52)
Adapun renana tindakan dari diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan
obstruksi usus antara lain:
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan gangguan sistem pencernaan (Dx.ileus
obstruksi)
Tujuan : menunjukkan penurunan rasa nyeri berkurang sampai hilang
Kriteria hasil :
1). Nyeri berkurang sampai hilang.
2). Ekspresi wajah rileks.
3). TTV dalam batas normal.
4). Skala nyeri 3-0.
Intervensi:
2). Kaji status nyeri (lokasi, lamanya intensitas skala nyeri 0-10).
Rasional : Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan
intervensi (Doenges, M. E. 2000).
3). Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Untuk mengenali indikasi kemajuan atau penyimpangan hasil yang diharapkan
(Doenges, M.E. 2000).
4). Berikan tindakan kenyamanan atau lingkungan yang nyaman.
Rasional : Meningkatkan relaksasi (Doenges, 2000)
5). Berikan obat analgesik sesuai indikasi.
Rasional : Untuk penanganan dan memudahkan istirahat adekuat dan penyembuhan
(Doenges, 2000).
b. Gangguan pemenuhan nutrisi kurangn dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
Tujuan : Menunjukan berat badan stabil atau peningkatan berat badan sesuai sasaran.
Kriteria hasil :
1). Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
2). Berat badan stabil.
3). Pasien tidak mengalami mual muntah.
Intervensi:
1). Kaji status nutrisi.
Rasional : Mempengaruhi pilihan untuk intervensi (Doenges, M. E. 2000).
2). Auskultasi bising usus, palpasi abdomen, catat adanya flatus.
Rasional : menentukan kembali peristaltik (Doenges, M. E. 2000).

3). Timbang berat badan setiap hari sesuai indikasi.


Rasional : Membantu dan mengidentifikasi nutrisi kalori khususnya bila berat badan dan
pengukuran kurang dari normal. (Doenges, M. E. 2000).
4). Anjurkan maknan kesukaan atau ketidaksukaan diet diri klien, anjurkan makanan yang
tinggi protein dan vitamin.
Rasional : Meningkatkan kerjasama klien dengan aturan diet. Protein atau vitamin adalah
kontribusi utama untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan (Doenges, M.E, 2000)
c. Gangguan pemenhuan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
masukan .
Tujuan : pasien mempunyai cairan yang normal
Kriteria hasil :
1). Anak mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang.
2). Anak menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat.
Intervensi:
1). Berikan cairan infuse sesuai indikasi
Rasional : untuk mencegah dehidrasi (Wong D.L, 2003).
2). Berikan larutan rehidrasi oral sesuai indikasi
Rasional : untuk mencegah dehidrasi (Wong D.L, 2003).
3). Modifikasi diet dengan tepat .
Rasional : untuk menurunkan kehilangan cairan dan meningkatkan hidrasi (Wong D.L, 2003).
4). Pantau masukan, keluaran dan berat badan.
Rasional : Untuk mengkaji hidrasi (Wong D.L, 2003).
5). Dorong masukan cairan dengan tepat.
Rasional : Untuk meningkatkan hidrasi (Wong D.L, 2003).
6). Gunakan tehnik bermain.
Rasional : Untuk mendorong masukan cairan (Wong D.L, 2003).
d. Kurang pengetahuan tentang tindakan, proses penyakit dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan : pengetahuan keluarga klien tentang penyakit meningkat
Kriteria hasil :
1). Klien dan keluarga mengetahui penyakit yang diderita
2). Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses belajar
3). Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses pengobatan
Intervensi:
1). Evaluasi kemampuan dan kesiapan untuk belajar dari klien dan keluarga.
Rasional : Memungkinkan untuk menyampaikan bahan yang didasarkan atas kebutuhan
secara individual (Doenges, 2000).
2). Berikan informasi yang berhubungan dengan klien.
Rasional : Membantu dalam menciptakan harapan yang realistis dan meningkatkan
pemahaman pada keadaan saat ini dan kebutuhannya (Doenges, M. E, 2000).
3). Ajarkan informasi yang diperlukan, gunakan kata-kata yang sesuai dengan tingkat
pengetahuan klien, pilih waktu yang tepat, batasi lesi penyuluhan sampai 30 menit atau
kurang.
Rasional : Individualisasi rencana penyuluhan meningkatkan pembelajaran (Smeltzer and
Bare, 2001).
4). Evaluasi hasil pendidikan kesehatan yang diberikan.
Rasional : agar klien dan keluarga dapat bertanya apa yang kurang jelas dari pembelajaran
(Doenges, M. E, 2000).

4. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan mencapai tujuan
spesifik (Nursalam, 2001). Implementasi sebaiknya dibuat sesuai dengan apa yang
direncanakan oleh dan sesuai situasi klien dan peralatan rumah sakit.
Dalam pelaksanaan ini, perawat berperan sebagai pelaksanaan keperawatan, memberi
support, advokasi, konselor dan penghimpun data (Nursalam, 2001).

5. Evaluasi
Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh
diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai
(Nursalam, 2001).
Evaluasi terdiri dari 2 jenis yaitu:
a. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses jangka pendek atau evaluasi tindakan
keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai.
b. Evaluasi sumatif biasa disebut evaluasi hasil, evaluasi akhir dan evaluasi jangka panjang.
Evaluasi ini dilakukan di akhir tindakan keperawatan dan menjadi suatu metode dalam
memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya
menggunakan metode SOAP (Nursalam, 2001).
Tujuan evaluasi ini adalah untuk mendapatkan umpan balik dalam rencana keperawatan nilai
serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan dan standar yang
telah ditentukan sebelumnya.
Ada 4 kemungkinan yang dapat terjadi dalam tahap evaluasi ini yaitu: Masalah teratasi
sepenuhnya; masalah teratsi; sebagian masalah belum teratasi dan masalah baru.

6. Perencanaan pulang
Tujuan rencana pulang adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik untuk
mempertahankan atau mencapai fungsi maksimum setelah pulang (Carpenito, 2000).
Perencanaan pulang untuk klien dengan gangguan sisitem pencernaan (Dx.Ileus obstruksi)
adalah:
a. Anjurkan klien dan keluarga untuk mengobservasi tanda seperti muntah, BAB darah dan
lendir serta gejala seperti nyeri tekan abdomen, BAB sulit dan distensi.
b. Komplikasi dapat dicegah atau dikontrol.
c. Pemahaman tentang proses penyakit dan program terapi.
Diposkan oleh barry's blog di 03.06
Label: sehat itu indah
Template Watermark. Diberdayakan oleh Blogger.
laporan pendahuluan ileus obstruksi
LAPORAN PENDAHULUAN

ILEUS OBSTRUKTIF

1. A. Definisi Ileus Obstruktif

Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi
usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total.
Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya
lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus
merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan
darurat bila penderita ingin tetap hidup.

Ada dua tipe obstruksi yaitu :

1. Mekanis (Ileus Obstruktif)

Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif
ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari.
Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura,
perlengketan, hernia dan abses.

2. Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)

Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik usus
terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis,
distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti
penyakit parkinson.

Beberapa pengertian obstruksi usus dan ileus obstruksi menurut para ahli, yaitu:

v Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran normal melalui
saluran pencernaan. (Brunner and Suddarth, 2001).

v Obstruksi usus adalah gangguan isi usus disepanjang saluran usus (Patofisiologi vol
4, hal 403).

v Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal
(Nettina, 2001).
v Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke
depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).

v Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan,
flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998).

v Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara,
2007).

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan total atau
parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau gangguan usus
disepanjang usus. Sedangkan Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus
yang disebabkan oleh sumbatan mekanik.

1. B. Etiologi

1) Adhesi ( perlekatan usus halus ) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif,


sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi
intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan
oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam
hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa
anak-anak.

2) Hernia inkarserata eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal


) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif, dan merupakan
penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia
interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa
menyebabkan hernia.

3) Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen,


sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat menyebabkan obstruksi melalui
kompresi eksternal.

4) Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang
mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat
sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.

5) Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama
masa infeksi atau karena striktur yang kronik.

6) Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi
usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.

7) Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong
empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat
terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang
menyebabkan obstruksi.
8) Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi,
atau trauma operasi.

9) Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan


cairan.

10) Benda asing, seperti bezoar

11) Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia Littre.

12) Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon
kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium

1. C. Patofisiologi

Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang
apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional.
Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik dihambat dari permulaan, sedangkan
pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat kemudian intermiten akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat profesif akan terenggang oleh cairan dan gas. Akumulasi gas dan
cairan didalam lumen usus sebelah proksimal dari letak obstruksi mengakibatkan distensi dan
kehilangan H2O dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka tekanan intralumen
meningkat, menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri sehingga terjadi iskemia
dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritonium akibatnya terjadi pelepasan
bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat menimbulkan peritonitis septik
ketika terjadi kehilangan cairan yang akut maka kemungkinan terjadi syok hipovolemik.
Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi stranggulasi akan
menyebabkan kematian. (Pice and Wilson, hal 404).

Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya
mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus
terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan, pada bagian
proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi).

Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar
pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin bertambah yang
menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai
seluruh panjang usus sebelah proximal sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus
yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan anti
peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah-muntah.

D. Manifestasi Klinik

1. Nyeri tekan pada abdomen.

2. Muntah.

3. Konstipasi (sulit BAB).


4. Distensi abdomen.

5. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus (Kapita Selekta, 2000, hal 318).

1. E. Pemeriksaan Diagnostik

Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan antara lain:

ü Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan
dalam usus.

ü Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap)


akan menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan
infeksi.

ü Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi


usus. Obstruksi mekanis usus halus ditandai oleh udara dalam usus halus, tetapi tidak ada
gas dalam usus. Bila foto fokus tidak memberi kesimpulan, dilakukan radiogram barium
untuk mengetahui tempat obstruksi (Brunner and Suddarth, 2001, hal 1121).

1. F. Penatalaksanaan Bedah dan Medis

Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki
peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.

Ø Obstruksi Usus Halus

· Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam
mayoritas kasus obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka
strangulasi yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra
vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium, klorida dan
kalium).

· Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi.


Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan
pembedahannya adalah herniotomi.

Ø Obstruksi Usus Besar

· Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk
membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa
sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat
memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi
bedah utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen
mungkin diperlukan.

G. Komplikasi
1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.

2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra
abdomen.

3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.

4. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.


(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122).

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk
pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas dan
evaluasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001).

1. Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dan
gaya hidup.

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama .

Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada umumnya
akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya terus menerus,
demam, nyeri tekan lepas, abdomen tegang dan kaku.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan, dikaji dengan


menggunakan pendekatan PQRST :

P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.

Q :Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau


terus- menerus.

R : Di daerah mana gejala dirasakan

S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala


numeric 1 s/d 10.

T :Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan


memperingan keluhan.
c. Riwayat kesehatan masa lalu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama, riwayat ketergantungan
terhadap makanan/minuman, zat dan obat-obatan.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien.

3.Pemeriksan fisik

a. Aktivitas/istirahat

Gejala : Kelelahan dan ngantuk.

Tanda : Kesulitan ambulasi

b. Sirkulasi

Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok)

c. Eliminasi

Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus

Tanda : Perubahan warna urine dan feces

d. Makanan/cairan

Gejala : anoreksia,mual/muntah dan haus terus menerus.

Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah. Kulit buruk.

e. Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.

Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan

f. Pernapasan

Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan,

Tanda : Napas pendek dan dangkal

g. Diagnostik Test

· Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas


dan cairan dalam usus.
· Pemeriksaan simtologi

· Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi

· Leukosit: normal atau sedikit meningkat

· Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah

· Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen

· Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu


empedu, volvulus, hernia)

· Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif. (Doenges, Marilynn


E, 2000)

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status
kesehatan, resiko perubahan pola hidup) dari individu atau kelompok dimana perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberi intervensi pasti untuk menjaga status
kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito, 2000).

