Вы находитесь на странице: 1из 34

Nama : Thesya Kharisma Rani

NIM : 2016730101

1. Bagaimana mekanisme dari sesak napas dan bagaimana

hubungan merokok dengan sesak napas?

1. Terdapat masalah pada alat pernapasan, seperti gangguan di salah satu alat

pernafasan(Trakhea/paru/bronchus/broncheolus), adanya penurunan kemampuan

pengembangan dinding dada (apakah ada otot pernafasan pada dinding dada yang

cedera/costae yang patah/pleura yang berisi cairan patologis/pneumothoraks), kerja

pernafasan otomatis akan meningkat karena kebutuhan O2 meningkat (autonom)

2. Sistem saraf perifer mengirim sinyal ke saraf pusat bahwa jaringan membutuhkan

O2 lebih. Pada saat kita kekurangan O2 atau ada kerusakan pada organ. Organ yang

rusak/kekurangan O2 itu akan memberikan sinyal kepada saraf pusat lalu saraf pusat akan

mengirimkan sinyal kepada paru untuk memrintahkan paru mengambill O2 lebih banyak.

Akhirnya Paru akan bekerja lebih keras dan terjadi percepatan nafas yang akhirnya

menimbulkan sesak.

3. Kerja pernafasan akan meningkat, maka dari itu otot-otot pernafasan bekerja lebih

keras.

4. Ada yang terkompensasi dan tidak terkompensasi. Jika terjadi kompensasi maka

lambat launnafas akan normal. Tetapi jika kompensasi gagal maka O2 yang dihirup dan

masuk kedalam tubuh tidak maksimal walau nafasnya dipercepat, sehingga sel-sel yang

membutuhkan O2 menghasilkan laktat(metabolisme anaerob). Tubuh itu metabolismenya

aerob, membutuhkan O2 untuk menghasilkan piruvat yang nantinya mengahsilkan energi.


Maka dari itu ada kalanya tubuh juga metabolismenya tidak menggunakan O2, bisa

menghasilkan energi, tetapi dengan hasil akhir laktat yang dapat menyebabkan adanya

kerusakan sel.

Hubungan merokok dengan sesak nafas

CO mengikat HB lebih kuat dari pada O2. Sehingga O2 yang masuk ke jaringan

menjadi kurang, karena kita kekurangan O2, maka organ yang kurang O2 memberikan sinyal

kepada saraf pusat. Lalu saraf pusat akan memberikan sinyal kepada para untuk mengambil

O2 lebih banyak. Akhirnya paru pun mendapatkan perintah agar mempercepat nafasnya,

maka dari itu timbulah sensasi sesak nafas

(Sumber : 1. Buku patofisiologi Sylvia edisi 6

2. Djojodibroto, darmanto. 2009. respirologi (respiratory medicine).

Jakarta. EGC. )
Nama : Nadya Lutfi

NIM : 2016730075

1. Wilson,dkk. 1999. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam volume 1.


Jakarta. EGC.
2. Djojodibroto, darmanto. 2009. respirologi (respiratory medicine). Jakarta.
EGC.
3. Sudoyo, aru.w. 2014. buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1 dan 2 edisi 6.
Jakarta. Interna Publishing.
4. Mubin, halim. 2007. Panduan praktis ilmu penyakit dalam diagnosis dan
terapi. Edisi 2. Jakarta. EGC.
5. Cornain, santoso. 2013. Buku ajar patologi robbins. Edisi 9. Jakarta. Elsevier.

Pertanyaan

2. Sebutkan dan jelaskan penyakit yang menyebabkan gejala sesak


nafas dan bagaimana etiologinya ?

Jawab

Penyakit yang Menyebabkan Gejala Sesak Nafas

Penyakit saluran nafas Penyakit vascular paru


 Asma  emboli paru
 Bronchitis kronik  kor pulmonal
 Emfisema  hipertensi paru primer
 Sumbatan laring  penyakit veno-oklusi paru
 Tertelan benda asing

Penyakit parenkimal Penyakit pleura


 pneumonia  Pnemotoraks
 gagal jantung kongesif  Efusi pleura, heotoraks
 adult respiratory distress syndrome (ARDS)  Fibrosis
 Pulmonary infiltrates with eosinophilia ( PIE ) Penyakit dinding paru

 Trauma
 Penyakit neurologik
 Kelainan tulang
Penjelasan dan Etiologinya

A. Asma Bronkial

Asma adalah penyakit obstruksi saluran pernafasan akibat penyempitan saluran nafas
yang sifatnya reversible ( penyempitan dapat hilang dengan sendirinya ) yang ditandai
oleh episode obstruksi pernafasan diantara dua interval asimtomatik. Namun,
adakalanya sifat reversible ini berubah menjadi kurang reversible ( penyempitan baru
hilang setelah mendapat pengobatan ). Penyumbatan saluran nafas yang menimbulkan
manifestasi klinis asma adalah akibat broncokontriksi, pembengkakan mukosa
bronkus dan hipesekresi lender karena hiperreaktifitas saluran pernafasan terhadap
beberapa stimulus.
Hal yang selalu dapat ditemui pada penderita asma adalah saluran pernafasannya yang
hiperresponsif terhadap stimulus. Untuk setiap penderita stimulusnya tidak selalu
sama. Dalam keadaan serangan asma, sangat mudah untuk menegakkan diagnosisnya,
tetapi ketika berada dalam episode bebas gejala, tidak mudah untuk menentukan
seseorang menderita asma.

Etiologi

Walaupun prevelensi kejadian asma pada populasi tidak kecil, yaitu 3-5%, etiologic
asma belum dapat ditetapkan dengan pasti. Tampaknya terdapat hubungan antara
asma degan alergi, selain itu seragan asmanya juga sering dipicu oleh pemajanan
terhadap alergen. Pada pasien yang mempunyai komponen alergi, jika ditelusuri
ternyata sering dapat riwayat asma atau alergi ada keluarganya .hal ini menimbulkan
pendapat bahwa terdapat faktor genetik yang menyebabkan seseorang menderita
asma. Faktor genetic yang diturunkan dalah kecenderungan memproduksi antibodi
jrni IgE yang berlebihan. Seseorang yang mempunyai predisposisi memproduksi IgE
berlebihan disebut mempunyai sifat atopik, sedangkan keadaannya disebut atopi.
Namun, ada penderita asma yang tidak atopik dan juga serangan asma nya disebut
idiodinkratik; biasanya serangan asmanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian
atas.
Patofisiologi

Keadaan yang dapat menimbulkan serangan asma menstimulasi terjadinya


bronkospasme melalui salah satu dar 3 mekanisme yaitu:
1. Degranulasi sel mast dengan melibatkan immunoglobulin E (IgE)
2. Degranulasi sel mast tanpa melibatkan immunoglobulin E (IgE)

Dergranulasi sel mast menyebabkan terlepasnya histamin, yaitu suatu


slow reacting substance of anaphylaxis, dan kinin yang menyebabkan
konstriksi.

3. Stimulasi langsung otot bronkus tanpa melibatkan sel mast.

Episode bronkospastik berkaitan dengan fluktuasi konsentrasi c-GMP (


cyclic guanosine monophosphate) atau konsentrasi c-AMP (cyclic adenosine
monophosphate) atau kontriksi keduanya di dalam otot polos bronkus dan sel
mast. Peningkatan konsentrasi c-GMP dan penurunan konsentrasi c-AMP
intraseluler nerkaitan dengan terjadinya bronkospasme, sedagkam keadaan
yang sebaliknya, yaitu penurununan konsentrasi c-GMP dan peningkatan
konsentrasi c-AMP menyebabkan bronkodilasi. Produksi IgE. Spesifik
memerlukan senitisasi terleih dahulu.

