Вы находитесь на странице: 1из 6

Kimia dari Zaman ke Zaman

06.47.00 ANADIA ROSARIA NO COMMENTS


Ilmu kimia secara sejarah merupakan pengembangan baru, tapi ilmu ini berakar
pada alkimia yang telah dipraktikkan selama berabad-abad di seluruh dunia. Sejarah tentang
ilmu kimia dibagi menjadi empat kategori zaman yaitu: Zaman Prasejarah (Sebelum
Masehi)-Awal Era Kristen, awal era Kristen – akhir abad ke-17 (alkimia), akhir abad ke-17 –
pertengahan abad ke 19 (kimia tradisional) dan pertengahan abad ke-19 (kimia modern).

2.1 Zaman Prasejarah (Sebelum Masehi)


Sejarah kimia dimulai lebih dari 4000 tahun yang lalu dimana bangsa Mesir mengawali
dengan the art of synthetic "wet" chemistry. 1000 tahun SM, masyarakat purba telah
menggunakan teknologi yang akan menjadi dasar terbentuknya berbagai macam cabang ilmu
kimia. Ekstrasi logam dari bijinya, membuat keramik dan kaca, fermentasi bir dan anggur,
membuat pewarna untuk kosmetik dan lukisan, mengekstraksi bahan kimia dari tumbuhan
untuk obat-obatan dan parfum, membuat keju, pewarna, pakaian, membuat paduan logam
seperti perunggu.
Mereka tidak berusaha untuk memahami hakikat dan sifat materi yang mereka gunakan
serta perubahannya, sehingga pada zaman tersebut ilmu kimia belum lahir. Tetapi dengan
percobaan dan catatan hasilnya merupakan sebuah langkah menuju ilmu pengetahuan.

Pemikiran yunani kuno lahir dari Leucippus dan pengikutnya Democritus yang
sedang berjalan-jalan dipinggir pantai Aegean. Leucippus mengatakan kekagumannya akan
kerasnya suara air laut yang berkelanjutan, kelihatannya, atau mungkin merupakan susunan
yang sangat kecil, partikel terpisah seperti butiran pasir pantai. Dari kejauhan, pasir terlihat
bersatu, tapi jika diamati lebih jauh ditemukan butiran-butiran yang terpisah. Leucippus bisa
membagi air menjadi tetesan dan masing- masing dari mereka menjadi lebih kecil. Pemikiran
tetang pembagian yang tidak berakhir ini melandasi pandangan bangsa Yunani pada saat itu,
tetapiLeucippus, pada dasar intiusinya menyimpulkan bahwa pasti ada akhir daripembagian –
pasti ada partikel terakhir yang tidak bisa dibagi lagi.

Atom yang dipaparkan oleh Lucretius memiliki kemiripan dengan molekul modern.
Atom adalah entitas abstrak. Atom memiliki bentuk yang khas dengan fungsi yang sesuai
dengan bentuknya. Teori struktural modern molekul menyatakan bahwa terdapat hubungan
yang sangat dekat antara struktur molekul dan fungsinya.

Sedangkan Democritus sendiri Pada tahun 430 SM, Democritus (460-370 SM)
menyatakan atom menjadi materi yang paling sederhana. Semua materi terdiri dari atom.
Alam semesta terdiri atas atom-atom dan ruang hampa. Atom-atom itu bergerak dan dapat
mengubah posisinya. Atom bersifat kekal, tak dapat dilihat dan tak dapat dibagi. Atom
berbeda satu dengan yang lain dari ukuran, posisi, susunan, berat dan kecepatannya. Benda
yang tampak sesungguhnya merupakan kumpulan atom-atom dan benda yang stabil terdiri
atas atom-atom yang saling berkaitan. Perubahan wujud benda disebabkan oleh gerakan,
tumbukan, dan pengikatan kembali atom-atom tersebut.
Pada tahun 300 SM, Aristoteles, menyatakan bahwa di alam ini hanya ada empat elemen:
api, udara, air dan bumi. Api bersifat panas dan kering, Bumi bersifat dingin dan kering, Air
bersifat dingin dan basah, sedangkan udara bersifat panas dan basah.
Jalan dari filosofi Yunani kuno ke teori atom modern tidak selalu mulus. Di Yunani
kuno, ada perselisihan yang tajam antara teori atom dan penolakan keberadaan atom.