Diagnosa keperawatan merupakan respon klien terhadap adanya masalah kesehatan. Oleh
karena itu diagnosa keperawatan berorientasi pada kebutuhan dasar manusia berdasarkan
teori kebutuhan dasar Abraham Maslow (Gaffar, 1996).

Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan ileus obstruksi adalah
sebagai berikut : (Doenges, M.E. 2001 dan Wong D.L)

1. Nyeri b/d distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.

2. Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.

4. Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d


kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber
informasi, keterbatasan kognitif.

1. D. Rencana Keperawatan

Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau


mengoreksi. Beberapa komponen yang perlu diperhatikan untuk mengevaluasi tindakan
keperawatan meliputi menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana
tindakan dan dokumentasi (Nursalam, 2001, hal 52) Adapun renana tindakan dari diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien dengan obstruksi usus antara lain:

1. Nyeri b/d distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.
Tujuan: Nyeri hilang/terkontrol, menunjukkan rileks.

Kriteria hasil :

· Nyeri berkurang sampai hilang.

· Ekspresi wajah rileks.

· TTV dalam batas normal.

· Skala nyeri 3-0.

Intervensi:

a.Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan faktor
pemberat/penghilang.

Rasional: Nyeri distensi abdomen, dan mual. Membiarkan pasien rentang


ketidaknyamanannya sendiri membantu mengidentifikasi intervensi yang tepat dan
mengevaluasi keefektifan analgesia.

b.Pantau tanda-tanda vital.

Rasional: Respon autonomik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernafasan,
yang berhubungan dengan keluhan/penghilangan energi. Abnormalitas tanda vital terus
menerus memerlukan evaluasi lanjut.

c. Memberikan tindakan kenyamanan. Mis: gosokan punggung, pembebatan insisi selama


perubahan posisi dan latihan batuk/bernafas; lingkungan tenang. Anjurkan penggunaan
bimbingan imajinasi, tehnik relaksasi. Berikan aktivitas hiburan.

Rasional: Memberikan dukungan (fisik, emosional), menurunkan tegangan otot,


meningkatkan relaksasi, mengfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan
kemampuan koping.

d. Palpasi kandung kemih terhadap distensi bila berkemih ditunda. Tingkatkan privasi dan
gunakan tindakan keperawatan untuk meningkatkan relaksasi bila bila pasien berupaya
untuk berkemih. Tempatkan pada posisi semi-fowler atau berdiri sesuai kebutuhan.

Rasional: Faktor psikologis dan nyeri dapat meningkatkan tegangan otot. Posisi
tegak meningkatkan tekanan intra-abdomen, yang dapat membantu dalam berkemih.

Kolaborasi :

e. Berikan analgesik, narkotik, sesuai indikasi.

Rasional: Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan


meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik.

f. Kateterisasi sesuai kebutuhan.


Rasional: Kateterisasi tunggal/multifel dapat digunakan untuk mengosongkan
kandung kemih sampai fungsinya kembali.

2. Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.

Tujuan: Volume cairan seimbang.

Kriteria hasil :

· Klien mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang.

· Klien menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat.

Intervensi:

a. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD,
takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam pertama
terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan.

Rasional: Tanda-tanda awal hemoragi usus atau pembentukan hematoma, yang


dapat menyebabkan syok hipovolemik.

b. Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status membran mukosa.

Rasional: Memberi informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat hidrasi.

c. Perhatikan adanya edema.

Rasional: Edema dapat terjadi kerena perpindahan cairan berkenaan dengan


penurunan kadar albumin serum/protein.

d. Pantau masukan dan haluaran, perhatikan haluaran urine, berat jenis,. Kalkulasi
keseimbangan 24 jam, dan timbang berat badan setiap hari.

Rasional: Indikator langsung dari hidrasi/perfusi organ dan fungsi. Memberikan


pedoman untuk penggantian cairan.

e. Perhatikan adanya/ukur distensi abdomen.

Rasional: Perpindahan cairan dari ruang vaskuler menurunkan volume sirkulasi


dan merusak perfusi ginjal.

f. Observasi/catat kuantitas, jumlah dan karakter drainase NGT. tes pH sesuai indikasi.
Anjurkan dan bantu dengan perubahan posisi sering.

Rasional: Haluaran cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan


eletrolit dan alkalosis metabolik dengan kehilangan lanjut kalium oleh ginjal yang
berupaya untuk mengkompensasi. Hiperasiditas, ditunjukkan oleh pH kurang dari 5,
menunjukkan pasien beresiko ulkus stres. Pengubahan posisi mencegah pembentukan
magenstrase di lambung, yang dapat menyalurkan cairan gastrik dan udara melalui
selang NGT ke dalam duodenum.

Kolaborasi:

g. Pertahankan potensi penghisap NGT/usus.

Rasional: Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi/tekanan di


garis jahitan dan menurunkan mual/muntah, yang dapat menyertai anastesia,manipulasi
usus atau kondisi yang sebelumnya ada, mis: kanker.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.

Tujuan: Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.

Kriteria hasil :

· Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.

· Berat badan stabil.

· Pasien tidak mengalami mual muntah.

Intervensi:

a. Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna


makanan, mis: status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang dilepas.

Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi.

b. Auskultasi bising usus; palpasi abdomen; catat pasase flatus.

Rasional: Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari).

c. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan


tinggi protein dan vitamin C.

Rasional: Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet. Protein/vitamin C


adalah kontributor utuma untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah
fator dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi.

d. Observasi terhadap terjadinya diare; makanan bau busuk dan berminyak.

Rasional: Sindrom malabsorbsi dapat terjadi setelah pembedahan usus halus,


memerlukan evaluasi lanjut dan perubahan diet, mis: diet rendah serat.

Kolaborasi :

e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: proklorperazin (Compazine).


Antasida dan inhibitor histamin, mis: simetidin (tagamet).
Rasional: Mencegah muntah. Menetralkan atau menurunkan pembentukan asam
untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulserasi.

4. Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosi dan kebutuhan


pengobatan b/d kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi
informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.

Tujuan: Menyatakan paham terhadap proses penyakitnya.

Kriteria hasil :

· Klien dan keluarga mengetahui penyakit yang diderita

· Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses belajar

· Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses pengobatan

Intervensi:

a. Diskusikan pentingnya masukan cairan adekuat dan kebutuhan diet.

Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi usus.

b. Tinjau ulang perawatan selang gastrostomi bila pasien dipulangkan dengan alat ini.

Rasional: Meningkatkan kemandirian dan meningkatkan kemampuan perawatan


diri.

c. Tinjau perawatan kulit disekitar selang.

Rasional: Membantu mencegah kerusakan kulit dan menurunkan resiko infeksi.

d. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medis, mis demam menetap,
bengkak, eritema, atau terbukanya tepi luka, perubahan karakteristik drainase.

Rasional: Pengenalan dini dari komplikasi dan intervensi segera dapat mencegah
progresi situasi serius dan mengancam hidup.

e. Tinjau ulang keterbatasan/pembatasan aktivitas, mis: tidak mengangkat benda berat


selama 6-8 minggu dan menghindari latihan dan olahraga keras.

Rasional: Menurunkan resiko pembentukan hernia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.
2. Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

3. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

4. Setiawan, Wawan. 2010. Intervensi dan Rasional Ileus Obstruktif.


(http://wawanjokamblog.blogspot.com/ Diakses tanggal 11 Januari 2011).

5. Zwani. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Obstruksi


Usus(http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/obstruksi-usus.html Diakses
tanggal 11 Januari 2011).

6. Harnawati. 2008. Obstruksi Usus.


(http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/21/obstruksi-usus/Diakses tanggal 11
Januari 2011).

7. Vanilow, Barry. 2010. Askep Ileus Obstruksi . (http://barryvanilow.blogspot.com//.


Diakses tanggal 11 Januari 2011).
Askep Ileus Obstruktif

ASKEP Obstruksi Ileus


Co/ Juliardinsyah

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering
dijumpai, merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis
akuta. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah adhesi/ streng, sedangkan
diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik makin sering
dilaksanakan yang terutama didukung oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan
abdominalis.
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di
Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel,
2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang
dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen
Kesehatan Indonesia.
Ada 3 hal yang tetap menarik untuk diketahui/diselidiki tentang obstruksi ileus, ialah :
1. Makin meningkatnya keterdapatan obstruksi ileus.
2. Diagnosa obstruksi ileus sebenarnya mudah dan bersifat universil; tetapi untuk mengetahui
proses patologik yang sebenarnya di dalam rongga abdomen tetap merupakan hal yang sulit.
3. Bahaya strangulasi yang amat ditakuti sering tidak disertai gambaran klinik khas yang dapat
mendukungnya.
Untuk dapat melaksanakan penanggulangan penderita obstruksi ileus dengan cara yang
sebaik - baiknya, diperlukan konsultasi antara disiplin yang bekerja dalam satu tim dengan
tujuan untuk mencapai 4 keuntungan :
1. Bila penderita harus dioperasi, maka operasi dijalankan pada saat keadaan umum penderita
optimal.
2. Dapat mencegah strangulasi yang terlambat.
3. Mencegah laparotomi negatif.
4. Penderita mendapat tindakan operatif yang sesuai dengan penyebab obstruksinya.
Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis serta
tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak
dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien (Sabiston, 1995).
Pada bab selanjutnya akan dibahas lebih lanjut tentang devinisi obstruksi ileus, etiologi,
patofisioligi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan medis serta asuhan
keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan intestinal pada ileus, sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan yang baik dan benar sehingga dapat meningkatkan derajat
kesembuhan pasien.

1.3 Tujuan penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui anatomi fisiologi ileus
1.3.2 Untuk mengetahui definisi ileus
1.3.3 Untuk mengetahui etiologi ileus
1.3.4 Untuk mengetahui patofisiologi ileus
1.3.5 Untuk mengetahui manifestasi klinis ileus
1.3.6 Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada ileus
1.3.7 Untuk mengetahui penatalaksanaan medis pada ileus
1.3.8 Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari ileus
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Fisiologi Ileus


Anatomi fisiologi tentang sistem pencernaan yang meliputi:
1. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu:
a. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir dan pipi.
b. Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris,
palatum dan mandi bilaris disebelah belakang bersambung dengan faring.
2. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan,
merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut
dan didepan ruas tulang belakang.
3. Esofagus (kerongkongan)
Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung.
Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui thorak
menembus diafragma masuk kedalam abdomen ke lambung.
4. Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang paling banyak terutama
didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung antara lain:
a. Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri osteum kardium
biasanya berisi gas.
b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah notura minor.
c. Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk spinkter pilorus.
d. Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum kordi samapi pilorus.
e. Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri osteum kardium
melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke pilorus anterior.
5. Usus halus
Usus halus atau usus keciladalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat
yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi
usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding
usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ),
lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

a. Usus dua belas jari (Duodenum)


Usus dua belas jari atau duodenumadalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari
merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di
ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh
selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada
usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Nama duodenum berasal dari bahasa Latinduodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan
bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus
dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan
sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
b. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus
halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia
dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong.
Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas
jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan
usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk
membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam bahasa Inggris modern.
Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti "kosong".
Mukosa usus halus
Permukaan epitel yang sangat halus melalui lipatan mukosa dan makro villi memudahkan
penernaan dan absorpasi
c. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan
manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum,
dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa)
dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

6. Usus besar/interdinum mayor


Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi
utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan
dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari makanan, tempat tinggal
bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 7 bagian:
a. Sekum.
b. Kolon asenden.
Terletak di abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum sampai ke hati, panjangnya
± 13 cm
c. Appendiks (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.
d. Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang ± 28 cm.
e. Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah dengan panjangnya
± 25 cm.
f. Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung bawah
berhubungan dengan rektum.
g. Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.
7. Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar.
(Drs. Syaifuddin, hal 87-92).

