Вы находитесь на странице: 1из 12

Akuntansi dalam Pandangan Islam

Disusun oleh:
Andika Wahyu Jati 120110150044
Danizar Rizaldi 120110150041
Fikriansyah Adzaki 120110150039
Dedi Sutrisna 120110150046
Daftar isi

DAFTAR ISI.......................................................................................................1
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................2
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................3

BAB 2 PEMBAHASAN......................................................................................4
2.1 Pengetian Akuntansi dalam Islam........................................................................4
2.2 Inti dari Konsep Akuntansi Islam........................................................................5
2.3 Tujuan-tujuan Akuntansi dalam Islam................................................................6

BAB 3 KESIMPULAN.....................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................11

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Islam (bahasa Arab, al-islām = ,‫ اإلسالم‬berserah diri kepada Tuhan) adalah
agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu ALLAH. Secara istilah, Islam berarti
berserah diri kepada Allah dengan cara yang disampaikan Rasul-NYA yang berisi
ajaran tauhid dan pedoman hidup secara menyeluruh. Hal tersebut dijelaskan dalam
surah Al-Maidah ayat 3 yang berbunyi “...Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai
Islam itu jadi agama bagimu...”.
Islam memiliki 3 pokok ajaran yang terdiri dari aqidah (kepercayaan atau
keimanan mengenai keesaan Allah), akhlak (budi pekerti dan perilaku), dan syariah
(Aturan yang Allah perintahkan kepada hamba-hambanya). Ketiga hal tersebut saling
berhungungan sebagaimana suatu pohon, di mana aqidah merupakan akar, syariah
merupakan batang dan akhlak adalah dedaunan. Syariah dan akhlak akan tumbang
tanpa adanya aqidah yang mengakarinya.
Islam mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk dalam aspek mata
pencaharian kehidupan (perdagangani). Dalam sejarah peradaban bangsa arab,
saudagar-saudagar arab bisasanya mengadakan 2 kali perjalanan dagang dalam
setahun yaitu pada musim dingin dan musim panas, seperti yang dijelaskan dalam
surat al-Quraisy ayat 1-2 yang berbunyi “Karena kebiasaan orang-orang quraisy,
(yaitu) kebiasaan berpergian pada musim dingin dan musim panas”.
Setelah bertambahnya kabilah-kabilah (kelompok suku), masuknya imigran-
imigran dari negara tetangga dan berkembangnya perdagangan, semakin kuatlah
perhatian bangsa arab terhadap pembukuan dagang dan dasar-dasar perhitungan
(akuntansi) dalam transaksi mereka.
Berdasarkan uraian diatas, akuntansi memiliki peran yang tentunya tidak dapat
dipisahkan dalam ajaran islam. Untuk itulah penulis tertarik menyusun makalah yang
berjudul “Akuntansi dalam pandangan Islam”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan akuntansi dalam pandangan islam?
2. Apakah inti dari konsep akuntansi dalam ajaran islam?
3. Apakan tujuan akuntansi dalam islam?

2
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengetian Akuntansi dalam Islam
2. Inti dari Konsep Akuntansi Islam
3. Tujuan-tujuan Akuntansi dalam Islam

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengetian Akuntansi dalam Islam


Dalam istilah Islam yang menggunakan istilah arab, akuntansi disebut
sebagai Muhasabah. Secara umum muhasabah memiliki dua (2) pengertian
pokok yaitu:

1. Muhasabah dengan arti Musa'alah (perhitungan) dan munaqasyah


(perdebatan). Kemudian dilanjutkan dengan pembalasan yang sesuai dengan
catatan perbuatannya. Proses Musa'alah dapat diselesaikan secara individu atau
dengan perantara orang lain, atau dapat pula dengan perantara Malaikat, atau
oleh Allah sendiri pada hari kiamat nanti.