Alkimia Cina
Alkimia Cina dianggap sebagai salah satu yang tertua. Alkimia dari negeri panda ini
lebih dititikberatkan pada aspek spiritual dengan mencari cara menuju keabadian (menjadi
zhenren – manusia sejati). Penggunaan obat (elixir of life) untuk mencapai keabadian ini juga
ditemukan dalam literatur India yang diduga ditulis pada sekitar awal tahun 1000 sebelum
masehi, atharva-veda. Tapi para ahli meragukan kalo alkimia Cina bersumber pada alkimia
India.
Alkimia Cina sangat mempengaruhi perkembangan pengobatan tradisional di sana.
pengobatan tidak hanya menggunakan herbal tapi juga mineral. Di samping itu juga penerapan
yin-yang dan serba lima. Serba lima ini antara lain lima unsur: api-air-tanah-logam-kayu, lima
arah mata angin: utara-timur- selatan-barat-tengah, lima warna: kuning-biru-merah-putih-
hitam, lima logam: emas-perak-timbal-tembaga-besi.
Alkimia Cina mulai memudar setelah banyak percobaan gagal dalam pencarian elixir of
life. Banyak korban dari kalangan istana dan alkemis akibat keracunan resep mereka sendiri yg
ternyata adalah elixir of death. Diduga kuat karena banyaknya pemakaian merkuri dan arsenik.
Pudarnya alkimia di Cina juga disebabkan karena masuknya ajaran Buddha ke Cina, yang
menawarkan jalan ke keabadian dengan cara yang lebih aman.

Alkimia India
Sama seperti alkimia Cina, alkimia India juga lebih menitikberatkan pada sistem
pengobatan ketimbang mencari cara membuat emas. Tidak seperti Cina, alkemis india tidak
terlalu fokus ke elixir of life ato cairan untuk hidup abadi tapi lebih menekankan pada
pengobatan pada penyakit tertentu dengan tujuan untuk memperpanjang hidup. Pustaka yang
paling berpengaruh adalah veda.
Alkimia India juga mengenal pembagian elemen, hanya saja sedikit berbeda dengan
cina: api-angin-air-bumi-angkasa. Dikenal pula tentang vitalisme, dualisme cinta-benci atau
aksi-reaksi. Mereka juga punya enam logam: emas, perak, timah, timbal, besi, dan tembaga.
Selanjutnya masing-masing masih dibedakan lagi, misalnya lima jenis emas. Alkimia India dan
Cina telah berhasil membuat resep kembang api dan serbuk mesiu 2-5 abad lebih
cepat daripada eropa.

Alkimia helenistik (300 SM – 300 M)


Alkimia helenistik berkembang di mesir dengan tokoh utamanya zosimos dari
panopolis, synesius, dan democritus. Zosimos adalah salah satu penulis kompendia alkimia di
Byzantium (konstantinopel) pada abad 7-8 SM. Pustaka penting lainnya adalah physica et
mystica. Buku ini berisi resep pembuatan zat warna dan cara pewarnaan, tapi utamanya pada
pembuatan emas dan perak.
Pada tahun 1828 kumpulan manuskrip papirus purba yang ditulis di yunani dibeli di
Thebes, mesir, dan setengah abad kemudian diketahui bahwa sebagian isinya sangat mirip
dengan physica et mystica. Di sini dapat disimpulkan bahwa alkimia helenistik sangat
mempengaruhi alkimia Yunani.