2.2 Definisi
Obstruksi ileus adalah Suatu Penyumbatan Mekanis Pada Usus merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau mengganggu jalannya isi usus.
(medicastore.com).
Obstruksi ileus adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik. (medlinux.com).
Obstruksi ileus adalah kerusakan komplet atau parsial aliran ke depan dari usus.
Kebanyakan terjadi pada usus halus khususnya di ileum, segmen paling sempit.
(wordpress.com).
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau
total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus
halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini
dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
Beberapa pengertian obstruksi usus dan ileus obstruksi menurut para ahli, yaitu:
1) Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran normal melalui
saluran pencernaan. (Brunner and Suddarth, 2001).
2) Obstruksi usus adalah gangguan isi usus disepanjang saluran usus (Patofisiologi vol 4, hal
403).
3) Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal
(Nettina, 2001).
4) Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke
depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).
5) Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus
dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998).
6) Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan total atau
parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau gangguan usus
disepanjang usus. Sedangkan Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus
yang disebabkan oleh sumbatan mekanik

2.3 Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi
usus, yaitu:

1. Mekanis: Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh
peristaltic. misalnya: intussusepsi, tumor dan neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan,
hernia dan abses.

2. Fungsional/non-mekanis: Terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan


peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.
Misalnya: amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau
gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson.

Atau Ileus obstruktif yaitu terganggunya intestinal secara fisik dikarenakan


keadaan-keadaan seperti :
 Perlengketan
 Hernia
 Neoplasma
 Penyakit peradangan usus
 Benda asing dan batu empedu
 Fecal impaction
 Stricture : congenital dan radiasi
 Intusepsi (biasa pada bayi dan balita)
 Volvulus ( biasa pada manula )
( Hotma Romahorbo )

2.4 Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau
fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik dihambat dari
permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat kemudian
intermiten akhirnya hilang. Limen usus yang tersumbat profesif akan terenggang oleh cairan
dan gas. Akumulasi gas dan cairan didalam lumen usus sebelah proksimal dari letak obstruksi
mengakibatkan distensi dan kehilangan H2O dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka
tekanan intralumen meningkat, menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri
sehingga terjadi iskemia dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritonium
akibatnya terjadi pelepasan bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat
menimbulkan peritonitis septik ketika terjadi kehilangan cairan yang akut maka kemungkinan
terjadi syok hipovolemik. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi
stranggulasi akan menyebabkan kematian. (Pice and Wilson, hal 404)

2.4.1 Pathway

Obstruksi Ileus

Faktor
fungsional

Akumulasi gas dan cairan di dalam lumen sebelah proksimal dari letak obstruksi

distensi

Tekanan intralumen

Tekanan vena, kapiler&arteri ¯

Refluk usus

Mual, Muntah

Kehilangan H2O cairan dan elektrolit

Gangguan Keseimbangan cairan dan elektrolit

Faktor Mekanis
Nutrisi Kurang dari Kebutuhan
Pelepasan bakteri dan toksin dari usus yang nekrotik ke dalam peritoneum dan sirkulasi
sistemik

Peritonitis septikemia
Resiko infeksi

Iskemia dinding usus

Kehilangan cairan menuju ruang peritonium

Nyeri kolik

Ganggua rasa nyaman(nyeri)

komplikasi
2.4.2 Komplikasi
1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau
infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
4. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122)

2.5 Manifestasi Klinis


1. Nyeri tekan pada abdomen
2. Muntah
3. Konstipasi (sulit BAB).
4. Distensi abdomen.
5. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus (Kapita Selekta, 2000, hal 318).

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan antara lain:
1. Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
2. Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus, hernia)
3. Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan dalam usus.
4. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan
menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi.
5. Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi usus.
(Doenges, Marilyn E, 2000)

2.7 Penatalaksanaan Medis


Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki
peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
1. Perawatan :koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan
muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta
menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
2. Farmakologi :Obat antibiotik dapat diberikan untuk membantu mengobati atau mencegah
infeksi dalam perut, obat analgesic untuk mengurangi rasa nyeri.
3. Paracentesis :Prosedur ini juga disebut tekan perut atau peritoneum atau dimasukkan obat
khusus di dalam perut. Menghapus cairan tambahan dapat membantu bernafas lebih mudah
dan merasa lebih nyaman. Cairan dapat dikirim ke laboratorium dan diperiksa untuk tanda-
tanda infeksi atau masalah lainnya
4. Tindakan Bedah :
Dengan laparoskopi, sayatan kecil (pemotongan) akan dilakukan pada perut.

a. Kolostomi: kolostomi adalah prosedur untuk membuat stoma (pembukaan) antara


usus dan dinding perut. Ini mungkin dilakukan sebelum memiliki operasi untuk
menghapus usus yang tersumbat. Kolostomi dapat digunakan untuk menghilangkan
udara atau cairan dari usus. Hal ini juga dapat membantu memeriksa kondisi
perawatan sebelum operasi. Dengan kolostomi, tinja keluar dari stoma ke dalam
kantong tertutup. Tinja mungkin berair, tergantung pada bagian mana dari usus besar
digunakan untuk kolostomi tersebut. Stoma mungkin ditutup beberapa hari setelah
operasi usus setelah sembuh.

b. Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi.


Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan
pembedahannya adalah herniotomi.

c. Stent: stent adalah suatu tabung logam kecil yang memperluas daerah usus yang
tersumbat. Dengan Menyisipkan stent ke dalam usus menggunakan ruang lingkup
(tabung, panjang ditekuk tipis). Stent dapat membuka usus untuk membiarkan udara
dan makanan lewat. Menggunakan stent juga untuk membantu mengurangi gejala
sebelum operasi.

2.8. Asuhan Keperawatan Pada obstruksi Ileus


2.8.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk
pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas dan
evaluasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001).
a. Identitas :Nama, umur, alamat, pekerjaan, status perkawinan (Umumnya terjadi
pada semua umur, terutama dewasa laki – laki maupun perempuan)
b. Keluhan Utama : nyeri pada perut
c. Riwayat Penyakit Sekarang : nyeri pada perut, muntah, konstipasi (tidak
dapat BAB dan flatus dalam beberapa hari)
d. Riwayat Penyakit Dahulu : Biasanya klien sebelumnya menderita penyakit
hernia, divertikulum.
e. Riwayat Penyakit Keluarga : Ada keluarga dengan riwayat atresia illeum dan
yeyenum.
f. Activity Daily Life
Nutrisi :Nutrisi terganggu karena adanya mual dan muntah.
asi :Klien mengalami konstipasi dan tidak bisa flatus karena peristaltik usus menurun/ berhenti.
at :Tidak bisa tidur karena nyeri hebat, kembung dan muntah.
as :Badan lemah dan klien dianjurkan untuk istirahat dengan tirah baring sehingga terjadi keterbatasan
aktivitas.
Personal Hygiene : klien tidak mampu merawat dirinya.
g. Pemeriksaan
a) Keadaan umum: Lemah, kesadaran menurun sampai syok hipovolemia suhu meningkat(39o
C), pernapasan meningkat(24x/mnt), nadi meningkat(110x/mnt) tekanan darah(130/90
mmHg)
b) Pemeriksaan fisik ROS (Review Of System)
1. Sistem kardiovaskular: tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada oedema, tekanan darah
130/90 mmHg, BJ I dan BJ II terdengar normal
2. Sistem respirasi: pernapasan meningkat 24x/mnt, bentuk dada normal, dada simetris, sonor
(kanan kiri), tidak ada wheezing dan tidak ada ronchi
3. Sistem hematologi: terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
4. Sistem perkemihan: produksi urin menurun BAK < 500 cc
5. Sistem muskuloskeletal: badan lemah, tidak bisa melakukan aktivitas secara mandiri
6. Sistem integumen: tidak ada oedema, turgor kulit menurun, tidak ada sianosis, pucat
7. Sistem gastrointestinal: tampak mengembang atau buncit, teraba keras, adanya nyeri tekan,
hipertimpani, bising usus > 12x/mnt, distensi abdomen.

2.8.2 Analisa Data


No. Data penunjang Etiologi Problem
1 DS: Klien mengatakan Tekanan intralumen Gangguan rasa nyaman
sakit pada abdomen meningkat (nyeri)
DO:
1. Wajah nampak meringis
2. Bising usus >12x/mnt
3. TTV meningkat: (TD
>120/80 mmHg,
N:>100x/mnt, S: >38oC,
RR:>20x/mnt)
4. P: nyeri karena tekanan
intralumen
5. Q: nyeri seperti tertusuk
6. R: nyeri di bagian kuadran
kanan bawah
7. S: skala nyeri 7
8. T: nyeri kolik (hilang
timbul)
2 DS: pasien mengatakan Kehilangan cairan berlebih Gangguan
sering haus keseimbangan cairan
DO: dan elektrolit
1. TTV tidak stabil (TD
>120/80 mmHg,
N:>100x/mnt, S: >38oC,
RR:>20x/mnt)
2. Mata cowong
3. Turgor kulit turun
4. Membran mukosa bibir
kering
3 DS: klien mengatakan tidak Mual, muntah nutrisi kurang dari
nafsu untuk makan kebutuhan tubuh
DO:
1. BB klien turun
2. A: BB<45 kg, TB 165 cm
3. B: Hb<12
4. C: konjungtiva anemis
5. D: Diet tinggi serat
4 DS: -- Komplikasi peritonitis Resiko Infeksi
DO: septikemia
1. Suhu tubuh >38oC
2. Leukosit >11.000 µml

2.8.3 Diagnosa keperawatan :


1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d peningkatan tekanan intralumen
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d kehilangan cairan berlebih
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah
4. Resiko infeksi b/d komplikasi peritonitis septikemia

2.8.4 Perencanaan
Diagnosa 1
Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan 1x24jam di harapkan gangguan rasa nyaman
(nyeri) dapat teratasi.
KH:
1. Tidak ada tanda-tanda nyeri
2. Skala nyeri (0-3).
3. Ekspresi wajah rileks.
4. TTV dalam batas normal (TD: 110/70-120/80 mmHg, N: 80-100x/mnt, RR: 16-20x/mnt, S:
36,5-37,5 oC)
5. Bising Usus normal (5-12x/menit)
No.D INTERVENSI RASIONAL
x
1 1. Observasi tingkat nyeri 1. Memudahkan perawat dalam
menentukan tingkat nyeri
2. Pantau status abdomen tiap 4 jam
2. Diduga inflamasi peritoneal,
memerlukan intervensi medis yang
cepat.
3. Dorong ambulasi dini dan hindari duduk
3. Menurunkan kekakuan otot dan sendi
yang lama
ambulasi atau perubahan posisi sering
menurunkan tekanan perianal
4. Menurunkan tekanan diafragma yang
4. Pertahankan klien pada posisi semi fowler
terdorong oleh organ visceral
5. Pertahankan puasa sampai bising usus 5. Memungkinkan makanan peroral
kembali, distensi abdomen berkurang dan dengan tidak ada bising usus akan
flatus keluar meningkatkan distensi dan
ketidaknyamanan
6. Ajarkan teknik relaxasi dan distraksi 6. Mengurangi nyeri dengan
mengalihkan perhatian klien ke hal
yang lain
7. Kolaborasi: Berikan analgesik sesuai
7. Menurunkan ambang nyeri dan
indikasi dan evaluasi keefektifannya
meningkatkan kenyamanan