2. Muhasabah dengan arti pembukuan/ pencatatan keuangan seperti yang


diterapkan pada masa awal munculnya Agama Islam. Juga diartiakan dengan
penghitungan modal pokok serta keuntungan dan kerugian. Muhasabah juga
berarti pendataan, pembukuan, dan semakna dengan Musa'alah, perdebatan,
serta penentuan imbalan/ balasan seperti yang diterapkan dalam lembaga-
lembaga Negara, lembaga Baitul Maal, undang-undang wakaf, Mudharabah,
dan serikat-serikat kerja.

Adapun kata hisab yang searti dengan kata muhasabah, memiliki arti:

1. Hisab dalam arti menghitung dan mendata


2. Hisab dalam arti perhitungan, pembalasan, dan perdebatan (dalam hal ini
Sama dengan muhasabah)
3. Hisab dengan arti muhasabah dan munaqasyah di hari kiamat
4. Hisab dengan arti merasa cukup dengan kelapangan karunia yang diberikan
Allah tanpa ikatan dan tekanan

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa pengertian


Akuntansi dalam Agama Islam adalah:
1. Pembukuan keuangan (menghitung dan mendata semua transaksi
keuangan)
2. Perhitungan, Perdebatan, dan Pengimbalan

Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai


kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan
dari Sumber-Sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh
seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis,
pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam
menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
2.2 Inti dari Konsep Akuntansi Islam
1. Kaidah-kaidah Dasar Akuntansi Islam Bersumber dari Al-Qur’an,
Sunnah Nabawiyah dan Fiqih Para Ulama
Kaidah-kaidah tersebut memiliki keistimewaan yaitu permanen dan
Objektif. Dikatakan permanen karena dasar kaidah tersebut berasal dari
Allah dan sesuai untuk segala waktu dan kondisi sesuai dengan firman Allah
SWT, “ Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu
nyatakan dan yang kamu rahasiakan); dan dia maha halus lagi maha
mengetahui?” (Al-Mulk: 14)
Berdasarkan ayat ini, tidak boleh bagi seorang akuntan untuk
mengabaikan atau berpaling dari kaidah-kaidah akuntansi yang bersumber
dari Al-Qur’an dan As-sunnah serta ijma para ulama. Ruang lingkup ijtihad
hanyalah dalam masalah-masalah furu’ (cabang) atau sekitar cara, metode
dan prosedur akuntansi itu saja.

2. Akuntansi islam dilandasi oleh aqidah yang kuat


Setiap akuntan yang menjalankan berbagai proses akuntansi wajib
percaya bahwa harta yang ia hitung adalah harta Allah, dan Allah menyuruh
untuk mencatat perputaran harta itu, seperti pemasukkan dan pengeluaran
berdasarkan kaidah-kaidah hukum, karena Allah juga akan menghisabnya
(Akuntan/Juru Tulis) pada hari kiamat terhadap sejauh mana ia melaksanakan
pekerjaan itu dengan baik. Ia Pun harus percaya bahwasannya Allah selalu
mengawasi perbuatannya.
Oleh karena itu, seorang akuntan harus menguasai hukum-hukum syariat
Islam, sehingga ia mampu menyebarluaskan dan meneliti dengan cermat
akuntansi Islam, dan ia juga harus konsisten dengan kaidah-kaidah itu, baik
dalam ucapan maupun dalam perbuatan.

