Вы находитесь на странице: 1из 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Depresi merupakan masalah kesehatan masyrakat yang cukup serius.


Berdasarkan World Health Organization (WHO), sekitar 450 juta orang menderita
penyakit mental atau gangguan dalam berperilaku. Jumlah ini 12,3% dari total penyakit
di dunia, dan akan terus bertambah hingga 15% pada tahun 2002. World Health
Organization (WHO) tahun 2001 menyatakan bahwa depresi berada pada urutan
keempat penyakit tersering di dunia. Depresi sering ditemui dalam gangguan jiwa.

Manifestasi gejala depresi yang muncul dalam bentuk keluhan yang berkaitan
dengan mood (seperti murung, sedih, rasa putus asa) membuat diagnosis depresi dapat
dengan mudah ditegakkan, namun bila keluhan psikomotor dan somatik (seperti malas
bekerja, lamban, lesu, nyeri ulu hati, sakit kepala yang terus- menerus) yang muncul
depresi sering tidak terdiagnosis (Amir, 2005). Selain itu, kelainan mental yang timbul
berupa suka menyendiri, merasa hidupnya tidak berguna, kehilangan semangat hidup
dapat menurunkan kualitas hidup dan produktivitas kerja penderitanya. Hal yang paling
berbahaya adalah meningkatnya kejadian bunuh diri. Menurut WHO tahun 2006,
angka kejadian kasus bunuh diri yang ditemukan sebesar 15-20% dan pada sebagian
besar kasus, bunuh diri yang tidak direncanakan sebelumnya (WHO, 2011). Hal ini
dapat dihindari jika penderita depresi mendapatkan terapi yang tepat.

Terapi bagi penderita depresi adalah obat yang dapat meningkatkan mood atau
yang lebih dikenal sebagi obat-obat anti depresan (Grollman, 1972). Depresi termasuk
gangguan psikosomatik yang terjadi karena berkurangnya pembentukan norepinefrin
atau serotonin atau keduanya yang menimbulkan gejala-gejala antara lain rasa sedih,
tidak bahagia, putus asa dan sengsara serta penurunan kemauan untuk melakukan
suatu pekerjaan (Guyton and Hall, 1997). Serotonin merupakan neurotransmitter
monoamin yang terlibat dalam berbagai penyakit yang cukup luas cakupannya,
meliputi penyakit psikiatrik: depresi, kecemasan, skizoprenia,dan gangguan obsesif
konfulsif; sampai migrain. Penyakit tertentu dimana kekurangan neurotransmitter
serotonin, antara lain depresi, dapat diatasi dengan peningkatan ketersediaan serotonin
di tempat aksi dengan re-uptake. Contoh obat yang beraksi demikian adalah
antidepresan golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) seperti
fluoksetin, fluvoksamin, paroksetin, dan sentralin. Obat golongan antidepresan trisiklik
juga bekerja menghambat re-uptake serotonin, namun tidak selektif karena juga
terjadi penghambatan re-uptake norepinefrin (Ikawati, 2006). Saat ini terus
dikembangkan beberapa golongan obat antidepresan yang baru seperti golongan
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI), golongan Selective Serotonin
Reuptake Enhancer (SSRE), golongan Serotonin Nor Ephinephrine Reuptake Inhibitor
(SNRI), golongan Reversible Inhibitory Monoamine Oxidase type A (RIMA) dan
golongan atipik (Trazodon, Nefazodon) (Mudjadid, 2006). Namun sampai saat ini efek
samping obat-obat tersebut masih tinggi.

Sebagai alternatif, beberapa tanaman obat digunakan sebagai pengganti obat


antidepressan. Maka dari itu, dipilih daun tanaman Passiflora foetida yang diketahui
memiliki aktivitas anxiolytic dan antidepressan yang sudah digunakan secara
tradisional untuk mengatasi kecemasan (anxiety), stress, insomnia, hysteria,
pembengkakan kulit, batuk dan demam. Senyawa kimia yang terkandung di dalam
Passiflora foetida , termasuk asam hidrosianat, senyawa flavonoid dan alkaloid
harman. Beberapa penelitian mengatakan bahwa alkaloid harman sebagai senyawa
bioaktif dari Passiflora incarnata Linn, salah satu spesies dari Passiflora yang telah
secara luas dipelajari kandungan kimia dan aktivitas biologisnya. Alkaloid harman juga
ditemukan di Passiflora foetida. Berbeda dengan Passiflora incarnata, sejauh ini
belum ada penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas antidepressan (secara invitro) dari
spesies ini. Maka dari itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek dari ekstrak
metanol Passiflora foetida sebagai antidepressan pada mencit.
1.2 Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan


yaitu:

1. Apakah ekstrak metanol Passiflora foetida yang didalamnya terkandung


alkaloid harman mampu memberikan efek antidepresan pada mencit jantan
albino Swiss?
2. Pada dosis berapakah dari ekstrak metanol Passiflora foetida yang
menunjukkan efek antidepresan paling baik?