Penurunan aliran udara ekspresi tidak hanya diakibatkan oleh


bronkokonstriksi saja, tetapi juga oleh adanya edema mukosa dan sekresilendir
yang berlebihan.
As

ma
Patologi

Informasi patologik asma didapat dari hasil otopsi. Pada asma yang berat,
ditemukan distensi paru yang berlebihan dan peutupan jalan nafas karena lender
yang tebal dan liat yang menyumbat jalan nafas. Pada kasus yang ringan dan
sedang dapat ditemukan:

 Lesi epitel, permukaan epitel terlepas dari sel basal


 Hipertropi dan hyperplasia otot polos
 Penebalan membaran basal
 Pembesaran kelanjar mukosa
 Edema
Gambaran klinis

Asma bukan penyakit spesifik tetapi merupakan syndrome yang dihasilkan


mekanisme multiple yang akhirnya menghasilkan kompleks gejala klinis termasuk
obstruksi jalan nafas reversible. Sebagai syndrome episodik, terdapat interval
asimtomatik diantara kejadian serangan asma. Ciri-ciri yang sangat penting dari
syndrome ini, seperti dispne, suara mengi, obstruksi jalan napas reversibel terhadap
bronkodilator, bronkus yang hiperrsponsif terhadap berbagai stimulus baik yang
spesifik maupun nonspesifik, dan peradangan saluran pernapasan. Semua ciri-ciri tadi
tidak harus terdapat bersamaan.

Serangan asma ditandai dengan batuk, mengi, serta sesak napas. Gejala yang
sering terlihat jelas adalah penggunaan otot napas tambahan, timbulnya pulsus
paradoksus, timbulnya kussmaul’s sign. Pasein akan mencari posisi yang enak, yaitu
duduk tegak dengan tangan berpegangan pada sesuatu agar bahu tetap stabil, biasanya
berpegangan pada lengan kursi, dengan demikian otot napas tambahan dapat berkerja
dengan baik. Takikardia akan timbul diawal serangan, kemudian diikuti sianosis
sentral.

Gejala asma dapat dibedakan dengan gejala penyakit obstruksi jalan napas
lainnya, seperti bronchitis kronik, mfsema dan fibrosis kistik. Asma terjadi pada
penderita muda yang bukan perokok ; saat berada diantara eksaserbasi akut, nilai
kapasitas residual fungsional adalah normal, daya tahan saat exercise dan parameter
spirometrik pada penderita asma tidak banyak berubah dibandingkan penderita
bronchitis kronik maupun penderita emfisema.

Sebagai ukuran sederhana, dapat dikatakan jika peak flow <120 liter atau
FEV1< 1 liter, keadaan ini disebut obstruksi saluran pernafasan berat.

Untuk menentukan apakah perawatan dirumah sakit, digunakan indeks


penilaian derajat serangan asma sebagai berikut.

 Detak jantung >120/menit


 Takipneu dengan frekuensi>30/menit
 Pulsus parodoksus > dari 18 mmHg
 PEF< dari 120L/menit

Jika ke empath al ini terdapat pada pasie, diperkirakan 95% akan terjadi relaps
dan perlu perawatan di RS. Namun demikian, ternyata yang dapat digunakan sebagai
petunjuk lebih tepat adalah keberhasilan pada terapi inisial. Poto rontgen hanya
bergyna untuk menyingkirkan kemungkinan adanya pneumonia atu pneumothoraks
bukan hanya untuk menilai derajat asma, walaupun hyperplasi paru dapat menujukkan
kemungkinan adanya serangan asma akut.
Penatalaksaan

Telah tercacat yang diakibatkan oleh serangan asma. Seharusnya jika


penatalaksaan penyakit asma tepat, kematian karena asma dapat dihindari.
Penatalaksanaan yang benar adalah penderita dibekali dengan peak flow meter. Peak
flow meter tidak terlalu mahal sedangkan kegunaan nya dalam mencegah penyakit
agar tidak menjadi lebih parah telah terbukti. Setiap penderita asma dianjurkan untuk
mempunyai peak flow meter dirumah. Jika terasa perubahan didalam aliran nafas,
atau pilek, udara dingin atau pun demam, pederita diminta untk mengukur
kemampuan menghembus udara keluar saluran pernafasannya dengan peak flow
meter. Sebelumnya penderita telah mengetahui berapa besar kemampuan terbaiknya.
Apabila angka yang dicapai saat itu diantara 80-100% kemampuan terbaiknya, tidak
perlu khawatir asmanya kambuh; tetapi jika dibawa 80%, penderita harus
menggunakan obat untuk mencegah kambuhnya asma. Jika arus puncaknya dibbawah
50%, berarti penderita perlu mendapatkan perawatan dirumah sakit.

B. Bronkitis kronik

Batasan

Bronkitis kronik didefinisikan sebagai adanya sekresi mucus yang berlebihan


pada saluran pernapasan (bronchial tree) secara terus menerus (kronik) dengan
disertai batuk. Pengertian terus menerus (kronik) adalah terjadi sepanjang hari selama
tidak kurang dari 3 bulan dalam setahun dan telah berlangsung selama 2 tahun
berturut-turut. Batasan ini tidak mencakup sekresi mukus berlebihan yang disebabkan
oleh kanker paru, tuberculosis dan penyakit gagal jantung kongestif. Batasan yang
digunakan adalah para ahli yang menangani pasien di daerah 4 musim. Diagnosis
bronchitis kronik merupakan diagnosis klinis.

Patologi

Bronkitis adalah suatu penyakit yang mempunyai gambaran histologi berupa


hipertrofi kelenjar mukosa bronkial dan peradangan peribronkial yang menyebabkan
kerusakan lumen bronkus berupa metaplasia skuamosa, silia menjadi abnormal,
hyperplasia otot polos saluran pernapasan, peradangan dan penebalan mukosa
bronkus. Sel neutrophil banyak ditemukan pada lumen bronkus dan infiltrate
neutrophil submukosa. Pada bronkiolus respiratorius terjadi peradangan, banyak
ditemukan sel mononuclear banyak sumbatan mukus, metaplasia goblet, dan
hyperplasia otot polos. Seluruh kelainan ini akan menyebabkan obstruksi saluran
pernapasan.
Manifestasi Klinis

Batuk terus menerus yang disertai dahak dalam jumlah banyak, dan batuk
terbanyak terjadi pada pagi hari. Sebagian besar penderita bronchitis kronik tidak
mengalami obstruksi aliran pernapasan, namun 10-15% perokok merupakan golongan
yang mengalami penurunan aliran napas. Penderita batuk produktif kronik yang
mempunyai aliran napas normal disebut penderita bronchitis kronik simpleks (Simplex
chronic bronchitis), sedangkan yang disertai dengan penurunan aliran napas yang
progresif disebut penderita bronchitis kronik obstruktif.

Pemeriksaan fisik idak sensitif untuk bronkits kronik yang ringan sampai sedang,
tetapi pada penderita yang mengalami obstruksi napas, gejalanya telah tampak pada
saat inspeksi yaitu digunakannya oto pernafasan tambahan (accessory respiratory
muscle).

C. Emfisema

Batasan

Emfisema adalah keadaan paru yang abnormal, yaitu adanya pelebaran rongga udara
pada asinus yang sifatnya permanen. Pelebaran ini disebabkan karena adanya
kerusakan dinding asinus. Asinus adalah bagian paru yang terletak di bronkiolus
terminalis distal. Ketika membicarakan emfisema, penyakit ini selalu dikaitkan
dengan kebiasaan merokok. Oleh karena itu, beberapa ahli menyamakan antara
emfisema dan bronchitis kronik.

Patogenesis

Sesuai dengan morfologinya, terdapat 3 jenis emfisema yaitu emfisema panlobular


(panasinar), emfisema sentrilobular, dan emfisema paraseptal.

