Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Kelompok 8:
Fahmi Naqi Audah ( 33101400286 )
Febriana Azkiatul Fitri ( 33101400288 )
Lilis Maela ( 33101400302 )
Muhammad Cahyo Satrio B ( 33101400309 )
Septika Unggulani ( 33101400330 )
Siti Chotijatul Fitriyah ( 33101400332 )
Widya Wati ( 33101400340 )
Zainur Hamidah ( 33101400334 )
Berbagai etiologi ini dapat saling memberatkan, artinya bila telah ada
hipertrofi otot jantung misalnya, kemudian timbul pula iskemia dan gangguan
balans elektrolit maka aritmia akan lebih mudah timbul, sedangkan
mengontrolnyapun lebih sulit pula. Karena itu sebaiknya sudah ada data
struktur jantung pasien waktu ia dirawat, sehingga sudah dapat diantisipasi
atau bahkan sudah dapat mulai diberikan pencegahan timbulnya aritmia.
(Ganong F. William, 2003)
3. Patofisiologi Aritmia
Di dalam jantung terdapat sel-sel yang mempunyai sifat automatisasi artinya
dapat dengan sendirinya secara teratur melepaskan rangsang. Impuls yang di
hasilkan dari sel-sel ini akan digunakan untuk menstimulus otot jantung untuk
melakukan kontraksi. Sel-sel tersebut adalah SA node, AV node, Bundle His, dan
serabut Purkinjee. Secara normal, impuls akan di hasilkan oleh SA node, yang
kemudian diteruskan ke AV node, bundle his, dan terakhir ke serabut purkinje.
Terjadinya aritmia dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor yang pertama
ialah menurunnya fungsi SA node, sehingga AV node menghasilkan impuls
sendiri, impuls ini akan diteruskan seperti biasanya sampai ke serabut purkinje.
Pada serabut purkinje akan diterima 2 impuls yang berasal dari SA node dan AV
node sehingga menyebabkan mekanisme reentry. Kedua, impuls yang dihasilkan
oleh SA node, akan terhambat pada percabangan SA node (Sinus arrest) sehingga
impuls tidak sampai ke AV node, maka AV node secara otomatis akan
menghasilkan impuls sendiri sehingga timbul juga irama jantung tambahan.
Penghambatan impuls tidak hanya dapat terjadi pada percabangan SA node, tetapi
dapat terjadi pada bundle his juga. (Price & Wilson, 2006)
4. Patogenesis Aritmia
Mekanisme terjadinya aritmia meliputi salah satu atau lebih mekanisme di
bawah ini:
Pengaruh persarafan autonom yang mempengaruhi laju jantung
Nodus SA mengalami depresi sehingga fokus irama jantung diambil alih oleh
fokus pacu jantung yang lain
Fokus pacu jantung lain memiliki aktivitas yang lebih tinggi daripada
nodus SA, sehingga irama jantung mengikuti fokus tersebut, bukan
mengikuti nodus SA (Enhanced Automaticity).
Impuls yang dihasilkan oleh nodus SA gagal disalurkan ke sel-sel otot
jantung yang lain karena adanya hambatan (SA Block) atau tidak dapat
keluar dari nodus SA (Sinus Arrest)
Terjadi hambatan setelah keluar dari nodus SA, yang berupa AV blockatau
Bundle Branch Block. Hambatan ini dapat bersifat unidireksional ataupun
bidireksional.
Mekanisme Reentrant, yang terjadi karena adanya jalur aksesori disertai
dengan periode refrakter yang berbeda antara jalur aksesori dengan jalur
konduksi utama jantung. mekanisme ini adalah salah satu mekanisme
yang paling sering menyebabkan terjadinya aritmia pada kebanyakan
pasien. (Crawford MH, 2006)
5. Pemeriksaan Penunjang Kardiovaskular
Pemeriksaan penunjang utama untuk penyakit kardiovaskular adalah
elektrokardiogram (EKG), rontgen dada, dan ekokardiogram. Pemeriksaan lainnya
yaitu uji EKG saat laatihan, pemantauan tekanan darah ambulatori, dan kateterisasi
dengan angiografi koroner atau pulmonal.
