Вы находитесь на странице: 1из 29

TUGAS FILSAFAT ILMU

AMIODARON DAN DISFUNGSI THYROID

Nama : dr. Fifi Yuniarti

NIM : 04042711822005

Program Studi: Ilmu Penyakit Dalam

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
PENDAHULUAN

Amiodaron merupakan obat antiaritmia yang sangat efektif. Penggunaannya


terutama untuk penanganan aritmia yang mengancam nyawa, antara lain: ventrikuler
takikardi, ventrikuler fibrilasi dan dan takikardi dengan kompleks QRS yang sempit,
antara lain: atrial fibrilasi dan paroksismal supraventrikuler takikardi. Penggunaan
amiodaron dapat secara peroral maupun parenteral (intravena). Pengalaman saya
selama hampir 7 tahun ini, amiodaron sangat efektif dalam mengatasi aritmia. Akan
tetapi penggunaannya jangka panjang berpengaruh di jantung ataupun di luar
jantung. Salah satu pengaruh yang ditimbulkan obat ini adalah disfungsi hormon
thyroid. Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana pengaruh amiodaron terhadap
metabolisme hormon thyroid dan apa saja yang ditimbulkannya.

ARITMIA

Aritmia adalah kelainan dalam kecepatan, irama, tempat asal dari impuls, atau
gangguan konduksi yang menyebabkan perubahan dalamurutan normal aktivasi
atrium sampai ventrikel. Etiologi aritmia dapat berupa: gangguan sirkulasi koroner (
Iskemia atau infark miokard), peradangan ( demam reumatik, miokarditis),
gangguan/ kerusakan struktur jantung (gagal jantung, kardiomiopati), Gangguan
keseimbangan elektroit dan asam basa (hiper kalemia/ hipokalemia, asidosis /
alkalosis), gangguan endokrin (hiperthyroid), Intoksikasi obat (digoxin, obat
antiaritmia) dan gangguan susunan saraf otonom/ pusat.Aritmia dapat diketahui
melalui gambaran elektrokardiografi. Aritmia dibagi menjadi 2 golongan besar,
yaitu:

a. Golongan gangguan pembentukan impuls, terjadi gangguan di sinus, atrial


dan penghubung Atrioventrikuler (junctional). Gangguan pembentukan
impuls di sinus antara lain berupa takikardia sinus, bradikardia sinus, aritmia
sinus dan henti sinus. Sedangkan gangguan pembentukan impuls di atrial
antara laian: ekstrasistol atrial, takikardia atrial, atrial fibrilasi dan atrial
flutter. Gangguan pembentukan impuls di junctional atriventrikuler antara
lain: ekstrasistol penghubung AV, takikardia penghubung AV dan irama
lulus penghubung AV. Gangguan pembentukan impuls di ventrikel (aritmia

2
ventrikuler) meliputi: ekstrasistol ventrikuler, takikardia ventrikuler, fibrilasi
ventrikuer, henti ventrikuler dan irama lolos ventrikuler
b. Gangguan penghantaran impuls (konduksi). Gangguan penghantaran
impuls dibagi menjadi 2 macam, yaitu blok konduksi dan bolk aksesori. Blok
konduksi dibagi 2 macam, yaitu berdasarkan tempat terjadinya blok
danderajatnya. Berdasarkan tempatnya, dapat berupa blok SA, blok AV, blok
Fasikuler, blok Bundle Branch dan blok IVCD ( Intra Ventrikuler
Conduction Defect). Sedangkan derajatnya, blok dibagi menjadi 3 macam,
yaitu derajat 1, II dan III. Untuk gangguan konduksi pada aksesori, aritmia
dibagi 3 yaitu: sindrom Wolff-Parkinso-White (jalur kent), Sindrom Lown-
Ganong-Levin (jalur james) dan jalur Mahaim.

Sedangkan pembagian berdasarkan klinis, aritmia dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Takiaritmia, dengan frekuensi ventrikuler > 100 x/ menit. Dibagi lagi


menjadi 2 macam, yaitu ventrikuler dan supraventrikuler.
b. Bradiartimia, dengan frekuensi ventrikule < 60x/ menit.
c. Braditakiaritmia, timbulnya takiaritmia dan bradiaritmia secara bergantian.

Gejala klinis aritmia dapat berupa: palpitasi, rasa tidak enak di dada, nyeri dada,
lemas, sesak nafas, pingsan atau kejang. Diagnosis aritmia dapat ditegakkan melalui
pemeriksaan berikut ini:

 Elektrokardiogram (EKG). Untuk merekam aktivitas elektrik di dalam


jantung dengan menempelkan elektrode pda permukaan kulit di dada.
 Echocardiogram, untuk mengevaluasi fungsi katup dan otot jantungserta
mendeteksi penyebab aritmia degan bantuan gelombang suara ultrasound.
 Uji latih beban jantung. Pada pemeriksaan ini pasien diminta untuk
melakukan aktivitas fisisk, seperti mengayuh sepeda statis atau berjalan
diatas treadmill. Kemudian tekanan darah dan denyut jantung pasien
diukurmelalui monitor. Metode diagnosis ini dipadukan dengan
elektrokardiogram. Dari tes ini, pemeriksa dapat melihat sampai sejauh mana
tingkat keteraturan irama jantung sebelum berubah oleh pengaruh aktivitas
fisik.

1
 Monitor Holter. Cara kerja alat ini tidak jauh berbeda dengan
elektrokardiogram. Namun bedanya alat yang bernama monitor Holter ini
bisa dibawa pulang agar dapat merekam aktivitas jantung pasien selama
melakukan aktivitas rutin setiap hari.
 Studi elektrofsiologi. Menggunakan teknik pemetaan penyebaran impuls
listrik di dalam jantung dengan memasukkan kateter yang dilengkapi dengan
elektroda ke beberapa pembuluh darahdi dalam jantung. Teknik ini
merangsang jantung berkontraksi pada tingkatan yang dapat memicu
perubahan detak jantung dengan menggunakan elektroda.
 Kateterisasi jantung.metode ini menggunakan alat yang sama dengan studi
elektrofisiologi, yaitu kateter. Hanya saja pada teknik ini, digunakan batuan
pewarna khusus (kontas) dan sinar X untuk mengetahui kondisi beberapa
bagian jantung, sperti bilik, koroner, serta pembuluh darah.

Pada beberapa kasus, aritmia dapat dideteksi dengan pemeriksaan denyut jantung
biasa. Namun untuk mengetahui lebih jauh mengenai penyebab aritmia, maka tes-tes
diatas dapat dilakukan. Hasilnya tentu akan memudahkan dokter dalam menentukan
jenis pengobatan yang sesuai.

Tidak semua pasien aritmia membutuhkan pengobatan. Pengobatan diberikan pada


kondisi yang mengancam jiwa, atau dapat menimbulkan komplikasi. Jenis
pengobatannya antara lain:

1. Obat-obatan. Obat yang mempunyai mekanisme untuk mengatasi aritmia disebut


sebagai antiaritmia. Antiaritmia dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
a. Kelas I, antiaritmia dengan mekanisme kerja blokade kanal natrium pada
membran sel sehingga menurunkan kecepatan maksimal depolarisasi dan
tidak menimbulkan potensial aksi baru yang mencegah timbulnya
ekstrasistol. Penggunaanya ditujkan untuk aritmia ventrikuler, efek
tergantung pada kecepatan denyut jantung, digunakan apabila kontraindikasi
atau resisten terhadap obat lain.Tergantung dari intensitasnya membolkade
kanal natrium tersebut, maka kelas I dibagi lagi menjadi 3, yaitu:

4
Kelas IA. Kinetik kerjanya intermediet, memperpanjang masa repolarisasi
potensial aksi. Menurunkan Vmaks pada semua denyut jantung. Contoh:
kuinindin, prokainamid, disopiramid
Kelas IB: Kinetik kerjanya cepat dan memperpendek repolarisasi potensial
aksi hanya ringan saja. Mempunyai efek yang ringan terhadap kasus dengan
bradikardia, tetapi efek yang mebih besar pada kasus takikardi. Contoh:
lidokain, meksiletin, tokainid, fenitoin.
Kelas IC: Kinetik kerjanya lambat dan mempunyai efek yang kecil terhadap
repolarisasi potensial aksi. Contoh: flekainid, proopafenon, lorkainid.
Pada penelitian-penelitian obat-obat kelas I ini tidak menunjukkan penurunan
angka kematian secara signifikandibandingkan dengan kontrol. Bila
diberikan pada papsien lanjut usia dengan penyakit jantung, akan seing
terjadi proaritmia.
b. Kelas II, digunakan untuk aritmia yang timbul atau diperburuk oleh stimulasi
saraf otonom simpatis. Mekanisme kerja obatnya melalui menurunkan
otomatisasi nodus SA, memperpanjang refrakter nodus AV. Golongan ini
adalah penyekat beta, misalnya propanolol, bisoprolol, metoprolol dan
lainnya. Pemberian penyekat beta pada pasien pasca infark miokard
menunjukkan penurunan angka mortaitas yang signifikan, dengan mencegah
terjadinya infark berulang dan mencegah suddent cardiac death. Golongan
ini menurunkan kejadian terjadinya Ventricular Activity (VA) Complex,
termasuk ventrikel takikardi. Bermanfaat pada aritmia yang berasal atau yang
disebabkan oleh ansietas, stress ataupun olahraga.
c. Kelas III, bekerja dengan memblokade kanal kalium sehingga repolarisasi
potensial aksi diperpanjang dan pada EKG dapat dilihat perpanjangan
interval QT.Obat ini menekan terjadinya VA kompleks, dengan
memperpanjang periode refrakter. Yang tergolong antiarimia kelas ini antara
lain: Amiodaron, bretilium, sotalol, dofetilide, ibutilide.
d. Kelas IV. Antagonis kalsium yang bekerja dengan memperlambat kecepatan
konduksi dan memperpanjang masa refrakter dari jaringan dengan potensial
aksi yang slow respon, misal nodus AV. Contoh: verapamil, diltiazem.
Golongan ini tidak bermanfaat pada Ventricular Arrytmia Complex. Pada
pasien denganventrikuler takikardi bila diberikan verapamil intravena dapat
menyebabkan kolaps hemodinamik. Angka kematian menunjukkan kenaikan

1
yang tidak signifikan dibandingkan degan kontrol. Karena itu tidak
dianjurkandiberikan pada pasien dengan VT.

