Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DI SUSUN OLEH :
Nur’aini 13330006
Kelas A
Fakultas Farmasi
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
2017
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR........................................................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................................... 2
BAB III PEMBAHASAN................................................................................................................................... 8
BAB IV PENUTUP ......................................................................................................................................... 12
Daftar Pustaka............................................................................................................................................. 13
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis diberi kemudahan dalam menyusunan makalah ini yang berjudul
“Analisis Komposisi Dan Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Di Hutan Desa Bali Aga
Tigawasa, Buleleng – Bali”. Tidak lupa juga shalawat serta salam atas junjungan kita Nabi Besar
Muhammad Saw. serta kepada keluarga, saudara, sahabat dan kerabatnya.
Selain sebagai tugas, penulis membuat makalah ini untuk memberikan pengetahuan tambahan
kepada pembaca tentang keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia yang sangat
mengagumkan yang tersebar di seluruh belahan nusantara.
Dalam penyusunan makalah ini saya selaku penulis banyak mendapatkan bantuan, dorongan,
dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan kali ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih banyak kesalahan yang dilakukan.
Oleh karena itu, penulis meminta saran dan kritik yang membangun sehingga kedepannya
penulis akan lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah
pengetahuan pembaca dan kita semua.
Wasalamualaikum wr.wb
Penulis
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bersama negara Indonesia dikenal sebagai salah satu yang
memiliki tumbuhan dan hewan yang tak terhitung jumlahnya. Sedangkan di dunia ini tidak ada
dua individu yang benar benar sama. Setiap individu pasti memiliki ciri-ciri khusus yang
menyebabkannya berbeda dari mahluk hidup yang lain sehinggga menimbulkan
keanekaragaman. Kekhasan dan tingginya tingkat keanekaragaman mahluk hidup sangat
bermanfaat untuk kelangsungan hidup manusia. Keanekaragaman mahluk hidup tersebut
kemudian dikenal dengan istilah keanekaragaman hayati. Karena mempunyai banyak sekali
manfaat maka keanekaragaman hayati akan sering dipergunakan sehingga akan berakibat pada
penurunan jumlah keanekaragaman hayati tersebut. Maka sebelum jenis keanekaragaman
tersebut punah maka harus dilakukan upaya upaya pencegahannya.
Rumusan Masalah
Masalah umum yang terdapat dalam penulisan makalah ini adalah tentang keanekaragaman
hayati. Agar permasalahan tersebut tidak terlalu luas maka dibatasi menjadi sub-sub masalah
sebagai berikut :
2. Apa saja spesies tumbuhan yang ada di Desa Bali Aga Tigawasa Buleleng Bali?
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui keanekaragaman tumbuhan yang ada di Desa Bali Aga Tigawasa
Buleleng Bali;
2. Untuk menambah wawasan tentang spesies tumbuhan di Desa Bali Aga Tigawasa
Buleleng Bali;
3. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keanekaragaman Hayati;
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Soerjani (1996), “keanekaragaman hayati menyangkut keunikan suatu spesies dan
genetik di mana mahluk hidup tersebut berada.” Jadi, keanekaragaman hayati adalah segala
keanekaragaman mahluk hidup yang bersifat unik baik didaratan maupun lautan yang meliputi
perbedaan gen, spesies dan ekosistem.
2
Tingkatan Keanekaragaman hayati dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
a. Keanekaragaman Spesies
Keanekaragaman spesies mencakup seluruh spesies yang ditemukan di bumi, termasuk bakteri
dan protista serta spesies dari kingdom bersel banyak (tumbuhan, jamur, hewan, yang bersel
banyak atau multiseluler). Spesies dapat diartikan sebagai sekelompok individu yang
menunjukkan beberapa karakteristik penting berbeda dari kelompok-kelompok lain baik secara
morfologi, fisiologi atau biokimia. Definisi spesies secara morfologis ini yang paling banyak
digunakan oleh pada taksonom yang mengkhususkan diri untuk mengklasifikasikan spesies dan
mengidentifikasi spesimen yang belum diketahui (Mochamad Indrawan, 2007: 16-18).
b. Keanekaragaman Genetik
Keanekaragaman genetik merupakan variasi genetik dalam satu spesies baik di antara populasi-
populasi yang terpisah secara geografik maupun di antara individu-individu dalam satu populasi.