Elektrokardiogram (EKG)
Tes EKG 12 sadapan yang standar, pendek, dan dilalukan dalam keadaan
istirahat akan medeteksi blokade konduksi dan perubahan akibat kerusakan otot
(misalnya pasca-MI).EKG ini sulit mendeteksi kejadian intermiten seperti
aritmia paroksismal, yang membutuhkan pemantauan kontinu dengan tes
Holter (pencatatan EKG ambulatori selama 24jam). Pada tes toleransi latihan,
beban kerja secara progresif, dan EKG memantau depresi ST dan aritmia akibat
iskemia yang berhubungan denagan penyakit arteri koroner.
Rontgen (radiografi dada)
Rontgen dada (chest X-ray) merupakan alat diagnostik yang esensial. CXR
inisial di buat pada arah postero-anterior (PA), dengan pasien berdiri tegak dan
pada inspirasi penuh. Menunjukkan secara diagramatis struktur utama dimana
abnormalitas yang besar dapat terdeteksi, misalnya pembesaran rongga jantung
dan pembuluh utama, serta suatu CXR PA yang normal.
Ekokardiografi dan Ultrasonografi Doppler
Elektrokardiografi dapat digunakan untuk pembesaran jantung dan gerakan
jantung abnormal, serta untuk meperkirakan fraksi ejeksi. Suatu denyut
ultarsaound sebesar 2,5 MHz dihasilkan oleh suatu transmiter-penerima
piezoelektrik pada dinding dada, dan dipantulkan kembali oleh struktur
internal.
Pemeriksaan darah.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk memeriksa kadar beberapa variable dalam
darah seperti elektrolit dan kadar hormon tiroid, hasil yang abnormal akan
meningkatkan kemungkinan anda menderita aritmia jantung.
Foto Rontgen dada.
Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui struktur rongga dada seperti paru –
paru dan jantung, dari pemeriksaan ini dapat di lihat apakah anda mengalami
pembesaran jantung atau tidak.
Echocardiography.
Pemeriksaan ini menggunakan gelombang suara untuk memperlihatkan
gambaran dari jantung anda. Echocardiography memberikan informasi tentang
ukuran serta bentuk dari jantung anda dan seberapa baik ruang jantung serta
katup – katup jantung bekerja. Pemeriksaan ini juga dapat mengidentifikasi
area jantung yang sedikit mendapatkan aliran darah, area dari otot jantung yang
tidak berkontraksi dengan baik juga dapat di ketahui dari pemeriksaan ini, dan
kerusakan yang sebelumnya telah terjadi.
Kateterisasi
Kateterisasi jantung adalah istilah umum yang digunakan untuk rangkaian
prosedur pencitraan untuk memasukkan kateter ke dalam bilik atau pembuluh
darah jantung. Pada saat kateter berada di posisi yang telah ditentukan, maka
alat tersebut dapat digunakan untuk melaksanakan sejumlah prosedur
pemeriksaan lebih lanjut dan terapi seperti angiografi koroner (coronary
angiography), angioplasti (angioplasty) dan pemasangan katup buatan (balloon
valvuloplasty).
Angiografi
Pemeriksaan ini menggunakan zat kontras dan sinar X khusus yang dapat
menunjukkan struktur dari arteri koroner. Untuk membuat zat kontras masuk
dalam arteri koroner, dokter anda akan melakukan prosedur yang di sebut
angiografi koroner. Sebuah saluran tipis dan fleksibel yang disebut kateter di
masukan kedalam pembuluh darah pada lengan anda atau lipatan paha atau
leher. Saluran tersebut di dorong menuju arteri koroner anda dan zat kontras di
lepaskan kedalam aliran darah. Sinar X khusus akan merekam saat zat kontras
mengalir ke dalam arteri koroner. Hal ini akan memperlihatkan sumbatan pada
arteri koroner yang dapat menyebabkan serangan jantung. (Gleadle Jonathan,
2005)
6. Terapi Non Farmakologi Atitmia
Bebrapa faktor yang memperngaruhi perkembangan aritmia tidak dapat di
kontrol ( seperti gen anda),aritmia banyak muncul karena beberapa bentuk penyakit
jantung. Sebagai contoh,ketika aterosklerosis arteri menjado tersumbat dengan
penyubatan lemak dapat menyebebkan bradikardia atau tachicardia. Untuk
mencegah penyakit jantung jga berlaku untuk mencegah penyakit aritmia antara
lain :
Diet
Menurut american hearth asosiation,diet jantung sehat yang tinggi dalam
buah-buahan dan sayuran.dan dalam makanan gandum karena mengandung
sumber protein tanpa lemak seperti : ikan,kacang-kacangan,dan susu rendah
lemak yang berasal dari lemak tak jenuh seperti minyak zaitun.