Selain antiaritmia, diperlukan juga antikoagulan yang akan menurunkan resiko


morbiditas, antara lain stroke dan penyumbatan pembuluh darah. Obat yang bisa
digunakan antara lain: aspirin, warfarin, rivaroxaban dan debigatran. Tentunya
pemilihan preparat obat obat ini harus sesuai dengan kondisi pasien. Diditalis dan
adenosin tidak termasuk golongan antiaritmia. Efek digitais memperlambat
ventrikuler rate sedangkan adenosin bekerja di nodus AV dan menterminasi SVT
reentrant.

2. Alat pacu jantung dan Implantable cardioverter Defibrilator (ICD). Untuk


menjaga detak jantung tetap normal, maka diperlukan lat ini. ICD dipasang
dibawah kulit dada bagian atas. Ketika alat ini mendeteksi adanya perubahan
ritme jantung, maka alat ini akan mengirim sengatan listrik pendek ke
jantunguntuk menghentikan ritema yang tidak normal menjadi normal.
3. DC Kardioversi. Indikasi dari tindakan iniadalah takiaritmia dengan mekanisme
dasanya berupa proses reentrant. Terapi ini memiliki efektifitas yang lebih tinggi
daripada terapi antiaritmia. Terapi ini dapat menghilangkan reentrant yang
terjadi dengan meggunakan arus listrik yang daitur besarnya sesuia denga jenis
aritmia yang dialami dan dalam mede syncronized. Kebanyakan SVT dapat
diatasi dengan arus bifasik 20-50 Joule, namun beberaapa jenis aritmia lain perlu
arus yang lebih tinggi. Terapi ini dilakukan denga anestesi terlebih dahulu,
sehingga persiapan intubasi harus dilakukan. Tujuannya adalah mengembalikan
irama jantung dari aritmia menjadi irama yang normal kembali.
4. Ablasio Kateter, merupakan modalitas elektroterapi dengan menggunakan
energi listrik ntuk menghancurkan myocardium yang menjadi fokus timbulnya
aritmia.Terapi ini mengguakan metode kateterisasidan bisa menggunakan energi
yang dihasilkan oleh radiofrekuensi.

AMIODARON

Amiodaron adalah derivat benzofuran, yaitu 2butyl-3-benzofuranyl-4-[2-


(diethylamino)ethoxy]-3,5-diiodophenyl methanone hydrochloride;
C25H29I2NO3.HCl; dengan berat molekul 681,8. Amiodaron mengandung dua atom
iodium per molekul sehingga mirip dengan hormon thyroid. Obat ini telah banyak

6
digunakan sebagai obat antiaritmia dan antiangina di Eropa dan Amerika Selatan.
Penggunaan amiodaron di Amerika Serikat hanya diizinkan untuk menangani
aritmia. Amiodaron merupakan antiritmia kelas III yang memiliki sifat
farmakodinamik dan farmakokinetik yang unik sehingga efektif digunakan untuk
terapi akut dan jangka panjang aritmia.

gambar 1. Struktur molekul amiodaron

Sejarah

Pada tahun 1946, Gleb von Anrep, seorang ahli fisiologi rusia yang bekerja di Kairo
mengobservasi khellin, molekul progenitor amiodaron. Khellin dibaut dari ekstrak
tanaman khlla atau Amni visnaga, tanaman yang umum ditemukan di afrika utara.
Anrep memperhatikan salah satu pegawainya mengalami gejala angina dan diatasi
dengan mengkonsumsi khellin, setelah itu penggunaan khellin menjadi beragam,
termask untuk pengobatan non kardiak. Hal ini membuat industri di eropa
mengisolasi bahan aktif dari khellin. Amiodaron pertama kali dikembangkan pada
tahun 1961 oleh Labaz company, belgia oleh ahli kimia Tonder dan Binon, yang
bekerja mempersiapkan khellin. Kemudian obat ini menjadi terkenal di Eropa
sebagai terapi untuk angina pektoris.

Seorang kandidat doktor di Universitas Oxford, Bramah Singh, memastikan bahwa


amiodaron dan sotalol mempunyai efek antiartimia dan menggolongkannya sebagai
obat antiaritmia kelas baru (yaitu kelas II), yang berkerja dengan memperpanjang
aksi potensial dan periode refraktor melalui interaksi dengan kanal kalium.
Berdasarkan apa yang ditetapkan oleh Brahmah singh, seorang dokter Argentina,
Mauricio Rosenbaum mulai menggunakan amiodaron untuk mengobati pasien yang
mengalami aritmia supraventrikuler dan aritmia ventrikuler, yang memperlihatkan
hasil yang mengagumkan. Selanjutnya dokter-dokter di Amerika Serikat mulai
meresepkan amiodaron untuk pasien dengan aritmia yang mengancam nyawa pada
akhir 1970-an. Baru pada tahun 1980 penggunaan amiodaron di Eropa dikenal untuk

1
mengatasi aritmia, akan tetapi penggunaan di Amerika serikat belum disetujui Food
and Drug Administration, dan dokter di amerika masih mengamati penggunaan
amiodaron melalui perusahaan farmasi yang ada di Canada dan Eropa.FDA masih
enggan menyetujui penggunaan amiodarone sejak laporan mengenai peningkatan
insidensi efek sampingobat yang serius pada paru. Pada pertengahan tahun 1980-an.
Perusahaan farmasi di Eropa mulai menekan FDA untuk mnyetujui penggunaan
amiodaron dengan cara mengurangi suplai obat untuk dokter di Amerika, sehingga
pada Desember 1985 FDA menyetujui penggunaan amiodaron untuk pengobatan
artimia.

Indikasi Amiodaron

Efek antiaritmia amiodaron merupakan hasil interaksinya dengan sistem konduksi


jantung. Amiodaron termasuk golongan III, yaitu obat aritimia yang terutama bekerja
di saluran K+ sehingga memperpanjang durasi potensial aksi dan interval QT.
Mekanisme kerja amiodaron juga meliputi aktivitas obat aritmia kelas I, II, dan IV
sehingga disebut sebagai obat aritmia dengan spektrum luas dan cukup efektif
digunakan pada berbagai macam aritmia.

Di antaranya adalah paroksismal supraventrikuler aritmia sebagai agen pilihan kedua


setelah adenosin dan calcium channel blocker nondihidropiridin, sebagai obat
kardioversi untuk fibrilasi atrium, dan sebagai pilihan utama untuk takiaritmia
ventrikuler. Amiodaron direkomendasikan untuk beberapa keadaan, antara lain:
terapi pada VT tanpa nadi atau VF yang refrakter terhadap defibrilasi; terapi VT
polimorfik atau takikardia dengan QRS kompleks yang lebar yang tidak diketahui
sebabnya; kontrol VT dengan hemodinamik stabil apabila kardioversi tidak berhasil,
sangat berguna terutama bila fungsi ventrikel kiri menurun; sebagai obat tambahan
pada kardioversi supraventrikular takikardia atau paroksismal supraventrikular
takikardi; dapat digunakan untuk terminasi takikardia atrial multifokal atau ektopik
dengan fungsi ventrikel kiri yang masih baik; dapat digunakan untuk kontrol denyut
jantung pada atrial fibrilasi atau atrial flutter bila terapi lain tidak efektif.

Aritmia ventrikuler, mulai kerja amiodaron bila diberikan secara intravena kurang
lebih 30 menit, sehingga dapat digunakan sebagai terapi untuk aritmia ventrikel akut.

8
Takikardi dengan kompleks QRS lebar dengan hemodinamik yang stabil

Pasien dengan ICD (Implantable Cardiovverter Defibrilation), pemberian amiodaron


pada pasien yang telah dipasang ICD terbukti mengurangi syok terapi dan Atrial
Fibrialsi (AF). Pemberian amiodaron yang disertai dengan penghambat beta secra
signifikan akan menurunkan resiko untuk dilakukan DC syok.

Atrial Fibrilasi. Meskipun beberapa ahli menyatakan bahwa amiodaron dapat


dignakan pada AF, tetapi belum ada rekomendasi dari FDA. Akhir-akhir ini,
pemberian amiodaron intravena untuk menatalaksana atrial firilasi dengan respon
yang cepat semakin sering dijumpai. Pada pasien dengan gagal jantung kongestif,
amiodaron menunjukkan hasil yang lebih baik untuk konversi dan mempertahankan
irama sinus.

Preoperatif aritmia. Amiodaron intravena 1 gram perhari yang diberikan selama 2


hari sebelum operasi, efektif menurunkan insidens atrial fibrilasi pasca operasi
jantung terbuka.

Kontraindikasi pemberian amiodaron pada keadaan berikut:

Syok kardiogenik, disfungsi berat simpul sinus yang mengakibatkan bradikardia


sinus, blok atrioventrikuler derajat 2 atau 3 (kecuali alat pacu jantung berfungsi ada,
bradikardia yang telah menyebabkan sinkop dan hipersensitivitas terhadap
amiodaron atau bahan pembuatannya, termasuk iodin.

Farmakokinetik

Resoprpsi amiodaron dari usus lambat dengan bioavailibilitas yang sangat bervariasi,
yaitu berkisar antara 22 sampai dengan 95 %. Absorpsinya akan meningkat bila
dikonsumsi bersamaan dengan makanan. Amiodaron memiliki sifat larut dalam
lemak, sehingga amiodaron dapat ditemukan di jaringan lemak dan otot, hati, paru
dan kulit dalam konsentrasi yang tinggi. Amiodaron juga dapat menembus sawar
darah plasenta dan ditemukan pada air susu ibu. Amiodaron mempunyai waktu paruh
yang sangat panjang (13-103 hari). Konsentrasi plasma efektif kira-kira 102 µg/ml.
Sementara konsentrasi dalam jaringan jantung kira-kira 30 kali lebih tinggi. Bahkan
dengan dosis besar sekali, diperlukan waktu 15-30 hari untuk menjenuhkan

1
simpanan di dalam tubuh. Persentase pengikatannya dengan protein 96 % dengan
plasma waktu paruhnya panjang sekali, yaitu 40-55 hari, sehingga amiodaron dapat
bertahan sampai dengan 60 hari sejak obat dihentikan. Dari sebagian bahan yang
dimetabolisme di hati, sebagian akan menghasilkan iodium yang akan dieksresikan
sebagai iodida melalui urin dan tinja. Amiodaron dimetabolisme di hati oleh enzim
sitokrom P450 dan mempengaruhi metabolisme beberapa obat yang lain.

