Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun Oleh :
Anugrah Pangesti 13312314
Toshiba telah berkiprah dalam industry teknologi di seluruh dunia sejak tahun
1875, itu artinya selama 140 tahun Toshiba telah mampu mencuri hati masyarkat di
seluruh dunia dengan produk yang berkualitas, brand image yang tangguh, dan
layanan pelanggan yang excellent. Reputasi yang bagus itu kini hancur berantakan
hanya karena pressure yang sangat tinggi untuk memenuhi target performance unit.
Kasus ini bermula atas inisiatif Pemerintahan Perdana Menteri Abe yang
mendorong transparansi yang lebih besar di perusahaan-perusahaan Jepang untuk
menarik lebih banyak investasi asing. Atas saran pemerintah tersebut, Toshiba
menyewa panel independen yang terdiri dari para akuntan dan pengacara untuk
menyelidiki masalah transparansi di Perusahaannya. Betapa mengejutkannya bahwa
dalam laporan 300 halaman yang diterbitkan panel independen tersebut mengatakan
bahwa tiga direksi telah berperan aktif dalam menggelembungkan laba usaha Toshiba
sebesar ¥151,8 miliar (setara dengan Rp 15,85 triliun) sejak tahun 2008. Panel yang
dipimpin oleh mantan jaksa top di Jepang itu, mengatakan bahwa eksekutif
perusahaan telah menekan unit bisnis perusahaan, mulai dari unit personal computer
sampai ke unit semikonduktor dan reaktor nuklir untuk mencapai target laba yang
tidak realistis. Manajemen biasanya mengeluarkan tantangan target yang besar itu
sebelum akhir kuartal/tahun fiskal. Hal ini mendorong kepala unit bisnis untuk
menggoreng catatan akuntansinya. Laporan itu juga mengatakan bahwa
penyalahgunaan prosedur akuntansi secara terus-menerus dilakukan sebagai kebijakan
resmi dari manajemen, dan tidak mungkin bagi siapa pun untuk melawannya, sesuai
dengan budaya perusahaan Toshiba.
Akibat laporan ini CEO Toshiba, Hisao Tanaka, mengundurkan diri, disusul
keesokan harinya pengunduran diri wakil CEO Toshiba, Norio Sasaki. Selain itu
Atsutoshi Nishida, chief executive dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 yang
sekarang menjadi penasihat Toshiba juga mengundurkan diri. Panel tersebut
mengatakan bahwa Tanaka dan Sasaki tidak mungkin tidak tahu atas praktik
penggorengan laporan keuangan ini. Penggorengan ini pasti dilakukan secara
sistematis dan disengaja. Saham Toshiba turun sekitar 20% sejak awal April ketika
isu akuntansi ini terungkap. Nilai pasar perusahaan ini hilang sekitar ¥ 1,67 triliun
(setara dengan RP174 triliun). Hal tersebut jelas merugikan investor.
II. PEMBAHASAN
i. Kasus Apa yang Terjadi Pada Perusahaan Toshiba?
CEO dan presiden Toshiba, Hisao Tanaka, dan eksekutif tinggi lainnya termasuk
mantan CEO Atsutoshi Nishida dan Norio Sasaki.
Toshiba telah kesulitan mencapai target keuntungan bisnis sejak tahun 2008 di
mana pada saat tengah terjadi krisis global. Krisis tersebut juga melanda usaha
Toshiba hingga akhirnya Toshiba melakukan suatu kebohongan
melaluiaccounting fraudsenilai 1.22 milyar dolar Amerika.Tindakan ini
dilakukan dengan berbagai upaya sehingga menghasilkan laba yang tidak
sesuai dengan realita.
