Вы находитесь на странице: 1из 10

Jurnal komunikasi, ISSN 1907-898X

Volume 9, Nomor 1, Oktober 2014

Woman and Political Communication:


Megawati dan Pemimpin Simbolik

Dini Safitri
Universitas Negeri Jakarta

Abstract

The involvement of women in politics in Indonesia has fundamental problems, namely the
minimal representation of women in public spaces. This is because women have been
stigmatized and are positioned in the domestic sphere, taking care of household problems,
without being able to develop themselves in the public sphere. In fact, there are already
rules about the 30% quota for women in parliament, but has not yet been realized. When
you glance at the historical record and the women's movement toward public spaces, has
existed since Indonesia's independence in 1945. Rights of women to choose is basically
recognized. However, the position of women in politics, very volatile in Indonesia. It is
because the democratic process in Indonesia not through means gradual (gradual) but
through jumps (leaps). Each leap democracy will produce political visions different
countries and sometimes very dramatic in seeing women's issues. This phenomenon, then
bring up the figure of Megawati's Indonesian women representing the highest ever reached
peak Indonesian leader. As a leader, Megawati is the symbolic leader. Megawati is
symbolic leader who tried to communicate how to obtain the status, prestige and
reputasinnya, or in other words, to fulfill the functions and symbols are fused.

Key Words: Megawati, Symbolic Leader, Woman and Political Communication

Abstrak

Keterlibatan Perempuan dalam politik di Indonesia mengalami persoalan mendasar, yaitu


keterwakilan perempuan yang sangat minim di ruang publik. Hal ini dikarenakan
perempuan selalu terstigma dan diposisikan berada dalam ranah domestik, mengurusi
masalah rumah tangga, tanpa bisa mengembangkan diri dalam ranah publik. Padahal, sudah
ada aturan tentang kuota 30% perempuan di parlemen, namun belum terealisasi. Bila
melirik catatan sejarah perempuan dan gerakan menuju ruang publik, sudah ada sejak
kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Hak perempuan untuk memilih pada dasarnya
sudah diakui. Namun, posisi perempuan dalam politik, sangat fluktuatif di Indonesia. Hal
itu disebabkan karena proses demokrasi di Indonesia tidak melalui cara-cara bertahap
(gradual) tapi melalui lompatan-lompatan (leaps). Setiap lompatan demokrasi akan
menghasilkan visi-visi politik negara yang berbeda dan terkadang sangat dramatis dalam
melihat persoalan perempuan. Fenomena tersebut, kemudian memunculkan sosok
Megawati yang mewakili perempuan Indonesia yang pernah mencapai puncak pemimpin
tertinggi Indonesia. Sebagai seorang pemimpin, Megawati adalah pemimpin simbolik.
Megawati mewakili sosok pemimpin simbolik yang mencoba mengomunikasikan bagaimana
memperoleh status, prestise dan reputasinnya, atau dengan kata lain untuk memenuhi
fungsi dan simbol yang menyatu.

Kata Kunci : Megawati, Perempuan dan Komunikasi Politik, Pemimpin Simbolik

49
Jurnal komunikasi, Volume 9, Nomor 1, Oktober 2014

Pendahuluan Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2007


Keterlibatan Perempuan dalam politik di tentang Komisi Pemilihan Umum (KPU),
Indonesia, menemui persoalan dasar, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
yaitu persoalan keterwakilan perempuan tentang Partai Politik, disusul dengan
yang sangat minim di ruang publik. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008
Keterwakilan ini, tidak hanya bisa dilihat tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
dari minimnya jumlah perempuan yang Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
duduk sebagai anggota DPR RI, namun Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
juga partisipasi perempuan dalam politik Daerah.
dan masyarakat. Hal ini terkait erat Undang-Undang tersebut mengama-
dengan perosalan budaya di Indonesia, natkan kuota 30% keterwakilan perem-
dimana perempuan selalu terstigma dan puan dalam kepengurusan partai politik di
diposisikan berada dalam ranah domestik, tingkat pusat dan daerah dalam daftar
mengurusi masalah rumah tangga, tanpa yang diajukan untuk calon anggota
bisa mengembangkan diri dalam ranah legislatif. Namun faktanya, UU tersebut
publik. Padahal, dalam kebijakan peme- belum terealisasi. Berikut data Reka-
rintah, sudah ada kemajuan yang dicapai, pitulasi Keterwakilan Perempuan di DPR
terkait dengan pemberdayaan perempuan RI 2009-2014:
di bidang politik, yaitu ditetapkannya