Eliminasi

Amiodaron tidak diekskresikan melalui ginjal namun melalui kelenjar lakrimal,


kulit, hepar dan vesica felea. Sebagian besar (66-75%) dieliminasi melalui empedu
dan feses. Waktu paruh amiodaron tampaknya substansial lebih lama pada dosis
yang multipel diabnding dosis tunggal. Setelah dosis intravena tunggal, fase
eliminasi terminal paruh rata-rata amiodaron 25 hari (berkisar 9-47 hari), paruh
eliminasi dari desethylamiodarone sama atau melebihi dari amiodaron. Stelah
pemberian oralsecara kronis, amiodaron memiliki eliminasi awal paruh sekitar 2,5-
10 hari, diikuti dengan eliminasi paruh terminal rata-rata 53 hari, paruh eliminasi
rata-rata DEA 57-61 hari. Klirens mungkin lebih cepat pada pasien anak, dan
menurun pada pasien geriatri (>65 tahun). Sekitar 10-50% amiodaron dan DEA
berpindah melalui plasenta dan ditemukan dalam air susu ibu.

Dosis

Pada keadaan aritmia yang membutuhkan kerja cepat dosis awal yang diperlukan
0,8-1,2 gram sehari dalam 3-4 dosis sedangkan secara intravena dalam satu hari
dapat diberikan sampai 1000 mg selama kira-kira 2 minggu. Setelah itu diberikan
dosis pemeliharaan, yaitu 0,2-1 gram sehari. Karena waktu paruh obat panjang, dosis
sekali sehari sudah adekuat. Bila terjadi efek toksik, setelah pemberian obat jangka
panjang pemberian obat ini dihentikan. Pada keadaan yang lebih ringan amiodaron
oral diberikan dengan dosis awal 600 mg per hari. Loading dose ini dapat diberikan
selama 7-14 hari sampai aritmia dapat dikontrol lalu diturunkan lagi menjadi 400-
800 mg/hari untuk satu sampai tiga minggu berikutnya. Besar dosis pemeliharaan
yang diberikan untuk jangka panjang tergantung dari aritmianya; pada atrial flutter
atau fibrilasi atrial dosisnya dapat lebih kecil yaitu 100 mg/hari dibandingkan dengan
200-400 mg/hari untuk kontrol aritmia.

10
Farmakodinamik

Amiodaron bersifat sangat lipofilik dan didistribusikan ke berbagai jaringan seperti


jaringan adiposa, miokardium, hati dan paru-paru. Sekitar 35-65% obat ini
diabsorbsi setelah pemberian oral. Waktu bekerjanya setelah pemberian oral
berlangsung lambat dan kadar yang stabil dalam darah (amiodaronisasi) mungkin
belum tercapai selama beberapa bulan, kecuali bila dosis besar diberikan pada awal
pemakaian. Bahkan dengan pemberian intravena, efek penuh elektrofisiologisnya
lambat tercapai. Saat pemberian awal secara intravena amiodaron intravena seakan
cepat ‘menghilang’ dari plasma karena redistribusi ke jaringan bukan karena
eliminasi keluar dari tubuh. Karena redistribusi di jaringan ini dibutuhkan loading
dose sebelum konsentrasinya stabil (steady state) di jaringan.

Amiodaron mengalami metabolisme dihati menjadi metabolit aktif, yaitu desetil


amiodaron. Terdapat variasi individual antara konsentrasi amiodaron dan desetil
amiodaron yang dihubungkan dengan supresi antiaritmik. Kadar terapeutik dalam
plasma sampai saat ini belum didefinisikan dengan pasti, mungkin berkisar antara
1,02,5 mg/ml dan hampir semuanya (95%) terikat dengan protein. Kadar yang lebih
tinggi (> 2,5 mg/ml) menyebabkan toksisitas. Pada analisis jaringan post mortem,
ditemukan konsentrasi amiodaron yang bervariasi di berbagai jaringan. Konsentrasi
amiodaron intratiroid dan desetil amiodaron ditemukan 14mg/kg dan 64mg/kg,
sedangkan di jaringan lain yaitu adiposa sebesar 316 mg/kg dan 76 mg/kg , hepar
391 mg/kg dan 2354 mg/kg. Dalam suatu penelitian, pada 8 pasien setelah
pemberian amiodaron jangka panjang eliminasi terminal waktu paruh rata-rata 52,6
± 23,7 hari untuk amiodaron dan 61,2 ± 31,2 untuk destil amiodaron. Pada penelitian
lain ditemukan eliminasi waktu paruh adalah 40 + 10 hari untuk amiodaron dan 57 +
27 hari untuk desetil amiodaron. Hasil di atas menjelaskan mengapa setelah
penghentian amiodaron dan metabolitnya tetap ada untuk jangka waktu yang lama.

Mekanisme Kerja Obat

Amiodaron merupakan antiaritmia kelas III, yaitu sebagai kalium channel bocker.
Akibat blokade pada kanal kalium, maka timbul perpanjangan masa refrakter dan
lama aksi potensial pada fase 3, yaitu fase repolarisasi dimana permeabilitas kalsium
menurun dan permeabilitas kalium meningkat. Amiodaron memperlambat laju

1
konduksi dan memperpanjang periode SA dan AV node, memperpanjang masa
refrakter pada bundle of his dan serabut purkinje. Secara elektrofisiologis,
amiodaron menyebabkan perpanjangan interval QT, memperlambat laju jantung dan
konduksi nodus atrioventrikuler dengan menghambat kanal kalsium dan reseptor
beta, lalu dengan menginhibisi kanal kalium dan natrium menyebabkan
perpanjangan masa refrakter dan memperlambat konduksi intrakardiak.

Efek Terhadap Jantung

Amiodaron mempunyai spektrum yang luas terhadap jantung. Sangat efktif sebagai
penghambat kanal natrium, tetapi tidak seperti kuinidin, afinitasnya rendah pada saat
kanal natrium aktif, dan hampir selalu terikat dengan kanal dalam keadaan tidak
aktif. Jadi, kerja penghambat natrium amiodaron lebih menonjol pada jaringan yang
mempunyai kerja potensial panjang, kerja potensial yang sering timbul atau potensial
diastolik yang kurang negatif. Pada konsentrasi terapi, amiodaron juga nyata
memperpanjang masa potensial kerja, mungkin dengan menghambat kanal kalium.
Amiodaron mempertahankan perpanjangan masa kerja potensial dengan sangat baik
pada denyut jantung yang cepat. Hal ini mungkin merupakan alasan penting untuk
kemampuannya terhadap takikardi, bahkan untuk “torsade de pointes” yang sangat
tidak biasa. Amiodaron merupakan penghambat kanal kalsium yang rendah

Interaksi Obat

Interaksi amiodaron dengan obat lain sering terjadi. Amiodaron akan menurunkan
bersihan warfarin, teofilin, kuinidin, prokainamid, flekainaid dan obat-obat lainnya.
Metabolit utama amiodaron, yaitu desetil amiodaron (DEA) mempunyai sifat sebagai
antiaritmia. Metabolisme amiodarone dihambat oleh jeruk bali dan menyebabkan
peningkatan kadar serum amiodaron.

Efek Samping dan Efek Toksik

Efek samping yang paling serius adalah keracunan paru, eksaserbasi aritmia dan
injury pada hepar. Umumnya efek samping akan kembali normal dengan
penghentian terapi amiodaron. Kebanyakan efek samping terjadi pada pemakaian
lebih dari 6 bulan.

12
Insidens neuropati optik, yaiut efek samping yang paling seirus di mata, berkisar
antara 0,36 higga 2 %. Neuropati optik akibat amiodaron terjadi secra perlahan dan
menimbulkan kehilangan penglihatan bilateral dan edema diskus.

Insidens Amiodarone Induce Pulmonary Toxicity (AIPT), berupa pneumonitis akut


dan fibrosis kronis yang bisa mengancam jiwa. Insidens dapat meningkat 10-30 kali
lipat pada pemberian amiodaron 500mg dibandingkan dengan 200 mg per hari.
Mekanisme AIPT adalah kerusakan jaringan paru akibat akumulasi fosfolipid. AIPT
dapat sembuh bila terdiagnosis dini. Gejala AIPT ditandai dengan batuk
nonproduktif yang progresif, dispnoe, penurunan berat badan dan mungkin demam.

Efek samping Penggunaan amiodaron telah dihubungkan dengan beberapa efek


samping kardiak dan non kardiak. Amiodaron dapat menyebabkan blok pada nodus
SA atau AV sehingga dapat menyebabkan bradikardia berat dan membutuhkan alat
pacu jantung permanen. Bradikardia ini jarang terjadi dan biasanya terjadi pada
pasien dengan disventrikuler.

Dari suatu penelitian metaanalisis, amiodaron hanya dihentikan pada 1,6% pasien
karena bradikardia. Pemberian amiodaron juga dapat menyebabkan Torsade de
Pointes, namun dari beberapa studi amiodaron insidens komplikasi ini cukup rendah.
Insidens komplikasi ini dihubungkan dengan keadaan perpanjangan interval QT,
hipokalemia atau toksisitas digitalis. Pada organ non kardiak, amiodaron dapat
menyebabkan fotosensitivitas di kulit, deposit mikro di kornea, toksisitas paru,
hepatotoksisitas, neuropati perifer, tirotoksikosis dan hipotiroidisme. Pada dosis
yang besar (> 400mg/hari), pneumonitis dan fibrosis paru dapat terjadi pada 10-17%
pasien. Efek pada paru ini mungkin tergantung dosis dan jarang sekali terjadi pada
dosis < 200 mg/hari. Uji klinis Amiodarone Trials Meta-Analysis Investigators
melaporkan sebanyak 1% pasien yang mendapat komplikasi ini dengan penggunaan
amiodaron selama satu tahun. Studi ini juga melaporkan persentase efek samping
lain yaitu 0,6% untuk toksisitas hati, 0,3% untuk neuropati perifer, dan 0,9% untuk
tirotoksikosis. Hipotiroidisme ternyata lebih sering terjadi, yaitu sebanyak 6%
pasien.