Olaharaga
Untuk menyeimbangkan asupan kalori yang masuk dan sudah mengalami
pembakaran,selain membantu mengontrol berat badan lakukanlah latihan
sehari-hari seprti senam aerobik ( jalan cepat,lari,bersepeda,berenang dll)
Menghindari rokok dan alkohol
The american hearth association mereka merekomendasikan untuk berhenti
merokok dan membatasi penggunaan alkohol
Menghindari suplemen
Suplemen herbal dapat menyebabkan aritmia( kefein,obat
nikotin).menyebabkan detak jantung prematur dan dapat berkembang
menjadi aritmia yang lebih serius.kokain dan amfetamin juga mempercepat
denyut jantung yang menyebabkan fibrilasi ventrikel yang serius dan
menyebabkan kematian mendadak. (Smeltzer Suzanne C, 2001)
a) Golongan 1
Golongan satu adalah penghambat kanal natrium atau memblokade kanal
Na pada membrane sel sehingga menurunkan kecepatan maksimal depolarisasi
(Vmaks) pada fase 0, sehingga tidak terjadi potensial aksi ( action potential
duration { APD } ) baru yang berarti mencegah timbulnya ekstrasistol.
Tergantung dari intensitasnya memblokade kanal Na tersebut. Golongan 1
dibagi menjadi beberapa kelas yaitu :
o Golongan IA (Kuinidin, Prokainamid, Disopiramid) bekerja
memperpanjang APD (action potential duration) dan berpisah dengan
kanal melalui kinetik intermediate,Menurunkan Vmaks pada semua heart
rate.
Kuinidin Sediaan, kuinidin hanya tersedia dalam sediaan per oral,
walaupun pada keadaan tertentu obat ini dapat diberikan secara
intramuscular atau intravena. Dosis oral yang biasa adalah 200-300
mg yang diberikan 3 atau 4 kali sehari untuk pasien dengan kontraksi
atrium dan ventrikel premature atau untuk terapi pemeliharaan
Prokainamid, prokainamid hidroklorida (Pronestyl) tersedia dalam
bentuk tablet dan kapsul (250-500 mg) dan sebagai tablet lepas lambat
(250-1000 mg) suntikan prokainamid hidroklorida berisi 100 atau 500
mg/ml dan digunakan untuk suntikan intramuscular dan intravena.
Suatu cara yang cepat dan aman untuk memproleh kadar efektif dalam
plasma adalah pemberian intravena intermiten: 100 mg disuntikan
selama 2-4 menit, tiap 5 menit sampai aritmia terkontrol. interval
pemberian setiap 5 menit.
Disopiramid, Tersedia dalam bentuk tablet 100 atau 150 mg basa.
Dosis total harian adalah 400-800 mg yang pemberiannya terbagi atas
4 dosis. Penyesuaian dosis perlu dilakukan pada gagal ginjal dan pada
pasien ini kadar plasma, efek terapi dan efek toksik perlu di monitor
dengan cermat.
Penggunaan Terapi Obat-obat dalam kelas IA mempunyai spectrum
kerja yang luas dan efektif untuk pengobatan jangka panjang dan jangka
pendek aritmia supraventrikel dan ventrikel. Kuinidin, prokainamid dan
disopiramid bermanfaat untuk pengobatan takikardia supraventrikel
paroksismal (PSVT) baik yang disebabkan oleh arus-balik di nodus AV,
maupun pada sindrom Wolff-Parkinson-White. Pada PSVT karena
takikardia berulang di nodus AV, digitalis atau cara lain dicoba dahulu
sebelum pemberian obat kelas IA. Kuinidin, prokainamid dan disopiramid
dahulu merupakan obat-obat terpilih untuk flutter atau fibrilasi atrium.