Individu dalam satu populasi memiliki perbedaan genetik antara satu dengan lainnya. Variasi
genetik timbul karena setiap individu mempunyai bentuk-bentuk gen yang khas. Variasi genetik
bertambah ketika keturunan menerima kombinasi unik gen dan kromosom dari induknya melalui
rekombinasi gen yang terjadi melalui reproduksi seksual. Proses inilah yang meningkatkan
potensi variasi genetik dengan mengatur ulang alela secara acak sehingga timbul kombinasi yang
berbeda-beda (Mochamad Indrawan, 2007: 15-25).
c. Keanekaragaman Ekosistem
Keanekaragaman ekosistem merupakan komunitas biologi yang berbeda serta asosiasinya
dengan lingkungan fisik (ekosistem) masing-masing (Mochamad Indrawan, 2007: 15).
Keanekaragaman Hayati Indonesia merupakan anugrah terbesar dati Tuhan Yang Maha Kuasa.
Keanekaragaman hayati memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut.
Nilai ekonomi keanekaragaman hayati merupakan nilai kemanfaatan dari berbagai sumber hayati
yang dapat menghasilkan keuntungan bagi penggunaanya, yaitu dapat di perjual belikan.
Keanekaragaman hayati yang memiliki nilai ekonomi antara lain sebagai bahan pangan, obat-
obatan, kosmetik, sandang, papan, dan memiliki aspek budaya.
Keanekaragaman hayati di jadikan sebagai makanan pokok yang di konsumsi oleh manusia
misalnya dari tumbuhan yaitu padi, jangung, singkong, ubi jalar, talas kentang, sorgum dan lain
lain sedangkan dari hewan misalnya daging sapi, daging ayam, ikan laut dan telur.
3
b. Keanekaragaman hayati sebagai sumber bahan obat-obatan
Keanekaragaman hayati yang berasal dari tumbuhan sebagai sumber obat-obatan, misalnya :
mengkudu untuk menurunkan tekanan darah tinggi, kina untuk obat malaria, buah merah untuk
mengobati kanker, kolesterol tinggi, dan diabetes. Sedangkan yang berasal dari hewan contohnya
madu lebah dimanfaatkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh, dan bagian daging dan lemak
ular dipercaya dapat mengobati penyakit kulit
Beberapa tumbuhan digunakan untuk kosmetika, antara lain sebagai berikut misalnya : Bunga
mawar, melati, cendana, kenanga, dan kemuning dimanfaatkan untuk wewangian (parfum).
Kemuning, bengkoang, alpukat, dan beras digunakan sebagai lulur tradisional untuk
menghaluskan kulit. Sedangkan urang aring, mangkokan, pandan, minyak kelapa, dan lidah
buaya digunakan untuk pelumas dan penghitam rambut.
Keanekaragaman hayati yang dijadikan sumber sandang, misalnya : rami, kapas, pisang hutan
atau abaca, dan jute, dimanfaatkan seratnya untuk membuat kain atau bahan pakaian, ulat sutera
untuk membuat kain sutera yang memiliki nilai ekonomi sangat tinggi, kulit sapi dan kambing
untuk membuat jaket, bulu burung untuk membuat aksesoris pakaian.
Sebagai bahan papan, keanekaragaman hayati dimanfaatkan untuk membuat rumah dan
sejenisnya misalnya kayu jati, kelapa, nangka, meranti keruing, rasamala, ulin dan bambu
dimanfaatkan kayunya untuk membuat jendela, pintu, tiang dan atap rumah.