1
Interaksi Obat

Amiodaron dimetabolisme oleh CYP3A4 dan CYP2C8. Eliminasi amiodaron


panjang dan bervariasi, sehingga memiliki potensi untuk interaksi dengan obat lain,
Obat, makanan, diet atau suplemen herbal kan mempengaruhi dan dimetabolisme dai
hati oleh enzim hepatik mikrosomal. Interaksi farmakokinetik dengan substrat,
inhibitor atau induser CYP3A4. Menghambat CYP 1A2 isoenzim, 2C9, 2D6 dan
3A4, maka konsentrasi di palsma akan meningkat. Sedangkan obat-obatan dan zat
lain yang menghambat isoenzim ini dapat menurukan metabolisme dan
meningkatkan serum amiodaron. Amiodaron mmenghambat aksi isoenzim sitokrom
P450, sehingga mengurangi bersihan beberapa obat, termasuk: siklosporin, digoxin,
flecainide, prokainamid, kuinidin, sildenafil, simvastatin, teofilin dan warfarin. Pada
8 Agustus 2008, Food and Drug Assosiation menginformasikan penggunaan
amiodaron bersama dengan simvastatin akan meningkatkan resiko rhabdomiolisis,
yang dapat menyebabkan gagal ginjal atau kematian. Interaksi ini bergantung pada
dosis simvastatin melebihi 20 mg. Sehingga kombinasi amiodaron dengan dosis
tinggi dilarang. Karena amiodaron sering digunakan pada pasien dengan gangguan
jantung, maka interaksi amidaron pada pasien ini sering dijumpai. Pemberian
bersama dengan amiodaron akan meningkatkan kadar digoxin serum hingga 100%
sehingga menyebabkan intoksikasi. Peningkatan ini lebih tinggi lagi terjadi pada
anak-anak. Amiodaron diduga meningkatkan waktu transit intestinal, menurunkan
klirens renal dan distribusi volume, mengubah ikatan digoxin dan induksi
hipothyroid, yang kesemuanya itu akan meningkatkan kadar digoxin serum. Dosis
digoxin harus diturunkan pada individu yang mengkonsumsi amiodaron.

Amiodaron juga meningkatkan aktifitas baik warfarin S maupun wardarin R dengan


cara inhibisi CYP450. Interkasi amiodaron dengan antikoagulan yang lain dapat
menimbulkan hipoprtotrombinemia dan perdarahan. Individu yang memakai kedua
obat ini harus dilakukan pemeriksaan protrombin time (PT) dan INR. Pengurangan
dosis warfarin harus disesuaikan dengan dosis amiodaron. Pengurangan dosis
warfarin adalah sebagai berikut: pengurangan 40% jika dosis amiodarone adalah 400
mg setiap hari, pengurangan 35% jika dosis amiodarone adalah 300 mg setiap hari,
pengurangan 30% jika dosis amiodarone adalah 200 mg setiap hari, dan pengurangan
25% jika dosis amiodaron adalah 100 mg setiap hari . Efek ini timbul setelah

14
pemberian amiodaron satu minggu atau lebih dan bertahan beberapa bulan setelah
amiodaron dihentikan.

Pemakaian

Penggunaan amiodaron intravena seharusnya melalui jalur kateter vena sentral.


Larutan amiodaron memiliki pH 4,08, penggunaannya harus dengan konsentrasi
900 mg/500mL dan harus menggunakan filetr 0,22 micron. Amidoaron intravena
dikenal dapat menyebabkan bengkak pada jaringan. Untuk penggunaan yang lebih
lama dari 1 jam, konsentrasi yang dianjurkan tidak melebihi 2mg/mL walaupun
menggunakan kateter vena sentral. Pemberian secara intravena harus memperhatikan
zat pelarut yang terkandung dalam preparat obat tersebut. Obat ini memakai pelarut
yang mengandung polysorbate 80 dan benzyl alkohol. Kedua bahan kimia tersebut
diperlukan karena sifat amiodaron yang tidak larut dalam air, tetapi kedua bahan ini
memiliki efek inotropik negatif dan hipotensi. Oleh karena itu pemberian intravena
harus diberikan secara perlahan agar tidak terjadi hipotensi mendadak. Namun saat
ini sudah tersedia bentuk amiodaron yang larut dalam air dan tidak mengandung
bahan-bahan vasoaktif, sehingga pemberian secara cepat tidak menimbulkan
masalah.

FISIOLOGI HORMON THYROID

Kelenjar tiroid merupakan kelenjar yang terletak di leher dan terdiri atas sepasang
lobus di sisi kiri dan kanan. Terletak di leher dihubungkan oleh ismus yang menutupi
cincin trakea 2 dan 3. Kelenjar ini tersusun dari zat hasil sekresi bernama koloid
yang tersimpan dalam folikel tertutup yang dibatasi oleh sel epitel kuboid. Koloid ini
tersusun atas tiroglobulin yang akan dipecah menjadi hormon tiroid (T3 dan T4) oleh
enzim endopeptidase. Kemudian hormon ini akan disekresikan ke sirkulasi darah
untuk kemudian dapat berefek pada organ target. Kelenjar tiroid merupakan salah
satu kelenjar yang terbesar di dalam tubuh manusia.

Fungsi kelenjar thyroid adalah sebagai berikut:


1. Mensekresikan hormon tiroid, yang mengendalikan tingkat metabolisme di
dalam jaringan.
2. Mensekresikan hormon kalsitonin yang mengendalikan homeostasis
kalsium tubuh.

1
Sintesis Hormon Thyroid
Mekanisme sekresi hormon tiroid sendiri diatur oleh suatu axis
hipothalamushipofisis-tiroid. Hipotalamus akan mensekresikan Thyroid Releasing
Hormon (TRH) yang akan merangsang hipofisis untuk mengeluarkan Thyroid
Stimulating Hormon (TSH). Kemudian TSH merangsang kelenjar tiroid untuk
memproduksi hormon tiroid. Hormon tiroid terutama dalam bentuk T3 dan T4.
Biosintesis hormon tiroid terbagi dalam beberapa tahap.

Tujuh proses sintesis hormon thyroid pada folikel thyroid:

1. Transpor aktif dari I melintasi membran ke dalam sel thyroid (trapping


iodide)
2. Oksigenoasi dai Iodida dan iodinasi dari residu tirosil dalam thyroglobulin.
3. Penggabungan molekul iodotirosin dalam tiroglobulin membentuk T3 dan T4
4. Proteolisis dari tiroglobulin dengan pelepasan iodotirosin dan iodotironin
bebas.
5. Deiodinasi dari iodotirosin di dalam sel thyroid dengan konservasi dan
penggunaan dari iodida yang dibebaskan
6. Deiodinasi 5’ dari T4 menjadi T3 intratiroidal
7. Sintesis hormon thyroid yang melibatkan suatu glikoprotein yang unik, dan
enzim thyroid peroksidase.

Gambar2. Sintesis hormon thyroid

16
Regulasi Sekresi Hormon Tiroid
Peranan TSH dalam Regulasi Sekresi Hormon Tiroid
Sekresi hormon tiroid diregulasi terutama melalui kadar TSH ( thyroid stimulating
hormone) yang bersirkulasisepanjang pembuluh darah. TSH sendiri merupakan hormon
yang dihasilkan oleh hipofisis anterior (adenohipofisis) yang dikendalikan oleh TRH
(thyroid releasing hormone) yang dihasilkan oleh neuron di hipotalamus.TSH yang
dikenal pula sebagai suatu tirotropin, merupakan suatu glikoprotein dengan 211
asam amino yangterbentuk atas dua subunit ( E dan F). TSH dapat meningkatkan
sintesis T3dan T4 oleh kelenjar tiroid melalui proses yang hampir meningkatkan
seluruh tahapan dalam sintesis hormon tiroid, yakni:
1. Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang telah tersimpan di dalam folikel,
sehingga terjadi pelepasanhormon tiroid ke kapiler
2. Peningkatan aktivitas pompa iodin (suatu simporter Na + /I-) yang meningkatkan
proses perangkap iodin´
3.Peningkatan oksidasi iodida, iodinasi tirosin, serta coupling oksidatif
4. Peningkatan ukuran dan aktivitas sel folikel kelenjar tiroid, serta terjadi
peningkatan jumlah sel folikel.
Kesemua efek di atas timbul akibat peningkatan kadar cAMP. TSH bekerja pada sel
tiroid dengan berikatandengan reseptor TSH spesifik (suatu reseptor tekait protein G,
dengan tujuh segmen transmembran / reseptor serpentin) di membran basal sel tiroid
yang kemudian meningkatkan aktivitas adenilat siklase. Apapun
penyebabnya,sekresi hormon TSH secara berlebihan akan direspons oleh kelenjar
tiroid dengan melakukan pembesaran kelenjar tiroid, yang sering dikenal dengan
istilah goiter atau struma. Goiter dapat menggambarkan kedua keadaan
baik hipertiroidisme maupun hipotiroidisme.

Peranan TRH dalam Regulasi Sekresi Hormon Tiroid


TRH, suatu hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus (tepatnya di eminentia
mediana), disekresikan melaluisistem pembuluh darah portal hipotalamus-hipofisis.
TRH merupakan suatu amida tripeptida yang sangatlahsederhana struktur kimianya.
TRH dapat berikatan dengan reseptor di sel-sel tirotrop hipofisis anterior,
mengaktivasi kedua fosfolipase yang menghasilkan peningkatan jumlah fosfolipase
C. Pada akhirnya akan terjadi peningkatan ion kalsium dan diasil gliserol yang

1
mengakibatkan pelepasan TSH akan meningkat. TSH selanjutnya dapat
menstimulasi kelenjar tiroid untuk lebih giat mensintesis hormon tiroid.
Peranan Hormon Lain dalam Regulasi Sekresi Hormon Tiroid
Beberapa hormon (maupun faktor tumbuh), seperti IGF-I (insulin-like growth
factor ), EGF, serta IFN-K danTNF-E memiliki reseptor tersendiri di sel tiroid.
Peranan fisiologis hormon dan faktor tumbuh ini belum jelas. Namundemikian
diduga proses yang menghasilkan faktor-faktor ini dapat memengaruhi fungsi
kelenjar tiroid.