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Mengetahui adanya efek antidepresan pada ekstrak metanol Passiflora foetida


terhadap mencit
2. Mengetahui dosis efektif dari ekstrak metanol Passiflora foetida yang dapat
berefek sebagai antidepresan.

1.4 Metode penelitian

Metode yang dipakai dalam penelitian, yaitu :

• Pembuatan Ekstrak Daun Passiflora foetida

• Preparasi Hewan uji

• Tail Suspension Test (TST)

• Forced Swim Test (FST)

• Open Field Test (OFT)


1.5 Lokasi dan waktu penelitian

Waktu : April – Mei 2018

Tempat : Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Universitas


Padjajaran
Bab II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Depresi

Depresi Depresi merupakan gangguan yang heterogen akibat terganggunya satu


masa fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala
penyertanya, termasuk gangguan tidur dan nafsu makan, defisit dalam kognisi dan
energi, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, timbul rasa putus asa, rasa bersalah dan
tidak berdaya, tidak berharga, serta bunuh diri (Katzung et al., 2014). Depresi
diakibatkan karena terjadinya gangguan keseimbangan antara neurotransmiter di otak,
karena berkurangnya serotonin (5-HT) atau adrenalin di saraf-saraf otak (Tjad dan
Rahardja, 2010).

2.1.1 Patofisiologi depresi

Hingga saat ini, depresi masih dikaitkan dengan defisit dari fungsi atau jumlah
monoamin (hipotesis monoamin). Faktor neurotropik (hipotesis neurotropik) dan
endokrin (hipotesis endokrin) juga diketahui memiliki peranan penting dalam
mencetuskan terjadinya depresi (Katzung et al., 2014).

Antidepresan

2.1.2 Terapi depresi

Obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan depresi dikenal sebagai obat


antidepresan. Berdasarkan mekanisme kerjanya obat-obat antidepresan dapat
dibedakan menjadi beberapa golongan besar seperti Selective Serotonin Reuptake
Inhibitors (SSRI), Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI), Inhibitor
Monoamin Oksidase, Antagonis 5-HT2, Antidepresan Tetrasiklik dan Unisiklik.
a. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)

Golongan obat SSRI bekerja secara spesifik menghambat ambilan


serotonin oleh pengangkut serotonin. Pengangkut serotonin merupakan suatu
glikoprotein transmembran yang terbenam di membran ujung akson dan badan
sel neuron yang melakukan pelepasan serotonin di dalam sel (Syarif et al.,
2011). Selektive Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI) secara alosteris
menghambat pengangkutan dengan mengikat reseptor di luar tempat
pengikatan aktif untuk serotonin. Selektive Serotonin Reuptake Inhibitors
(SSRI) memiliki efek paling ringan pada neurotransmiter lain (Syarif et al.,
2011). Obat ini memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor monoamin tetapi
tidak memiliki afinitas terhadap adrenoreseptor α, histamin, muskarinik atau
asetilkolin yang dijumpai pada antidepresan trisiklik (TCA) (Tjad dan Rahadja,
2010; Syarif et al., 2011; Katzung et al., 2014).

Beberapa obat yang termasuk kedalam golongan SSRI adalah


fluoksetin, paroksetin, sertralin, fluvoksamin, sitalopram dan esitalopram. SSRI
memiliki masa kerja yang panjang antara 15-24 jam, karena memiliki waktu
paruh eliminasi yang lebih panjang (Syarif et al., 2011). Efek samping yang
sering ditimbulkan akibat penggunaan golongan obat ini yaitu mual, penurunan
libido dan gangguan fungsi seksual lainnya (Syarif et al., 2011).

b. Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI)

Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI) bekerja dengan


melakukan pengikatan pada pengangkut serotonin dan pengangkut norepinefrin
(Tjad dan Rahadja, 2010). Pengangkut norepinefrine secara struktur sangat
mirip 10 dengan pengangkut serotonin. Pengangkut norepinefrine adalah suatu
kompleks transmembran yang secara alosteris mengikat norepinefrin.
Pengangkut norepinefrin juga memiliki afinitas ringan terhadap dopamin.
Afinitas sebagian besar SNRI cenderung lebih besar untuk pengangkut
serotonine daripada untuk pengangkut norepinefrine. Serotonine
Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI) tidak memiliki efek antihistamin,
menghambat adrenergik-α, dan antikolinergik poten seperti yang dimiliki oleh
obat antidepresan trisiklik (Tjad dan Rahadja, 2010).

c. Inhibitor Monoamin Oksidase (MAOI)

Golongan obat inhibitor monoamin-oksidase (MAOI) telah digunakan


sebagai antidepresan sejak 15 tahun lalu, akan tetapi kini jarang digunakan
karena toksisitas dan besarnya kemungkinan interaksi obat dan makanan yang
fatal. Pemakaian utamanya saat ini adalah untuk mengobati depresi yang tidak
responsif terhadap antidepresan lain (Katzung et al., 2014).

Obat golongan MAOI bekerja dengan mengurangi kerja monoamin


oksidase di neuron dan meningkatkan kandungan monoamin. (Katzung et al.,
2014). Monoamin oksidase dalam tubuh berfungsi dalam proses deaminasi
oksidatif katekolamin di mitokondria. Proses ini dihambat oleh MAOI karena
terbentuk suatu kompleks antara MAOI dan MAO yang mengakibatkan
terjadinya peningkatan kadar epinefrin, norepinefrin, dan serotonin (Syarif et
al., 2011). Inhibitor monoamine oksidase (MAOI) tidak hanya menghambat
MAO, tetapi juga menghambat enzim-enzim lain yang mengakibatkan
terganggunya metabolisme banyak obat di hati, dimana penghambatan enzim
ini sifatnya 11 ireversibel. Penghambatan akan mencapai puncaknya dalam
beberapa hari, tetapi efek antidepresinya baru terlihat setelah 2-3 minggu,
sedangkan pemulihan metabolisme katekolamin baru terjadi setelah obat
dihentikan 1-2 minggu (Syarif et al., 2011).

Penggunaan obat golongan MAOI sebagai antidrepresan kini sudah


sangat terbatas karena diketahui memiliki efek toksik, dan banyak keadaan
depresi yang tidak dapat diubah sama sekali. Efek samping yang sering terjadi
pada penggunaan obat ini yaitu terjadinya hipotensi dan hipertensi. Hipertensi
dapat disebabkan oleh tertimbunnya katekolamin di dekat reseptor. Hipotensi
mungkin terjadi karena menghambat MAO mencegah pelepasan norepinefrin
dari ujung saraf. Efek samping MAOI yang lain yaitu berupa gejala tremor,
insomnia, dan konvulsi. Adapun beberapa contoh obat golongan ini yaitu
moclobemida dan nialamid (Tjad dan Rahadja, 2010; Syarif et al., 2011).

d. Antagonis 5-HT2

Dua antidepresan yang diduga bekerja sebagai antagonis di reseptor 5-


HT2 yaitu trazodon dan nefazodon. Struktur trazodon mencakup sebuah gugus
triazolon yang diduga berperan menghasilkan efek antidepresan. Trazodon
menimbulkan kantuk berat serta tidak menyebabkan toleransi atau
ketergantungan. Nefazodon sendiri sudah jarang digunakan karena diketahui
bersifat hepatotoksik. Trazodon dan nefazodon cepat diserap dan mengalami
metabolisme ekstensif di hati. Kedua obat ini banyak terikat ke protein dan
memiliki ketersediaan hayati terbatas karena metabolismenya yang ekstensif,
serta memiliki waktu paruh yang singkat (Katzung et al., 2014).

e. Antidepresan tetrasiklik dan unisiklik

Beberapa antridepresan tidak benar-benar pas untuk dimasukkan ke


dalam penggolongan obat-obat antidepresan lain, seperti bupropion,
mirtazapin, amoksapin, dan maprotilin. Bupoprion memiliki sebuah struktur
aminoketon unisiklik yang menyebabkan profil efek sampingnya berbeda
dibandingkan kebanyakan obat antidepresan. Bupropion memiliki struktur
kimiawi yang agak mirip dengan amfetamin dan bekerja sebagai stimulan
karena berefek pada pengaktifkan susunan saraf pusat (SSP). Mirtazapin,
amoksapin, dan maprotilin memiliki struktur tetrasiklik. Amoksapin dan
maprotilin memiliki kemiripan struktur dan efek samping yang setara dengan
antidepresan trisiklik (Katzung et al., 2014).
2.2 Passiflora foetida

2.2.1 Taksonomi Tanaman

(https://keyserver.lucidcentral.org/weeds/data/media/Html/passiflora_foetida.htm )

Taksonomi tanaman rambusa (Passiflora foetida) adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Malpighiales

Suku : Passifloraceae

Marga : Passiflora

Jenis : Passiflora foetida L.