Beberapa upacara ritual keagamaan dan kepercayaan antara lain : Budaya nyeka (ziarah kubur)
pada masyarakat jawa menggunakan bunga mawar, kenanga, kuntil, dan melati. Umat islam
menggunakan heawan ternak seperti sapi, kambing dan kerbau pada hari qurban. Upacara
ngaben di Bali menggunakan 39 jenis tumbuhan yang mengandung minyak atsiri yang berbau
harum, antara lain kenanga, melati, cempaka, pandan, sirih, dan cendana.
4
3. Nilai Ekologi Keanekaragaman Hayati
Nilai ekologi dari keanekaragaman hayati, antar lain sebagai perlindungan terhadap kerusakan
lahan karena akar tanaman akan melindungi tanah dari kerusakan, pengikisan, menyerap air
hujan sehingga tidak terjadi banjir atau tanah longsor.
Menghilangnya kanekaragaman hayati di suatu wilayah dapat disebabkan oleh beberapa faktor
berikut ini :
1. Hilangnya Habitat
Daftar merah IUCN (International Union for Conservation of Nature) menunjukkan bahwa
hilangnya habitat yang diakibatkan manajemen pertanian dan hutan yang tidak berkelanjutan
menjadi penyebab terbesar hilangnya kenaekaragaman hayati. Bertambahnya jumlah penduduk
menyebabkan semakin bertambah pula kebutuhan yang harus dipenuhi. Lahan yang tersedia
untuk kehidupan tumbuhan dan hewan semakin sempit karena digunakan untuk tempat tinggal
penduduk, dibabat untuk digunakan sebai lahan pertanian atau dijadikan lahan industri.
Zat pencemar (polutan) adalah produk buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia. Polutan
tersebut dapat mencemari air, tanah, dan udara. Beberapa polutan berbahaya bagi organisme
misalnya, nitrogen dan sulfur oksida yang dihasilkan dari kendaraan bermotor jika bereaksi
dengan air akan membentuk hujan asam yang merusak ekosistem. Pembuangan
chlorofluorocarbon (CFC) yang berlebihan menyebabkan lapisan ozon di atmosfer berlubang.
Akibatnya intensitas sinar ultraviolet yang masuk ke bumi meningkat dan menyebabkan banyak
masalah, antara lain berkurangnya biomassa fitoplankton di lautan yang menyebabkan
terganggunya keseimbangan rantai makanan organisme.
3. Perubahan Iklim
Salah satu penyebab perubahan iklim adalah pencemaran udara oleh gas karbon dioksida (CO2)
yang menimbulkan efek rumah kaca. Menurut Raven (1995), “ efek rumah kaca meningkatkan
suhu udara 1-30C dalam kurn waktu 100 tahun.” Kenaikan suhu tersebut menyebabkan
pencairan es di kutub dan kenaikan permukaan air laut sekitar 1-2 m yang berakibat terjadinya
perubahan struktur dan fungsi ekosistem lautan.
Eksploitasi Hewan dan tumbuhan secara besar-besaran biasanya dilakukan terhadap komoditas
yang memiliki nilai ekonomi tinggi, misalnya kayu hutan yang digunakan untuk bahan bangunan
dan ikan tuna sirip kuning yang harganya mahal dan banyak diminati oleh pencinta makanan
5
laut. Eksploitasi yang berlebihan dapat menyebabkan kepunahan spesies-spesies tertentu, apalagi
bila tidak diimbangi dengan usaha pengembangbiakannya.
Masuknya spesies dari luar ke suatu daerah seringkali mendesak spesies lokal yang sebenarnya
merupakan spesies penting dan langka di daerah tersebut. Beberapa spesies asing tersebut dapat
menjadi spesies invasif yang menguasai ekosistem. Contohnya ikan pelangi (Melanotaenia
ayamaruensis) merupakan spesies endemik Danau Ayamaru, Papua Barat. Ikan pelangi terancam
punah karena dimangssa oleh ikan mas (Cyprinus carpio) yang dibawa dari jepang dan menjadi
spesies invasif di danau tersebut.