Integrasi Hormon Tiroid, TSH, dan TRH serta Mekanisme Umpan Balik
Sampai saat ini telah diketahui dengan cukup baik bahwa sekresi TRH oleh
hipotalamus dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni suhu lingkungan yang dingin
(meningkatkan) dan stres (menghambat). Faktor emosional diduga dapat
menghambat sekresi hormon tiroid akibat kondisi ini pada umumnya telah
meningkatkan rangsang simpatisyang secara langsung telah meningkatkan laju
metabolik dan suhu tubuh. Oleh karena itu penurunan sekresi tiroiddiduga sebagai
suatu upaya tubuh untuk mengurangi laju metabolik serta suhu tubuh. Hal ini
dibuktikan bahwa pemotongan pituitary stalk (bagian hipofisis yang berhubungan
dengan hipotalamus) akan menyebabkan responskelenjar tiroid terhadap kondisi
yang telah disebutkan di atas menjadi tidak ada, menguatkan keterlibatan
hipotalamusdalam memediasi efek tersebut ke kelenjar tiroid.
Sementara itu sekresi TSH, selain dipengaruhi secara langsung oleh sekresi TRH, juga dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor lain. Faktor lain tersebut antara lain kandungan
dopamin ,somatostatin, serta glukokortikoid (menghambat).Pada akhirnya, produk
dari kelenjar tiroid itu sendiri, yakni tiroksin/tetraiodotironin (T4) dan
triiodotironin(T3) memiliki umpan balik negatif terhadap kelenjar pembentuknya,
baik di tingkatan hipofisis (menurunkan TSH) maupun hipotalamus (menurunkan
TRH).
Hanya T3 dan T4 dalam bentuk bebas (tidak terikat dengan protein pembawa
hormon ini, seperti albumin, globulin, dan prealbumin) yang mampu melakukan
tugas sebagai pengumpan balik negatif. Oleh karena itu, perubahan kadar protein
pembawa hormon ini dapat pula menyebabkan umpan balik negatif yang tidak tepat
meskipun kadar hormon tiroid secara keseluruhan (bebas maupun terikat) dalam
sirkulasiadalah normal. Efek T3 terutama lebih poten dalam menyampaikan
18
informasi umpan balik ini.Keterlibatan hipotalamus, pituitari, serta kelenjar tiroid
dalam meregulasi sekresi hormon ini dapat dikatakanmenjadi suatu sumbu
hormon yang disebut dengan hypothalamus-pituitary-thyroid axis.

Gambar 3. Regulasi sekresi hormon thyroid. Perhatikan faktor-faktor yang memengaruhinya, antara
lain produk kelenjar tiroid itu sendiri, sistem input dari hipotalamus, serta peranan jaringan perifer.

Efek Metabolik dan Fisiologis Hormon Tiroid


Mekanisme Kerja
Hormon tiroid dapat memasuki sel karena sifatnya yang lipofilik (hidrofobik). T3
terutama berikatan dengan reseptor tiroid di nukleus sel secara kuat. T4 dapat pula
melakukan hal serupa dengan afinitas yang lebih rendah. Selain itu dari segi potensi
T3 3-5 kali lebih poten, serta memiliki onset kerja yang lebih dini dibandingkan
denganT4. Kompleks hormon-reseptor ini akan berikatan dengan DNA sehingga
dapat meningkatkan atau menurunkanekspresi gen tertentu.

Peningkatan Aktivitas Metabolik Seluler


Salah satu efek paling nyata akibat hormon tiroid adalah peningkatan laju
metabolisme basal (BMR). Efek ini juga memberi makna pada peningkatan utilisasi
makanan yang meningkat, peningkatan katabolisme protein(walaupun sintesis
portein juga meningkat), peningkatan proses mental (mengakibatkan kondisi tertentu
pada proses berpikir/mental seseorang). Akibat dari peningkatan aktivias ini, energi

1
yang dibutuhkan menjadi besar sehinggaterjadi peningkatan jumlah dan aktivitas
mitokondria. Aktivitas metabolik seluler yang meningkat kadang dapatdisertai
dengan penurunan berat badan. Namun demikian hormon tiroid diduga memiliki
efek peningkatan nafsumakan, yang dapat meniadakan efek peningkatan aktivitas
metabolik seluler ini. Peningkatan aktivitas inimembutuhkan O2 yang lebih banyak,
sehingga meningkatkan laju dan kedalaman respirasi.

Perubahan pada Pemanfaatan Bahan Bakar dan Zat Lain


Hormon ini menstimulasi pemanfaatan glukosa oleh sel, meningkatkan glikolisis,
meningkatkanglukoneogenesis, meningkatkan penyerapan glukosa dari saluran GI.
Oleh karena itu hormon ini memiliki efek meningkatkan kadar gula darah. Terhadap
metabolisme lemak, mobilisasi lemak (efek lipolisis), peningkatankonsentrasi asam
lemak dalam plasma, serta oksidasi asam lemak oleh sel juga merupakan efek
fisiologis hormontiroid. Hormon tiroid akan menurunkan konsentrasi kolesterol,
fosfolipid, dan trigliserida karena efeknya yang dapatmeningkatkan pembuangan
kolesterol ke dalam empedu. Perlu diingat bahwa hormon ini juga meningkatkan
sintesiskolesterol, namun laju pembuangannya yang lebih besar menyebabkan efek
seolah-olah menurunkan kolesterol.Efek ini diduga diperantarai oleh peningkatan
pembentukan reseptor LDL. Kebutuhan vitamin akan meningkat akibathormon
tiroid, sehingga pada kondisi tertentu seseorang dengan hipertiroid dapat mengalami
defisiensi vitamintertentu.Konversi vitamin A dari provitamin A membutuhkan
hormon tiroid. Oleh karena itu pada hipotiroidisme terjadikarotenemia yang tampak
sebagai kulit yang kekuningan.

Peningkatan Responsivitas Jaringan terhadap Katekolamin


Telah diketahui bahwa katekolamin (seperti norepinefrin dan epinefrin)
meningkatkan laju metabolik menstimulasi sistem saraf, serta menghasilkan efek
kardiovaskular yang mirip dengan efek akibat hormon tiroid. Efek responsivitas
yang bertambah ini tampak pada seseorang dengan peningkatan kadar hormon tiroid
namun memiliki kadar katekolamin plasma yang normal, menampakkan gejala
kardiovaskular, tremor, serta berkeringat yang dapat berkurang melalui penggunaan
obat-obatan antiadrenergik (seperti F-bloker). Dari kondisi ini muncul suatu
keadaanyang disebut dengan thyroid storms yang dapat ditangani dengan obat-obatan
antiadrenergik.Efek kardiovaskular yang tampak dari hormon tiroid adalah
20
peningkatan aliran darah serta curah jantung, peningkatan denyut nadi, peningkatan
kekuatan jantung, serta peningkatan tekanan sistolik disertai dengan
penurunantekanan diastolik (yang menyebabkan peningkatan pulse pressure).
Dengan kata lain, efek hormon tiroid terhadap sistem kardiovaskular adalah
kronotropik dan inotropik positif. Salah satu efek katekolamin terhadap metabolisme
bahan bakar adalah glikogenolitik, glukoneogenesis dan lipolisis sel adiposa. Efek
ini tampaknya diperkuat saat kelebihan hormon thyroid.
Efek pada Sistem Saraf, Otot dan Kelenjar lain
Dalam organogenesis, terutama jaringan saraf, hormon thyroid berperan penting. Hal
ini terbukti pada kondisi hipothyroid sejak dini terjadi kretinisme (cebol yang
disertai dengan retardasi mental) yang menunjukkan adanya ketiddakoptimalan kerja
hormon pertumbuhan maupun pembentukan sistem saraf pusat. Hipothyroid juga
membuat proses berpikir menjadi lambat
Kenaikan hormon thyroid pada kadar tertentu akan membuat ototmenjadi lebih kuat,
namun pada kadar yang lebih tinggi lagi justru akan membuat otot tampak lemas,
karena peningkatan katabolisme protein pembentuk otot. Kondisi ini disebut sebagai
myopati tirotoksik. Tremor halus memrupakan salah satu karakteristik terjadinya
hiperthyroid. Hal ini diduga karena adanya peningkatan reaktivitas sinaps neuron di
medulla spinalis yang mengatur tonus otot. Hormon thyroid mampu meningkatkan
motilitas usus, sehingga terjadi diae. Sebaliknya, pada defisiensihormon thyroid,
akan mengakibatkan obstipasi dan transit lambung melambat. Hormon thyroid juga
mampu meningkatkan sekresi banyak kelenjar lain, namun juga meningkatkan
kebutuhan kelenjar target terhadap hormon tersebut secara otomatis. Sebagai contoh
akan terjadi peningkatan metabolisme glukosa sehingga membutuhkan peningkatan
insulin yang dipenuhi oleh hormon thyroid ini. Terhadap sistem reproduksi, hormon
ini menimbulkan efek yang sulit diprediksi. Hormon thyroid merupakan hormon
yang dibutuhkan untuk kerja hormon pertumbuhan. Tanpa hormon thyroid, sekresi
hormon pertumbuhan akan sangat terhambat.

AMIODARON DAN FUNGSI TIROID

Amiodaron dan metabolitnya DEA mempengaruhi hormon tiroid pada kelenjar


tiroid, jaringan perifer, dan mungkin pada pituitari. Aksi amiodaron ini
menyebabkan peningkatan T4, rT3 dan TSH, namun menurunkan kadar T3. Baik

1
hipotiroidisme maupun tirotoksikosis dapat terjadi pada pasien yang diberi
amiodaron.

Efek amiodaron terhadap sintesis hormon tiroid. Iodium dalam jumlah besar yang
dilepas selama metabolisme amiodaron menyebabkan inhibisi adaptif ambilan
iodium oleh tiroid dan biosintesis hormon tiroid (efek Wolff-Chaikoff). Walaupun
efek ini jelas terjadi dalam dua minggu pertama terapi, paparan lebih lanjut terhadap
iodium akan menormalkan kembali sintesis hormon tiroid. Kemampuan tiroid untuk
lepas dari efek Wolff Chaikoff melindungi seseorang dari kemungkinan hipotiroid
yang disebabkan oleh efek ini.