(Cronquist, 1991).

2.2.2 Morfologi Tanaman

Buah berbentuk anggur, tumbuhan ini termasuk tumbuhan merambat


dengan panjang 1,5-6 m. batang berbentuk silinder kuat, ditutupi dengan
rambut lebat dan lama kelamaan berkayu, sehingga tumbuhan ini tergolong
dalam liana. Daunnya berbentuk jantung yang bertaju 3 dengan ujung daun
yang meruncing Kelopak sebanyak 3 helai berwarna hijau berbentuk seperti
jarum yang bercabang-cabang. Mahkota bunga sebanyak 5 helai yang berwarna
putih bersih dan pada bagian dasarnya berwarna merah muda. Kepala sari
berwarna kuning sebanyak 5 buah , dimana dasar tangkai sarinya menyatu
membentuk tabung berwarna merah muda. Kepala putik berwarna hijau
berjumlah 3 buah , dan bakal buahnya terletak di atas perlekatan dasar tangkai
sari. Bunganya memiliki daun pelindung (brachtea) yang dapat menghasilakan
enzim pencernaan yang bersifat lengket dan dapat menjebak serangga. Buahnya
berupa buah buni berbentuk bulat agak memanjang berukuran sebesar kelereng
( diameter ± 2-3 cm ), terbungkus oleh kelopak buah yang berbentuk seperti
jarum yang bercabang-cabang. Daging pembungkus biji berwarna putih, bagian
inilah yang dapat dimakan karena rasanya manis dan aromanya harum. Bijinya
berwarna hitam berbentuk pipih tepinya bergerigi dengan ukuran panjang ±5
mm dan lebar ±2mm. Dalam 1 buah ini berisi biji sebanyak ± 20-30 biji (Amela
dan Hoc, 1998).

2.2.3 Kandungan Kimia dan Farmakologi Tanaman Passiflora foetida

Fitokimia penting dari tanaman ini adalah alkaloid, fenol, glikosida,


flavonoid, senyawa sianogen konstituen lainnya adalah flavonoid C-glikosil,
apigenin dan luteolin (Dornelas dan Vieira, 1994).

Passiflora foetida memiliki total senyawa fenol dan flavonoid yang


sangat tinggi. Kandungan senyawa metabolit sekunder ini berfungsi sebagai
antioksidan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ashir et.al., (2014),
total kandungan fenol dan flavonoid yang terdapat pada ektrak daun Passiflora
foetida dapat menurunkan peroksidasi lipid dan aktivitas radikal. Flavonoid
adalah kelompok senyawa polifenol. Kandungan antioksidan utama rambusa
ini adalah polifenol. Sebagai antioksidan, polifenol dapat berperan sebagai
donor hidrogen untuk menetralkan ROS, selain itu polifenol juga dapat
mengikat ion logam (Lin et.al., 2011).

Senyawa folifenol ini dapat menghambat enzim hidrolitik-oksidatif, dan


tindakan anti-inflamasi, sehingga dapat menurunkan aktivitas senyawa radikal
bebas. Folifenol memiliki kemampuan untuk mengikat radikal bebas seperti
superoksida dan radikal hidroksi melalui mekanisme pengikatan atau transfer
elektron yang tidak berpasangan dari senyawa radikal bebas tersebut.
Kandungan total senyawa fenol dalam daun Passiflora foetida juga memiliki
berbagai fungsi untuk menjaga kesehatan manusia, yaitu dapat bertindak
sebagai antimutagen dan antitumor. Selain itu kegiatan antioksidan melalui
pengikatan radikal bebas dari ekstrak daun Passiflora foetida juga sangat tinggi
sehingga konsumsi Passiflora. foetida akan mengurangi jumlah pembentukan
radikal bebas dan mampu memberi perlindungan terhadap spesies oksigen
reaktif serta mampu menurunkan peroksidasi lipid akibat radikal bebas dalam
tubuh (Ashir et.al., 2014).

2.3 Mencit

Klasifikasi mencit menurut Pramono dan Malole (1989), dapat dijabarkan


seperti di bawah ini:

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Bangsa : Rodentia

Suku : Muridae

Marga : Mus

Jenis : Mus musculus L.