Diagnosa 2
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam kebutuhan cairan dan
elektrolit dapat dipertahankan secara maksimal
KH:
1. TTV dalam batas normal.
- TD: 110/70-120/80 mmHg
- N: 80-100x/mnt
- RR: 16-20x /mnt
- S: 36,5-37,5oC
2. Turgor kulit normal (<2 detik)
3. Membran mukosa bibir basah
4. Mata tidak cowong

No. Dx INTERVENSI RASIONAL


2 1. Observasi TTV 1. Peningkatan suhu/memanjangnya
demam meningkatkan laju metabolik,
TD ortostatik berubah dan peningkatan
takikardia menunjukkan kekurangan
cairan sistemik
2. Indikator langsung keadekuatan
2. kaji turgor kulit,kelembaban membran volume cairan
mukosa (bibir, lidah) 3. Indikator keseimbangan cairan
3. Observasi intake dan output terutama kehilangan cairan
4. Mengurangi sekresi lambung dan
4. Berikan cairan tambahan intravena mencuci elektrolit
sesuai indikasi 5. Pemenuhan kebutuhan dasar cairan,
5. Kolaborasi: pemberian cairan parenteral, menurunkan risiko dehidrasi
transfusi sesuai indikasi

Diagnosa 3
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam nutrisi optimal
KH :
1. BB meningkat atau normal sesuai umur
2. Nafsu makan meningkat
3. Px tidak mengalami mual, muntah

No. Dx INTERVENSI RASIONAL


3 1. Anjurkan pembatasan aktivitas selama 1. Menurunkan kebutuhan metabolik
fase akut untuk mencegah penurunan kalori dan
simpanan energi
2. Menurunkan kebutuhan metabolik
2. Anjurkan istirahat sebelum makan untuk mencegah penurunan kalori dan
simpanan energi
3. Diet rendah residu dapat dipertahankan
3. Tingkatkan diet oral baik cairan maupun 6 – 8 minggu untuk memberikan waktu
makanan rendah residu yang adekuat untuk penyembuhan usus

4. Mengkaji kebutuhan nutrisi dalam


perubahan pencernaan dan fungsi usus
4. Konsultasi dengan ahli gizi
5. Untuk mencegah mual dan muntah

Kolaborasi:
5. Berikan obat sesuai indikasi: Antimetik,
mis: proklorperazin (Compazine).
Diagnosa 4
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 2x24 jam klien tidak menunjukkkan tanda dan gejala
infeksi.

KH:

1. Suhu tubuh normal (36,5-37,5 oC)

2. Leukosit normal 4.000-11000 µml

No. Dx INTERVENSI RASIONAL


4 1. Pantau kualitas&intensitas nyeri, 1. deteksi dini terhadap potensial masalah
observasi TTV, distensi abdomen 2. peningkatan suhu indikasi
2. Beri tahu segera bila nyeri abdomen, perkembangan infeksi, peningkatan
suhu, lingkaran abdomen terus lingkar abdomen memungkinan
meningkat. penyakit bertambah parah menjadi
peritonitis sehingga dapat
memperlambat pemulihan.

3. Obstruksi vaskuler atau mekanis


umumnya memerlukan intervensi
3. Siapkan pasien untuk pembedahan bila bedah
direncanakan 4. Menghindari dan melindungi klien
dari infeksi nosokomial.
4. Ikuti kewaspadan umum (Cuci tangan
sebelum dan sesudah perawatan 5. Untuk membantu mengobati atau
5. Kolaborasi : Berikan obat antibiotik mencegah infeksi dalam perut
sesuai indikasi
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Obstruksi ileus adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik.
Etiologi Ileus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi usus, yaitu: Mekanis dan
fungsional/ non-mekanis.
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus itu sama, tanpa memandang
apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau funsional.
Manifestasi klinis pada ileus Nyeri tekan pada abdomen, Muntah, Konstipasi (sulit
BAB), Distensi abdomen, BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus.
Pemeriksaan diagnostik meliputi: rontgen thorax, Rontgen Abdomen, Pemeriksaan sinar
x, Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap),
Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi usus.
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki
peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal serta dilakukan tindakan kolostomi dan stent.
Asuhan keperawatan: Pengkajian, diagnosa dan perencanaan