Tabel 1. Jumlah dan Prosentase Anggota Legislatif Perempuan


di DPR RI 2009-2014

Jenis Kelamin Jumlah Prosentase (%)


Perempuan 99 orang 17,68
Laki-Laki 461 orang 82,32
Sumber: Situs Resmi DPR RI http://www.dpr.go.id. diakses tanggal 3 JUNI 2014

Berdasarkan tabel jumlah dan perempuan menjadi diskriminatif dan


prosentase anggota legislatif perempuan menguntungkan laki-laki. Menurut Gaffar
di DPR RI diatas, terlihat dominasi laki- (2001: 4), konstruksi sosial, membutakan
laki di parlemen. Hal ini menunjukan perempuan dan tidak memungkinkan
adanya distribusi kekuasaan yang tidak mereka untuk berperan secara aktif dalam
seimbang. Penyebabnya adalah secara politik. Kekuasaan laki-laki sangat kuat,
sosial dan budaya, dominasi tersebut didukung sistem sosial dan budaya,
terjadi karena kekuasaan laki-laki membuat peran perempuan dalam politik
didukung oleh sistem patriakal yang sangat jarang mencapai puncak.
menguasai paradigma dunia. Akibatnya, Seandainya ada perempuan yang berada
pemahaman dan perlakuan diskriminatif dalam posisi puncak, maka lebih banyak
serta ketidakadilan atas perempuan, kekal karena realitas di luar mereka. Realitas
dengan berbagai bentuk. Terkadang yang membuat perempuan harus keluar
paradigma patriakal tersebut, tanpa sadar dan berontak serta tidak mau hanya
didukung oleh perempuan sendiri. sekedar dijadikan instrumen politik. Maka
lahirlah gerakan perempuan menuju
Pemahaman patriarki yang sudah ruang publik.
ada dalam paradigma dunia,
menyebabkan konstruksi tentang
50
Dini Safitri, Woman and Political Communication: Megawati dan Pemimpin Simbolik

Majunya perempuan ke ruang dan terbungkam (silenced and thwarted


publik dan menduduki tempat-tempat majority). Lahirnya gerakan perempuan
strategis pengambilan keputusan adalah untuk memulihkan hak-hak politiknya,
satu-satunya cara agar kepentingan erat kaitannya dengan proses transformasi
perempuan terwakili. Tokoh Feminis sosial yang identik dengan transformasi
politik, Mary O Brien (1989:155), pernah demokrasi. Tujuannya adalah untuk
mengutarakan, perempuan selama ini, menciptakan suatu hubungan antar
hanya digunakan sebagai alat oleh partai sesama manusia yang secara fundamental
demi alasan pembaharuan dunia (in the baru, lebih adil, dan saling menghargai.
name of a vision that transforms the Berikut ini adalah gambaran tujuan
world). Perempuan dijadikan alat politik gerakan perempuan ke ruang publik:
dan menjadi kaum mayoritas yang inferior

Gambar 2. Wilayah Kebebasan Perempuan

(http://filsufgaul.wordpress.com/2012/03/11/perempuan-dan-politik-di-indonesia/)

Berdasarkan gambar diatas, kita menjadi jurang yang sangat sulit dilalui
mendapat gambaran mengenai peran perempuan. Sebagai contoh adalah kasus
ideal perempuan dalam politik. Perem- Indonesia.
puan di seluruh dunia berkeinginan untuk Sejak kemerdekaan Indonesia pada
mempengaruhi keputusan-keputusan tahun 1945, hak perempuan untuk
yang menyangkut keluarga, per- memilih pada dasarnya sudah diakui.
ekonomian, masyarakat, negara, serta Namun, posisi perempuan dalam politik,
struktur hubungan internasional. Mereka sangat fluktuatif. Menurut Blackburn
berangkat dari sebuah kesadaran bahwa (2004:94), hal itu disebabkan, karena
apa yang terjadi dalam dirinya, pikiran proses demokrasi di Indonesia tidak
serta tubuhnya, tidak pernah lepas dari melalui cara-cara bertahap (gradual) tapi
urusan politik. Hal ini merupakan usaha melalui lompatan-lompatan (leaps).
kemanusiaan agar semua masyarakat, Setiap lompatan demokrakrasi, akan
laki-laki dan perempuan, dari segala ras, menghasilkan visi-visi politik negara yang
etnis, bangsa, dan agama dapat menikmati berbeda, dan terkadang sangat dramatis,
hak asasinya. Walaupun begitu, ada saja dalam melihat persoalan perempuan.
faktor budaya, sistem sosial, sistem Berbagai solusi sudah banya ditawarkan,
politik, hingga masalah kemiskinan seperti memperkuat sistem politik dengan
51
Jurnal komunikasi, Volume 9, Nomor 1, Oktober 2014