3. Akuntansi Islam berdasarkan Akhlak yang baik


Seorang akuntan yang melaksanakan proses akuntansi harus mempunyai
sifat amanah, jujur, netral, adil dan profesional, supaya pihak yang dilayaninya
merasa tenang terhadap harta dan terhadap orang yang ia mberinteraksi
dengannya, hingga ia merasa tenang terhadap dokumen-dokumen penting dan
informasi-informasi detail yang menerima dari seorang akuntan.
Seorang akuntan harus memperhatika nilai-nilai akhlak seperti yang
diisyaratkan oelh ayat Al-Qur’an, “ Ya Bapakku, ambillah ia sebagai orang
yang bekerja (pada kita) karena sesungguhnya orang yang paling baik yang
kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya.” (Al-Qashash : 26)
4. Seorang Akuntan Memiliki Tanggung Jawab Di Depan Masyarakat dan
Umat Islam Tentang Seberapa Jauh Kesatuan Ekonomi oleh Hukum
Syariat islam. Khususnya berkaitan dengan Hal Mu’amalah
Keputusan-keputusan yang akan diambil, yang akan diajukan ke kantor-
kantor resmi maupun organisasi-organisasi sosial, hendaklah mengandung
informasi-informasi mengenai bentuk-bentuk pelanggaran hukum dan sebab-
sebabnya serta bentuk-bentuk yang kontradiktif antara syariat dengan dan
implementasi praktis.
Seorang akuntan juga harus memiliki tanggung jawab sosial untuk
merealisasikan kesatuan ekonomi. Jadi seorang akuntan harus menyiapkan
laporan-laporan perhitungan yang mengandung informasi-informsi tentang
evaluasi usaha, sebab-sebabnya, dasar perbaikan serta perkembangan positif.

5. Akuntansi Islam Berdasarkan dengan Proses Keuangan yang Sah


Seorang akuntan harus melaporkan suatu penyimpangan (proses yang
tidak sah) kepada pihak yang berwenang untuk mendiskusikan akibat-akibat
dari proses ini, sehinga dapat menghindari kesalahan-kesalahan serupa dimasa
mendatang.
Dasar karakteristik ini adalah bahwa bidang mu’amalah dalam islam
adalah yang baik dan untuk kemaslahatan serta menjauhi yang buruk yaitu
kemudharatan.

6. Akuntansi Islam sangat memperhatikan aspek perilaku sebagai Unsur


dalam Kesatuan Ekonomi.
Dalam akuntansi islam, ketika merumuskan undang-undang akuntansi
dan menentukan petunjuk-petunjuk evaluasi kerja, perlu diperhatikan
motivasi-motivasi yang manusiawi, baik materiil maupun moril. Walaupun itu
tidak termasuk tugas akuntan saja, tetapi setidak-tidaknya seorang akuntan
memiliki peranan tersebut.
Selain itu, perlu difokuskan peranan informasi akuntansi dalam
membangun motivasi dan mengangkat nili-nilai moral pada diri seorang
pekerja atau pengusaha, dan memotivasi mereka untuk berproduksi dan
menciptakan.

2.3 Tujuan-tujuan Akuntansi dalam Islam


Tujuan terpenting dari akuntansi menurut islam adalah sebagai berikut:
1. Hizful Amwal (memelihara Uang)
Perintah untuk menuliskan uang dan harta adalah suatu keharusan
untuk menjaga harta itu dan menghilangkan keragu-raguan. Jika orang yang
berutang itu bertakwa, penulisan itu tidaklah mudharat baginya, tetapi apabila
ia tidak bertakwa, orang yang mencatatnya harus jujur dan amanah dalam
agamanya serta terhadap kebutuhan si yang mempunyai hak.
Perintah untuk melakukan pencatatkan dijelaskan dalam surat Al-
Baqarah ayat 282 sebagai berikut, “Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara
kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia
menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang
akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan
janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang
berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia
sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan
dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang
lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang
lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya
jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-
saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan
janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan
lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa
bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu
berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika
kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu
kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu;
dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”.
Ibnu Abidin, seorang ulama dari mahzab hanafi, berkata, “Jika
seseorang bekerja tidak berdasarkan aturan-aturan yang ada dalam buku
catatan, akan mengakibatkan hilangnya hak-hak orang lainkarena kebanyakan
transaksi para pedagang berjalan tanpa saksi (menyaksikan barang) dan waktu
perhitungan serta perdebatan mereka hanyalah berpegang pada buku catatan
dan surat-surat penting.”
Hal ini juga dijelaskan sebagaimana perkataan al-Hariry,
“Sesungguhnya bekerjan menghitung itu harus teliti dan akurat, sedangkan
pena si pencatat (akuntan) adalah sebagai pengontrol. Adapun hisbah adalah
orang-orang yang bertugas menjaga keuangan. Jadi, jika tidak ada si hasib
(pengontrol), rusaklah hasil usaha, timbullah thagabun (Saling menyalahkan),
aturan-aturan mu’amalah tidak berlaku, konflik terus membelenggu serta
kezaliman yang menghunus sampai waktu perhitungan.”
Keterangan tersebut menjelaskan peranan akuntansi (pencatatan) yang
tidak hanya memelihara harta,tetapi juga meneliti dan merinci pendapatan,
menutup kesalahpahaman, mengatur transaksi-transaksi, serta meredam
konflik dan kezaliman.