Para petani cendrung menanam tumbuhan dan memelihara hewan yang bersifat unggul dan
menguntungkan, sedangkan tumbuhan dan hewan yang kurang unggul dan kurang
menguntungkan akan disingkirkan. Selain itu, suatu lahan pertanian atau hutan industri
umumnya hanya ditanami satu jeis tanaman (monokultur) misalnya teh, karet, dan kopi. Hal ini
dapat menurunkan keanekaragaman hayati tingkat spesies.
Menurunnya keanekaragaman hayati menyebabkan semakin sedikit pula manfaat yang dapat
diperoleh manusia. Penurunan keanekaragaman hayati dapat dicegah dengan melakukan
pelestarian (konservasi) keanekaragaman hayati. Konservasi keanekaragaman hayati memiliki
beberapa tujuan, antara lain sebagai berikut :
b) Mencegah kepunahan spesies yang disebabkan oleh kerusakan habitat dan pemanfaatan
yang tidak terkendali;
Konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia diatur oleh UU No. 5 tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya dan UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
dengan tiga azas, yaitu tanggung jawab, berkelanjutan, dan bermanfaat.
Pelestarian sumber daya alam hayati harus dilakukan secara terpadu dan melibatkan banyak
pihak. Beikut ini akan dijelaskan dua jenis pelestarian yaitu pelestarian secara In Situ dan
Pelestarian Ek Situ.
6
1. Pelestarian Secara In Situ
Pelestarian secara in situ artinya pelestarian sumber daya alam hayati yang dilakukan di habitat
asalnya. Contohnya, bunga Rafflesia arnoldi di Bengkulu, badak jawa di Ujung Kulon, dan
komodo di Pulau Komodo. Yang termasuk pelestarian sumber daya alam hayati secara in situ
yaitu :
a) Perlindungan alam ketat, yaitu perlindungan alam yang membiarkan alam berkembang
secara alamiah.
b) Perlindungan alam terbimbing, yaitu perlindungan alam yang dibina oleh para ahli.
c) Perlindungan geologi, yaitu perlindungan terhadap formasi geologi (tanah).
d) Perlindungan alam zoologi, yaitu perlindungan terhadap hewan langka dan hampir
punah serta perkembangbiakannya.
e) Perlindungan alam botani, yaitu perlindungan terhadap tumbuhan.
f) Taman nasional, digunakan sebagai tempat rekreasi.
g) Perlindungan pemandangan alam berupa danau dan air terjun.
h) Perlindungan monumen alam berupa perlindungan terhadap benda benda alam yang
terpencil.
i) Perlindungan suaka margasatwa, yaitu perlindungan hewan dari perburuan.
Pelestarian secara ek situ artinya pelestarian sumber daya alam hayati yang dilakukan di luar
habitat asalnya atau dipelihara di tempat lain. Pelestarian secara ek situ ada beberapa macam,
misalnya kebun koleksi, kebun plasma nuftah, dan kebun raya.
7
BAB III
PEMBAHASAN
Keunikan Bali bisa dilihat dari kekerabatan di antara mereka. Mereka sangat ingat pada
asal muasal dari mana asal mereka. Hal ini melahirkan soroh atau wangsa atau golongan
masyarakat. Tatanan masyarakat berdasarkan soroh ini begitu kuat menyelimuti aktivitas
kehidupan masyarakat Bali. Beberapa soroh yang selama ini dikenal adalah Warga Pande,
Sangging, Bhujangga Wesnawa, Pasek, Dalem Tarukan, Tegeh Pulasari, Arya, Brahmana
Wangsa, Bali Aga dan lain-lainnya. Perbedaan pengaruh dari kebudayaan Jawa Hindu di
berbagai daerah di Bali dalam zaman Majapahit, menyebabkan adanya masyarakat Bali yaitu
Masyarakat Bali-Aga dan masyarakat Bali Majapahit. Khusus soroh Bali Aga, dianggap sebagai
Bali Asli. Masyarakat Bali Aga kurang sekali mendapat pengaruh dari kebudayaan Jawa-Hindu
dari Majapahit dan mempunyai struktur Orang Bali Aga. Masyarakat Bali Aga pada umumnya
mendiami desa-desa di daerah pegunungan seperti Desa Sembiran, Cempaga, Sidatapa, Pedawa
dan Tiga Wasa di Kabupaten Buleleng. Desa Tenganan Pegringsingan di Kabupaten
Karangasem. Orang Bali Majapahit pada umumnya merupakan bagian yang paling besar dari
penduduk Bali.