konstitusi dan aturan hukum yang Tinjauan Pustaka


berpihak pada perempuan. Namun Menurut Oxford English Dictionary,
dengan keterwakilan perempuan yang Helliwel dan Hindes (dalam Taylor, edt.
hanya 17% di parlemen, mampukah 1999: 73), terdapat beberapa makna
mereka memperkuat sistem? Nyatanya tentang kata kekuasaan. Pertama,
selama 5 tahun kemarin, tidak banyak kekuasaan adalah memiliki kontrol dan
yang bisa dilakukan. kekuatan memerintah terhadap pihak
Namun ada cerita menarik dalam lain. Para sosiologis memahami ke-
pemilu 2014 ini, yaitu kemunculan sosok kuasaan sebagai kapasitas untuk men-
Megawati yang kerap mewarnai dapatkan pihak lain, melakukan apa yang
pemberitaan pemilu. Bukan sebagai diharapkan, atau diminta dilakukan.
capres, seperti lima atau sepuluh tahun Kedua, kekuasaan adalah
sebelumnya, namun sebagai seorang “ibu” kemampuan yang legal, kapasitas atau
yang berkuasa terhadap salah satu capres kewenangan untuk bertindak, khususnya
yang diusung dari PDIP. Keterwakilan pada proses mendelegasikan kewenangan.
Megawati dalam cerita pemilu 2014, Kekuasaan dalam pemahaman ini,
menarik untuk dikaji. Mengingat, merujuk pada kewenangan atau hak yang
Megawati pernah menduduki posisi oleh sebahagian orang, mendapatkan
puncak dalam pemerintahan, kemudian pihak lain, melakukan segala, yang
ikut berpartisipasi dalam pemilu untuk mereka anggap sebagai wewenang.
bisa kembali duduk di posisi puncak
tersebut, walau gagal dan gagal. Tapi Ketiga, kekuasan adalah kemam-
kemudian, tampil menjadi sosok “ibu puan untuk melakukan atau mem-
super power” atas capres yang diusung pengaruhi sesuatu atau apapun.
partainya. Keterwakilan perempuan di Kekuasaan dalam konsteks ini, berhu-
ruang publik, pada sosok Megawati, yang bungan dengan agency, yaitu kekuasaan
pernah berkuasa sebagai presiden, dan merupakan kemampuan seseorang untuk
kini “berkuasa” atas capres yang melakukan perubahan/ perbedaan di
diusungnya, menjadikan sosok Megawati dunia. (Taylor, 1997: 73).
sebagai pemimpin simbolik. Menurut Salami (1981), kekuasaan
Pemimpin simbolik menurut Klapp adalah cara membina hubungan-
(1964), adalah pemimpin yang mencoba hubungan antara masyarakat awam dan
mengkomunikasikan bagaimana ia masyarakat politik. Kekuasaan harus
memperoleh STATUS, PRESTISE & membawa kesejahteraan bagi masyarakat
REPUTASI, atau dengan kata lain untuk awam dan bukan mendatangkan dominasi
memenuhi fungsi dan simbol yang yang mengakibatkan ketidakadilan dan
menyatu (Sapir, 1930). Dan, Megawati diskriminasi politik bagi masyarakat
dalam berbagai kesempatan, selalu awam. Namun, jika terjadi kekerasan,
mengomunikasikan bahwa ia adalah anak ketidakadilan, dan diskriminasi pada
presiden, yang sejak kecil sudah hidup di masyarakat awam, yang disebabkan
istana, dan sampai saat ini kehidupannya hegemoni kelompok penguasa dan kaum
tetap seperti itu, seorang pimpinan partai, borjuis termasuk kaum intelektual, maka
yang mempunyai kekuasaan yang sangat Gramsci dalam konsep hegemoninya,
besar. Berdasarkan fenomena tersebut, mengatakan akan selalu ada kekuataan
saya tertarik untuk menelaah bagaimana yang dipergunakan, untuk melawan
Megawati bisa tampil menjadi fenomena tekanan dan sikap represif. Dipercayai
pemimpin simbolik. juga, akan ada cara-cara politik yang
kreatif dan cerdas dari kelompok-
52
Dini Safitri, Woman and Political Communication: Megawati dan Pemimpin Simbolik