Kerusakan alveoli disebabkan oleh adanya proteolysis (degradasi) elastin oleh enzim
elastase yang dibuat protease. Elastin adalah komponen jaringan ikat yang meliputi
kira-kira 25% jaringan ikat di paru. Dalam keadaan normal, terdapat keseimbangan
antara degradasi dan sintesis elastin atau keseimbangan antara protease yang
mendegradasi jaringan paru dan protease-inhibitor yang menghambat kerja protease.
Pada perokok, jumlah protease meningkat karena jumlah leukosit dan makrofag di
paru meningkat. Makrofag dan leukosit ini mengandung elastase dalam jumlah yang
tinggi. Dengan banyaknya elastase di paru, banyak jaringan paru yang didegredasi.

Pada penderita yang memiliki paru yang emfisematus ditemukan α1-antitripsin (suatu
protease) dalam jumlah rendah sehingga tidak ada yang menghambat kerja protease
tripsin. Keadaan ini merupakam kelainan kongenital α1-antitripsin adalah suatu α1-
globulin pada laki-laki.

Pemajanan terhadap debu batubara juga merupakan penyebab terjadinya emfisema.


Penentuan apakah memang penyebab emfisema pada pekerja tambang batubara
adalah debu batubara masih diragukan sebab sebagian besar pekerja tersebut adalah
perokok juga. Penyebab lain adalah pemajanan terhadap cadmium.

Manifestasi Klinis

Gejala yang spesifik adalah sesak napas saat melakukan kegiatan (exertional
breathlessness) yang disertai batuk kering dan mengi. Sesak napas tampak jelas pada
penyakit yang telah parah. Penderita menunjukkan hyperinflated lung dengan
berkurangnya ekspansi dada saat inspirasi, perkusi hipersonor dan napas pendek.

D. Bronkiekstasis

Bronkiekstasis adalah kondisi yang ditandai dengan dilatasi abnormal di


bronki dan kehancuran dinding bronkial, dan bisa muncul di seluruh pohon
trakeobronkial atau bisa terbatas pada satu segmen atau lobus. Bronkiektasis biasanya
bilateral dan melibatkan segmen basilar di lobus bawah (Wiliams dan Willkins, 2011).

Bronkiektasis didefinisikan sebagai kelainan pada pelebaran bronki. Proses ini


terjadi dalam konteks infeksi kronis saluran pernapasan dan peradangan. Biasanya di
diagnosis menggunakan perhitungan tomografi scanning untuk menggambarkan
pembesaran pada bronki. Bronkiekstasis juga dicirikan sebagai sumbatan sedikit pada
saluran pernapasan (Paul,2009).

Bronkiekstasis yang merupakan dilatasi abnormal bronkus dapat terjadi


sebagai kelainan konginetal atau terjadi karena infeksi yang menyebabkan inflamasi
serta destruksi jalan napas. Infeksi kistik fibrosis yang merupakan penyebab
bronkiektasis yang sering ditemukan. Jalan napas yang melebar mudah mengalami
kholaps dan dengan demikian bronkiektasis dapat dianggap sebagai penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK).

Penyakit ini menyerang pria maupun wanita dan semua usia. Karena
tersedianya antibiotik untuk mengobati infeksi traktus respiratotik akut, insiden
bronkiektasis telah berkurang secara dramatis dalam kurung waktu 20 tahun terakhir.
Insidennya adalah yang tertinggi di antara Inuit Arktik dan Suku Maori di Selandia
Baru. Antibibiotik digunakan untuk mengatasi infeksi, dan tindakan bedah reseksi
lobus paru yang sakit mungkin diperlukan pada kasus-kasus tertentu jika pengobatan
antibiotik tidak berhasil atau bila terdapat hemoptisis yang berlebihan. Pasien
bronkiektasis dapat memperlihatkan gejala intermiten yang berkaitan dengan infeksi
termasuk batuk-batuk, produksi sputum yang purulen serta berbau busuk dan atau
hemoptisis (batuk darah). Bentuk-bentuk yang berbeda dari bronkiektasis bisa
muncul terpisah atau secara simulutan. Penyakit ini terdiri dari tiga bentuk yaitu
silindris (fusiform), varikosa dan sakular (sistik). Pada bronkiektasis silindris
merupakan bronkiektasis yang paling ringan, bentuk ini sering dijumpai pada
bronkiektasis yang menyertai bronkitis kronik. Bronkus tampak seperti pipa
berdilatasi dan jalan napas yang lebih kecil dipenuhi mukus. Pada bronkiektasis
varikosa, merupakan bentuk intermediet, istilah ini digunakan karena perubahan
bentuk bronkus yang menyerupai varises vena. Pada bronkiektasis sakular, merupakan
bentuk bronkiektasis yang klasik ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan
bronkus yang bersifat ireguler. Bentuk ini kadang berbentuk kista (Williams dan
Wilkins,2008).

Etiologi Bronkiekstasis

Ada banyak faktor yang telah digambarkan sebagai penyebab untuk


Bronkiektasis. Masalah yang menetapkan faktor-faktor ini sebagai penyebab adalah
bahwa subjek biasanya memiliki penyakit paru-parudalam waktu yang lama (lebih
dari 10 tahun) dan dapat bergantung pada jangka panjang retrospektif. Mungkin hal
ini lebih tepat sebagai faktor penyebab definitif. Faktor etiologi yang telah dijelaskan
secara umum semuanya memiliki beberpa peran dalam merusak pertahanan host
terhadap infeksi (Paul, 2009).

Kelemahan dinding bronkus pada bronkiekstasis dapat konginetal ataupun


didapat (acquired) yang disebabkan karena adanya kerusakan jaringan. Bronkiektasis
konginetal sering berkaitan dengan adanya dekstrokardia dan sinusitis, jika ketiga
keadaan ini (bronkiektasis, dekstrokardia dan sinusitis) hadir bersamaan, keadaan ini
disebut sebagai sindom kartagener. Jika disertai pula dengan dilatasi trakea dan
bronkus utama maka kelainan ini disebut trakeobronkomegali. Bronkiektasis yang
didapat sering berkaitan dengan obtruksi bronkus. Dilatasi bronkus mungkin
disebabkan karena kerusakan dinding bronkus akibat peradangan seperti pada
penyakit endobronkial tuberkolosis. Bronkiektasis non-tuberkolosis cenderung terjadi
pada bagian paru bergantung (dependent part) yang menyebabkan aliran drainase
discharge terhambat. Gaya berat menyebabkan akumulasi sputum sehingga infeksi
dan supurasi lebih mudah terjadi.

Berdasarkan lokasinya, bronkiektasis dibagi menjadi :

a. Setempat (localized), yaitu di lobus bawah, lobus tengah kanan atau lingula,
biasanya sebagai komplikasi dari pneumonia yang berat, dapat juga karena
penyumbatan oleh benda asing (misalnya kacang), tumor atau penekan dari luar
(kompresi oleh tuberkulosis kelenjar limfa). Bronkiektasis dilobus atas biasanya
disebabkan oleh tuberkolosis atau aspergilosis bronkopulmonal.

b. Menyeluruh (generalized), biasanya karena infeksi sistem pernapasan yang


berulang disertai kelainan imunitas ataupun kelainan mucocilary clearance. Penyebab
lainnya adalah vaskulitis defisiensi α-1antitripsin, AIDS, sindrom marfan, SLE,
sindrom Syogren, dan sarkoidosis.

Patofisiologi Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah dilatasi abnormal bronkus proksimal dan menengah


(>2mm) yang disebabkan oleh melemahnya atau perusakan komponen otot dan elastis
dinding bronkus. Daerah yang terkena bisa menunjukkan berbagai perubahan,
termasuk peradangan transmural, edema, jaringan parut, dan ulserasi, di antara temuan
lainnya. Parenkim paru distal juga mungkin rusak sekunder terhadap infeksi mikroba
persisten dan pneumonia postobstructive sering. Bronkiektasis dapat bawaan tetapi
paling sering diperoleh (Emmons,dkk. 2008).