Mencit merupakan hewan yang jinak, lemah, mudah ditangani, takut
cahaya dan aktif pada malam hari. Mencit yang dipelihara sendiri jumlah
makannya akan lebih sedikit dan bobotnya lebih ringan dibanding yang
dipelihara bersama-sama dalam satu kandang, mencit juga kadang-kadang
mempunyai sifat kanibal (Yuwono, 2009). Pertumbuhan berat badan mencit
(Mus musculus) yang normal untuk tiap harinya adalah 1 gr/ekor/hari. Hal ini
juga terkait dengan konsumsi pakan untuk tiap harinya adalah 10 gr/ekor/hari
akan meningkatkan pertumbuhan berat badan setiap harinya sebesar 1
gr/ekor/hari. Berat pada mencit (Mus musculus) umur 4 minggu mencapai 18-
20 gr berat dewasa, untuk jantan 20-40 gr sedangkan pada betina 18-35 gr tapi
kecepatan tubuhnya mengalami pertambahan berat badan 1 gram/ hari (Martijo,
1992).

Kualitas makanan berpengaruh pada kondisi mencit, diantaranya pada


bagian mata, hidung, gerak, dan rambut yang dapat mempengaruhi kemampuan
mencit mencapai potensi genetik untuk tumbuh, berbiak, umur, atau reaksi
terhadap pengobatan dan lain-lain. Oleh karena itu status makanan hewan yang
diberikan dalam percobaan biomedis mempunyai pengaruh nyata pada kualitas
hasil percobaan (Suckow et.al., 2006).
Daftar Pustaka

Amir, N. 2005. Depresi: Aspek Neurobiologi Diagnosis dam Tatalaksana. Jakarta :

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia

Amela MT, PS.Hoc. 1998. Biología floral de Pasiflora foetida (Passifloraceae). Rev.

Biol. Trop., 46:191-202.

Asir, P. Joseph, S.Hemmalakshmi, S.Priyanga, and K.Devaki. 2014. In Vitro Free

Radical Scavenging Activity And Secondary Metabolites In Passiflora Foetida


L..Department Of Biochemistry, Karpagam University, Coimbatore - 641 021
, India. Asian J Pharmaceut Res Health Care Volume 6.

Cronquist, A. 1981. An Integrated System of Classification of Flowering Plants. New

York : Columbia University Press

Dornelas MC and MLC.Vieira.1994. Tissue culture studies on species of Passiflora.

Plant Cell Tissue and Organ Culture, 36:211-217.

Grollman, A. 1972. Pharmacology and Therapy of Depression. The American Journal

of Psychiatry. 113:950.

Guyton, C.A., and Hall, J.E. 2005. Textbook of Medical Physiology. Eleven Edition.

Elsevier. Philadelphia. Terjemahan Irawati Setiawan. 2007. Fisiologi


Kedokteran. Jakarta : Penerbit EGC

Ikawati, Z. 2006. Pengantar Farmakologi Molekuler. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press

Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik (terjemahan), Ed.10.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC


Lin, H.H., J.H.Chen, F.P.Chou, and C.J.Wang. 2011. Protocatechuic acid inhibits

cancer cell metastasis involving the downregulation of Ras/Akt/NF-κB


pathway and MMP-2 production by targeting RhoB activation. Br J Pharmacol.
162(1): 237-54

Martijo. 1992. Kesehatan dan Kemampuan Adaptasi Hewan. Yogyakarta : UGM

Mudjadid, E. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam. Gangguan Psikosomatik: Gambaran

Umum dan Pathofisiologinya. Jilid II. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu


Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

Pramono dan Malole.1998. Pengantar Hewa-Hewan Percobaan di Laboratorium.

Bogor : Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB

Suckow, M.A., Weisbroth, S.H., dan Franklin, C.L. 2006. The Laboratory Rats.

London: Elsevier Academic Press

Syarif A, Ascobat P, Estuningtyas A, Setiabudi R, Muchtar A, Bahry B, et al. Obat

Gagal Jantung. In: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth


(eds.)Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Indonesia: Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011: 299-300.

Tjay, T.H., dan Rahardja, K.. 2010. Obat-Obat Penting. Jakarta : Elex Media

Komputindo

World Health Organization. 2011. Depression. http://www.who.int/en/ diakses 9

Maret 2018

Yuwono. 2009. Mencit strain CBR Swiss Derived. Jakarta : Pusat Penelitian Penyakit
Menular Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen
Kesehatan RI

Вам также может понравиться