kelompok masyarakat, yang tidak mau tersebut, Megawati sudah mampu untuk
menerima hegemoni ideologi yang merancang kesesuian peranan perempuan
menindas. sebagai pemimpin, pada posisi
Menurut Gramsci (dalam Simon, keperempuannya, yaitu sosok “ibu”. Perlu
1999), kekuasaan tidak hanya diperoleh digaris bawahi, posisi ibu, juga pemimpin
dan dipertahankan dengan cara dalam rumah tangga. Ia yang mengatur
kekerasaan, namun dapat diperoleh dan anak-anak, dan hal-hal yang berkenaan
dipertahankan dengan cara soft, yang dengan urusan rumah tangga. Walaupun,
disebutnya dengan hegemoni. Kelompok dalam posisi kepemimpinan, ibu, adalah
yang selama ini dianggap subordinat sosok wakil dari bapak. Sebagai wakil,
penguasa, atau bahkan menentang tetap memiliki kekuasaan dan wewenang.
penguasa, dapat membangun aliansi baru, Hal inilah yang akan ditelaah dalam
guna menciptakan hegemoni baru. Kelas analisa dan interpretasi, bagaimana
dominan, sebagaimana pemahaman Megawati bisa tampil menjadi fenomena
Marxis, yang dipergunakan untuk pemimpin simbolik.
menjelaskan relasi kekuasaan di
masyarakat borjuis, adalah kelompok Metode
dominan yang menggunakan hegemoni
negara dan sumber daya ekonomi serta Metode yang digunakan adalah kualitatif
produksi, yang berakibat, terjadinya yang memfokuskan pada penelitian studi
subordinasi kekuasaan dan sumber daya kasus (case study). Studi kasus adalah
ekonomi dan produksi bagi kelas pekerja. sebuah strategi penelitian yang mengacu
pada -bentuk pertanyaan mengapa dan
Gerakan perempuan ke ruang publik bagaimana. Peneliti tidak mengontrol
dimaksudkan agar keterwakilan peristiwa yang diteliti, namun fokus pada
perempuan dalam hal kekuasaan, fenomena kontemporer dalam beberapa
menjadikan perempuan berani bicara konteks kehidupan. Menurut Yin dalam
untuk menyatakan dan memperdebatkan bukunya Case Study Desing and Method
apa yang mereka inginkan dan harapkan (1989: 13), strategi penelitian studi kasus,
terjadi. Dalam konteks ini, diperlukan dipakai untuk menguji peristiwa kon-
kemampuan perempuan untuk temporer yang berkaitan dengan prilaku,
mengoptimalkan kekuatan bahasa dalam dan hampir tidak dapat dimanipulasi
mengkonstruksi realitas, sebagaimana fakta yang ada.
dinyatakan oleh Castell (1983: 359),
kekuasaan sampai kapanpun, tetap Penelitian ini menfokuskan pada
merupakan aturan sosial yang membentuk pertanyaan penelitian, bagaimana dan
dan mendominasi kehidupan sosial itu mengapa keadaan atau realitas tersebut
sendiri. dapat berlangsung, apa sebenarnya yang
menjadi persoalan yang sesungguhnya,
Lebih lanjut Westwood (2002:5) serta bagaimana menjelaskan keadaan
menegaskan, kekuasaan adalah arsitek yang dialami Megawati. Unit analisis
dunia sosial. Kekuasaan yang merancang penelitian ini Megawati sebagai pemimpin
kesesuaian peranan dalam interaksi dan simbolik. Objek penelitian adalah tulisan
struktur sosial. Atas alasan tersebut, maka di media massa yang menuliskan
perempuan harus memiliki kekuasaan dan Megawati sebagai narasumber, baik ditulis
kesempatan menjalankan kekuasaan, secara langsung dalam kutipan wawancara
sehingga dapat memperoleh pemahaman atau dalam kutipan tidak langsung.
yang sama dan kekuasaan yang seimbang Sumber data diambil secara acak, tidak
dengan laki-laki. Dalam keterwakilan dengan penetapan periode waktu tertentu,
53
Jurnal komunikasi, Volume 9, Nomor 1, Oktober 2014