2.2 Zaman Masehi -Akhir abad ke-17 (Alkimia)


Sejarah kimia dapat dianggap dimulai dengan pembedaan kimia dengan alkimia oleh Robert
Boyle (1627–1691) melalui karyanya The Sceptical Chymist (1661). Baik alkimia maupun
kimia mempelajari sifat materi dan perubahan-perubahannya tapi, kebalikan dengan
alkimiawan, kimiawan menerapkan metode ilmiah.
Alkimia dipraktikkan oleh banyak kebudayaan sepanjang sejarah dan sering mengandung
campuran filsafat, mistisisme, dan protosains.

Alkimiawan menemukan banyak proses kimia yang menuntun pada pengembangan kimia
modern. Seiring berjalannya sejarah, alkimiawan- alkimiawan terkemuka (terutama Abu Musa
Jabir bin Hayyan dan Paracelsus) mengembangkan alkimia menjauh dari filsafat dan
mistisisme dan mengembangkan pendekatan yang lebih sistematik dan ilmiah. Alkimiawan
pertama yang dianggap menerapkan metode ilmiah terhadap alkimia dan membedakan kimia
dan alkimia adalah Robert Boyle (1627–1691). Walaupun demikian, kimia seperti yang kita
ketahui sekarang diciptakan oleh Antoine Lavoisier dengan hukum kekekalan massanya pada
tahun 1783.

Atom memiliki partikel dasar, yaitu proton neutron dan electron. Proton ditemukan oleh
Goldstein pada tahun 1886. Neutron ditemukan oleh James Chadwick pada tahun 1932.
Elektron ditemukan oleh J.J. Thompson pada tahun 1897.