Efek amiodaron terhadap metabolisme hormon tiroid di dalam jaringan, amiodaron


mempunyai kemampuan spesifik menghambat deiodinasi T4 oleh enzim 5’
monodeiodinasi. Perubahan konsentrasi serum dari T4, T3, rT3 dan TSH yang
disebabkan amiodaron ini bersifat dose-dependent. Amiodaron menghambat
aktivitas 5’monodeiodinase tipe I secara kuat dan menyebabkan penghambatan
konversi fraksional T4 menjadi T3. Menurunnya proses ini dapat diamati pada
hampir semua jaringan, namun paling nyata di kelenjar tiroid dan hati. Aksi inhibisi
ini menetap selama beberapa bulan setelah terapi amiodaron, sehingga selama
periode ini konsentrasi T3 plasma dan jaringan menurun, sedangkan konsentrasi T4
meningkat. Perubahan konsentrasi hormon tiroid ini dapat dideteksi sekitar dua
minggu setelah pemberian amiodaron. Amiodaron secara tidak langsung
mempengaruhi metabolisme tiroid dengan cara menghambat masuknya hormon
tiroid ke dalam sel. Hasil dari studi kinetik menunjukkan transfer T4 dari plasma ke
jaringan seperti di hati menurun. Hal ini mengurangi simpanan substrat T4 intrasel
sehingga menurunkan produksi T3. Penurunan selektif transport T4 di hati juga
ditunjukkan pada hepatosit tikus dan gangguan ambilan T3 diobservasi terjadi di sel-
sel pituitari. Perubahan kadar hormon TSH bukan hanya disebabkan oleh perubahan
kadar hormon tiroid. Ternyata amiodaron dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi
TSH langsung di tingkat pituitari. Amiodaron atau DEA menghambat 5’
monodeiodinase tipe II di pituitari. Perubahan TSH ini bahkan dapat dideteksi pada
hari pertama pemberian amiodaron dengan dosis loading intravena. Selama
pemakaian jangka panjang dengan amiodaron, fluktuasi kadar TSH dapatterjadi pada
pasien dengan klinis eutiroid. .

22
Hipotiroidisme yang diinduksi oleh amiodaron (amiodarone-induced
hypothyroidism, AIH). AIH disebabkan oleh ketidakmampuan tiroid melepaskan diri
dari efek WolffChaikoff. Biosintesis hormon tiroid terganggu karena hambatan
persisten pada organifikasi iodium intratiroid, yang dibuktikan oleh hasil positif dari
tes pelepasan perklorat (perchlorate discharge test) pada pasien AIH. Hal ini
mungkin terjadi pada pasien yang memang fungsi tiroidnya abnormal (seperti
tiroiditis autoimun) sebelum terapi amiodaron. Autoantibodi tiroid yang positif
ditemukan pada 40 % pasien yang mengalami hipotiroid setelah pemberian
amiodaron. Hal ini menunjukkan bahwa kelebihan beban iodium dapat menyebabkan
penyakit tiroid subklinis bermanifestasi klinis sebagai kegagalan fungsi tiroid.
Insidens AIH bervariasi namun terjadi lebih sering di area dengan asupan iodum
yang cukup dibanding dengan daerah dengan defisiensi iodium. Risiko meningkat
pada wanita dengan rasio wanita : laki-laki 1,5 : 1, dan risiko relatifnya sebesar 7,9.
Insiden juga meningkat pada populasi usia tua. AIH dapat timbul pada pasien dengan
tiroid yang normal atau yang sudah ada kelainan. Risiko relatif timbulnya AIH
ditemukan 13 kali lebih tinggi pada wanita dengan antibodi mikrosomal tiroid atau
antibodi tiroglobulin yang positif. Risiko relatif timbulnya AIH sebesar 7,3 dengan
adanya antibodi antitiroid. Studi lain menunjukkan terjadinya AIH dengan
pemakaian amiodaron jangka panjang pada 5 dari 7 pasien dengan antibodi antitiroid
yang positif. Risiko timbulnya hipotiroidisme ini tidak tergantung pada dosis
amidaron kumulatif atau harian. AIH dapat berlangsung sementara atau menetap.
Kelainan yang menetap hampir selalu dihubungkan dengan kelainan tiroid yang
sudah ada sebelumnya. Lain halnya dengan tirotoksikosis yang dapat muncul kapan
saja selama terapi atau setelah terapi dihentikan, hipotiroidisme biasanya terjadi pada
awal terapi dan jarang terjadi setelah 18 bulan pertama terapi. Gambaran klinis
hipotiroidisme biasanya tidak jelas. Pasien dengan AIH sering mengeluhkan rasa
lelah, letargi, bradikardi, dispnoe, tidak tahan dingin, dan kulit yang kering.
Diagnosis AIH dikonfirmasi dengan peningkatan konsentrasi TSH (biasanya >
20mU/l) disertai kadar T4 bebas yang rendah. Konsentrasi T3 serum merupakan
indikator yang tidak dapat diandalkan untuk diagnosis karena pada pasien eutiroid
kadarnya bisa rendah, sedangkan pada pasien hipotiroidisme kadar T3 bisa dalam
kisaran normal. Walaupun terdapat beban iodium yang besar pada terapi amiodaron,
umumnya pasien AIH mempunyai hasil ambilan iodium radioaktif yang meningkat.

1
Tirotoksikosis yang diinduksi oleh amiodaron (amiodarone-induced
thyrotoxycosis/AIT) AIT ditemukan pada 2-12% pasien yang diberikan amiodaron.
Beberapa studi menununjukkan insiden yang bervariasi, tergantung asupan iodium
dalam populasi. Pada beberapa studi, AIT lebih sering terjadi pada populasi dengan
diet rendah iodium. (contoh: Eropa Tengah) dibandingkan populasi dengan asupan
iodium cukup (contoh: Amerika Utara dan Inggris).

AIT dapat terjadi mendadak, saat awal atau bahkan setelah beberapa tahun terapi
amiodaron. Trip et al melaporkan durasi rata-rata terjadinya AIT adalah 3 tahun
setelah dimulainya terapi amiodaron. Mariotti et al melaporkan AIT terjadi 21-47
bulan setelah terapi amiodaron. Hal ini mungkin terjadi karena amiodaron dan
metabolitnya disimpan di dalam jaringan sehingga efeknya menetap untuk jangka
waktu yang lama setelah amiodaron dihentikan. Seperti halnya hipotiroidisme, tidak
terdapat hubungan antara dosis kumulatif amiodaron dengan insiden tirotoksikosis.
AIT dapat terjadi pada pasien dengan kelainan thyroid sebelumnya (tipe I) ataupun
pasien euthyroid (tipe II) dan lebih sering terjadi pada pria (3:3). Pada pasien dengan
kelainan tiroid, tirotoksikosis mungkin merupakan akibat dari kelebihan sintesis
hormon tiroid yang diinduksi oleh iodium (AIT tipe I). Patogenesisnya terkait
dengan efek beban iodium yang berlebihan pada kelenjar tiroid yang abnormal
seperti nodul otonom atau penyakit Grave yang laten. Karena perubahan mekanisme
autoregulasi intrinsik yang mengatur metabolisme iodium di tiroid, hipertiroid terjadi
pada kelebihan iodium pada mereka yang rentan (susceptible). Pada pasien dengan
abnormalitas tiroid (struma difusa atau noduler, penyakit Grave yang laten) terjadi
peningkatan ambilan iodium radioaktif (radioactive iodium uptake/ RAU) selama 24
jam lebih tinggi. Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) dengan color flow Doppler,
didapatkan gambaran tiroid yang hiperfungsi dan hipervaskuler. Pada pasien dengan
fungsi kelenjar tiroid normal, tirotoksikosis disebabkan oleh kerusakan kelenjar
sehingga terjadi pelepasan hormon tiroid yang sudah dibentuk ke dalam sirkulasi
(AIT tipe II). Studi histopatologik memperlihatkan terjadinya kerusakan folikel,
vakuolisasi sitoplasma, dan fibrosis jaringan tiroid. Temuan interleukin-6 (IL-6)
yang meningkat bermakna pada pasien AIT tipe II mendukung penjelasan mengenai
proses destruktif akibat inflamasi. Pada pasien AIT tipe I kadar IL-6 normal atau
sedikit meningkat. Tirotoksikosis pada pasien AIT tipe II biasanya self limiting, dan
dapat dijelaskan dengan efek sitotoksik amiodaron. Saat konsentrasi amiodaron

24
melebihi ambang tertentu, kerusakan sel menyebabkan tirotoksikosis karena
kebocoran hormon ke aliran darah. Konsentrasi amiodaron intratiroid juga menurun
dan terjadi perbaikan menuju keadaan eutiroid. Kadang-kadang hipotiroidisme
terjadi akibat destruksi folikel yang berlebihan dan pasien membutuhkan substitusi
hormon tiroksin. Terjadinya tirotoksikosis dicurigai bila pasien yang diberi
amiodaron mengalami penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, berkeringat
banyak, tremor, sinus takikardia atau perburukan aritmia. Namun beberapa pasien
mungkin saja tidak mengalami gejala klasik tirotoksikosis. Bila timbul aritmia
supraventrikular seperti takikardia atrial atau atrial fibrilasi, maka AIT perlu
dicurigai sebagai penyebabnya. Timbulnya tirotoksikosis seringkali tidak dapat
diprediksi, dapat terjadi mendadak dan eksplosif tanpa temuan biokimia subklinis
sebelumnya, sehingga sangat penting untuk memberikan edukasi mengenai gejala
tirotoksikosis dan untuk mendapatkan pengobatan secepatnya. Terjadi peningkatan
kadar T4 serum, dengan TSH serum seringkali tertekan bahkan sampai tidak
terdeteksi. Kadar serum T3 dapat saja normal atau meningkat. Walaupun pembedaan
antara kedua bentuk AIT sering tidak mudah, namun hal ini penting untuk pemberian
terapi yang tepat. Studi RAU pada tiroid dapat sangat membantu. Ambilan 24 jam
biasanya normal sampai tinggi pada pasien AIT tipe I, namun rendah pada AIT tipe
II. Pengukuran kadar IL-6 juga merupakan indikator, yang di masa depan mungkin
bisa digunakan untuk membedakan kedua tipe AIT. Color flow Doppler sonography
dapat digunakan untuk membedakan AIT tipe I dan tipe II dimana aliran darah
parenkim meningkat pada AIT tipe I dan nihil pada AIT tipe II.