2. Eksistensi al-Kitabah (Pencatatan ketika ada perselisihan)


Ibnu Abidin mengatakan dalam kitabnya al-amwal, bahwa si penjual
kasir dan agen/makelar adalah hujjah/dalil menurut kebiasaan yang berlaku.
Hal ini sudah diisyaratkan Al-Qur’an pada firmasn Allah sebagai berikut ini:
“...(penacatatan ini) lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat
kepada tidak (menimbukan keraguanmu)...” (Al-Baqarah: 282)
Begitulah jelasnya fungsi pembukuan (akuntansi) pada waktu
terjadinya tanya jawab dan perdebatan di depan pengadilan ketika terjadi
perselisihan. Dalam contoh ini,kesaksian yang ada berupa kertas catatan atau
pembukuan kontrak akan lebih kuat dan dipercaya.

3. Dapat membantu dalam mengambil keputusan


Imam Syafi’i pernah berkata,”Siapa yang mempelajari hisab (ilmu
hitung), luaslah pikirannya”. Artinya, seorang pedagang atau siapapun, tidak
akan dapat mengungkapkan pikiran yang benar dan sehat, atau mengambil
keputusan yang bijaksana, tanpa bantuan dan data-data yang tercatat dalam
surat-surat atau buku catatan khusus.
Al-Qur’an telah menjelaskan fungsi pencatatan ini untuk
menghilangkan keraguan ketika mengambil keputusan, seperti pada firman
Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 282, “...yang demikian itu lebih adil di
sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian, dan lebih dekat kepada
tidak (menimbulkan) keraguanmu...”.

4. Menentukan Hasil-Hasil Usaha yang Akan Dizakatkan


Diantara tujuan akuntansi utama pada perode pertama islam ialah
untuk mengetahui hasil-hasil perdagangan di akhir tahun, sehingga mudah
bagi mereka untuk mengetahui modal pokok murni, keuntungan murni dan
kerugiannya. Denagn demikian, mereka dapat mengukur standar dan jumlah
zakat hartanya.
Khusus tentang ini,berkata abu Usaid bin Salam, berkata Maimun bin
Mahran, “Jika telah sampai waktumu berzakat, perhatikanlah apa-apa yang
kamu miliki seperti uang dan barang-barang,kemudian nilailah barang-
barang itu dengan uang. Kalau ada utang yang sanggup dilunasi, hitunglah,
dan bayarkanlah dari uang itu, dan zakatilah sisanya”.