Bertolak dari karya dan pemikiran Aristoteles, maka banyak para alkimia yang berlomba-
lomba untuk membuat emas dari logam yang murah. Namun mereka telah gagal untuk
menyulap logam lain menjadi emas. Waktu itu mereka mempercayai sepenuhnya pada
pemikiran-pemikiran Aristoteles sehingga pandangan mereka menjadi kabur. Pada umunya
para ahli kimia di Eropa hingga abad ke-13 percaya bahwa logam itu terbentuk dari unsur
raksa dan belarang. Mereka juga berpendapat bahwa logam-logam biasa dapat diubah
menjadi logam yang lebih mulia yakni emas. Pendapat ini didasari oleh kepercayaan bahwa
semua benda dibentuk oleh “badan dan roh”, seperti halnya manusia. Mereka telah
melakukan penyulingan atau destilasi, yaitu memanaskan suatu zat cair hingga mendidih dan
uap yang terbentuk didinginkan hingga mengembun kembali. Dari hasil penyulingan tersebut
mereka berharap dapat memperoleh roh yang merupakan unsur utama dari suatu zat, yang
dapat mereka gunakan untuk meningkatkan kemurnian suatu bendalain. Dengan pandangan
ini mereka percaya bahwa mereka akan dapat melakukan transmutasi terhadap logam biasa
hingga menjadi emas yang mereka anggap sebagai logam yang paling mulia. Di antara
logam-logam yang mereka kenal, hanyalah raksa yang dapat disuling, karena itu raksalah
yang menjadi pusat perhatian dari ahli kimia pada masa itu. Pada tahun 1317 Paus John XXII
mengeluakan maklumat yang melarang dilakukan praktek alkimia.
Dunia Islam telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam ilmu pengetahuan tak
terkecuali dengan Ilmu Kimia. Ilmu kimia di kemudian hari berkembang sangat pesat dan
dikenal banyak orang. Tapi, hanya sedikit yang tahu siapa sejatinya orang pertama yang
menemukan ilmu eksakta tersebut. Adalah Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan (721-815),
ilmuwan Muslim pertama yang menemukan dan mengenalkan disiplin
ilmu kimia. Ilmuwan Muslim ini lebih dikenal dengan nama Ibnu
Hayyan. Sementara di Barat ia dikenal dengan nama Ibnu Geber.
Ditemukannya kimia oleh Jabir ini membuktikan, bahwa ulama di
masa lalu tidak melulu lihai dalam ilmu-ilmu agama, tapi sekaligus
juga menguasai ilmu-ilmu umum. Berkat penemuannya ini pula, Jabir dijuluki sebagai
Bapak Kimia Modern.
Jabir mendasari eksperimennya secara kuantitatif dan instrumen yang dibuatnya sendiri,
menggunakan bahan berasal dari logam, tumbuhan, dan hewani. Jabir mempunyai kebiasaan
yang cukup konstruktif mengakhiri uraiannya pada setiap eksperimen.
Pada perkembangan berikutnya, Jabir Ibnu Hayyan membuat instrumen pemotong, peleburan
dan pengkristalan. Ia menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan,
kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan, pencelupan, pemurnian, sematan (fixation),
amalgamasi, dan oksidasi-reduksi.
Setelah itu, papar Jabir, memodifikasi dan mengoreksi teori Aristoteles mengenai dasar
logam, yang tetap tidak berubah sejak awal abad ke 18 M. Dalam setiap karyanya, Jabir
melaluinya dengan terlebih dahulu melakukan riset dan eksperimen. Metode inilah yang
mengantarkannya menjadi ilmuwan besar Islam yang mewarnai renaissance dunia Barat.
Namun demikian, dalam mempelajari kimia, Jabir memperkenalkan eksperimen objektif,
suatu keinginan memperbaiki ketidakjelasan spekulasi Yunani. Akurat dalam pengamatan
gejala, dan tekun mengumpulkan fakta.
Terobosan Jabir lainnya dalam bidang kimia adalah preparasi asam sendawa, hidroklorik,
asam sitrat dan asam tartar. Penekanan Jabir di bidang eksperimen sistematis ini dikenal tak
ada duanya di dunia. Inilah sebabnya, mengapa Jabir diberi kehormatan sebagai ‘Bapak Ilmu
Kimia Modern’ oleh sejawatnya di seluruh dunia. Dalam hal teori keseimbangan, diakui para
ilmuwan modern sebagai terobosan baru dalam prinsip dan praktik alkemi dari masa
sebelumnya. Sangat spekulatif, di mana Jabir berusaha mengkaji keseimbangan kimiawi yang
ada di dalam suatu interaksi zat-zat berdasarkan sistem numerologi (studi mengenai arti
klenik dari sesuatu dan pengaruhnya atas hidup manusia) yang diterapkannya dalam kaitan
dengan alfabet 28 huruf Arab untuk memperkirakan proporsi alamiah dari produk sebagai
hasil dari reaktan yang bereaksi. Sistem ini niscaya memiliki arti esoterik, karena kemudian
telah menjadi pendahulu penulisan jalannya reaksi kimia.
Jelas dengan ditemukannya proses pembuatan asam anorganik oleh Jabir telah memberikan
arti penting dalam sejarah kimia. Di antaranya adalah hasil penyulingan tawas, amonia
khlorida, potasium nitrat dan asam sulferik. Pelbagai jenis asam diproduksi pada kurun waktu
eksperimen kimia yang merupakan bahan material berharga untuk beberapa proses industrial.
Penguraian beberapa asam terdapat di dalam salah satu manuskripnya berjudul Sandaqal-
Hikmah (Rongga Dada Kearifan) .
Seluruh karya Jabir Ibnu Hayyan lebih dari 500 studi kimia, tetapi hanya beberapa yang
sampai pada zaman Renaissance. Korpus studi kimia Jabir mencakup penguraian metode dan
peralatan dari berbagai pengoperasian kimiawi dan fisikawi yang diketahui pada zamannya.
Di antara bukunya yang terkenal adalah Al Hikmah Al Falsafiyah yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin berjudul Summa Perfecdonis.
Suatu pernyataan dari buku ini mengenai reaksi kimia adalah: “Air raksa (merkuri) dan
belerang (sulfur) bersatu membentuk satu produk tunggal, tetapi adalah salah menganggap
bahwa produk ini sama sekali baru dan merkuri serta sulfur berubah keseluruhannya secara
lengkap. Yang benar adalah bahwa, keduanya mempertahankan karakteristik alaminya, dan
segala yang terjadi adalah sebagian dari kedua bahan itu berinteraksi dan bercampur,
sedemikian rupa sehingga tidak mungkin membedakannya secara seksama. Jika dihendaki
memisahkan bagian bagian terkecil dari dua kategori itu oleh instrumen khusus, maka akan
tampak bahwa tiap elemen (unsur) mempertahankan karakteristik teoretisnya. Hasilnya
adalah suatu kombinasi kimiawi antara unsur yang terdapat dalam keadaan keterkaitan
permanen tanpa perubahan karakteristik dari masing-masing unsur.”
Ide-ide eksperimen Jabir itu sekarang lebih dikenal/dipakai sebagai dasar untuk
mengklasifikasikan unsur-unsur kimia, utamanya pada bahan metal, nonmetal dan penguraian
zat kimia. Dalam bidang ini, ia merumuskan tiga tipe berbeda dari zat kimia berdasarkan
unsur-unsurnya:

1. Air (spirits), yakni yang mempengaruhi penguapan pada proses pemanasan, seperti
pada bahan camphor, arsenik dan amonium klorida,
2. Metal, seperti pada emas, perak, timah, tembaga, besi, dan
3. Bahan campuran, yang dapat dikonversi menjadi semacam bubuk.

2.3 Zaman Akhir abad ke-17 – Mid Abad 19 (Kimia Tradisional)


Pendefinisian ilmu kimia pada masa ini dimulai dengan adanya teori flogiston. Teori ini
dikemukakan oleh Georg Ernst Stahl. Kata flogiston berasal dari kata Yunani “phlox” yang
berarti nyala api. Apabila suatu benda terbakar atau suatu logam dikapurkan, maka flogiston
akan keluar dari benda tersebut dan diberikan kepada udara di sekitarnya. Menurut Stahl pada
hakekatnya semua benda mengandung flogiston. Suatu benda mempunyai sifat mudah
terbakar apabila di dalamnya terdapat banyak flogiston dan benda yang banyak flogiston
dapat menumbangkan flogistonnya kepada benda lain yang kekurangan flogiston. Jadi
menurut Stahl ilmu kimia didasarkan pada teori flogiston ini. Seorang
ahli kimia yang masih menggunakan teori flogiston dan dikenal sebagai
penemu oksigen adalah Joseph Priestley yang lahir di Inggris Raya pada
1733. Priestley berpendapat bahwa apabila lilin yang menyala dalam
penyungkup itu kemudian padam, berarti udara dalam penyunkup
tersebut telah jenuh dengan flogiston dan tidak dapat menyerapnya lagi.
Oleh karena dalam gas yang baru ia temukan lilin dapat menyala dengan
hebat, maka Priestley menarik kesimpulan bahwa gas tersebut tentulah
tak mengandung flogiston sama sekali. Karenanya gas itu disebut “dephlogisticated air”,
sedangkan gas yang ketinggalan dalam pembakaran suatu benda dalam udara biasa (gas sisa)
disebut “phlogisticated air”.
Teori flogiston akhirnya ditumbangkan oleh Antoine Laurent Lavoisier.
Dalam experimentnya ia berpendapat bahwa benda hanya dapat terbakar
dalam “air eminemment pur”, zat yang bukan logam pada pembakaran
menghasilkan asam karenanya “udara murni” itu dinamakan oksigen (oxus =
asam; gen = membuat), logam berubah menjadi kapur logam dengan jalan
mengikat oksigen, proses pembakaran ialah penggabungan kimia antara
benda dengan oksigen, jadi bukanlah keluarnya flogiston dari dalam benda.