Tetapi sejak ditemukannya metode kardioversi arus searah (DC), obat-
obat ini berfungsi sebagai obat penunjang. Pasien yang direncanakan
untuk kardioversi, sebelumnya diberikan salah satu dari obat ini selama 1-
2 hari. Obat kelas IA efektif untuk pengobatan jangka panjang
depolarisasi premature ventrikel dan takikardia ventrikel berulang atau
untuk pencegahan fibrilasi ventrikel. Obat kelas IA tidak digunakan untuk
pengobatan takikardia ventricular menetap dan aritmia yang disebabkan
digitalis, karena efek toksiknya mudah timbul.
Pemeriksaan laboratorium
EKG : Aritmia
Terapi :
Digoksin : 0,25 mg 2 x1
Amiodaron 200 mg 3 x 1
c) Assesment
1. Problem Medik
Dada terasa bergemuruh, sering lelah dan pusing
2. Terapi Yang Diperoleh
Digoxin 0,25mg 2xsehari
Amiodaron 200mg 3xsehari
3. DRP
Interaksi obat: antara digoxin dan amiodaron
d) Plan
1. Penetapan Tujuan Terapi
untuk mengurangi keluhan yang di derita pasien dan mengobati Aritmia
2. Solusi dari Problem DRP
• amiodaron : 200mg 3xsehari
• penggantian digoxin dengan metoprolol 25 mg/hari
3. Pemilihan Terapi Farmakologi berdasarkan Farmakoterapi Rasional (4T1W)
a. Amiodaron
• Tepat Indikasi
Aritmia jenis atrial fibrillation melalui pengendalian laju ventricular
dan konversi ke ritme sinus dan untuk aritmia jenis ventricular aritmia,
baik pada ventricular takikardi maupun ventricular fibrilasi.
• Tepat Dosis
PO: loading dose: 1,2-1,8 g/hari dalam dosis terbagi hingga total 10 g,
Maintenance dose: 200-400 mg/hari
• Tepat Obat
Mekanisme
Memperlambat repolarisasi fase 3 dan memperpanjang potensial aksi
serta periode refrakter pada semua jaringan jantung serta mempunyai efek
blok terhadap beberapa kanal ( kalium dan natrium ) serta adrenoseptor
beta.
• Tepat Pasien
Kontraindikasi : Hipersensitifitas terhadap amiodaron, iodine,dan
komponen lain dalam formulasi, Disfungsi tiroid , Syok kardiogenik
• Waspada Terhadap Efek Samping Obat
Efek samping
Hipotensi ( 16 % ), diziness, pusing
b. Metoprolol
• Tepat Indikasi
Hipertensi arteri, pencegahan serangan angina, gangguan irama
jantung (takikardia supraventricular, aritmia), pencegahan sekunder
setelah infark miokard, sindrom jantung hiperkinetik (termasuk.
hipertiroidisme, NCD). Profilaksis serangan migrain.
• Tepat Dosis
25mg/hari dinaikan tiap 2 minggu. Mungkin akan ditingkatkan hingga
300 mg per hari yang terbagi dalam beberapa kali penggunaan
• Tepat Obat
Mekanisme
Inhibitor beta1- adrenergic reseptor memblok/menghambat beta1-
reseptor, dengan sedikit atau ada efek pada beta 2 reseptor pada dosis
<100 mg
• Tepat Pasien
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap metoprolol atau komponen lain
dalam sediaan, atau beta bloker lainnya, sebagai tambahan : - hipertensi
dan angina : sindrom sakit sinus, penyakit arteri perifer parah,
feokromositoma (tanpa blokade alfa). - Infark miokardiak; bradikardia
sinus parah, gagal jantung sedang sampai parah, syok kardiogenik
• Waspada Terhadap Efek Samping Obat
Efek samping : Hipotensi, bradikardia, insufisiensi arteri, nyeri pada dada,
gagal jantung kongestif, edema, palpitasi, rasa lelah, depresi, bingung,
halusinasi, insomnia, mimpi buruk, gangguan tidur, mengantuk, vertigo,
pruritus, ruam, fotosensitif, psoriasis parah, penurunan libido, diare,
konstipasi, flatulens, sakit perut, mual, muntah, nyeri otot, pandangan
kabur, gangguan penglihatan
V. PEMBAHASAN
Dalam kasus dijelaskan bahwa Tn. R berat badan 80kg, tinggi badan 168cm, usia
48tahun, mengeluh dadanya selalu terasa bergemuruh sering lelah dan pusing , lalu Tn. R
memeriksakan ke dokter di RS terdekat. Hasilnya sebagai berikut :
Data laboratorium :
Vital sign Nilai
Heart rate Iregular, 130x/menit
RR 30x/menit
Suhu tubuh 37,5 C
TD 120/90 mmHg
Kolesterol totall 200mg/dL
Glukosa darah 100mm/dL
Dengan riwayat penyakit gagal jantung, dan didiagnosa menderita fibrilasi atrium/
aritmia. Kemudian terapi yang diperoleh Tn.R yaitu digoxin 0,25mg 2x sehari dan
amiodaron 200mg 3xsehari.