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Penerbit Buku Kedokteran, EGC:
Jakarta
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Harrison. 2000. Prinsip-prinsip Penyakit Dalam, edisi XIII, EGC: Jakarta.
Zwani. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Obstruksi Usus
(http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/obstruksi-usus.html. Diakses tanggal 18
Nopember 2011).
Vanilow, Barry. 2010. Askep Ileus Obstruksi . (http://barryvanilow.blogspot.com/. Diakses
tanggal 18 Nopember 2011)
Asuhan Keperawatan Pada
Tn. S
Dengan Laparatomi
Pada Ileus Obstruksi
Di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr Moewardi Surakarta
(Tenti Chahayaningrum
)
obstruksi mekanik pada intestinal.
Pada kondisi klinik sering disebut
dengan Ileus paralitik (Mansjoer,
2011).
Obstruksi usus
adalah
sumbatan total atau parsial
yang
mencegah aliran normal melalui
saluran pencernaan. (Brunner
&
Suddarth, 200
2
).
Ileus obstruktif
a
dalah
hambatan pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik
misalnya oleh strangulasi, invaginasi,
atau sumbatan di dalam lumen usus.
(
Sjamsuhid
ayat
, 2005).
Dari definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa
obstruksi usus
adalah sumbatan total atau parsial
yang menghalangi aliran normal
melalui saluran pencernaan atau
gangguan usus disepanjang usus.
Sedangkan
Ileus obstruktif
adalah
kerusakan atau hila
ngnya pasase isi
usus yang disebabkan oleh sumbatan
mekanik.
Klasifikasi
hernia
1.
Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat
usus dan tidak dapat diatasi oleh
peristaltik. Ileus obstruktif ini
dapat akut seperti pada hernia
stragulata
atau kronis akibat
karsinoma yang melingkari.
Misalnya intusepsi, tumor
polipoid dan neoplasma stenosis,
obstruksi batu empedu, striktura,
perlengketan, hernia dan abses
2.
Neurogenik/fungsional
(Ileus
Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena
suplai sar
af otonom mengalami
paralisis dan peristaltik usus
terhenti sehingga tidak mampu
mendorong isi sepanjang usus.
Contohnya amiloidosis, distropi
otot, gangguan endokrin seperti
diabetes mellitus, atau gangguan
neurologis seperti penyakit
parkinson
.
Etiologi
1.
Sepsis
2.
Obat
-
obatan (misal : opioid,
antacid, coumarin, amitriptyline,
chlorpromazine).
3.
Gangguan elektrolit dan
metabolic (misalnya
hipokalemia, hipomagnesemia,
hipernatremia, anemia, atau
hiposmolalitas).
4.
Infark miokard
5.
Pneumonia
6.
Trauma (misal : patah t
ulang iga,
cidera spina).
7.
Bilier dan ginjal kolik.
8.
Cidera kepala dan prosedur
bedah saraf.
9.
Inflamasi intraabdomen dan
peritonitis.
10.
Hematoma dan retroperitoneal.
Tanda
dan
Gajala
Menurut
Mansjoer (
200
1),
manifestasi
dari
Ileus Obstruksi
yaitu:
1.
Muntah
fekal
.
2.
Dehidrasi : haus terus
-
menerus,
malaise umum, mengantuk serta
membrane mukosa menjadi
pecah
-
pecah.
3.
Konstipasi (sulit BAB).
4.
Distensi abdomen.
5.
BAB darah dan lendir tapi tidak
ada feces dan flatus
Pemeriksaan
Penunjang
1.
Rontgen toraks: diafragma
meninggi
akibat distensi
abdomen.
4
Asuhan Keperawatan Pada
Tn. S
Dengan Laparatomi
Pada Ileus Obstruksi
Di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr Moewardi Surakarta
(Tenti Chahayaningrum
)
2.
Rontgen abdomen dalam posisi
telentang: mencari penyebab
(batu empedu, volvulus, hernia).
3.
Pemeriksaan sinar x: Untuk
menunjukan kuantitas abnormal
dari gas atau cairan dalam usus.
4.
Pemeriksaan laboratorium
(misalnya pemeriksaan elek
trolit
dan jumlah darah lengkap) akan
menunjukan gambaran dehidrasi
dan kehilangan volume plasma
dan kemungkinan infeksi.
5.
Pemeriksaan radiogram abdomen
sangat penting untuk
menegakkan diagnosa obstruksi
usus.
(Doeng
o
es, 2000)
Pen
atalaksanaan Medis
Dasar
pengobatan obstruksi
usus adalah koreksi keseimbangan
cairan dan elektrolit, menghilangkan
peregangan dan muntah dengan
kompresi, memperbaiki peritonitis
dan syok bila ada, serta
menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan
fungsi usus kembal
i normal.
1.
Perawatan
koreksi keseimbangan cairan dan
elektrolit, menghilangkan
peregangan dan muntah dengan
kompresi, memperbaiki
peritonitis dan syok bila ada,
serta menghilangkan obstruksi
untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus
kembali normal.
2.
Fa
rmakologi
Obat antibiotik dapat diberikan
untuk membantu mengobati atau
mencegah infeksi dalam perut,
obat analgesic untuk mengurangi
rasa nyeri.
3.
Tindakan Bedah :
a.
Kolostomi :
kolostomi adalah
prosedur untuk membuat
stoma (pembukaan) antara
usus dan dinding perut. Ini
mungkin dilakukan sebelum
memiliki operasi untuk
menghapus usus yang
tersumbat. Kolostomi dapat
digunakan untuk
menghilangkan udara atau
cairan dari usus. Hal ini juga
dapat membantu memeriksa
kondisi pe
rawatan sebelum
operasi. Dengan kolostomi,
tinja keluar dari stoma ke
dalam kantong tertutup. Tinja
mungkin berair, tergantung
pada bagian mana dari usus
besar digunakan untuk
kolostomi tersebut. Stoma
mungkin ditutup beberapa
hari setelah operasi usus
set
elah sembuh.
b.
Stent :
stent adalah suatu
tabung logam kecil yang
memperluas daerah usus yang
tersumbat. Dengan
Menyisipkan stent ke dalam
usus menggunakan ruang
lingkup (tabung, panjang
ditekuk tipis). Stent dapat
membuka usus untuk
membiarkan udara dan
ma
kanan lewat.
Menggunakan stent juga
untuk membantu mengurangi
gejala sebelum operasi.
Diagnosa
Keperawatan
Menurut NANDA (2005),
diagnosa keperawatan yang muncul
pada kasus Ileus Obstruksi adalah :
1.
Pre Operasi
a.
Nyeri berhubungan dengan
distensi abdomen
pembedahan.
b.
Ansietas berhubungan
dengan
krisis situasional.
5
5
Asuhan Keperawatan Pada
Tn. S
Dengan Laparatomi
Pada Ileus Obstruksi
Di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr Moewardi Surakarta
(Tenti Chahayaningrum
)
2.
Intra Operasi
a.
Resiko tinggi terhadap infe
ksi
berhubungan dengan
prosedur invasif (tindakan
pembedahan Laparatomi)
.
b.
Resiko cidera berhubungan
dengan gangguan persepsi
atau sensorik akibat anestesi
c.
Defisit volume cairan dan
elektrolit berhubungan
dengan obstruksi usus.
3.
Post Operasi
a.
Nyeri akut berhubungan
dengan tindakan pembedahan
(tindakan laparatomi)
b.
Resiko infeksi berhubungan
dengan port de entry
(luka
operasi)
METODELOGI PENELITIAN
Pendekatan
Karya Tulis Ilmiah ini
penulis susun dengan metode
deskriptif dengan pendekatan studi
kasus yaitu metode ilmiah yang
bersifat mengumpulkan data,
menganalisis data dan menarik
kesimpulan data.
Tempat
dan
Waktu
Penyusunan karya Tulis
Ilmiah ini mengambil
kasus di
Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit
Dr. Moewardi Surakartapada tanggal
20 Juli 2012.
Langkah
-
langkah
Penulisan karya tulis ini
disusun secara singkat dan
sistematis, dimana pen
yusunannya
dibagi dalam enam bab
.
Dengan
rincian sebagai berikut :
1.
Bab pertama
tentang
pendahuluan
yang berisi latar belakang
masalah,
rumusan masalah,
tujuan dan
manfaat penulisan,
2.
Bab kedua tentang tinjauan
teori
yang berisi
tentang
konsep dasar
dan
asuhan keperawatan, yaitu
konsep dasar penyakit yang terdiri
da
ri pengeritan, etiologi,
manifestasi klinis, patofisiologi,
pathway, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan medis dan
keperawatan pengkajian data
dasar, diagnose keperawatan dan
intervensi.
3.
Bab ketiga berisi tentang
metod
o
logi karya tulis ilmiah
yaitu :
tempat dan waktu,
langkah
-
langkah penyusunan
KTI,
dan
teknik pengumpulan
data.
4.
Bab keempat
berisi tentang hasil
yang didalamnya mencakup
gambaran/
tinjauan kasus yang
menerangkan tentang kasus yang
terjadi dan pelaksanaan asuhan
keperawatan Tn. S den
gan Ileus
(obstruksi usus) Instalasi Bedah
Sentral RSUD Dr Moewardi
Surakarta yang berisi pengkajian,
diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
5.
Bab kelima pembahasan tentang
penalaran hasil penelitian,
perpaduan teori dengan kasus
yan
g ditemui, pembahasan dengan
jurnal
-
jurnal pendukung, dan
keterbatasan peneliti sehingga
dapat memberikan saran untuk
yang selanjutnya.
6.
Bab enam kesimpulan dan saran
berisi tentang sintesis dari
pembahasan (jawaban dari
rumusan masalah), implikasi
untuk p
engembangan ilmu
pengetahuan dan memberikan
6
Asuhan Keperawatan Pada
Tn. S
Dengan Laparatomi
Pada Ileus Obstruksi
Di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr Moewardi Surakarta
(Tenti Chahayaningrum
)
saran kepada pengambil
kebijakan.
Teknik
pengambilan
data
Dalam memperoleh data
penulis menggunakan berberapa cara
di antaranya sebagai berikut :
wawancara, observasi, pemeriksaaan
fisik dan studi dokumentasi.
Analisis Data
Dalam pembahasan , penulis
melakukan analisa dengan
menggunakan mekanisme
“compare
and contrast”
untuk diagnosa yang
muncul pada saat pemberian asuhan
keperawatan dengan diagnosa yang
muncul pada teori. Di dukung
dengan hasil jurnal
-
jurnal yang
mempunyai tema yang berkaitan
dengan pemberian asuhan
keperawatan yang dilakukan oleh
penulis.
GAMBARAN KA
SUS
Data Profil Objek
Klien bernama Tn. S dengan
umur 50 tahun, jenis kelamin laki
-
laki, beragama Islam, alamat Ngawi,
masuk rumah sakit tanggal 18 Juli
2012, tanggal pengkajian 20 Juli
2012
. No Register 01140295.
Gambaran Kasus
Pasien kiriman dari RSUD
Ngawi, pasien masuk ke IGD RSDM
Dr. Moewardi Surakarta
pada
tanggal 18 Juli 2012 jam 17
.00 WIB
dengan keluhan nyeri kram pada
perut
dan perut terasa kembung dan
mual, demam, kadang flatus, sulit
BAB dan nafsu makan minum
menurun.
Setelah mendapat terapi
dari IGD, pasien dibawa ke bangsal
cendana untuk mendapat perawatan.
Pada tanggal 19 Juli 2012 dilakukan
pemeriksaan radiologi didapatkan
hasil menyokong gambaran Ileus
Obstruksi letak tinggi cardiomegali.
Klien dijadwalkan operasi
pada
tanggal 20 Juli 2012 jam 09.00 WIB.
Asuhan Keperawatan
Persiapan operasi
pasien
diantar ke ruang “Holding Area”
ruang tunggu diruang pemebedahan
pada pukul 08.30 WIB. Kemudian
penulis mengecek perlengkapan
catatan medis dan informconsent.
1.
Asuhan
Keperawatan Pre
Operasi
a.
Ansietas berhubungan
dengan krisis situasional
Diagnosa ini
ditegakkan dari data k
lien
mengatakan tegang , takut
karena belum punya
pengalaman operasi dan
selalu menanyakan kapan
mulai dioperasi
.
TTV :
TD :
130/90 mmHg
,
S : 36, 5
o
C
,
N : 90 x/mnt
,
RR : 16
x/mnt
.
Tujuan dari diagnosa
diatas yaitu setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama
1x20 menit ansietas
berkurang atau hilang dengan
kriteria hasil k
lien
mengatakan sudah siap untuk
dioperasi dan tidak cemas
,
w
ajah klien t
ampak rileks dan
tidak tegang
.
Intervensi dari
diagnosa diatas yaitu
L
akukan komunikasi
terapeutik untuk membangun
kepercayaan pada klien
7
Asuhan Keperawatan Pada
Tn. S
Dengan Laparatomi
Pada Ileus Obstruksi
Di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr Moewardi Surakarta
(Tenti Chahayaningrum
)
(BHSP)
,I
dentifikasi tingkat
rasa yang meng
haruskan
intervensi lebih tepat, B
eri
informasi tentang peran
advokat pera
wat intraoperasi
,
P
erkenalkan staf, perawat
ataupun dokter yang akan
melakukan operasi
,
Cegah
pemajanan tubuh yang tidak
diperlukan selama
pemindahan ataupun pada
ruang operasi
,
Kolaborasi
:
Rujuk pada perawatan oleh
rohaniawan, psikiatri jika
diper
lukan,
Beri obat sesuai
petunjuk : zat
-
zat sedatif
sesuai indikasi.
Implementasi yang
dilakukan yaitu Membangun
interaksi melalui komunikasi
terapeutik
(BHSP),
Memberi
informasi tentang peran
perawat
,
Memberitahu pasien
rasa yang diti
mbulkan saat
dilakukan a
nastesi,
Menjelaskan nama
-
nama tim
bedah yang akan melakukan
operasi
,
Memindahkan pasien
dengan meminimalkan
pemajanan tubuh
.
Evaluasi yang
diperoleh adalah masalah
ansietas teratasi dengan
ditandai klien siap untuk
dioperasi.
2.
Asuhan keperawatan Intra
Oper
asi
a.
Resiko cidera b.d penurunan
kesadaran.
Didukung data klien
mendapatkan general
anestesi, klien mengalami
kehilangan kesadara
n.
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan diharapkan tidak
terjadi cidera saat
pembedahan dengan
rencana
yang akan dilakukan adalah
pasang tali pengaman pada
klien, selalu awasi klien,
lakukan tindakan untuk
menjaga keseimban
gan klien
dan atur pencahayaan.
Implementasi
yang
dilakukan adalah memasang
tali pengaman ke tubuh klien,
menghidupkan lampu
operasi, m
engawasi postur
keadaan klien serta
menempatkan kedua tangan
pada
penyangga tangan/hands
support
meja operasi.
Evaluasi yang
diperoleh adalah masalah
teratasi dengan ditandai klien
tampak aman diatas meja
operasi, tidak terjadi cidera
,
tali pengaman terpa
sang dan
pencahayaan baik.
b.
Resiko tinggi terhadap infeksi
b.d prosedur invasive
(tindakan pembedahan
Laparatomi)
Didukung data
terpasang infuse dan
dilakukan general anestesi
serta dibuatnya sayatan
sepanjang ± 10 cm. Setelah
dilakukan asuhan
keperawatan diharapkan tidak
terjadi infeksi dengan
rencana
lakukan drapping dan
lakukan tindakan aspetic
denga
n desinfektan k
e medan
operasi.
8
8
Asuhan Keperawatan Pada
Tn. S
Dengan Laparatomi
Pada Ileus Obstruksi
Di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr Moewardi Surakarta
(Tenti Chahayaningrum
)
Implementasi yang
dilakukan ad
alah
mempersiapkan meja operasi
,
menyiapkan peralatan operasi
(steril), setelah semua siap
dan menghadirkan klien ke
ruang operasi, masing
-
masing
tim operasi
mencuci tangan
steril, memakai pakaian
operasi ster
il, melakukan
tindakan aseptic untuk area
yang akan dioperasi dengan
memberikan cairan savlon,
kemudian betadine dan
dibersihkan dengan alcohol
untuk meminimalkan
terjadinya infeksi saat
operasi, penempatan duk
ste
ril disekitar lapangan
operasi.
Evalu
asi yang
diperoleh
pada
luka operasi
tidak terjadi kontak / paparan
langsung dengan barang
-
barang / hal
-
hal yang tidak
steril
,
serta
tanda
-
tanda
infeksi pada
luka operasi baru
bisa dilihat setelah 2 x 24
jam
, masalah teratas
i
.
3.
Asuhan keperawatan Post
Op
erasi
Klien tiba di
Recovery Room pada
tangggal 20
Juli 2012
jam
11
.
0
0
WIB. Instruksi di RR :
Posisi terlentang (supine), O
2
2 lt/mnt, pertahankan agar
pernafasan baik, bila muntah
miringkan klien, infuse RL
24 tpm.
Keadaan umum :
lemah, Tanda
-
tanda vital :
TD : 110/70 mmHg, Nadi :
90 x/mnt, Respirasi : 20
x/mnt, Suhu : 36ºC, Keadaan
luka : luka tertutup dengan
kasa, panjang luka jahitan ±
10 cm, darah tidak rembes.
Klien belum sadar akibat
pengaruh dari obat anestesi
.
a.
Resiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan
dengan
adanya
luka
operasi (Port de entry)
Tujuan dari
diagnosa diatas yaitu
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan 1x2 jam
risiko infeksi terkontrol
dengan kriteria hasil
Bebas dari tanda & gejala
infeksi
setelah 2x24 jam
,
Angka lekosit normal (4
-
11.000)
,
Suhu normal (
36