Bronkiektasis kongenital biasanya mempengaruhi bayi dan anakanak. Kasus-


kasus penangkapan hasil dari perkembangan pohon bronkial. Bentuk Acquired terjadi
pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih tua dan memerlukan suatu penghinaan
menular, gangguan drainase, obstruksi jalan napas, dan / atau cacat dalam pertahanan
tuan rumah. Jaringan juga rusak sebagian oleh respon host protease neutrophilic,
sitokin inflamasi, oksida nitrat, dan radikal oksigen. Hal ini menyebabkan kerusakan
pada komponen otot dan elastis dinding bronkus. Selain itu, jaringan alveolar
peribronchial mungkin rusak, sehingga fibrosis difus peribronchial. Hasilnya adalah
dilatasi bronkus abnormal dengan kerusakan dinding bronkus dan peradangan
transmural. Temuan paling penting fungsional anatomi saluran napas berubah adalah
sangat terganggu clearance sekresi dari pohon bronkial. Gangguan bersihan sekresi
menyebabkan kolonisasi dan infeksi dengan organisme patogen, berkontribusi
terhadap dahak purulen umumnya diamati pada pasien dengan bronkiektasis. Hasilnya
adalah kerusakan lebih lanjut bronkial dan kerusakan pada lingkaran bronkus,
pelebaran bronkus, gangguan sekresi, infeksi berulang, dan kerusakan yang berlebih
pada bronkial.

E. Pneumonia

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru


(alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses
infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini
berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas
napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit pada anak usia <2
bulan, 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun,
dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun
(Depkes RI, 2002b).

Definisi lainnya disebutkan pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru


yang biasanya terjadi pada anak-anak tetapi lebih sering terjadi pada bayi dan awal
masa kanak-kanak dan secara klinis pneumonia terjadi sebagai penyakit primer atau
komplikasi dari penyakit lain (Hockenberry dan Wilson, 2009). Menurut Misnadiarly
(2008), pneumonia adalah peradangan yang mengenai parencim paru, dari
broncheolus terminalis yang mencakup broncheolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
UNICEF/WHO (2006) menyatakan pneumonia merupakan sakit yang terbentuk dari
infeksi akut dari daerah saluran pernafasan bagian bawah yang secara spesifik
mempengaruhi paru-paru dan Depkes RI (2007) mendefenisikan pneumonia sebagai
salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang mengenai bagian paru
(jaringan alveoli).

Etiologi Pneumonia

Diagnosis etiologi pneumonia pada balita sukar untuk ditegakkan karena


dahak biasanya sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi belum
memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai
penyebab pneumonia. Hanya biakan dari spesimen pungsi atau aspirasi paru serta
pemeriksaan spesimen darah yang dapat diandalkan untuk membantu menegakkan
diagnosis etiologi pneumonia. Meskipun pemeriksaan spesimen fungsi paru
merupakan cara yang sensitif untuk mendapatkan dan menentukan bakteri penyebab
pneumonia pada balita akan tetapi pungsi paru merupakan prosedur yang berbahaya
dan bertentangan dengan etika, terutama jika hanya dimaksudkan untuk penelitian
(Depkes RI, 2002b). Oleh karena alasan tersebut di atas maka penentuan etiologi
pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia.
Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa
Streptococcus pneumoniae dan Hemophylus influenzae merupakan bakteri yang
selalu ditemukan pada penelitian tentang etiologi di negara berkembang. Jenis jenis
bakteri ini ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan
69,1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini
pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus (Fein, dkk, 2006). Berikut
beberapa agent penyebab terjadinya pneumonia.

Bakteri

1. Streptococcus pneumonia Streptococcus pneumoniae adalah diplokokus


gram-positif. Bakteri ini, yang sering berbentuk lanset atau tersusun dalam bentuk
rantai, mempunyai simpai

polisakarida yang mempermudah penentuan tipe dengan antiserum spesifik.


Organisme ini adalah penghuni normal pada saluran pernapasan bagian atas manusia
dan dapat menyebabkan pneumonia, sinusitis, otitis, bronkitis, bakteremia, meningitis,
dan proses infeksi lainnya. Pada orang dewasa, tipe 1-8 menyebabkan kira-kira 75%
kasus pneumonia pneumokokus dan lebih dari setengah kasus bakteremia
pneumokokus yang fatal; pada anak-anak, tipe 6, 14, 19, dan 23 merupakan penyebab
yang paling sering. Pneumokokus menyebabkan penyakit melalui kemampuannya
berbiak dalam jaringan. Bakteri ini tidak menghasilkan toksin yang bermakna.
Virulensi organisme disebabkan oleh fungsi simpainya yang mencegah atau
menghambat penghancuran sel yang bersimpai oleh fagosit. Serum yang mengandung
antibodi terhadap polisakarida tipe spesifik akan melindungi terhadap infeksi. Bila
serum ini diabsorbsi dengan polisakarida tipe spesifik, serum tersebut akan kehilangan
daya pelindungnya. Hewan atau manusia yang diimunisasi dengan polisakarida
pneumokokus tipe tertentu selanjutnya imun terhadap tipe pneumokokus itu dan
mempunyai antibodi presipitasi dan opsonisasi untuk tipe

polisakarida tersebut. Pada suatu saat tertentu, 40-70% manusia adalah


pembawa pneumokokus virulen, selaput mukosa pernapasan normal harus
mempunyai imunitas alami yang kuat terhadap pneumokokus. Infeksi pneumokokus
menyebabkan melimpahnya cairan edema fibrinosa ke dalam alveoli, diikuti oleh sel-
sel darah merah dan leukosit, yang mengakibatkan konsolidasi beberapa bagian paru-
paru. Banyak pneumokokus ditemukan di seluruh eksudat, dan bakteri ini mencapai
aliran darah melalui drainase getah bening paru-paru. Dinding alveoli tetap normal
selama infeksi. Selanjutnya, sel sel mononukleus secara aktif memfagositosis sisa-
sisa, dan fase cair ini lambat-laun diabsorbsi kembali. Pneumokokus diambil oleh sel
fagosit dan dicerna di dalam sel. Pneumonia yang disertai bakteremia selalu
menyebabkan angka kematian yang paling tinggi. Pneumonia pneumokokus kira-kira
merupakan 60-80% dari semua kasus pneumonia oleh bakteri. Penyakit ini adalah
endemik dengan jumlah pembawa bakteri yang tinggi. Imunisasi dengan polisakarida
tipe-spesifik dapat