Pada tahun 1803, John Dalton menyatakan bahwa semua materi terdiri dari
atom, yang kecil dan tak terpisahkan.

Zaman Mid Abad ke 19 – Sekarang (Kimia Modern)


Kimia modern dimulai oleh kimiawan Perancis Antoine Laurent Lavoisier (1743-1794).
Ia menemukan hukum kekekalan massa dalam reaksi kimia, dan mengungkap peran oksigen
dalam pembakaran. Berdasarkan prinsip ini, kimia maju di arah yang benar.
Sebenarnya oksigen ditemukan secara independen oleh dua kimiawan, kimiawan
Inggris Joseph Priestley (1733-1804) dan kimiawan Swedia Car Wilhelm Scheele (1742-1786),
di penghujung abad ke-18. Jadi, hanya sekitar dua ratus tahun sebelum kimia modern lahir.
Sebenarnya, teori atom tetap tidak ortodoks dalam dunia kimia dan sains. Orang-orang
terpelajar tidak tertarik pada teori atom sampai abad ke-18. Di awal abad ke-19, kimiawan
Inggris John Dalton (1766-1844) melahirkan ulang teori atom Yunani kuno. Bahkan setelah
kelahirannya kembali ini, tidak semua ilmuwan menerima teori atom. Penemuan unsur kimia
memiliki sejarah yang panjang yang mencapai puncaknya dengan diciptakannya tabel periodik
unsur kimia oleh Dmitri Mendeleev pada tahun 1869. Tidak sampai awal abad 20 teori atom,
akhirnya dibuktikan sebagai fakta, bukan hanya hipotesis. Hal ini dicapai dengan percobaan
yang terampil oleh kimiawan Perancis Jean Baptiste Perrin (1870-1942). Jadi, perlu waktu yang
cukup panjang untuk menetapkan dasar kimia modern.
Penghargaan Nobel dalam Kimia yang diciptakan pada tahun 1901 memberikan
gambaran bagus mengenai penemuan kimia selama 100 tahun terakhir. Pada bagian awal abad
ke-20, sifat subatomik atom diungkapkan dan ilmu mekanika kuantum mulai menjelaskan sifat
fisik ikatan kimia.

Pada zaman ini muncullah berbagai penemuan-penemuan penting dalam ilmu kimia dan para
kimiawan modern antara lain.
Pada tahun 1879, William Crookes membuat kemajuan dalam teori
atom modern ketika ia menggunakan tabung vakum yang dibuat oleh
Heinrich Geissler untuk menemukan sinar katoda. Crookes menciptakan
tabung gelas vakum yang memiliki lapisan seng sulfida di bagian dalam
salah satu ujung, sebuah katoda logam tertanam di ujung lainnya dan
anoda logam dalam bentuk salib di tengah-tengah tabung. Ketika listrik
dijalankan melalui aparat, gambar salib muncul dan ZnS bersinar. Sinar
ini disebut sinar katoda.
Pada tahun 1885, Eugene Goldstein menemukan partikel positif dengan
menggunakan tabung diisi dengan gas hidrogen (tabung ini mirip dengan
tabung Thomson). Partikel positif memiliki muatan yang sama dan
berlawanan dengan elektron. Ia juga memiliki massa 1.66E-24 gram atau
satu unit massa atom. Partikel positif ini bernama proton.

Pada tahun 1897, JJ. Thomson menempatkan


tabung Crookes dalam medan magnet. Dia menemukan bahwa sinar
katoda bermuatan negatif. Dia menyimpulkan bahwa semua atom
memiliki muatan negatif (melalui eksperimen lagi) dan dia
menyebutnya sinar katoda elektron. Model atom menunjukkan
lingkup materi bermuatan positif dengan elektron negatif terjebak di
dalamnya.

Вам также может понравиться