TATALAKSANA KELAINAN TIROID YANG DIINDUKSI AMIODARON


(AIH DAN AIT)

Tatalaksana AIH AIH dapat ditangani dengan cara menghentikan terapi amiodaron
atau pemberian subsitusi hormon tiroid. Penghentian amiodaron mungkin tidak dapat
dilakukan karena adanya indikasi, terutama dalam penanganan takiaritmia
ventrikular. Alternatif yang lebih aman adalah memberikan substitusi hormon terapi,
dimulai dengan 25-50 µg levothyroxine per hari, dan ditingkatkan dengan interval 4-
6 minggu sampai gejala berkurang dan target T4 serum tercapai. Tujuan terapi
adalah meningkatkan T4 sampai batas atas dari kisaran normal, sesuai dengan
gambaran pasien eutiroid yang mendapat terapi amiodaron. Penting diperhatikan
bahwa pada pasien dengan amiodaron kadar serum TSH nya dapat meningkat ringan

1
walaupun sudah diberi substitusi hormon tiroid yang cukup. Pada beberapa studi
kecil, terapi dengan perklorat menunjukkan bahwa fungsi tiroid kembali normal
dengan cepat pada pasien AIH. Obat ini menghambat masuknya iodium ke kelenjar
tiroid, sehingga mengurangi efek inhibisi sintesis yang diakibatkan kelebihan
iodium. Namun karena toksisitas perklorat dapat terjadi pada pemakaian jangka
panjang atau dengan dosis tinggi (> 1 g/hari), penggunaanya tidak direkomendasikan
karena adanya alternatif pengobatan AIH yang lebih aman dan efektif yaitu dengan
substitusi hormon tiroid.5-7 Tidak adanya gejala hipotiroidisme atau antibodi tiroid
pada pasien dengan kadar serum TSH yang meningkat moderat (< 20 mU/l) namun
T4 bebas meningkat atau normal tinggi, merefleksikan perubahan parameter fungsi
tiroid yang diinduksi oleh amiodaron atau hipotiroid subklinis. Pada kondisi ini
pasien belum memerlukan terapi substitusi tiroid namun perlu dipantau fungsi
tiroidnya.

Tatalaksana AIT Tidak seperti hipotiroidisme yang relatif lebih mudah diobati
dengan terapi subtitusi, manajemen tirotoksikosis lebih sulit dan bisa bervariasi
individual. Pasien dengan tirotoksikosis ringan dan kelenjar tiroid normal atau
terdapat struma kecil, perbaikan dapat terjadi cepat setelah penghentian amiodaron.
Tindakan ini dimungkinkan bila aritmia jantung tidak mengancam hidup dan dapat
dikendalikan dengan obat antiaritmia lainnya. Terapi definitif juga diberikan seperti
tionamid, dosis tinggi kortikosteroid, perklorat, litium, plasmafaresis, dan operasi.
Pada pasien dengan kelenjar tiroid abnormal dan AIT tipe I yang berat, tionamid
dapat menghambat sintesis hormon tiroid. Pada keadaan ini diperlukan dosis tinggi
(sebagai contoh: carbimazole atau metimazole 40-60 mg/hari, atau propiltiourasil
600-800 mg/hari). Walaupun dosis dapat diturunkan pada kebanyakan kasus setelah
6-12 minggu, terapi antitiroid jangka panjang diberikan pada pasien yang tetap
memakai amiodaron. Beberapa peneliti lebih memilih melanjutkan terapi antitiroid
untuk menghambat sintesis hormon daripada menghentikan terapi amiodaron. Bila
tirotoksis berat dan pemberian tionamid tidak adekuat dalam mengatasi
tirotoksikosis, potasium perklorat dengan dosis 250 mg setiap 6 jam dapat
diberikan untuk kontrol yang efektif. Perklorat secara kompetitif menghambat
iodium yang masuk kelenjar tiroid melalui simporter Na+/I-, namun tidak berefek
melalui proses iodinasi. Perklorat dikonsentrasikan oleh jaringan tiroid dengan cara
serupa seperti halnya iodium, namun tidak mengalami metabolisme di kelenjar

26
maupun jaringan. Kombinasi potasium perklorat dan metimazole nampaknya efektif
pada pasien dengan tirotoksikosis berat, kemungkinan besar karena perklorat
menghambat transpor iodium ke dalam tiroid, sementara metimazole menghambat
sintesis hormon dalam jaringan tiroid. Perklorat harus diturunkan dosisnya (tapering
off) dan dihentikan setelah periode 4-6 minggu, sedangkan metimazol dilanjutkan
sampai keadaan eutiroidisme tercapai. Penggunaan jangka panjang perklorat tidak
dianjurkan karena dapat menimbulkan efek samping yang berat yaitu anemia
aplastik, agranulositosis, dan gangguan fungsi ginjal. Insidens toksisitas perklorat
meningkat bila dosis lebih dari 1 g/hari. Dalam salah satu studi kecil, penambahan
litium karbonat (900-1350 mg/hari selama 4-6 minggu) dilaporkan dapat
mempercepat tercapainya keadaan eutiroid pada pasien dengan tirotoksikosis berat.
Belum diteliti pemakaian jangka panjang litium bila amiodaron terus diberikan pada
pasien.7,18 Pada pasien dengan kelenjar tiroid normal (AIT tipe II), tirotoksikosis
biasanya hanya sementara dan membaik apabila amiodaron dihentikan. Kadang-
kadang remisi spontan dapat terjadi walaupun pemberian amiodaron diteruskan.
Tionamid tanpa atau dengan potasium perklorat bukanlah terapi yang tepat untuk
AIT tipe II yang disebabkan tiroiditis destruktif. Steroid adalah terapi pilihan pada
keadaan ini. Selain mempunyai efek anti-iflamasi, steroid juga dapat menghambat
aktivitas enzim 5’deiodinase. Steroid telah digunakan pada pasien AIT dengan dosis
yang berbeda (15-80 mg prednison atau 3-6 mg dexametason per hari) dan dengan
durasi berkisar 7-12 minggu. Rekurensi tirotoksikosis dapat terjadi bila terapi steroid
dihentikan, sehingga pada keadaan ini pemberian steroid harus dimulai lagi. Untuk
pasien AIT bentuk campuran (AIT tipe I dan II) kombinasi metimazol, potasium
perklorat, dan steroid mungkin efektif. Pada beberapa keadaan dimana tidak ada
respon dengan obat-obatan dan terapi amiodaron harus diteruskan, tiroidektomi total
atau subtotal perlu dipertimbangkan dalam mengendalikan tirotoksikosis. Setelah
tindakan ini, terapi amiodaron dapat diberikan. Iodium radioaktif biasanya tidak
efektif dalam manajemen pasien AIT karena konsentrasi iodium yang tinggi
mengakibatkan ambilan radioisotop tidak adekuat. Namun pada pasien dengan
struma difusa atau noduler mungkin saja mempunyai ambilan iodium radioaktif yang
normal atau tinggi; pada mereka ini terapi ablasi mungkin berespons. Pada pasien
dengan riwayat AIT dan memerlukan terapi amiodaron lagi (setelah penghentian
terapi ini), ablasi dengan radioiodium perlu dipertimbangkan untuk menghindari
AIT. Plasmaferesis telah dicoba dengan hasil yang baik pada pasien dengan

1
tirotoksikosis berat dan tidak berespon terhadap medikamentasosa. Tujuan tindakan
ini untuk menghilangkan kelebihan hormon tiroid. Terapi ini kadang-kadang berhasil
namun efeknya hanya sementara dan diikuti oleh eksaserbasi AIT.

Pemantauan fungsi tiroid pada pasien yang diberi amiodaron Sangat penting untuk
mengevaluasi pasien sebelum dan sesudah terapi dengan amiodaron. Evaluasi
meliputi pemeriksaan fisik kelenjar tiroid, tes fungsi tiroid dan bila perlu USG tiroid.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan di awal sebagai data dasar dan untuk
mendeteksi adanya kelainan tiroid. Tes fungsi tiroid dievaluasi setelah tiga bulan
terapi amiodaron. Pada pasien eutiroid, tes fungsi tiroid saat evaluasi ini merupakan
nilai rujukan sebagai perbandingan selanjutnya. Dalam follow-up selanjutnya hanya
kadar serum TSH dievaluasi, sedangkan indeks tiroid lainnya diperiksa bila hasil
TSH abnormal atau bila ada kecurigaan klinis terjadi disfungsi tiroid.

KESIMPULAN

Amiodaron bekerja cukup efektif dalam menangani beberapa keadaaan aritmia mulai
dari supraventrikuler takikardia sampai taki kardia ventrikuler yang mengancam
kehidupan. Namun perlu diwaspadai terjadinya efek samping pada organ lain yang
dapat menimbulkan perburukan keadaan pasien. Salah satu organ yang dipengaruhi
oleh amiodaron adalah kelenjar tiroid, dimana dapat terjadi baik hipotiroidisme
(Amiodaron Induced Hypothyroid) maupun tirotoksikosis. Untuk mencegah efek
samping ini sebaiknya dilakukan pemeriksaan fungsi thyroid. Pemantauan fungsi
tiroid seharusnya dilakukan pada setiap pemberian amiodaron untuk memfasilitasi
diagnosis dan terapi yang dini terhadap terjadinya disfungsi tiroid yang diinduksi
amiodaron. Bila dengan pemantauan ternyata ditemukan disfungsi thyroid, maka
amiodaron dihentikan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2014.Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jilid III. Hal: 1530-1531. Jakarta: Interna..

Tjay TH, Rahardja K. 2002.Obat-Obat Penting. Edidi V. Cetakan I. Hal: 568-569.


Jakarta: PT Alex Media Komputindo

Katzung B.1997. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi IV. Hal: 233-234.
Terjemahan: Staf Dosen Farmakologi FK UNSRI. Jakarta: EGC.

Regar, Evan. Regulasi Sekresi dan Efek Fisiologis Hormon Tiroid. Diperoleh dari
www.scribd.com. Pada tanggal 15 februari 2018.

Susanto, David. Irawan, Visakha Revana. Gangguan Fungsi Tiroid pada


Penggunaan Amiodaron. Universtas Kristen Indonesia: Jakarta. Diperoleh dari:
www.ejournal.ukrida.ac.id>Ked>article>view. Diunduh pada tanggal 15 februari
2018.