5. Menentukan dan menghitung hak-hak kawan yang berserikat


Dalam periode pertama Islam, serikat-serikat kerja telah tersebar luas
sesuai dengan anjuran islam, seperti syirkah mudharabah, syirkah al-‘inan
(Serikat modal), syirkah mufawadah (Serikat kerja )dan syirkah wujuh
(modal dengan nama baik).
Al-Qur’an telah mengisyaratkan kepada yang demikian yaitu firman
Allah dalam surat As-Shaad ayat 24, “...Dan, Sesungguhnya kebanyakan dari
orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada
sebagian yang lain kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh; amat sedikitlah mereka ini...”.
Yang dimaksud dengan Khutlatha’ialah syuraka’, yaitu mitra bisnis.
Bersabda Rasulullah SAW, “Dari Rabbul-‘Izzah (berkata), ‘Akulah yang
ketiga dari dua orang yang berserikat selama salahs atunya tidak
mengkhianati yang lain. Jika salah seorang berkhianat kepada temannya,
Aku akan keluar dari perserikatan mereka.’”. Dalam hadis lain, Rasulullah
SAW bersabda, “ Pertolongan Allah selalu pada dua orang yang berserikat,
selama salah seorang tidak mengkhianati yang lain.”.
Dasar-dasar akuntansi dalam islam itu diaplikasikan untuk membantu
menentukan hak-hak mitra bisnis seperti harta dan uang, dan keuntungan-
keuntungan, baik dalam keadaan bergabung maupun terpisah.
8
6. Menentukan Imbalan, Balasan dan Sanksi
Muhasabah adalah perhitungan, perdebatan dan pembalasan/imbalan
yang sesuai dengan data-data yang tercatat atau surat-surat yang berdasarkan
syarat-syarat yang telah dtentukan sebelumnya. Fungsi akuntansi dalam
mengevaluasi usaha manusia, baik di dunia secara pribadi atau perantara ulil
amri maupun di akhirat oleh Allah SWT.
Yang demikian itu, telah diterapkan pada periode awal islam, yaitu
pada baitulmaal kaum muslimin.dalam akuntansi (penghitungan) terhadap
perputaran uang, baik uang tunai maupun yang berupa aset (barang), serta
usaha-usaha para pekerja.
Selain itu, pada pasar zaman dahulu, terdapat semacam pengawas
pasar terhadap kebenaran suatu transaksi, serta pengawasan terhadap seberapa
jauh kesadaran para pedagang pada kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dari
dahulu yang berada dalam pengawasan peraturan-peraturan hisbah (pengawas
keuangan pasar).

9
BAB 3
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka akuntansi dalam konsep


Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku
dan permanen, yang disimpulkan dari Sumber-Sumber Syariah Islam dan
dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam
pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi
pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
Inti dari konsep akuntansi islam adalah kaidah-kaidahnya yang bersumber dari
Al-Qur’an, As-Sunnah serta fiqih para ulama; Akuntansi Islam dilandasi oleh akidah
dan keimanan yang kuat; Akuntansi Islam berdasarkan Akhlak yang baik; Seorang
Akuntan memiliki tanggug jawab sosial di depan masyarakat dan umat islam;
Akuntansi Islam berdasarkan dengan proses keuangan yang sah; Akuntansi Islam
sangat memperhatikan aspek perilaku sebagai Unsur dalam Kesatuan Ekonomi.
Adapun tujuan akuntansi dalam pandangan Islam adalah untuk memelihara
keuangan (hifzul amwal), menguatkan persaksian bila terjadi perdebatan di depan
pengadilan ketika terjadi perselisihan, membantu dalam mengambil keputusan,
menentukan hasil usaha yang akan di zakatkan, menentukan hak-hak kawan yang
berserikat, dan menentukan imbalan, balasan atau sanksi dalam mengevaluasi usaha
manusia.

10
DAFTAR PUSTAKA

Hakim, lukman. 2012. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. Surakarta:


Erlangga.
Syahtah, husein. 2001. Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam.
Jakarta:AKBAR Media Eka Sarana.

Abidin, Zainal. 2013. “Penegrtian Akuntansi dalam Konsep Islam”.


http://ikumpul.blogspot.co.id/2013/09/pengertian-akuntansi-
dalam-konsep-islam.html. 24 September 2013.

11

Вам также может понравиться