Pada kasus di atas, dilihat dari data laboratorium Tn.R memiliki kadar kolesterol total,
suhu tubuh, serta glukosa darah sewaktu dapat dikatakan normal, sedangkan data
laboratorium ( vital sign ) lain dari Tn.R memiliki heart rate yang cepat karena nilai
normal heart rate adalah 50-80x/menit, selain itu respiration rate juga cepat karena nilai
normalnya adalah 12-20x/menit, dan juga tekanan darah Tn.R dalam kategori pre
hipertensi karena nilai normal tekanan darah yaitu 120/80mmHg. Hal ini yang
mengakibatkan Tn. R mengeluh dada terasa bergemuruh, lelah dan pusing, sehingga
dalam kasus Tn. R terdiagnosa Fibrilasi Atrium. Dengan diagnosa tersebut Tn.R diberi
terapi digoxin dan amiodaron, yang mana terapi pemberian digoxin dan amiodaron jika
dikombinasi akan menimbulkan permasalahan atau DRP yaitu interaksi obat.
Pemberian amiodaron dan digoxin dapat menimbulkan interaksi antar obat karena
pemberian amiodaron bersama digoksin akan meningkatkan kadar digoksin serum hingga
100% sehingga menyebabkan intoksikasi. Peningkatan ini lebih tinggi lagi pada anak-
anak. Amiodaron diduga meningkatkan waktu transit intestinal, menurunkan klirens renal
dan distribusi volume, mengubah ikatan protein digoksin, dan induksi hipotiroid,
semuanya itu berkontribusi pada peningkatan kadar digoksin serum. (Yuniadi, Yoga
2009).
Dari permasalahan tersebut kami merekomendasikan golongan β-Blocker yaitu
metoprolol sebagai pengganti dari digoksin, hal tersebut karena β-Blocker sangat di
rekomendasikan sebagai terapi Atrial Fibrilasi yang merupakan kelas A. (Jeffrey L.
Anderson et all. 2014 ), akan tetapi pemberian terapi amiodaron tetap kami pertahankan
sebagai terapi fibrilasi aritmia, hal tersebut karena amiodaron sebagai agen anti-aritmia
yang paling umum digunakan, dimasukkan ke dalam kelas 2A. (Dinarti, Lucia Kris et al.
2009).
Selain itu amiodaron memiliki indikasi sebagai Aritmia jenis atrial fibrillation melalui
pengendalian laju ventricular dan konversi ke ritme sinus dan untuk aritmia jenis
ventricular aritmia, baik pada ventricular takikardi maupun ventricular fibrilasi. Dengan
mekanisme memperlambat repolarisasi fase 3 dan memperpanjang potensial aksi serta
periode refrakter pada semua jaringan jantung serta mempunyai efek blok terhadap
beberapa kanal ( kalium dan natrium ) serta adrenoseptor beta. (medscape). Efek samping
dalam penggunaan amiodaron adalah hipotensi yang mana efek samping amiodaron juga
dapat digunakan sebagai terapi karena dalam kasus tersirat bahwa dari hasil data
laboratorium Tn.R mempunyai gejala pre hipertensi. Dari mekanisme tersebutlah kami
tetap merekomendasikan amiodaron sebagai terapi pengobatan.