namun secara bertujuan. Dimana berita Akhirnya PDI terbelah menjadi dua, PDI
yang dipilih telah melalui proses seleksi Soerjadi dan PDI Mega.
yang berhubungan dengan studi kasus Pada Pemillu Tahun 1999, PDI Mega
yang diteliti, pemimpin simbolik. Berita berubah nama menjadi PDI Perjuangan
yang dipilih mulai dari tahun Megawati dan berhasil memenangkan pemilu.
terjun ke dunia politik, sampai pada berita Sayangnya, walau menjadi pimpinan
politik 2014, yang kerap menampilkan partai pemenang pemilu, Megawati tidak
Megawati dan Joko Widodo. serta merta menjadi Presiden. Sidang
Umum 1999, memutuskan Gus Dur
Analisa dan Interpretasi Megawati sebagai presiden dan Megawati sebagai
dan Pemimpin Simbolik wakilnya. Dua tahun kemudian, 23 Juli
2001, mandat MPR RI yang memutuskan
Menurut Klapp (1964), Pemimpin Gus Dur sebagai presiden dicabut.
Simbolik adalah seseorang yang mencoba Barulah, akhirnya Megawati yang menjadi
mengkomunikasikan bagaimana mem- Presiden.
peroleh STATUS, PRESTISE & REPUTASI
atau dengan kata lain untuk memenuhi Masa pemerintahan Megawati
fungsi dan simbol yang menyatu. Dalam berakhir pada tahun 2004, ketika pemilu
hal ini Megawati memiliki status sebagai kembali dilangsungkan. Susilo Bambang
anak kedua Soekarno, presiden pertama Yudhoyono, mantan Menteri Koordinator
Indonesia, dari Fatmawati. Ia dibesarkan pada masa pemerintahan Megawati,
dalam suasana keistanaan karena terpilih menjadi presiden. Sementara
Soekarno menjabat sebagai presiden. Megawati yang mencalonkan diri sebagai
Sebagai anak presiden, Megawati memiliki capres saat itu, gagal memimpin kembali.
prestise, ia bukan “orang biasa”. Lima tahun kemudian, 2009, Megawati
kembali maju sebagai calan presiden, dan
Tidak hanya status dan prestise yang gagal lagi. Yang menarik adalah tahun ini,
menjadi keunggulan Megawati. Ia juga 2014. Sempat sebelumnya diberitakan
berusaha memiliki reputasi sendiri, saat ingin maju kembali, namun akhirnya
mahasiswa, Megawati berkecimpung di Megawati memberikan mandat kepada
dunia politik melalui GMNI. Setelah itu, orang lain untuk maju sebagai capres.
karir politik Megawati terus melaju. Namun langkah politik ini berhasil
Tahun 1986, Mega menjadi wakil ketua membuat kekuasaan Mega menjadi lebih
PDI Cabang Jakarta Pusat. Kemudian, besar dari sebelumnya. Dalam hal ini
pada 1993, terpilih menjadi Ketua Umum media, mulai dari radio, televisi, koran
PDI. Namun, Kongres PDI di Medan sampai media baru, membentuk
tahun 1996, memutuskan untuk panggung yang luas, dimana drama publik
mengganti Megawat dengan Soerjadi diputar, menampilkan Megawati sebagai
sebagai Ketua Umum PDI. pimpinan simbolik. Respon khalayak atas
Megawati pun bereaksi, ia tidak drama ini juga luar biasa, dengan beragam
mengakui hasil kongres tersebut. komentar. Terjadi “perang iklim” opini
Kemudian, terjadi Peristiwa 27 Juli, yang publik dalam mempengaruhi khalayak
menewaskan beberapa pendukung Mega. untuk memilih calon pemimpinnya.
Pada peristiwa itu, pendukung Soerjadi Capres yang diusung Megawati,
berusaha merebut kantor DPP PDI di adalah capres yang juga tidak kalah
Jalan Diponegoro, dari tangan pendukung simbolisnya, dimana jauh sebelumnya, ia
Mega. Beberapa aktivis ditahan dan tak dikenal. Sampai kemudian, maju
dipenjarakan karena kerusuhan tersebut. sebagai gubernur DKI Jakarata, kemudian