37
o
C
).
Intervensi dari
diagnosa diatas yaitu
Lakukan cuci tangan
sebelum da
n sesudah
tindakan keperawatan,
Gunakan baju, masker
dan sarung
tangan sebagai
alat pelindung,
Pertahankan ling
kungan
yang
aseptik selama
pemasangan alat,
Mengobservasi luka
operasi
,
Kolaborasi untuk
pemb
erian antibiotik
sesuai program,
Monitor
tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal setelah
2x24 jam
,
Inspeksi kulit
terhadap kemerahan,
panas, drainase.
Implemen
tasi
yang dilakukan yaitu
Melakukan
cuci tangan
sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan,
9
9
Asuhan Keperawatan Pada
Tn. S
Dengan Laparatomi
Pada Ileus Obstruksi
Di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr Moewardi Surakarta
(Tenti Chahayaningrum
)
Menggunakan baju,
masker dan sarung tangan
sebagai alat pelindung,
Memonitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan local, Mengobservasi
luka operasi
.
Evaluasi yang
diperoleh masalah resiko
tinggi terhadap infeksi
teratasi ditandai dengan
luka operasi tertutup kasa
steril
tampak kering, suhu
tubuh 36,8
o
C
, klien belum
sadar, belum terlihat
tanda
-
tanda dan gejala
infeksi setelah 2x24 jam.
PEMBAHASAN
Obtruksi intestinal
merupakan salah satu dari penyebab
nyeri abdomen yang menjadi
alasan
masuk di instalasi gawat darurat.
Penatalaksanaan kadang terlambat
akibat adanya misdiagnosis antara
obstruksi total dengan obstruksi
parsial (pseudo obstruksi) seh
ingga
akan meningkatakan morbiditas dan
mortalitas. Pemeriksaan laboratorium
yang spesifik tidak perlu dilakukan
untuk obstruksi intestinal, tetapi
pemeriksaan radiologi sangat
dibutuhkan untuk mendiagnosis
obstruksi intestinal. (Azis, 2011)
Diagnosa
keperawatan yang
muncul pada saat pre operasi pada
kasus ini adalah ansietas. Penulis
mengangkat diagnosa ansietas
dihubungkan dengan krisis
situasional dikarenakan klien baru
pertama kali ini masuk ruang
operasi, sehingga sebelumnya belum
pernah mengetah
ui gambaran ruang
operasi, bagaimana pengaturan suhu
dan lain
-
lain. Suatu penelitian
menyebutkan bahwa 80% dari pasien
yang akan menjalani pembedahan
mengalami kecemasan (Ferlina,
2002).
Dan juga dalam penelitian
menunjukkan dengan memberikan
pendidikan ke
sehatan, kecemasan
klien akan berkurang saat akan
menjalani pembedahan dengan
adanya bukti bahwa
tingkat
kecemasan menjadi berkurang
setelah adanya pendidikan kesehatan
yang menghasilkan tingkat
kecemasan yang ringan meningkat
menjadi 73,3%, sedang sebanya
k
26,7%, dan tidak ada tingkat
kecemasan pasien yang termasuk
berat (pamungkas, 2008).
Pada kasus ini pasien
dilakukan tindakan operasi
laparatomi dengan tujuan eksplorasi
usus
. Ada 4 cara pembedahan
laparatomi, yaitu
Midline incision,
Paramedian (sedikit
ke tepi dari garis
tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5
cm))
,
Transverse upper abdomen
incision ( insisi di bagian atas,
misalnya pembedahan colesistotomy
dan splenektomy)
, dan
Transverse
lower abdomen incision (insisi
melintang di bagian bawah ± 4 cm di
atas
anterior spinal iliaka).
Pada
kasus ini dokter bedah melakukan
sayatan
dengan metode midline
incision, yaitu insisi yang dilakukan
pada garis tengah antara simfisis
pubis dan umbilikus sampai kea rah
superior.
Diagnosa yang muncul saat
intra operasi pad
a kasus ini adalah
resiko tinggi terhadap infeksi
berh
ubungan dengan prosedur
invasive (tindakan pembedahan
Laparatomi)
dan resiko cidera
berhungan dengan
gangguan
10
1
0
Asuhan Keperawatan Pada
Tn. S
Dengan Laparatomi
Pada Ileus Obstruksi
Di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr Moewardi Surakarta
(Tenti Chahayaningrum
)
persepsi atau sensorik akibat
anestesi.
Pada diagnosa
resiko tinggi
terhadap infeksi berhub
ungan
dengan adanya prosedur invasive
(tindakan pembedahan Laparatomi)
perawat melakukan implementasi
yaitu mempertahankan keadaan
asepsis selama pembedahan yaitu
mencuci tangan dengan benar
sebelum dan sesudah melakukan
tindakan, menjaga kesterilan alat d
an
bahan yang diperlukan dan menjaga
kestabilan temperatur pasien,
Temperatur di kamar operasi
dipertahankan pada suhu standar
kamar operasi dan kelembapannya
diatur untuk mengahmabat
pertumbuhan bakteri yaitu 19
-
24
o
C.
Resiko cidera muncul pada
diagnose intra operasi, mengingat
bahwa pada prosedur ini klien
memasuki ruang pembedahan
dimana mulai dilakukan anestesi
umum (GA). Penulis mel
akukan
tindakan pemasangan tali pengaman
untuk menjaga keamanan dan
kenyamanan
, sehingga mengurangi
resiko cider
a pada klien
.
Resiko tinggi terhadap infeksi
setelah post op berhubungan dengan
adanya
port de entry
(luka operasi)
dengan implementasi yang dilakukan
oleh penulis adalah
Melakukan
cuci
tangan sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan, Menggunakan
baju, masker dan sarung tangan
sebagai alat pelindung,
Mengobservasi luka post operasi,
Memonitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan local.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan
pada bab sebelumnya, maka pen
ulis
mengambil kesimpulan berupa :
1.
Pengkajian adalah tahap awal
dari proses keperawatan dan
merupakan upaya untuk
pengumpulan data secara lengkap
dan sistematis
yang di
mulai dari
pengumpulan data,
identitas dan
evaluasi status kesehatan klien.
Dalam kasus ini
pengkajian
pada
pasien yang akan dioperasi di
kamar operasi tet
a
p bisa
dilakukan meskipun harus
dengan ektra hati
-
hati karena
pasien dalam keadaan cemas,
srhingga sangat dibutuhkan
kemampuan me
mbangun rasa
percaya dengan pasien agar
interaksi bisa serasi
(saling
menguntungkan)
.
2.
Diagnosa keperawatan yang
muncul saat pre operasi adalah
ansietas. Pada saat intra operasi
diagnosa yang muncul adalah
resiko tinggi terhadap infeksi
dan resiko cidera. Diagnosa post
operasi yang muncul adalah
resiko tinggi terhadap infeksi
.
3.
Intervensi yan
g dilakukan pada
diagnosa keperawatan pre
operasi untuk ansietas dengan
anxiety control dan coping
mecanishm. Intervensi diagnosa
keperawatan intra operasi untuk
resiko tinggi terhadap infeksi
dengan infection control dan
infection protection, resiko
cider
a dengan pengawasan
intensif dan manipulasi
lingkungan. Intervensi diagnosa
keperawatan post operasi untuk
11
1
1
Asuhan Keperawatan Pada
Tn. S
Dengan Laparatomi
Pada Ileus Obstruksi
Di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr Moewardi Surakarta
(Tenti Chahayaningrum
)
resiko tinggi terhadap infeksi
dengan infection control dan
infection protection.
4.
Implementasi tindakan
dikerjakan secara kolaboratif.
Implementasi y
ang dilakukan
untuk ansietas yaitu
mengajarkan tehnik relaksasi
nafas dalam. Implementasi pada
diagnosa resiko tinggi terhadap
infeksi adalah manajemen risk
control dimana tetap
mempertahankan tehnik aseptic.
Pada diagnose resiko cidera
dilakukan prinsip m
anajemn
lingkungan dan
resiko tinggi
terhadap infeksi adalah
manajemen risk control
terhadap
luka post operasi.
5.
Evaluasi dari setiap tahap
operasi untuk diagnosa
keperawatan saat pre operasi
dengan ansietas dip
eroleh
masalah teratasi
. Pada intra
operasi d
engan diagnosa resiko
tinggi terhadap infeksi dan
resiko cidera di dapatka
n hasil
masalah tertasi
. Evaluasi post
operasi dengan
resiko tinggi
terhadap infeksi
didapatkan hasil
masalah teratasi.
Saran
1.
Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi
rumah sakit, sehingga ke depan
ada perencanaan dan tindakan
atau rancangan yang lebih baik
dalam rangka untuk
meningkatkan mutu pelayanan
rumah sakit.
2.
Bagi mahasiswa
Hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai bahan
referensi yang berkaitan dengan
asuhan keperawatan
pada Ileus
Obstruksi
sehingga dapat
menambah pengetahuan bagi
mahasiswa, khususnya
mahasiswa di fakultas ilmu
kesehatan.
3.
Bagi Institusi pendidikan
Sebagai
tambahan informasi
dan bahan kepustakaan dalam
pemberian asuhan keperawatan
dengan gangguan pencernaan
Ileus Obstruksi
.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif &
Sari, Kurmala.
2011. Gangguan Gastrointestinal
: Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal bedah. Jakarta : Salemba
medika.
Burnner & Suddarth. 2002.
Buku
Ajar Kperawatan Medikal
Bedah.
EGC : Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 2010.
Profil
Kesehatan Indonesia. Jakarta :
Departemen kesehatan Republik
Indonesi.
Doengoes, Marilyn E. 2000.
Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien
. EGC :
Jakarta.
Emedicine. 2009. Small
-
Bowel
Obstruction.
Ferl
ina, I.S. 2002. Hubungan
Pengetahuan Dengan Kecemasan
Pada pasien Preoperasi. Skripsi
tidak diterbitkan. Malang :
Program Studi Ilmu Keperwatan
UMM.
12
1
2
Asuhan Keperawatan Pada
Tn. S
Dengan Laparatomi
Pada Ileus Obstruksi
Di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr Moewardi Surakarta
(Tenti Chahayaningrum
)
Franklin Jr, et all. 2003.
Laparascopic Diagnosis and
Treatment of Intestinal
Obstruction
. Texas Endosurge
ry
Institute.
Harrison. 2000.
Prinsip
-
prinsip
Penyakit Dalam, edisi XIII
. EGC
: Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta
Kedokteran Jilid 2. Media
Aesculapius : Jakarta.
Moleong. L. J. 2004. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung
:PT. Remaja Ro
sdakarya.
Nanda (Nursing Diagnosis and
clasification) 2005
-
2006. USA :
NANDA.
Nursalam. 2003. Konsep dan
Penerapan Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan. Salemba
Medika : Jakarta.
Pamungkas, Idris Yani. 2008.
Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Terhada
p Penurunan Tingkat
kecemasan pada pasien
preoperasi hernia di RSUD
Sragen. Program Studi Ilmu
Keperawatan UMS.
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong.
2005.
Buku Ajar Ilmu Bedah
.
Jakarta.
Schteingart, DE. 2006. In S.A. Price
& L.M. Wilson.
Patofisiologi :
Konsep
Klinis Proses
-
proses
Penyakit Edisi 6 Vol. 1
. EGC :
Jakarta.
Smeltzer, S.C. 2002.
Buku Ajar
keperawatan medical Bedah
Edisi 8 Vol. 2.
EGC : Jakarta.
Yates K. Bowel obstruction. In:
Cameron P, Jelinek G, Kelly
AM, Murray L, Brown AFT,
Heyworth T, ed
itors. Textbook of
adult emergency medicine. 2
nd
ed. New York: Churchill
Livingstone;2004. p.306
-
9.
Zwari. 2007.
Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Dengan Obstruksi
Usus
(diakses tanggal 18
November 2011).
*
Tenti Chayaningrum
:
Mahasiswa
Profesi Ners
FIK UMS. Jln A Yani
Tromol Post 1 Kartasura
**
Abi Muhlisin, SKM., M.Kep
:
Dosen Kepera
watan FIK UMS. Jln A
Yani Tromol Post 1 Kartasura.
***
Nanang Legawa S, SKM.,
S.Kep
:
Pembimbing Klinik RSUD
Dr Moewardi Surakarta
13
1
3

LP & ASKEP ILEUS OBSTRUKTIF

LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
ILEUS OBSTRUKTIF

Disusun oleh:

Lutfy Nooraini

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Sang Kholik yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Kasus KMB 4, tanpa nikmat sehat yang
diberikan oleh-Nya sekiranya penulis tidak akan mampu untuk menyelesaikan makalah ini.
Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW,
semoga atas ijin Allah SWT penulis dan teman-teman semua akan mendapatkan syafaatnya
nanti.
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman dan kerabat semua
yang turut serta dalam penulisan makalah ini, baik dari segi ide, kreatifitas, dan usaha. Tanpa
ada bantuan dari teman-teman semua, mungkin penulis akan mengalami hambatan dalam
penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan
kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat untuk
perbaikan makalah agar menjadi lebih bermanfaat untuk kita semua.