Alasan Fraud terjadi dalam elemen segitiga Fraud bahwa ada tiga hal
yang dapat dijelaskan dalam hubungannya dengan Behavioral Forensik:
Praktik ini sebenarnya normal terjadi, namun Tekanan dan punishment dari
atasan agar target tercapai dan ditambah budaya perusahaan yang kurang baik
yaitu tidak bisa melawan atasan. Maksudnya melawan adalah koreksi atas
kesalahan manajemen mengambil keputusan.
Bawahan tidak bisa mengkoreksi penetapan target oleh CEO yang bahkan
tidak realistis dengan kondisi bisnis dan perusahaan. Selain itu, sistem
kompensasi karyawan yang dihitung dari kinerja keuangan juga turut andil di
dalamnya. Maka muncullah ide-ide kreatif dari karyawannya untuk mencapai
target yang ditetapkan. Celakanya kreatifitas kali ini bukan dalam riset
pengembangan atau pemasaran namun dalam hal perlakuan akuntansi.
Dibuatlah laporan keuangan dengan profit tinggi padahal tidak mencerminkan
keadaan yang sebenarnya.
Opportunity
Kesempatan untuk melakukan fraud terjadi karena semua pihak yang
berada dalam perusahaan tidak ada yang mengungkapkan praktik tersebut.
Penyelewengan dilakukan secara berjamaah, sistematis dan cerdas. Sekian
lapis sistem kontrol dari mulai divisi akuntansi, keuangan, internal audit, tidak
berfungsi sama sekali. Kasus akuntansi Toshiba ini tidak akan mungkin
muncul ke permukaan, jika komisaris (Chairman) Toshiba tidak melakukan
inistiatif membentuk komite investigasi independen.
Rasionalisasi
Dalam hal ini pelaku mencari pembenaran atas tindakan yang
dilakukannya dengan beranggapan sebagai berikut:
III. KESIMPULAN
Kasus Toshiba bukanlah yang pertama di Jepang atau dunia. Toshiba
melakukan berbagai cara baik mengakui pendapatan lebih awal atau menunda
pengakuan biaya pada periode tertentu namun dengan metode yang menurut
investigator tidak sesuai dengan prinsip akuntansi. Seperti kesalahan penggunaan
percentage of completion untuk pengakuan pendapatan proyek, cash based ketika
penggunaan provisi yang seharusnya dengan metode akrual memaksa supplier
menunda penerbitan tagihan meski pekerjaan sudah selesai. Manajemen biasanya
mengeluarkan tantangan target yang besar itu sebelum akhir kuartal/tahun fiskal.
Hal ini mendorong kepala unit bisnis untuk menggoreng catatan akuntansinya.
Laporan itu juga mengatakan bahwa penyalahgunaan prosedur akuntansi secara terus-
menerus dilakukan sebagai kebijakan resmi dari manajemen. Scandal ini juga
disebabkan oleh budaya PT. Toshiba yang kurang baik tidak bisa melawan atasan.
Maksudnya melawan adalah koreksi atas kesalahan manajemen mengambil
keputusan. Dari sini lah karyawan PT. Toshiba meng-akal-akali laporan keuangan
agar terlihat profit, padahal tidak mencerminkan keuangan yang sebenarnya.
IV. SARAN
Perlu dipikirkan cara baru pengawasan untuk mencegah hal ini terulang lagi,
mungkin semacam inspeksi dari komisaris perusahaan atau dari regulator (jika
perusahaan terbuka). Inpeksi atau pemeriksaan khusus bisa dilakukan kapan saja
dengan waktu yang tidak tentu. Pemeriksaan khusus (inpeksi) ini harus dituangkan
dalam peraturan resmi (peraturan OJK atau peraturan pemerintah) agar semua
perusahaan melakukannya secara bersama, termasuk didalamnya siapa yang
menanggung biaya inspeksi ini. Dengan penerapan pengawasan berlapis ini tentunya
akan tercipta laporan keuangan yang lebih accountable, good corporate governance,
dan tentunya kepercayaan para stake holder (termasuk didalamnya investor) akan
semakin tinggi.