Profil masing-masing desa Bali Aga yang ada di Buleleng, meliputi Desa Sidatapa, Desa
Cempaga, Desa Pedawa, dan Desa Tiga Wasa memiliki profil desa sebagai berikut.
1.) Desa Bali Aga Sidatapa memiliki luas wilayah sebesar 965,4 ha. Dari luas wilayah desa
tersebut ha adalah hutan 149,24 ha, perkebunan 882,3 ha dan 29,45 ha pemukiman.
2.) Desa Cempaga dengan luas wilayah 9.550,15 ha yang terdiri dari hutan/tegal 2550 ha,
perkebunan 92,65 ha, pertanian 46,42 ha dan pemukiman 6840 ha.
3.) Desa Pedawa dengan luas wilayah 16.680 ha yang terdiri dari hutan 8,56 ha, perkebunan
85,106 ha, pertanian 10,15 ha dan pemukiman 18,300 ha.
4.) Desa Tiga Wasa dengan luas wilayah 1690 ha yang terdiri dari hutan 8,41 ha, perkebunan
947,17 ha, dan pemukiman 16,75 ha.
Hasil observasi di lapangan dan hasil wawancara dengan beberapa orang masyarakat
setempat menyatakan bahwa kondisi hutan di masing-masing desa Bali Aga tersebut masih tetap
lestari. Kondisi hutannya sejak dari dahulu hingga saat ini masih tetap seperti biasa.
8
Perubahanperubahan yang terjadi sebagai akibat dari adaptasi terhadap kondisi lingkungan
edafik dan klimatik yang mengglobal seperti saat ini. Jenis hutan yang ada tersebut termasuk
jenis hutan tropika dataran tinggi.
Kondisi di atas tampak sangat kontradiktif dengan kondisi hutan secara umum di
Indonesia. Berdasarkan data yang ada untuk tahun 2000, luas kerusakan hutan di Indonesia
mencapai 54,65 juta ha yang terdiri dari 9,75 juta ha hutan lindung, 3,9 juta ha hutan konservasi,
dan 41 juta ha hutan produksi. Kerusakan lahan di luar kawasan hutan mencapai 41, 69 juta ha
(Direktorat Jendral Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan, 2010). Kerusakan hutan ini
akan berdampak pada klimatologi, hidroorologis, tanah, kesehatan, budaya dan lain-lain baik
secara lokal, nasional maupun global.
Data dari Dinas Kehutanan Propinsi Bali tahun 2002 menunjukkan bahwa dari luas lahan
127.271,5 ha kawasan hutan yang ada, kondisi tegakan/vegetasi hutannya yang masih bagus
seluas 56,06%, hutan bervegetasi belukar atau semak sebesar 25,55% dan sisanya berupa hutan
kritis atau sangat rawan sampai kosong adalah sebesar 18,39%. Ada 3 faktor penyebab
kerusakan hutan di Bali yakni kebakaran, penebangan liar, dan pembibrikan. Kebakaran hutan
tahun 2002 mencapai 544,19 ha; penebangan liar 83,17 m3/th; dan pembibrikan mencapai 5.245,
77 ha (Adnyana dan Suwarna, 2007).
Hutan yang ada di Desa Bali Aga Tigawasa dipandang sebagai suatu tempat suci, di
mana pelaksanaan upacara agama khususnya pada piodalan tertentu dilakukan di hutan tersebut.