Rampengan, Starry H. Amiodaron Sebagai Obat Anti Aritmia dan Pengaruhnya


Terhadap Fungsi Tiroid. Bagian Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal Biomedik, Volume
3, Nomor 2, Juli 2011, hlm. 84-94. Diperoleh dari: hhtps://ejournal.unsrat.ac.id>
download. Diunduh pada tanggal 15 februari 2018

Вам также может понравиться

  • LP Ves
    LP Ves
    Документ11 страниц
    LP Ves
    Murdiyani Nina Agustina
    100% (1)
  • Laporan Pendahuluan Aritmia-1
    Laporan Pendahuluan Aritmia-1
    Документ14 страниц
    Laporan Pendahuluan Aritmia-1
    Meli Mell
    Оценок пока нет
  • LP SVT
     LP SVT
    Документ14 страниц
    LP SVT
    amelia
    100% (2)
  • LP Tavb TPM
    LP Tavb TPM
    Документ18 страниц
    LP Tavb TPM
    Rischa Chachamz
    Оценок пока нет
  • LP Palpitasi Poli Jantung Koy
    LP Palpitasi Poli Jantung Koy
    Документ18 страниц
    LP Palpitasi Poli Jantung Koy
    Khoirifa Safitri
    Оценок пока нет
  • LP Total Av Block
    LP Total Av Block
    Документ25 страниц
    LP Total Av Block
    novanurkkk
    100% (2)
  • ARITMIA
    ARITMIA
    Документ29 страниц
    ARITMIA
    Andini Maharani
    Оценок пока нет
  • Makalah Aritmia 1 1
    Makalah Aritmia 1 1
    Документ28 страниц
    Makalah Aritmia 1 1
    Armelia Putri
    Оценок пока нет
  • LP SVT
    LP SVT
    Документ12 страниц
    LP SVT
    aris
    Оценок пока нет
  • VB
    VB
    Документ8 страниц
    VB
    Silvya Witarsih
    Оценок пока нет
  • Aritmia Ventrikel
    Aritmia Ventrikel
    Документ18 страниц
    Aritmia Ventrikel
    afrianna
    Оценок пока нет
  • Makalah Aritmia Ventrikel
    Makalah Aritmia Ventrikel
    Документ8 страниц
    Makalah Aritmia Ventrikel
    ARISAFANDI
    Оценок пока нет
  • KELOMPOK 6 Takikardi Ventrikel
    KELOMPOK 6 Takikardi Ventrikel
    Документ21 страница
    KELOMPOK 6 Takikardi Ventrikel
    febryana wulandari
    Оценок пока нет
  • ANTIARITMIA
    ANTIARITMIA
    Документ36 страниц
    ANTIARITMIA
    laod_
    Оценок пока нет
  • Materi Aritmia
    Materi Aritmia
    Документ9 страниц
    Materi Aritmia
    ICIM ARIFA
    100% (1)
  • Aritmia
    Aritmia
    Документ28 страниц
    Aritmia
    Winda Resty
    Оценок пока нет
  • LP Tavb
    LP Tavb
    Документ17 страниц
    LP Tavb
    Hulatunnisa
    Оценок пока нет
  • Makalah Aritmia
    Makalah Aritmia
    Документ17 страниц
    Makalah Aritmia
    Cindy Ivania ramadhani
    Оценок пока нет
  • LP Aritmia
    LP Aritmia
    Документ10 страниц
    LP Aritmia
    Anonymous boyQDBsPqs
    Оценок пока нет
  • Kep Des Makalah
    Kep Des Makalah
    Документ36 страниц
    Kep Des Makalah
    diya rosha
    Оценок пока нет
  • Makalah Farmakologi
    Makalah Farmakologi
    Документ9 страниц
    Makalah Farmakologi
    Wulan Gitanofa Zakiyatun Nufus
    Оценок пока нет
  • Konsep Supraventrikel Takikardi
    Konsep Supraventrikel Takikardi
    Документ19 страниц
    Konsep Supraventrikel Takikardi
    Lisna Wati
    Оценок пока нет
  • VFVT
    VFVT
    Документ47 страниц
    VFVT
    septa dwi anggraini
    Оценок пока нет
  • Aritmia Lethal 2
    Aritmia Lethal 2
    Документ10 страниц
    Aritmia Lethal 2
    MulyonoDoank
    Оценок пока нет
  • Aritmia Dan Atria Fibrilasi
    Aritmia Dan Atria Fibrilasi
    Документ25 страниц
    Aritmia Dan Atria Fibrilasi
    Chacha Tasya
    Оценок пока нет
  • KLPK 1 Askep Fibrilasi Ventrikel Tugas Keperawatan Gawat Darurat Fibrilasi Ventrikel Fibrilasi Ventrikel A
    KLPK 1 Askep Fibrilasi Ventrikel Tugas Keperawatan Gawat Darurat Fibrilasi Ventrikel Fibrilasi Ventrikel A
    Документ25 страниц
    KLPK 1 Askep Fibrilasi Ventrikel Tugas Keperawatan Gawat Darurat Fibrilasi Ventrikel Fibrilasi Ventrikel A
    azwar anas
    Оценок пока нет
  • LP SVT
    LP SVT
    Документ12 страниц
    LP SVT
    yesilycia lamrialindiyani
    Оценок пока нет
  • Asuhan Keperawatan Aritmia
    Asuhan Keperawatan Aritmia
    Документ7 страниц
    Asuhan Keperawatan Aritmia
    yusri yanto
    Оценок пока нет
  • Nama: Oktavia Putri Wulandari Effendy NIM: FAA 117 040
    Nama: Oktavia Putri Wulandari Effendy NIM: FAA 117 040
    Документ11 страниц
    Nama: Oktavia Putri Wulandari Effendy NIM: FAA 117 040
    Okta Putri Wulandary Efendi
    Оценок пока нет
  • Kimia Medisinal
    Kimia Medisinal
    Документ26 страниц
    Kimia Medisinal
    Silvana papoiwo
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan Aritmia
    Laporan Pendahuluan Aritmia
    Документ15 страниц
    Laporan Pendahuluan Aritmia
    agustikadewi
    Оценок пока нет
  • LP New SVT Angga .S
    LP New SVT Angga .S
    Документ21 страница
    LP New SVT Angga .S
    Ayu Indah lestari
    Оценок пока нет
  • Kel.4 Farmakoterapi Ii
    Kel.4 Farmakoterapi Ii
    Документ21 страница
    Kel.4 Farmakoterapi Ii
    Inayah Putri
    Оценок пока нет
  • Rentak Jantung Tidak Seragam
    Rentak Jantung Tidak Seragam
    Документ7 страниц
    Rentak Jantung Tidak Seragam
    Nuraishah Kamaruddin
    Оценок пока нет
  • LP Aritmia (Icu)
    LP Aritmia (Icu)
    Документ20 страниц
    LP Aritmia (Icu)
    setia ningrum
    Оценок пока нет
  • Aritmia Ventrikel
    Aritmia Ventrikel
    Документ14 страниц
    Aritmia Ventrikel
    dewanty
    Оценок пока нет
  • DISRITMIA
    DISRITMIA
    Документ22 страницы
    DISRITMIA
    Runa Tadashi
    Оценок пока нет
  • Referat Anestesi
    Referat Anestesi
    Документ28 страниц
    Referat Anestesi
    ulfa
    Оценок пока нет
  • LP Brikardi
    LP Brikardi
    Документ10 страниц
    LP Brikardi
    ELSA RAHMADI
    Оценок пока нет
  • Kasus Aritmia
    Kasus Aritmia
    Документ28 страниц
    Kasus Aritmia
    Alfredo Kristian Goldie
    100% (1)
  • Makalah Referat Aritmia Anak
    Makalah Referat Aritmia Anak
    Документ20 страниц
    Makalah Referat Aritmia Anak
    hazmi
    Оценок пока нет
  • Palpitasi
    Palpitasi
    Документ23 страницы
    Palpitasi
    Mohammad Arif Syah
    Оценок пока нет
  • ARITMIA
    ARITMIA
    Документ27 страниц
    ARITMIA
    Rabita Adawiya
    Оценок пока нет
  • Farmakoterapi Aritmia
    Farmakoterapi Aritmia
    Документ27 страниц
    Farmakoterapi Aritmia
    gayver rejeki
    Оценок пока нет
  • Kromatografi-Penukar-Ion Rev
    Kromatografi-Penukar-Ion Rev
    Документ24 страницы
    Kromatografi-Penukar-Ion Rev
    Muhammad Iqbal Algifari
    Оценок пока нет
  • Obat Antiaritmia KLP 2
    Obat Antiaritmia KLP 2
    Документ29 страниц
    Obat Antiaritmia KLP 2
    Fatahillah
    Оценок пока нет
  • Askep Aritmia
    Askep Aritmia
    Документ17 страниц
    Askep Aritmia
    Ch4ndra89
    Оценок пока нет
  • LP Igd SVT Fix
    LP Igd SVT Fix
    Документ13 страниц
    LP Igd SVT Fix
    Siska Maya Sari
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan Aritmia
    Laporan Pendahuluan Aritmia
    Документ6 страниц
    Laporan Pendahuluan Aritmia
    Ichda Alfiani
    Оценок пока нет
  • Gangguan Irama Jantung (Disritmia) Fix
    Gangguan Irama Jantung (Disritmia) Fix
    Документ18 страниц
    Gangguan Irama Jantung (Disritmia) Fix
    gisella rara
    Оценок пока нет
  • VT & VF Kritis - Anisanur
    VT & VF Kritis - Anisanur
    Документ18 страниц
    VT & VF Kritis - Anisanur
    Pandu Satriyo
    Оценок пока нет
  • Rangkuman Aritmia
    Rangkuman Aritmia
    Документ11 страниц
    Rangkuman Aritmia
    Mahes W
    Оценок пока нет
  • Sa Block
    Sa Block
    Документ13 страниц
    Sa Block
    Dhian Karina Hattah
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan Aritmia
    Laporan Pendahuluan Aritmia
    Документ9 страниц
    Laporan Pendahuluan Aritmia
    farida
    Оценок пока нет
  • PENJELASAN
    PENJELASAN
    Документ5 страниц
    PENJELASAN
    YR OFFICIAL
    Оценок пока нет