54
Dini Safitri, Woman and Political Communication: Megawati dan Pemimpin Simbolik

menjadi pemimpin simbolis yang pengurus PDI, sampai kemudia


membuat khalayak mengangap ia adalah terpilih menjadi ketua umum PDI
sosok orang baik, seperti "pahlawan". yang kemudian menjadi PDIP karena
Namun, dalam perjalanan menuju capres terjadi konflik internal. Dalam hal ini,
ini, penggambaran capres yang diusung Megawati mengikuti pola
Megawati ini, tidak selalu dalam pengkaderan sebelum menjadi ketua
penggambaran baik, terselip opini negatif. umum. Kemudian, setelah menjadi
Hal ini terkait dengan apa yang ditulis ketua umum, Megawati kemudian
Klapp (1964), drama publik dan mengader kader-kader lain untuk bisa
implikasinya terhadap perubahan, yaitu tampil menjadi pemimpin simbolik.
fenomena ketidakstabilan opini publik Salah satunya adalah Megawati mem-
dalam masyarakat modern. berikan mandat kepada Joko Widodo
Lebih lanjut Klapp juga untuk maju sebagai capres dalam
mengatakan, pemimpin simbolik adalah pemilu 2014.
analisis probing dan provokatif dari Sebagai seorang komunikator
proses drama publik dan aktor, yang politik dan aktor politik, Megawati
memainkan peran utama, dibahas dari sudah menunjukan reputasinya
segi signifikansi mereka untuk struktur sebagai Presiden RI ke 5, Ketua
yang berubah dengan cepat masyarakat. Umum PDIP, dan pernah dianugerahi
Diilustrasikan oleh Klap sebagai sejarah oleh Majalah Fortes dalam edisi 4
kasus hidup, bagaimana organisasi sosial September 2004, sebagai nomor 8
dapat menciptakan citra publik dengan dari 100 perempuan, terkuat di dunia.
beragam komentar yang menarik dan Megawati di sejajarkan dengan
pemikiran pada kehidupan publik dalam perempuan-perempuan kelas dunia,
masyarakat. seperti Sonia Gandhi (India) urutan
ketiga, Presiden Filipina Gloria
Berdasarkan gambaran Klapp Arroyo (9), Perdana Menteri
diatas, maka hasil temuan interpretasi Banglades Begum Khaleda Zia (14),
terhadap analisa Megawati sebagai Presiden Sri Lanka Chandrika
Pemimpin Simbolik adalah sebagai Kumaratunga (44), pemimpin oposisi
berikut: Myanmar Aung San Suu Kyi (45) dan
1. Seseorang dapat dikatakan pimpinan Mantan Perdana Menteri Inggris
simbolik, jika ia adalah pimpinan dari Margareth Thatcher (21).
suatu organisasi politik yang duduk 2. Menurut R. Dahl & CE Lindblom
dan memiliki kewenangan formal, (1953), pemimpin simbolis adalah
seperti mereka yang memegang mereka yang merupakan suatu
jabatan publik. Ia juga memiliki latar Interest Group (Kelompok
belakang sosial tertentu dengan pola- Kepentingan) yang khusus sifatnya,
pola pengakaderannya, dan peran yaitu: memiliki sifat persaingan yang
dari komunikatornya sendiri. kuat, memegang suatu dominasi
Dalam hal ini, Megawati memiliki tertentu didalam menentukan suatu
jabatan publik sebagai Ketua Umum kebijakan. Dalam hal ini, Megawati
PDIP. Ia memiliki latar belakang memimpin PDIP, sebagai interest
sosial sebagai anak dari Soekarno, group, yaitu parpol yang memiliki
proklamator dan presiden RI. Saat sifat persaingan yang kuat, dengan
menjadi mahasiswa, Megawati sudah lawan politiknya dalam pilpres 2014.
mulai terjun ke politik dengan terjun Seperti diketahui, pada pemilu 2014
di GMNI, dan kemudian menjadi kali ini, PDIP berhasil tampil kembali,