memberikan perlindungan 90% terhadap bakteremia pneumonia (Brooks, G.F,


dkk, 1996).
2. Hemophylus influenza

Hemophylus influenzae ditemukan pada selaput mukosa saluran napas bagian


atas pada manusia. Bakteri ini merupakan penyebab meningitis yang penting pada
anak-anak dan kadang-kadang menyebabkan infeksi saluran napas pada anak-anak
dan orang dewasa. Hemophylus influenzae bersimpai dapat digolongkan dengan tes
pembengkakan simpai menggunakan antiserum spesifik. Kebanyakan Hemophylus
influenzae pada flora normalMsaluran napas bagian atas tidak bersimpai. Pneumonitis
akibat Hemophylus influenzae dapat terjadi setelah infeksi saluran pernapasan bagian
atas pada anak-anak kecil dan pada orang tua atau orang yang lemah. Orang dewasa
dapat menderita bronkitis atau pneumonia akibat influenzae. Hemophylus influenzae
tidak menghasilkan eksotoksin. Organisme yang tidak bersimpai adalah anggota tetap
flora normal saluran napas manusia. Simpai bersifat antifagositik bila tidak ada
antibodi antisimpai khusus. Bentuk Hemophylus influenzae yang bersimpai,
khususnya tipe b, menyebabkan infeksi pernapasan supuratif (sinusitis,
laringotrakeitis, epiglotitis, otitis) dan, pada anak-anak kecil, meningitis. Darah dari
kebanyakan orang yang berumur lebih dari 3-5 tahun mempunyai daya bakterisidal
kuat terhadap Hemophylus influenzae, dan infeksi klinik lebih jarang terjadi.
Hemophylus influenzae tipe b masuk melalui saluran pernapasan. Tipe lain jarang
menimbulkan penyakit. Mungkin terjadi perluasan lokal yang mengenai sinus-sinus
atau telinga tengah. Hemophylus influenzae tipe b dan pneumokokus merupakan dua
bakteri penyebab paling sering pada otitis media bakterial dan sinusitis akut.
Organisme ini dapat mencapai aliran darah dan dibawa ke selaput otak atau, jarang,
dapat menetap dalam sendi-sendi dan menyebabkan artritis septik. Hemophylus
influenzae sekarang merupakan penyebab tersering meningitis bakteri pada anak-anak
berusia 5 bulan sampai 5 tahun di AS. Bayi di bawah umur 3 bulan dapat
mengandung antibodi dalam serum yangdiperoleh dari ibunya. Selama masa ini
infeksi Hemophylus influenzae jarang terjadi, tetapi kemudian antibodi ini akan
hilang. Anak-anak senng mendapatkan infeksi Hemophylus influenzae yang biasanya
asimtomatik tetapi dapat dalam bentuk penyakit pernapasan atau meningitis
(Hemophylus influenzae adalah penyebab paling sering dari meningitis bakterial pada
anak-anak dari umur 5 bulan sampai 5 tahun). Angka kematian meningitis
Hemophylus influenzae yang tidak diobati dapat mencapai 90%. Influenzae tipe b
dapat dicegah dengan pemberian vaksin konjugat Haemophilus b pada anak-anak.
Anak-anak berusia 2 bulan atau lebih dapat diimunisasi dengan vaksin konjugat
Hemophylus influenzae tipe 6 dengan satu dari dua pembawa dengan dosis boster
yang diperlukan sesuai anjuran standard. Anakanak berusia 15 bulan atau lebih dapat
menerima vaksin konjugat Hemophylus influenzae tipe b dengan toksoid difteri (yang
tidak bersifat imunogenik pada anak-anak yang lebih muda). Vaksin tidak mencegah
timbulnya pembawa untuk Hemophylus influenzae. Pemanfaatan vaksin Hemophylus
influenzae tipe b secara luas telah sangat menurunkan kejadian meningitis
Hemophylus influenzae pada anak-anak. Kontak dengan pasien yang menderita
infeksi klinik Hemophylus influenzae memberi risiko kecil bagi orang dewasa, tetapi
member risiko nyata bagi saudara kandung yang nonimun dan anak-anak nonimun
lain yang berusia di bawah 4 tahun yang berkontak erat (Brooks, G.F, dkk, 1996).

Virus

Virus Setengah kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus


yang sering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV).
Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernafasan bagian atas pada
balita, gangguan ini bias memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar
pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi
terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bias berat dan kadang
menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).

Mikoplasma Mikoplasma

Mikoplasma Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang


menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bias diklasifikasikan sebagai
virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang
dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang
segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka
kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
Protozoa

Protozoa Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia


pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocysititis Carinii Pneumonia
(PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.
Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan,
tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika
ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau specimen yang berasal dari paru
(Misnadiarly, 2008).

Patogenesis dan Penularan Pneumonia

Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau


aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran nafas bagian atas
samadengan di saluran nafas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian
ditemukan jenis mikroorganisme yang berbeda. Pneumonia terjadi jika mekanisme
pertahanan paru mengalami gangguan sehingga kuman patogen dapat mencapai
saluran nafas bagian bawah. Agen-agen mikroba yang menyebabkan pneumonia
memiliki tiga bentuk transmisi primer yaitu aspirasi secret yang berisi
mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring, infeksi aerosol yang
infeksius dan penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal. Aspirasi dan
inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia,
sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang terjadi (Perhimpunan Ahli Paru,
2003).

Menurut WHO (2010), pneumonia dapat menyebar dalam beberapa cara.


Virus dan bakteri biasanya ditemukan di hidung atau tenggorokan anak yang dapat
menginfeksi paru-paru jika dihirup. Virus juga dapat menyebar melalui droplet udara
lewat batuk atau bersin. Selain itu, radang paru-paru bias menyebar melalui darah,
terutama selama dan segera setelah lahir.
Faktor Risiko

Di Indonesia, hasil Survei Kesehatan Nasional (SURKESNAS) menunjukkan


bahwa proporsi kematian bayi akibat ISPA 28%. Artinya bahwa dari 100 bayi yang
meninggal 28 disebabkan oleh penyakit ISPA dan terutama 80% kasus kematian ISPA
pada balita adalah akibat pneumonia. Angka kematian akibat pneumonia pada akhir
tahun 2000 diperkirakan sekitar 4,9/1000 balita (Surkesnas, 2001). Menurut Depkes
RI (2002), pneumonia dapat menyerang semua orang, semua umur, jenis kelamin
serta tingkat sosial ekonomi. Kejadian kematian pneumonia pada balita berdasarkan
SKRT (2001) urutan penyakit menular penyebab kematian pada bayi adalah
pneumonia, diare, tetanus, infeksi saluran pernafasan akut sementara proporsi
penyakit menular penyebab kematian pada balita yaitu pneumonia (22,5%), diare
(19,2%), infeksi pernafasan akut (7,5%), malaria (7%) serta campak (5,2%). Dari
tahun ke tahun pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab kematian bayi
dan balita di Indonesia. Pneumonia merupakan penyebab kematian balita kedua
setelah diare (15,5% diantara semua balita) dan selalu berada pada daftar 10 penyakit
terbesar yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa
pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama
yang berkontribusi terhadap tingginya angka kematian pada balita di Indonesia.
Kematian akibat pneumonia sangat terkait dengan kekurangan gizi, kemiskinan dan
akses pelayanan kesehatan. Lebih 98% kematian balita akibat pneumonia dan diare
terjadi di Negara berkembang (Riskesdes 2007). Banyak faktor risiko yang dapat
menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita. Menurut Depkes (2004), dibagi
menjadi faktor balita, faktor ibu dan faktor lingkungan dan sosioekonomis. Beberapa
faktor risiko yang meningkatkan insidens pneumonia antara lain umur kurang dari 2
bulan, laki-laki, gizi kurang, BBLR, tidak

mendapat ASI memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi


tidak memadai, membedong anak (menyelimuti berlebihan) dan defisiensi vitamin A.
Sedangkan faktor risiko meningkatkan angka kematian pneumonia antara lain umur
kurang dari 2 bulan, tingkat sosioekonomi rendah, gizi kurang, BBLR, tingkat
pendidikan ibu rendah, tingkat jangkauan pelayanan kesehatan rendah, kepadatan
tempat tinggal, imunisasi tidak memadai, dan menderita penyakit kronis. (Depkes RI,
2000). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia dibagi menjadi 3
faktor yaitu: faktor balita, faktor lingkungan dam faktor perilaku.