Penulis,

LAPORAN PENDAHULUAN ILEUS OBSTRUKTIF

1. Pengertian
Ileus obstruktif adalah blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus, dan
makanan, dapat secara mekanis atau fungsional (Iin Inayah, 2004 : 202).
Ileus obstruktif terjadi ketika terdapat rintangan terhadap aliran normal dari isi usus,
bisa juga karena hambatan terhadap rangsangan saraf untuk terjadinya peristaltik atau karena
adanya blockage (Barbara C. Long, 1996 : 242).
Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ileus obstruktif adalah penyumbatan yang
terjadi secara parsial atau komplit, mekanik atau fungsional, yang terjadi bisa diusus halus
ataupun diusus besar, dapat mengakibatkan terhambatnya pasase cairan, flatus, dan makanan.

2. Etiologi
Susan C Smeltzer & Brenda G. Bare (2002),Susan Martin Tucker (1998), Christian
Stone M.D (2004) dan Barbara C Long (1996) mengatakan bahwa penyebab dari ileus
obstruktif adalah :
a. Mekanis
1) Adhesi, sebagai perlengketan fibrosa (jaringan ikat) yang abnormal di antara permukaan
peritoneum yang berdekatan, baik antar peritoneum viseral maupun antara peritoneum viseral
dengan parietal
2) Hernia, terjebaknya bagian usus pada lubang abnormal.
3) Karsinoma, tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus, atau tumor diluar
usus mendesak dinding usus.
4) Massa makanan yang tidak dicerna.
5) Sekumpulan cacing
6) Tinja yang keras.
7) Volvulus, terplintir atau memutarnya usus.
8) Intussusception, masuknya satu segmen usus kedalam usus itu sendiri.

3. Patofisiologi
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan terenggang oleh cairan dan gas (70
% dari gas yang tertelan) akibat penekanan intralumen menurunkan pengaliran air dan
natrium dari lumen usus kedarah. Sekitar 8 liter cairan diekskresi kedalam saluran cerna
setiap hari, karena tidak adanya absorpsi mengakibatkan penimbunan intralumen dengan
cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan merupakan sumber utama kehilangan
cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang ekstra sel yang
mengakibatkan syok hipotensi. Pengaruh curah jantung, pengurangan perfusi jaringan dan
asidosis metabolic. Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan
peningkatan permeabilitas akibat nekrotik, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri kedalam
rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik. Kehilangan sodium dan ion-ion klorida
menyebabkan keluarnya potassium dari sel, mengakibatkan alkalosis hipovolemik.
Menurut Susan C Smeltzer & Brenda G. Bare (2002), akumulasi isi usus, cairan, dan
gas terjadi didaerah diatas usus yang mengalami obstruksi. Distensi dan retensi cairan
mengurangi absorpsi cairan dan merangsang lebih banyak sekresi cairan lambung. Dengan
peningkatan distensi, tekanan darah lumen usus meningkat, menyebabkan penurunan tekanan
kapiler vena dan arteriola. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan edema, kongesti,
nekrosis, dan akhirnya rupture atau perforasi. Muntah refluk dapat terjadi akibat distensi
abdomen.
4. Pathway

Adesi, hernia, karisnoma, massa, cacaing, tinja, volvulus

Akumulasi usus

obstruksi tidak flatus/ BAB

mengurangi obstruksi cairan

merangsang tekanan lumen usus

tekanan kapiler vena dan arteriola


ruptur/ perforasi

Laparatomy general anestesi tubuh


tersedasi

luka insisi port de entri otot pernafasan

Distensi abdomen melemah

Resikoinfeksi

merangsang

hipotalamus

Inefektif pola nafas

Muntah

Merangsang

saraf perifer
Kehilangagan ion

nyeri

hydrogen dan kalium

Klorida dan kalium


dalam darah

Ketidakseimbangan volume

Hilangnya cairan dan natrium kehilangan cairan akut

Syok hipovolemik
5. Manifestasi Klinis
Susan Martin Tucker (1998), Christian Stone, M.D (2004) dan Barbara C Long (1996)
menemukan bahwa tanda dan gejala dari ileus obstruktif adalah :
a. Obstruksi Usus Halus
1) Mual
2) Muntah, pada awal mengandung makanan tak dicerna,selanjutnya muntah air dan
mengandung empedu, hitam dan fekal.
3) Nyeri seperti kram pada perut, disertai kembung, nyerinya bisa berat dan menetap.
4) Demam sering terjadi, terutama bila dinding usus mengalami perforasi. Perforasi dengan
cepat dapat menyebabkan perdangan dan infeksi yang berat serta menyebabkan syok.
5) Obstipasi dapat terjadi terutama pada obstrusi komplit.
6) Abdominal distention
7) Tidak adanya flatus
b. Obstruksi Usus Besar
1) Distensi berat
2) Nyeri biasanya terasa didaerah epigastrium, nyeri yang hebat dan terus menerus
menunjukkan adanya iskemi atau peritonitis.
3) Konstipasi dan obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplet
4) Muntah fekal laten
5) Dehidrasi laten
6) Penyumbatan total menyebabkan sembelit yang parah, sementara penyumbatan sebagian
menyebabkan diare.

Manifestasi Klinik Laparatomi:


1. Nyeri tekan
2. Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan
3. Kelemahan
4. Gangguan integumuen dan jaringan subkutan
5. Konstipasi
6. Mual dan muntah, anoreksia

6. Komplikasi
a. Ketidakseimbangan elektrolit, akibat dari lumen usus yang tersumbat, secara progresif akan
teregang oleh cairan dan gas (70 % gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen,
yang menurunkan aliran air dan natrium dari lumen usus kedarah. Oleh karena itu sekitar
delapan liter cairan diekskresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak ada absorpsi
mengakibatkan penimbunan intra lumen dengan cepat. muntah dan penyedotan usus
b. Asidosis metabolic
c. Perforasi, akibat dari terlalu tingginya tekanan intra lumen.
d. Syok, akibat dari kehilangan cairan yang berlebih kedalam lumen usus dan kehilangan cairan
menuju ruang peritoneum setelah terjadi perforasi.

7. Penatalaksanaan
a. Puasa
b. Selang nasogastrik harus dipasang, untuk dekompresi usus, mengurangi muntah, dan
mencegah aspirasi.
c. Cairan parenteral dengan elektrolit, untuk perbaikan keadaan umum.
d. Bedah(laparatomy), dilakukan apabila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan.
e. Analgetik
f. Therapy oksigen.

8. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas klien
Data yang terdapat berupa nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor registrasi, diagnosa medik.
2) Identitas penanggung jawab
Mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan
dengan klien.
b. Riwayat keperawatan
1) Keluhan utama
Gangguan utama/terpenting yang dirasakan klien sehingga ia butuh pertolongan.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit sekarang yang ditemukan ketika dilakukan pengkajian yang dijabarkan dari
keluhan utama dengan menggunakan teknik PQRST. Pasien ileus obstruktif sering ditemukan
nyeri kram, rasa ini lebih konstan apalagi bila bergerak akan bertambah nyeri dan menyebar
pada distensi, keluhan ini mengganggu aktivitas klien, nyeri ini bisa ringan sampai berat
tergantung beratnya penyakit dengan skala 0 sampai 10. Klien post laparatomi pun mengeluh
nyeri pada luka operasi, nyeri tersebut akan bertambah apabila klien bergerak dan akan
berkurang apabila klien diistirahatkan, sehingga klien biasanya hanya berbaring lemas. Nyeri
yang dirasakan klien seperti disayat-sayat oleh benda tajam letaknya disekitar luka operasi,
dengan skala nyeri lebih dari 5 (0-10).
3) Riwayat kesehatan dahulu
Klien dengan ileus obstruktif mempunyai riwayat pernah dioperasi padabagian abdomen,
yang mengakibatkan terjadinya adhesi. Klien post laparatomi biasanya mempunyai riwayat
penyakit pada system pencernaan.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat dalam keluarga sedikit sekali kemungkinan mempunyai ileus obstruktif karena
kelainan ini bukan merupakan kelainan genetik, ada kemungkinan pada keluarga dengan ileus
obstruktif dan post laparatomi mempunyai riwayat penyakit kanker dan dapat pula
mempunyai riwayat cacingan pada keluarga.
5) Situasi Riwayat pekerjaan
tempat bekerja dan lingkungan.
6) Riwayat geografi
Kondisi lingkungan tempat tinggal
7) Riwayat social
Ada perubahan peran, pekerjaan, atau aktivitas, klien akan merasa tergantung dan
membutuhkan bantuan orang lain.kesembuhan penyakit.
8) Pola kebiasaan sehari-hari
Adanya kesulitan dalam melakukan aktivitas, adanya gangguan dalam nutrisi biasanya tidak
mampu makan dan minum karena mual dan muntah, gangguan dalam tidur/istirahat,
kesulitan BAB (konstipasi atau obstipasi), personal hygiene kurang terpenuhi.

c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum:
2) Sistem pernafasan (breath)
3) Sistem kardiovaskuler (blood)
4) Sistem pencernaan(bawel)
5) Sistem persyarafan (brain)
6) Sistem musculoskeletal (bone)
7) Sistem perkemihan (bladder)
8) Sosial
9) Spiritual
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien obstruksi usus sebagai berikut :
1) Laboratorium : BUN, hematokrit, berat jenis urin meningkat, penurunan kadar serum
natrium, klorida dan kalium, leukosit meningkat, terdapat penurunan sodium dan potassium.
2) Enema barium membantu menentukan bila obstruksi didalam kolon.
3) Pemeriksaan radiologis abdomen, foto rontgen bisa menunjukan lingkaran usus yang
melebar, yang menunjukkan lokasi dari penyumbatan dan juga bisa menunjukkan adanya
udara di sekitar usus di dalam perut yang merupakan tanda adanya perforasi.
4) Skan CT, MRI (magnetic resonance imaging), atau ultrasound membantu memastikan
diagnosis.
5) Proktosigmoidoskopi membantu menentukan penyebab obstruksi bila didalam kolon klien
setelah laparotomi dibutuhkan pemeriksaan penunjang
e. Diagnosa keperawatan
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien ileus obstrutif menurut
Judith M. Wilkinson (2005) dan Susan Martin Tucker, et al (1998) sebagai berikut :
a. Inefektif pola napas berhubungan dengan nyeri akut, distensi
b. abdomen.
c. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah
d. abnormal, kehilangan cairan abnormal, status puasa, mual dan
e. muntah.
f. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen pembedahan.
g. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kemungkinan
h. nekrosis.

Intervansi Keperawatan
Intervansi keperawatan pada ileus obstruktif menurut Judith M.Wilkinson (2005) dan
Susan Martin Tucker, et al (1998) :
a. Inefektif pola napas berhubungan dengan nyeri akut, distensi abdomen.
Criteria hasil :
- Menunjukkan pernapasan yang dalam dan dangkal.
- Memiliki pola nafas dan frekuensi dalam batas normal
- Kepatenan jalan nafas adekuat
- Status tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
1. Fasilitasi kepatenan jalan nafas
2. Kaji pucat dan sianosis
3. Pemberian oksigen sesuai kebutuhan
4. Auskultasi suara nafas, ada/tidaknya bunyi nafas tambahan
5. Posisikan pasien dengan semi fowler
6. Suction sesuai kebutuhan
7. Pantau terapi oksigen.
8. Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap setiap 4 jam dan napas dalam
setiap jam.