55
Jurnal komunikasi, Volume 9, Nomor 1, Oktober 2014

menjadi partai yang memperoleh berhasil. Fakta ini, sempat menjadi


suara terbanyak, setelah sebelumnya pertanyaan publik, akankah Megawati
direbut oleh Partai Demokrat. mencalonkan kembali sebagai capres
Namun, perolehan tersebut, tidak dalam pemilu 2014 ini, ataukah
cukup signifikan untuk bisa menyerahkan mandat kepada joko
mengajukan capres sendiri. Dalam hal widodo yang digadang-gadang media
ini, Megawati yang memiliki power akan menjadi capres dari PDIP.
untuk memilih capres dan cawapres Akhirnya, pilihan mandat, yang
yang akan maju dalam pilpres 2014, dipilih Megawati. Ia pun memberikan
maka terpilihlah mandat diberikan surat mandat yang menunjuk
kepada Jokowi dan JK. Kedua orang Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo
ini, menghadapi persaingan yang kuat (Jokowi), sebagai calon presiden dari
dengan satu pasangan lawan mereka, partainya dalam akun Twitter resmi
Prabowo dan Hatta Rajasa. @PDI_Perjuangan. Yang kemudian
3. Menurut J. Rosenau (1963), dirilis dan diliput oleh media
kepemimpinan politik sebagai nasional. Salah satunya seperti yang
kelompok kepentingan, dilihat dari dikutip dibawah ini:
bagaimana mereka membentuk suatu “Pada, Jumat, 14 Maret 2014,
pendapat nasional. Hal tersebut Megawati resmi mendeklarasikan
terlihat dari faktor: latar belakang Jokowi sebagai calon
sosial, persepsi, cara melakukan presiden.Selain mandat,
evaluasi, dan saluran komunikasi Megawati juga menginstruksikan
yang digunakan. Dalam Pemilu 2014 tiga perintah harian bagi seluruh
ini, Megawati banyak membentuk elemen Partai Demokrasi
pendapat nasional, mulai dari Indonesia Perjuangan”.
pemberian mandat yang dilakukan (tempo.co)
sebelum pemilihan legislatif (pileg),
sampai berkonflik dengan Prabowo, Pilihan mandat tersebut, jauh-
ketua umum gerindra, terkait jauh hari sudah bisa dibaca oleh para
pemberian mandat tersebut. Dimana pengamat politik. Karena ada citra
Megawati, dinilai sebagai sosok yang pemimpin simbolik dalam diri jokowi,
berkhianat terhadap perjanjian yang yang disimbolkan oleh media. Maka
pernah dibuat dengan Prabowo, pilihan media, akhirnya menjadi
terkait pilpres 2014. Namun pilihan Megawati, berdasarkan
Megawati, maju terus dan tidak pertim-bangan yang lebih besar, dari
mengindahkan opini negatif tersebut. sekadar mengajukan diri kembali.
Disinilah terlihat power Megawati Itulah latar belakang Megawati
untuk bisa mengindahkan segala memberikan mandat, berdasarkan
tudingan tersebut, dengan membuat persepsi yang ia terima dari media
opini balasan di media. Megawati dan orang-oran dekatnya.
berdalih, dia tidak berkhianat karena Darisanalah, Megawati kemudian
perjanjian tersebut tidak sah, karena melakukan evaluasi sebagai dampak
faktanya tidak terjadi. positif atau negatif dari keputusan
Berdasarkan faktor penyebab yang diambilnya. Kemudian,
terjadinya, dimulai dari latar belakang keputusan tersebut ditetapkan dan
sosial, Megawati pernah menjadi diumumkan melalui media, agar
Presiden, dan beberapa kali diketahui dan dapat dilaksanakan
mencalonkan kembali, namun tidak langkah selanjutnya.