Faktor Anak

a. Umur

Bayi lebih mudah terkena pneumonia dibandingkan dengan anak balita. Anak
berumur kurang dari 1 tahun mengalami batuk pilek 30% lebih besar dari kelompok
anak berumur anatara 2 sampai 3 tahun. Mudahnya usia di bawah 1 tahun
mendapatkan risiko pneumonia disebabkan imunitas yang belum sempurna dan
lubang saluran pernafasan yang relatif masih sempit. Menurut Daulaire (1991), risiko
untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak berumur dibawah 2 tahun
dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak dibawah 2
tahun belum sempurna dan lumen saluran nafas yang masih sempit.

b. Jenis kelamin

Dalam program pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (P2


ISPA) dijelaskan bahwa laki-laki adalah faktor risiko yang mempengaruhi kesakitan
pneumonia (Depkes RI, 2004). Menurut Sunyataningkamto (2004), hal ini disebabkan
karena diameter saluran pernafasan anak laki-laki lebih kecil dibandingkan dengan
anak perempuan atau adanya perbedaan dalam daya tahan tubuh antara anak laki-laki
dan perempuan. Dari penelitian di Indramayu yang dilakukan selama 1,5 tahun
didapatkan kesimpulan bahwa pneumonia lebih banyak menyerang balita berjenis
kelamin laki-laki (52,9%) dibandingkan perempuan (Sutrisna, 1993).

c. Status Imunisasi Campak

Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada
balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit.
Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan imunisasi
untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita. Salah satu pencegahan
untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat pneumonia adalah dengan
pemberian imunisasi. Sekitar 43,1% - 76,6% kematian akibat ISPA yang berkembang
dapat dicegah dengan imunisasi seperti Difteri, Pertusis, dan Campak. Bila anak
sudah dilengkapi dengan imunisasi DPT dan campak, dapat diharapkan
perkembangan penyakit ISPA tidak akan menjadi berat. Sebagian besar kematian

ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi seperti Difteri, Pertusis dan Campak. Maka peningkatan
cakupan imunisasi akan berperan besar dalam pemberantasan ISPA. Dengan
imunisasi campak yang efektif, sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah.
Dari hasil pengamatan selama 58 tahun periode penelitian di Amerika Serikat
terhadap kematian karena pneumonia balita diamati sejak tahun 1939 sampai 1996
menunjukkan vaksinasi campak berperan dalam menurunkan kematian akibat
pneumonia (Sjenileila, 2002).
Nama : Reza Ahmad Fauzi
NIM : 2016730093

3. Apa penyebab pasien sering berkeringat terutama pada malam hari?

Mekanisme berkeringat pada malam hari

Berkeringat pada malam hari atau yang dikenal dengan nocturnal hiperhidrosis
merupakan suatu kondisi umum yang sering dialami banyak orang pada keadaan normal.
Berkeringat pada malam hari pada kondisi normal dapat terjadi karena keadaan suhu
lingkungan yang sedang naik, setelah mengkonsumsi alkohol, merokok, atau bahkan terjadi
setelah makan pada malam hari karena metabolisme tubuh yang meningkat.Pada orang
dewasa yang sehatpadamalamhari, istirahatatautidur, metabolisme (BMR) menurun,
sedangkanpadakeadaansakit TB yang merupakan proses infeksiatausakit TB metabolis
memeningkat, sehingga akan timbul keringat pada malam hari.

Namun berkeringat pada malam hari juga dapat menandakan adanya suatu kelainan
medis yang perlu diwaspadai. Yang membedakan berkeringat pada malam hari karena
kondisi normal dengan karena adanya suatu gangguan adalah munculnya hot flushes atau
sengatan panas. Sengatan panas ini terjadi karena adanya suatu gangguan pada tubuh, dan
waktu munculnya bisa sangat sebentar sekitar 30 detik, atau bahkan sangat lama sampai
sepanjang malam. Hal-hal pada kelainan medis yang dapat mengakibatkan keringat
berlebihan pada malam hari adalah sebagai berikut:

1. Menopause.

Dapat terjadi pada proses mulai terjadinya menopause. Yang bersangkutan akan
merasakan mulai dari perasaan panas sampai ada yang bermandikan keringat saat tidur.
Initerjadi karena ketidak keseimbangan hormon dan fluktuasi hormon estrogen dalam tubuh
wanita saat sudah mulai menopause.
2. Infeksi.

Yang paling klasik adalah TBC. Keringat malam merupakan suatu tanda utama
seseorang mungkin terinfeksi oleh kuman TBC. Mekanismenya terjadi saat kuman TB masuk
ke dalam tubuh. Lalu sistem imun tubuh akan merespon dengan memanggil makrofag yang
ada pada peredaran darah untuk menuju kesumber infeksi. Di tempat itu, makrofag akan
mengelilingi kuman dan memfagositnya. Dari makrofag-makrofag yang telah
menghancurkan kuman TB itu akan lisis sehingga keluarlah TNF-α dan mediator-mediator
inflamasilainnya. TNF-α iniakanberedar di dalam darah dan menuju ke hipotalamus untuk
mengubah set point tubuh sehingga tubuh menjadi demam. Karena set point tubuhmeningkat,
maka tubuh akan mengkompensasinya dengan menggigil untukm enyamakan suhutubuh
dengan set point. Pada infeksi kuman TB, set point yang meninggi hanya beberapa waktu saja
dan berlangsung sebentar. Saat set point kembali turun, maka tubuh yang telah meninggikan
suhunya harus mengkompesnsasinya lagi. Caranya adalah dengan mengeluarkan panas tubuh
melalui keringat. Namun, ada beberapa sumber lain yang mengatakan bahwa berkeringat
malam hari pada infeksi TB dikarenakan toksik yang dikeluarkan oleh kuman TB membuat
kelenjar sebasea tubuh menjadi hiper ekskresi.

Tapi ada infeksi lain juga dapat menyebabkan keringat malam seperti endocarditis
(infeksi katup jantung), osteomyelitis (infeksi dalam tulang), atau terjadi abses (bisul
bernanah) pada kulit. Infeksi HIV Juga dapat menimbul kan keringat malam
.

3. Obat-Obatan.

Beberap aobat-obatan yang sedang dikonsumsi dapat menimbulkan keringat malam.


Yang paling seringa dalah obat-obatan penurun panas atau demam seperti Paracetamol,
ibuprofen, asetaminofen, dll. Dapat menyebabkan keringat malam saat demam tubuhm ulai
berkurang. Kemudian golongan anti depressant, yang terjadipada 8-22% kasus. Selain dua
kelompokobat di atas ada juga niacin (obat penurun lemak darah), obat-obat diet, tamoxifen,
hydralazine, nitroglycerine, beberapagolongan steroid, kemudian sildenafil (yang biasa
dengan merk Viagra); semuanya dapat menyebabkan keringat malam.

4. Hypoglycemia.

Pada kondisi kadar gula darah yang sangat rendah dapat menimbulkan keringat dan
bila terjadi pada saat tidur malam hari, makater jadilah keringat malam. Sering terjadi pada
orang dengan DM yang menggunakan insulin tapi kemudian terjadi hypoglycemia.
5. Kelainan Hormonal.

Selain pada kasus menopause, kondis imasalah kelainan hormonal lain juga dapat
menyebabkan keringat malam. Kondisi tersebut antara lain hyperthyroid atau meningkatnya
fungsi kelenjar thyroid yang sampai dapat menyebabkan badai thyroid.

6. Kanker.

Keringat malam dapat merupakan gejala awal dari beberapa kasus kanker. Yang
paling utama dengan gejala awal keringat malama dalah lymphoma yang
termasukkedalamkankerganas. Keringatmalam yang merupakan tanda kanker biasa diikuti
juga oleh gejala lain seperti turunnya berat badan, lesu, dan sering menderitad emam.

7. KondisiNeurologis.

Merupakan penyebab keringat malam yang jarang. Kondisi tersebut di antaranya:


autonomic dysreflexia, post-traumatic syringomyelia, stroke, dan autonomic neuropathy.
Kondisi-kondisi ini tidak akan kita bahas di sini.

8. Idiopathic hyperhidrosis.

Suatu kondisi yang tidak diketahui penyebab medisnya di mana tubuh memproduksi
keringat yang sangat banyak. Biasanya juga disertai dengan kondisi yang hampir sama saat
sianghari dan terutama terjadi pada telapak tangan dan telapak kaki.

Referensi : Guyton, Arthur C. 2016. Buku Ajar FisiologiKedokteran.


Singapura: ELSEVIER.
Jurnal Nocturnal Hiperhidrosis, http://www.nhs.uk/conditions/night-
sweats/Pages/Introduction.aspx
Nama : Fahrianti Samad
NIM : 2016730033

4. Bagaimana mekanisme terjadinya bunyi napas rhonki


dan suara vesikuler melemah pada hemithorax kanan?