Karena hutan dianggap “suci” oleh masyarakat setempat, maka kondisi hutan di desa tersebut
sangat lestari. Berbeda halnya dengan kondisi hutan yang dikelola oleh pemerintah pada
umumnya yang telah banyak mengalami degradasi. Sebagaimana diketahui bahwa kondisi hutan
yang lestari, memberikan ketertarikan tersendiri bagi ekologiwan untuk mengetahui lebih jauh
tentang fenomena dan eksistetensi dari hutan tersebut baik dari sisi biodiversity dan
bioconservation. Kondisi yang berkaitan dengan informasi parameter ekologi vegetasi khususnya
komposisi dan keanekaragaman spesies tumbuhan yang ada di hutan Desa Bali AgaTigawasa
tersebut, belum ada sama sekali bahkan data ilmiah yang dilakukan oleh para peneliti lain pun
belum tersedia sama sekali. Kondisi ini menjadikan ketertarikan penulis untuk melakukan
penelitian dalam mengkaji biodiversity yang meliputi komposisi dan keanekaragaman
9
spesies.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi dan besarnya indeks keanekaragaman
spesies tumbuhan pada vegetasi hutan adat yang ada di Desa Bali Aga Tigawasa-Buleleng.
Tabel 1. Densitas Relatif Spesies Tumbuhan yang Ada di Hutan Desa Tigawasa (Dusun
Congkang)
Komposisi Spesies
Komposisi Spesies Sebagaimana tertera pada Tabel 1.1 bahwa jumlah spesies yang
menyusun vegetasi hutan Desa Bali Aga Tigawasa adalah sebanyak 24 spesies tumbuhan. Dari
24 spesies tumbuhan tersebut ada spesies tertentu yang memiliki densitas relatif yang tinggi dan
yang lainnya memiliki densitas relatif yang rendah. Kondisi ini menunjukkan bahwa masing-
masing spesies memiliki rentangan habitat tertentu. Pada setiap kisaran lingkungan tertentu
memiliki parameter lingkungan tertentu pula, baik faktor edafik maupun faktor klimatiknya.
Setiap terjadi perubahan kisaran lingkungan, maka terjadi pula perubahan faktor edafik dan
klimatiknya. Masing-masing spesies memiliki kisaran lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan
10
hidupnya (Polunin, 1990). Oleh karenanya, besarnya jumlah spesies tumbuhan yang ada di
masing-masing habitat tertentu sangat berkorelasi dengan kondisi lingkungannya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijana (1994) terdapat 34 spesies tumbuhan yang
ada di hutan sawo kecik Taman Nasional Bali Barat; Wijana (2005) melakukan penelitian di
hutan Tenganan Pegringsingan, Karangasem menyimpulkan ada sebanyak 67 spesies tumbuhan
yang menyusun vegetasi yang ada di hutan bukit kangin dan bukit kauh Desa Tenganan.
Penelitian yang sama untuk tahun 2009, diperoleh bahwa terdapat 43 spesies dimana digunakan
untuk bahan sandang, untuk bahan pangan, untuk bahan pangan, untuk obat- obatan, untuk
keperluan upacara agama, dan untuk keperluan rumah tangga. Lebih lanjut Wijana (2010)
melakukan penelitian di kawasan hutan penyangga danau Buyan, menyimpulkan bahwa ada
sebanyak 26 spesies tumbuhan di hutan sebelah barat danau, 23 spesies tumbuhan di hutan
sebelah timur dan ada sebanyak 40 spesies tumbuhan secara keseluruhan spesies tumbuhan yang
ada di hutan penyangga Danau Buyan.
11
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan : Terdapat 24 spesies tumbuhan yang
menyusun vegetasi hutan yang ada di hutan Desa Bali Aga Tigawasa;
2. Spesies tumbuhan yang memiliki nilai desitas relatif paling besar adalahKopi (Anacolosa
frutescens)(22,34%) dan Majegau (Dysoxylum densiflorum);
3. Karakteristik hutan Desa Bali Aga Tigawasa bagian strata bawahnya adalah spesies
Anacolosa frutescens dan strata atas adalah Dysoxylum densiflorum;
4. Rata-rata indeks keanekaragaman spesies pada hutan Desa Bali Aga Tigawasa sebesar
3.3829, yang termasuk dalam kategori sedang.
12
Daftar Pustaka
13