56
Dini Safitri, Woman and Political Communication: Megawati dan Pemimpin Simbolik

4. Menurut E.SAPIR (1930), pemimpim dapat menjadi seorang pemimpin


simbolik adalah seseorang yang dapat simbolik. Megawati, sebagai ketua umum
memenuhi suatu fungsi didalam PDIP, pada pemilu 2014, bersaing kuat
mewujudkan suatu simbol tertentu. dengan partai lainnya, khususnya
Pemberian mandat oleh Megawati, Gerindra. Walau tampil menjadi partai
kepada kadernya, menjadikan yang memperoleh suara terbanyak, PDIP
Megawati sebagai pemberi simbol pimpinan Megawati tidak cukup
kepada Joko widodo untuk signifikan untuk bisa mengajukan capres
meneruskan perjuangannya. Simbol sendiri. Namun posisi Megawati sebagai
ini, menjadikan Megawati sebagai pemimpin partai, sangat menentukan
pemimpin simbolik seutuhnya karena dalam proses pemilihan capres dari PDIP.
dapat mewujudkan dirinya sebagai Dan Megawati menentukan untuk
simbol kekuatan dan kekuasaan yang memberikan mandat kepada Joko Widodo
dapat memberikan mandat. Dan yang dilakukan sebelum pemilu legislatif.
orang lain tidak dapat berlaku Selain itu, dalam Pemilu kali ini,
demikian, hanya Megawati yang Megawati banyak membentuk pendapat
memiliki wewenang untuk nasional, terutama perihal pemberian
memberikannya. mandat yang berujung konflik dengan
Kesimpulan Prabowo, Ketua Umum Dewan Pembina
Partai Gerindra. Pemberian mandat ini
Latar belakang sosial, persepsi, cara menjadikan Megawati menjadi pemimpin
melakukan evaluasi, saluran komunikasi simbolik yang “sesunguhnya”. Megawati
yang digunakan adalah empat faktor yang memberikan simbol kepada Joko widodo
dapat menjelaskan bagaimana Megawati untuk meneruskan “perjuangannya”.

Daftar Pustaka

Buku Saptono, Irawan dan Lukas


Castells, M. 1983. The City and the Luwarso.1996. Megawati
Grassroots: A Cross-cultural Soekarnoputri; Pantang Surut
Theory of Urban Social Movements. Melangkah. Jakarta: ISAI.
Berkeley: University of California
Press Klapp, Orrin Edgar. 1964. Symbolic
Leaders: Public Dramas and Public
Ghaffar, Afan dkk. 2001. Potret Men. USA: Irvington Publisher
Perempuan: Tinjauan Politik,
Ekonomi dan Hukum di Zaman Robert Dahl and C.E. Lindblom. 1953.
Orde Baru. Yogyakarta: PSW UMY Politics, Economics, and Welfare.
dengan Pustaka Pelajar. New York: Harper and Row
O’Brien, Mary. 1989. Reproducing the
World: Essay in Feminist Theory.
Boulder: Westview Press. James N. Rosenau, ed., 1963.
International Politics and Foreign
Policy. New York: Free Press of
Tim Litbang Kompas. 2004. Partai-partai Glencoe.
Politik di Indonesia; Ideologi dan
Program 2004-2009. Jakarta: Simon, Roger. 1999. Gramcsi’s Political
Kompas. Thought, alih bahasa oleh Kamdani
dan Baehaqi, Imam

57
Jurnal komunikasi, Volume 9, Nomor 1, Oktober 2014

Salami, Leonardo. 1981. The Sociology of Ridgeway, Cecilia L. 2011. Framed by


Political Praxis: An Introduction to Gender: How Gender Inequality
Gramsci’s Theory. London & Boston Persists in the Modern World.
NewYork: Oxford.
Sapir, Edward. 1930. Southern Paiute: a
Shoshonean Language. Proceedings Online
of the American Society of Arts and http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfpr
Sciences 65. 1-3. (reprinted 1992, osiding2/fisip201216.pdf
The Collected Works of Edward
Sapir, ed. by William Blight. Berlin: http://www.ukm.my/jkom/journal/pdf_fi
Mouton de Gruyter) les/2013/V29_1_73-97.pdf

Taylor, Steve. 1999. Sociology; Issue and http://www.indiana.edu/~tisj/readers/ful


Debates. Palgrave Macmillan. l-text/14-4%20Stalder.html
Westwood, Sallie. 2002. Power and The
Social. 1 edition. London and New http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id
York: Routledge.
http://tokohindonesia.com

Jurnal http://filsufgaul.wordpress.com/2012/03
/11/perempuan-dan-politik-di-
Blackburn, Susan. 2004. Gradualism indonesia/
Versus Democratic Leaps: Political
Representation of Women In http://profil.merdeka.com/indonesia/m/
Australia and Indonesia. Jurnal megawati-soekarnoputri/
Perempuan edisi 34. Jakarta:
Yayasan Jurnal Perempuan http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/
03/14/269562244/Megawati-
Messner, Michael A. 2011. Gender Tunjukkan-Surat-Mandat-Jokowi-
Ideologies, Youth, Sports, and the Nyapres
Production of Essentialism
Sociology of Sport Journal. Vol. 28: http://www.dpr.go.id.
151-170.

58

Вам также может понравиться