1. Vesikular, terdengar sebagai bunyi yang tenang, bernada rendah. Suara ini terdapat pada
paru yang normal, di mana suara inspirasi lebih keras dan lebih tinggi nadanya serta 3x lebih
panjang dari pada ekspirasi. Suara vesicular diproduksi oleh udara jalan nafas di alveol.
Suaranya menyerupai tiupan angin di daun-daunan. Antara inspirasi dan ekspirasi ,tidak ada
bunyi nafas tambahan. Bunyi ini normalnya terdengar di seluruh bidang paru, kecuali di atas
sternum atasdan di antara skapula. Bunyi nafas vesikular disertai ekspirasi yang memanjang
dapat terja di pada emfisema paru.Suara vesikuler melemah kemungkinan adanya cairan,
udara, jaringan padat pada rongga pleura dan keadaan patologi paru.
Ronki pada inspirasi akhir atau pan inspirasi menunjukan kemungkinan penyakit yang
mengenai alveoli dan dapat bersifat halus, sedang, atau kasar.Ronki halus di deskripsikanse
bagai bunyi rambut yang d igosok-gosok dengan jari-jari tangan.Bunyi ini secara khas
disebabkan oleh fibrosis paru.Ronki sedang biasanya akibat gagal ventrikel kiri, bila ada
cairan alveoli merusak fungsi dari surfaktan yang disekresi dalam keadaan normal.Ronki
kasar khas untuk pengumpulan sekret yang tertahan dan memiliki kualitas seperti mendeguk
yang tidak mengenakan.Bunyi ini cenderung berubah dengan batuk yang juga memiliki
kualitas yang sama. Bronkiektasis paling sering menyebabkan terjadinya ronki, tetapi setiap
penyakit yang menimbulkan retensi secret dapat menyebabkan gangguan ini.

Ronki mungkin disebabkan oleh hilangnya stabilitas jalan napas perifer yang kolaps pada
saat ekspirasi.Tekanan inspirasi yang tinggi menyebabkan terjadinya pemasukan udara cepat
ke dalam unit-unit udara distal.Hal ini menyebabkan pembukaan yang cepat dari alveoli dan
bronkus kecil atau bronkus sedang yang mengandung secret pada bagian-bagian paru yang
berdeflasi sampai volume residu.

2. Perkusi: batasjantungkiri: lineamidklavikularissinistra ICS V


3. Batas jantungkanan: lineaparasternaliskanan ICS IV
4. Batas jantungatas: ICS II
5. Auskultasi: Mitral, Tricuspid, Aorta, Pulmonal
7. Tidakada.
9. - RR meningkat, karenapasienmengalamisesaksehinggaterjadi
10. kompensasiuntukmeningkatkanventilasinapas.
11. - Hemithoraxkananterjadihiperinflasiparukarenaudara
12. tidakbisakeluarketikaekspirasi
Nama : Khoerunnisa Cahyani Kurnia

NIM : 2016730056

5. Jelaskan mengapa sesak napas semakin memberat saat

beraktivitas!

Melakukan aktivitas tentu saja menggunakan otot, ketika beraktivita sotot-otot


yang digunakan mengalami kontraksi, otot yang berkontraksi akan mengeluarkan gas
Co2 yang merupakan gas hasil metabolisme di jaringan, Co2 akan bereaksi dengan
H2O di dalamtubuh yang akan menghasilkan H2Co3 (asam karbonat). Oleh karenaitu,
darah menjadi lebih asam di tingkat kapiler sistemik sewaktu darah menyerap Co2dari
jaingan yang menyebabkan penurunan afinitas HB terhadap O2dan menambah
pembebasan O2 ditingkat jaringan untuk PO2 tertentu, sehingga pasokan O2 keseluruh
tubuh akan berkurang.
Hal ini menyebabkan jaringan mengirim implus kepada kemoreseptor untuk
memompa oksigen sehingga pasokan oksigen bisa terpenuhi dengancara bernapas
dengan cepat

Sumber : Sherwood
Nama : Utami Rizalvi

NIM : 2016730102

Tutor : dr. Tjahaja Haerani S, SpParK

6. Jelaskan mengapa pasien mengalami nyeri dada pada bagian sebelah

kanan pada saat bernafas?

Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru.

Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan

auskultasi suara nafas bronkial. Mungkin juga didapatkan suara pernafasan rhonki basah dan

kasar serta nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura suara nafasnya

menjadi vesikuler melemah.

Nyeri pada dada terjadi karena adanya infiltrat yang diliputi dengan penebalan pleura.

Nyeri dada juga timbul bila infiltrasi radang sudah sampai kepleura. Sehingga menimbulkan

pleuritis. Terjadi gesekan pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan nafasnya.

Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi

otot –otot interkostal. Bagian paru-paru bagian paru yang sakit jadi menciut menarik sisi

mediastinum atau jaringan paru lainnya. Bagian paru yang sehat menjadi hiperinflasi. Bila

jaringan fibrotiknya amat luas yakni > setengah jumlah semua jaringan paru semua jaringan

paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri

pulmonalis (hipertensi pumlonal) diikuti terjadinya kor-pulmonal dan gagal jantung kanan

seperti takipnea, takikardia, sianosis, right venticular lift, right aterial gallop, murmur graham

steel, bunyi P2 yang mengeras tekanan vena juguralis yang meningkat, hepatomegali, ascites

dan edema.
Bila TB paru yang sudah lanjut mengenai pleura akan terbentuklah efusi pleura. Paru yang

sakit agak lebih tertinggal dalam pernafasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi

memberikan suara nafas yang lemah sampaitidak terdengar sama sekali.

Sumber:

Bahar, Asril. et al. 2015. Ilmu Penyakit Dalam edisi 5 jilid 1. Jakarta: Interna

Publishing

Ward, Jeremy P.T. et al. 2008. At a glance sistem respirasi edisi 2. Jakarta: Erlangga

medical series
Nama : Ratu Manik Kencana

NIM : 2016730090

9. Diferential diagnostic 2

Bronkiektasis

1. Definisi

Bronkiektasis adalah penyakit paru yang ditandai dengan dilatasi bronkus

yangterjadi secara kronik. Kelainan yang terjadi akibat perubahan- perubahan dalam

dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis seperti otot-otot polos yang

terdapat di bronkus, pemuluh darah dan tulang rawan. Bronkus yang terserang

biasanya bronkus- bronkus kecil (medium size), dan jarang terjadi pada bronkus-

bronkus besar.

2. Epidemiologi

Di Negara barat, bronkiektasis terjadi pada kurang lebih 1,3% dari penduduk.

Angka yang lumayan besar ini kemudian menurun setelah ditekannya frekuensi

penyakit infeksi paru dengan penggunaan antibiotic. Di Indonesia sendiri belum ada

laporannya.
3. Etiologi

Penyebab dari bronkiektasis sampai saat ini belum diketahui secara pasti,

tetapi banyak factor yang mempengaruhinya diantaranya yaitu :

A. Congential bronchiectasis

Pada kelainan kongential, brokiektasis terjadi saat individu dalam

kandungan. Faktor genetik atau factor pertumbuhan dan perkembangan fetus

menjadi peran yang penting. Bronkiektasis yang disebabkan oleh kelainan

kongential memiliki ciri yaitu mengenai hampir semua organ bronkus pada paru.

Selain itu, bronkiektasis kongential sering menyertai penyakit-penyakit lain

seperti : muscuoviscidosis dan sindrom kartagener.

B. Acquired bronchiectasis

Bronkiektasis sering terjadi akibat kelainan yang di dapat, dan kebanyakan

akibat dari proses berikut ini :

a. Infeksi

Infeksi pada paru yang berulang dan berlangsung lama bisa

menyebabkan terjadinya bronkiektasis. Bronkiektasis sering terjadi kepada

seseorang dengan pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama.

b. Obstruksi bronkus

Obstruksi bronkus disini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab

korpus alienum,karsinoma bronkus, atau tekanan dari luar.