Pemberian golongan β-Blocker sangat di rekomendasikan sebagai lini pertama untuk
pasien dengan diagnosa AF.( Jeffrey L. Anderson et all. 2014 ). Selain itu golongan β-
Blocker merupakan golongan obat yang aman dan efektif dalam mencapai ventrikular rate
dan juga efektif dalam meningkatkan fungsi ventrikel dalam memompa darah. Bahkan
pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri, β-Blocker relatif aman, tetapi harus digunakan
dengan hati-hati dan di monitoring tekanan darahnya karena kemungkinan terjadi
penurunan tingkat ventrikel dan peningkatan waktu pengisian diastolik. ( Dorian, Paul and
Paul Angaran.2014).
Obat golongan β-Blocker yang digunakan sebagai pengganti digoxin adalah
metoprolol karena metoprolol yang mempunyai interaksi yang lebih kecil daripada obat
golongan β-Blocker yang lain serta masih bisa dimonitoring, selain itu efek dari
metoprolol ini yaitu menyebabkan bradikardi sehingga dengan keadaan yang di alami oleh
pasien bisa menurunkan takikardi pasien akibat heart rate yang tinggi . (medscape) selain
itu metoprolol obat yang lebih kardioselektif dan kurang larut dalam lemak. (Dorian, Paul
and Paul Angaran.2014). Metoprolol mempunyai indikasi sebagai golongan obat
penghambat beta yang digunakan untuk mengobati hipertensi atau tekanan darah tinggi,
angina dan gagal jantung. Obat ini bekerja dengan cara mengurangi frekuensi detak
jantung dan tekanan otot jantung saat berkontraksi. Dari mekanisme tersebutlah, kami
merekomendasikan golongan β-Blocker yaitu metoprolol sebagai terapi pengobatan
pasien.
Jika monoterapi belum berhasil , maka agen kedua atau ketiga dapat ditambahkan
yaitu dengan menambahkan golongan kalsium non-dihidropiridin seperti diltiazem dan
verapamil dapat menjadi pilihan lini kedua pada pasien yang kontraindikasi atau
nontoleransi dengan penyekat beta. (Jeffrey L. Anderson et all. 2014 ). Penyekat beta dan
antagonis kalsium bersifat depresif terhadap fungsi ventrikel sehingga harus berhati-hati
dalam penggunaannya pada pasien dengan hipotensi atau gagal jantung. Digoxin dapat
dijadikan pilihan sebagai rate control pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrium.
Namun digoxin kurang efektif dalam mengontrol denyut jantung pada saat beraktivitas
atau dalam kondisi hiperadrenergik seperti demam, tirotoksikosis dan pasca operasi.
(Dinarti, Lucia Kris et al. 2009)
VI. KESIMPULAN
Dari hasil analisa SOAP yang telah dilakukan terhadap kasus tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa pasien terdiagnosa penyakit Atrial Fibrilation atau Aritmia dan
mendapatkan terapi berupa digoksin 0,25 mg 2 x1 serta amiodaron 200 mg 3 x 1. Dari
kasus tersebut terdapat permasalahan (DRP) yaitu interaksi obat , karena pemberian
amiodaron bersama digoksin akan meningkatkan kadar digoksin serum hingga 100%
sehingga menyebabkan intoksikasi. Sehingga dari permasaahan tersebut kami
merekomendasikan digoxin diganti dengan obat golongan β-blocker yaitu metoprolol
karena obat golongan penyekat beta ini dalam guideline sangat di rekomendasikan
sebagai terapi AF dan merupakan kelas A yang memiliki efek samping bradikardi
sehingga bisa digunakan untuk mengatasi takikardi yang dialami pasien. Selain itu kami
tetap menggunakan amiodaron sebagai terapi, karena amiodaron ini memperlambat
repolarisasi fase 3 dan memperpanjang potensial aksi serta periode refrakter pada semua
jaringan jantung serta mempunyai efek blok terhadap beberapa kanal ( kalium dan
natrium ) serta adrenoseptor beta dengan efek yang ditimbulkan hipotensi sehingga bisa
menurunkan tekanan darah yang tinggi yang dialami pasien.
VII. DAFTAR PUSTAKA