Rasional:
1. Kepatenan jalan nafas mengindikasikan efektivitas respirasi.
2. Hipoksia dapat diindikasikan dengan adanya pucat dan sianosis
3. Hipoventilasi berhubungan dengan penekanan diafragma menurunkan tekanan arterial
oksigen secara parsial.
4. Crackels mengindikasikan komplikasi sistem pernafasan.
5. Posisi supine meningkatkan resiko obstruksi jalan nafas oleh lidah, bila dimiringkan maka
pasien akan mengalami aspirasi. Semi fowler adalah pilihan yang tepat untuk kenyamanan,
pengembangan ekspansi paru yang optimal, menghindari aspirasi.
6. Sekresi mempengaruhi efektifitas pola nafas sehingga diperlukan penghisapan untuk
memberikan kebersihan jalan nafas.
7. Menjaga status pernapasan klien agar tetap optimal, memberikan terapi sesuai yang
dibutuhkan klien. Terapi oksigen dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan
pengambilan oksigen.
8. Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan mobilisasi serta mengeluarkan secret.

b. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah abnormal, kehilangan


cairan abnormal, status NPO, mual.
Criteria hasil :
- Pasien menunjukan tanda vital stabil : sistolik tekanan darah 90 –
140 mmHg, diastolic 50 -90 mmHg, nadi = 60 -100/menit
- Urin output adekuat > 60 ml/jam
- Membrane mukosa baik, turgor kulit baik
- Menunjukan level elektrolit, BUN, hematokrit dan serum osmolalitas dalam keadaan
normal.
Intervensi:
1. Monitor dan perbaiki intake output, antara setiap jam dan perbandingkan. Ukur dan
dokumentasikan output urine setiap 1-4jam. Laporkan sebagai berikut :
- Urine output lebih dari 200ml/jam selama 2 jam
- urine output kurang dari 30ml/jam selama 2 jam
2. Monitor hasil laboratorium sesuai indikasi. Laporkan sebagai berikut :
- Osmolalitas urine, kurang dari 200mOsm/kg
- Osmolalitas serum, lebih dari 300 mOsm/kg
- Serum sodium, lebih dari 145 mEq/L
- Peningkatan level BUN dan hematokrit
3. Monitor ECG dan tekanan hemodinamika secara periodic.
Perhatikan adanya :
- Adanya gelombang U, QT memanjang, depresi segmen ST, dan gelombang T memendek.
- Tekanan hemodinamika kardiak output rendah
4. Berikan terapi sesuai indikasi, biasanya cairan isotonic dengan penambahan potassium
klorida jika serum potassium rendah. Pantau akses IV , antisipasi peningkatan pemberian
cairan jika hipertermia atau adanya infeksi.
5. Pantau tanda-tanda vital dan observasi kesadaran serta gejala syok
6. Pertahankan puasa, kaji tingkat hidrasi
7. Pantau cairan perenteral dengan elektrolit, antibiotic, dan vitamin
8. Kaji keadaan kulit sebagai tanda-tanda dehidrasi, turgor kulit jelek,kulit dan membrane
mukosa kering, pucat. Kaji juga kehausan, khususnya pada lansia.
9. Kaji dan laporkan adanya perubahan tingkat kesadaran, kelemahan otot dan koordinasi.
10. Siapkan untuk pembedahan sesuai indikasi
11. Timbang berat badan setiap hari bila memungkinkan

Rasional
1. Terapi diuretik, hipertermia, pembatasan intake cairan dapat menimbulkan kekurangan
cairan. Pengukuran tiap jam dan perbandingannya dapt mendeteksi kekurangan.
- urine output lebih dari 200ml/jam biasanya menunjukan diabetes insipidus. Pasien dengan
peningkatan TIK. Diabetes insipidus dihasilkan dari kegagalan gland pituitary dalam
mensekresi ADH karena kerusakan hipotalamus. Seperti gangguan karena neurosurgery, tapi
hal itu juga dapat terjadi sebagai sekunder dari lesi vaskuler atau trauma kepala berat.
- Indikasi adanya deficit volume cairan
2. Hasil laboratorium menambah keadaan objektif dari ketidakseimbangan. Penurunan
osmolalitas urine berhubungan dengan diuresis, peningkatan serum osmolalitas, serum
sodium dan hematokrit menunjukan hemokonsentrasi.
3. Pemantauan secara periodic menunjang peringatan secepatnya apabila terjadi kondisi yang
fatal.
- Tanda ECG menunjukan penurunan responsibilitas stimulus sel kardiak, menghasilkan
hipokalemia sekunder akibat pengeluaran potassium.
4. Penurunan tekanan menunjukan hipovolemia dan penurunan kardiak output menunjukan
preload insuffisiensi.Cairan isotonic adalah pengganti cairan untuk kehilangan cairan tubuh.
Produk darah, koloid, atau albmin, dapat digunakan untuk peningkatan MAP. Monitor
digunakan untuk mencegah overload volume cairan. Cairan dengan potassium harus dipantau
dengan seksama karena potassium mengiritasi vena dan infus potassium yang cepat dapat
menyebabkan hiperkalemia. Hipertermia dan infeksi terjadi akibat kehilangan cairan karena
peningkatan metabolic, peningkatan keringat dan ekskresi cairan melalui pernafasan.
5. Takikardi dan hipotensi dapat mengindikasikan syok hipovolemi. Perubahan ortostatik
(tekanan darah menurun 10 mmhg atau lebih dan nadi meningkat 20 kali/menit atau lebih)
mengindikasikan hipovolemik.
6. Pemberian makanan dan minuman pada pasien dapat menyebabkan muntah lebih sering dan
mengakibatkan alkalosis metabolic hipokalemia atau hiponatremia. Pemenuhan volume
intravaskuler dan tambahan oksigen mengurangi efek kehilangan darah dalam jaringan
hingga perdarahan terkontrol.
7. Pengawasan akurat intake output menandakan keseimbangan pemberian sehingga tidak
terjadi syok hipovolemik.
8. Turgor kulit jelek, kulit dan membrane mukosa kering, peningkatan kehausan dapat
mengindikasikan hipovolemia sehingga terjadi penurunan volume cairan ekstraseluler.
9. Confusion, stupor dapat menjadi indikasi hipovolemi dan ketidakseimbangan elektrolit.
Penurunan kesadaran akibat hipoksia serebral karena hipovolemia. Kehilangan potassium
dapat menyebabkan kelemahan otot.
10. Pembedahan dapat dindikasikan bila obstruksi berkelanjutan. Persiapan pembedahan
melingkupi pasien, peralatan, anastesi dan tenaga medis.
11. Berat badan sangat menunjukkan perubahan yang signifika ketidakseimbangan cairan.
c. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen pembedahan.
Criteria hasil:
- Mempertahankan level nyeri pada skala nyeri yang dapat ditoleransi
(skala 0-10)
- Menunjukan rileks
- Pasien akan menunjukan teknik relaksasi individu yang efektif dalam
mencapai kenyamanan
- Melaporkan keadaan fisik dan piskis sudah membaik
- Penggunaan analgesik dan analgesik untuk menghilangkan nyeri

Intervensi
1. Pemberian anlgesik sesuai indikasi
2. Kaji skala nyeri atau ketidaknyamanan dengan skala 0 – 10.
3. Ajarkan teknik manajemen nyeri : nafas dalam, guide imagery, relaksasi, visualisasi dan
aktivitas terapeutik.
4. Kaji secara komprehensif kondisi nyeri termasuk lokasi karakteristik, onset, durasi,
frekuensi, kuantitas atau kualitas nyeri, dan faktor presipitasi/pencetus.
5. Observasi secara verbal atau nonverbal ketidaknyamanan.
6. Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri bila sangat hebat
7. Informasikan pasien prosedur yang dapat meningkatkan nyeri tawarkan koping adaptif.
8. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang nyaman, seperti semifowler.
9. Kaji dan ajarkan melakukan latihan rentang gerak aktif atau pasif setiap 4 jam. Dorong
ambulasi dini.
10. Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung dan perawatan kulit

Rasional
1. Agen farmakologik untuk menurunkan/ menghilangkan nyeri Menurunkan laju metabolic
dan iritasi usus karena oksin sirkulasi/local, yang membantu menghilangkan nyeri dan
meningkatkan penyembuhan.
2. Analisa secara seksama karekteristik nyeri membatu diffirensial diagnosis nyeri. Standarisasi
skala nyeri menunjang keakuratan.
3. Manajemen pengalihan fokus perhatian nyeri. Pendidikan pada pasien untuk mengurangi
nyeri, setiap orang memiliki perbedaan derajat nyeri yang dirasakan.
4. Laporan pasien merupakan indikator terpercaya mengena eksistensi dan intensitas nyeri
pada pasien dewasa. Baru atau peningkatan nyeri memerlukan medikal evaluasi segera.
5. Respon verbal dapat menjadi indikasi adanya dan derajat nyeri yang dirasakan. Respon non
verbal menampilkan kondisi nyeri.
6. Partisipasi langsung dalam penanganan dan deteksi dini untuk pengelolaan nyeri secara
segera setelah dilaporkan.
7. Tindakan persiapan kondisi pasien sebelum prosedur dan membantu mpasien menetapkan
koping sehubungan dengan kebutuhan penanganan stres akibat nyeri
8. Membantu mengontrol nyeri dengan mengurangi kebutuhan untuk kontraksi otot, dengan
posisi semifowler mengurangi tegangan abdomen.
9. Menurunkan kekakuan otot atau sendi. Ambulasi membalikkan organ keposisi normal dan
meningkatkankembalinya fungsi ketingkat normal.
10. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan lagi perhtian, dan meningkatkan kemampuan koping.

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kemungkinan nekrosis.


Criteria hasil :
- Temperature tubuh normal
- Menunjukan tidak ada tanda-tanda infeksi.

Intervensi
1. Awasi dan laporkan indikasi infeksi, yaitu : tanda-tanda vital,temperature tubuh, bising usus,
suara nafas, karakter urin, adanya abses dalam distensi abdomen dan ikterus.
2. Berikan antibiotic sesuai indikasi
3. Sediakan kultur untuk dan testing sensitivitas sesuai indikasi, lakukan sebelum terapi
antibiotic.
4. Gunakan prosedur teknik septic dan aseptic selama proses Tindakan

Rasional
1. Pengawasan ketat dibutuhkan karena infeksi tampak tidak hanya pada peningkatan suhu dan
wbc, tapi penggunaan medikasi immunosupresi dan kondisi kronik dapat terjadi infeksi.
2. Tipe antibiotic spectrum luas seperti sulfasalazine (azulfidine) sesuai indikasi yang
dibutuhkan.
3. Kultur dan tes sensitivitas menjadi tidak akurat apabila setelah pemberian antibiotic
4. Pasien dengan ileus obstruktif kemungkinan terjadi inflamasi.
DAFTAR PUSTAKA

Inayah, iin. 2004 .Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. 202. EGC. Jakarta.
Brunner and Suddart. 2002 . Buku Ajar Keperawatan . Edisi 3. EGC. Jakarta.
Doengoes , Mailyn . E . 2000. Rencana Asuhan Keperawata. Edisi 3 . EGC . Jakarta.
Harjono . M . 2001. Ilmu Bedah . Jakarta : Erlangga.
Corwin , Mutaqin .2003 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medical Bedah . Jakarta : Salemba
Medica
Subiston,D.C.2001 .Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.
Wilkinson. Judith. M. 2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC.

Вам также может понравиться