4. Patogenesis

Patogenesis bronkiektasis tergantung pada factor penyebabnya. Apabila bronkiektasis

disebabkan oleh kelainan kongential , patogenesis nya tidak diketahui, namun erat

hubungannya dengan factor genetika serta pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam

kandungan. Pada bronkiektasis dengan factor yang di dapat, patogenesisnya diduga melalui

beberapa mekanisme dan beberapa factor yang berperan, antara lain : 1) factor obstruksi

bronkus 2) factor infeksi pada bronkus atau paru, 3) factor adanya beberapa penyakit paru

seperti fibrosis paru, asthmatic pulmonary eosinophilia, dan 4) factor intrinstik dalam

bronkus atau paru.

5. Gambaran klinis

Gejala dan tanda klinis yang timbul pada bronkiektasis tergantung pada luas dan

beratnya penyakit,lokasi kelainan nya dan ada tidaknya komplikasi lanjut. Patognomonik dari

bronkiektasis adalah adanya batuk kronik disertai dengan produksi sputum, adanya

hemoptisis dan pneumonia yang berulang.

6. Diagnosis

Diagnosis bronkiektasis kadang-kadang sulit di tegakkan walaupun sudah melakukan

pemeriksaan lengkap dan kadang-kadang juga mudah diduga, yaitu hanya dengan anamnesis

saja.

Diagnosis pasti bronkiektasis dapat ditegakkan apabila telah ditemukan adanya

dilatasi dan nekrosis dinding bronkus dengan prosedur pemeriksaan bronkografi yaitu dengan

cara melihat bronkogram yang didapatkan dan CT scan.


7. Pengobatan

Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas dua kelompok yaitu pengobatan

konservatif dan pengobatan pembedahan. Pengobatan konservatif terdiri atas : pengelolaan

umum, pengelolaan khusus,pengobatan simtomatik.

a. Pengobatan konservatif

Pengelolaan umum. Pengelolaan umum ini ditunjukkan kepada semua pasien

bronkiektasis. Meliputi :

- Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien. Contoh :


membuat ruangan hangat,mencegah/menghentikan merokok,mencegah/
menghindari debu,asap dan sebagainya.
- Memperbaiki drainase secret bronkus

Pengelolaan khusus.

- Kemoterapi pada bronkiektasis. Kemoterapi dapat digunakan : 1). Secara


kontinyu untuk mengontrol infeksi bronkus (ISPA), 2). Untuk pengobatan
eksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru, atau 3). Keduanya. Kemoterapi ini
menggunakan antibiotic (terpilih). Pemilihan antiobiotik mana yang harus
dipakai sebaiknya harus berdasarkan hasil uji sensitivitas kuman terhadap
antibiotic atau menggunakan pengobatan antibiotic secara empiric. Tetapi, tidak
setiap pasien harus diberikan antibiotic, antibiotic hanya diberikan kepada
pasien yang terdapat eksaserbasi infeksi paru akut. Antibiotic diberikan selama
7-10 hari, bisa pakai terapi tunggal atau kombinasi bebearapa antibiotic. Sampai
kuman penyebab infeksi hilang atau sampai terjadi konversi warna sputum yang
semula berwarna kuning/hijau menjadi berwarna putih mukoid
- Drainase secret dengan bronkoskop. Cara ini penting untuk perawatan
pertama pasien. Keperluannya antara lain 1). Menentukan darimana asal
secret (sputum). 2) mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
dan 3). Menghilangkan obstruksi paru dengan cara suction atau drainase
daerah obstruksi paru

Pengobatan sismtomatik. Pengobatan ini hanya diberikan apabila timbul


simtom yang mungkin mengganggu atau membahayakan pasien.

- Pengobatan Obstruksi Bronkus. Apabila ada tanda atau gejala dari


obstruksi bronkus yang diketahui dari faal paru (% VEP1 < 70% ) dapat
diberikan obat bronkodilator.
- Pengobatan hipoksia. Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu
diberikan oksigen.
- Pengobatan hemoptisis. Apabila terjadi hemoptisis, tindakan yang
pertama adalah menghentikan pendarahannya dengan menggunakan obat
hemostatik. Apabila pendarahan nya massif yang mungkin merupakan
pendarahan arterial, maka dilakukan tindakan operatif.
- Pengobatan demam. Pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut sering
terdapat demam, lebih – lebih kalau terjadi septikemia. Pada keadaan ini
selain perlu diberikan antibiotic yang sesuai, dosis cukup. Perlu
ditambahkan juga obat antipretik secukupnya.

Pengobatan pembedahan

Tujuan : untuk mengangkat segen/ lobus paru yang terkena bronkiekttasis

Indikasi :

- Pasien bronkiektasis yang tidak berespon terhadap pengobatan-pengobatan


konservatif yang adekuat. Sehingga, pasien harus dipertimbangkan untuk
operasi
- Pasien bronkiektasis yang sering mengalami infeksi yang berulang atau
hemoptisis yang massif.

8. Prognosis
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat ringannya serta luasnya
penyakit saat pasien berobt pertma kali. Pemilihan pengobatan yang tepat dapat
memperbaiki prognosis.

Setiati siti dkk, 2014, Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid II ed.6. Jakarta :

InternaPublishing

Danusantoso Halim, 2012, Buku saku ilmu penyakit paru ed.2. Jakarta: EGC

Вам также может понравиться

  • Filsafat Abad Pertengahan-1
    Filsafat Abad Pertengahan-1
    Документ58 страниц
    Filsafat Abad Pertengahan-1
    Thesya Kharisma Rani
    Оценок пока нет
  • Lapkas CA Cervix
    Lapkas CA Cervix
    Документ30 страниц
    Lapkas CA Cervix
    Thesya Kharisma Rani
    Оценок пока нет
  • Laporan PBL Onkologi Modul 3
    Laporan PBL Onkologi Modul 3
    Документ24 страницы
    Laporan PBL Onkologi Modul 3
    reza1811
    Оценок пока нет
  • Lapkas Fraktur Femur Dameria Purba Igd
    Lapkas Fraktur Femur Dameria Purba Igd
    Документ25 страниц
    Lapkas Fraktur Femur Dameria Purba Igd
    Thesya Kharisma Rani
    Оценок пока нет
  • MODUL 1 Urologi Print
    MODUL 1 Urologi Print
    Документ23 страницы
    MODUL 1 Urologi Print
    Thesya Kharisma Rani
    Оценок пока нет
  • Ratna
    Ratna
    Документ1 страница
    Ratna
    Thesya Kharisma Rani
    Оценок пока нет
  • Laporan Anatomi Modul 1
    Laporan Anatomi Modul 1
    Документ4 страницы
    Laporan Anatomi Modul 1
    Thesya Kharisma Rani
    Оценок пока нет
  • Laporan Journal Reading II
    Laporan Journal Reading II
    Документ5 страниц
    Laporan Journal Reading II
    Thesya Kharisma Rani
    Оценок пока нет
  • Laporan Aja
    Laporan Aja
    Документ4 страницы
    Laporan Aja
    Thesya Kharisma Rani
    Оценок пока нет
  • Kemuhammadiyahah
    Kemuhammadiyahah
    Документ10 страниц
    Kemuhammadiyahah
    Thesya Kharisma Rani
    Оценок пока нет
  • Skenario 2 Modul 2-2
    Skenario 2 Modul 2-2
    Документ1 страница
    Skenario 2 Modul 2-2
    Thesya Kharisma Rani
    Оценок пока нет
  • MODUL 1 Endokrin Sub Modul 2 Laporan
    MODUL 1 Endokrin Sub Modul 2 Laporan
    Документ34 страницы
    MODUL 1 Endokrin Sub Modul 2 Laporan
    Thesya Kharisma Rani
    Оценок пока нет
  • Laporan Modul 2
    Laporan Modul 2
    Документ28 страниц
    Laporan Modul 2
    Thesya Kharisma Rani
    Оценок пока нет
  • Modul 1 Torpis
    Modul 1 Torpis
    Документ19 страниц
    Modul 1 Torpis
    Thesya Kharisma Rani
    Оценок пока нет